Jawaban
2. Konsep Validitas
a. Pengertianvaliditas
Validitas mengacu pada kemampuan instrument pengumpulan data untuk
mengukur apa yang harus diukur, untuk mendapatkan data yang relevan
dengan apa yang sedang diukur. Dengan kata lain sebuah instrumen
dianggap memiliki validitas yang tinggi jika instrumen tersebut benar-
benar dapat dijadikan alat untuk mengukur sesuatu secara tepat. Validitas
merupakan ciri yang harus dimiliki oleh instrument pengukuran karena
berhubungan langsung dengan dapat tidaknya data dipercaya
kebenarannya.
b. Macam-macamvaliditas
1) Validitas subjektif
Validitas subjektif merupakan jenis validitas yang kriterianya
sepenuhnya ditentukan berdasarkan pertimbangan peneliti, baik
pertimbangan nalar maupun pengalaman keilmuannya.
2) Validitas isi
Validitas isi menunjuk pada sejauh mana instrument tersebut
mencerminkan isi yang dikehendaki. Vailiditas isi ialah derajat di
mana sebuah instrument mengukur
cakupan subsansi yanghendak
diukur.
3) Validitas criteria
Validitas criteria menunjuk pada hubungan antara skor yang
diperoleh dengan memakai instrument tertentu dengan suatu variable
luar (sebagai kriteria) yang mandiri dan dipercaya dapat mengukur
langsung fenomena yang diselidiki.
4) Validitas konstruk (construct validity)
Contsruct validity atau validitas bangunan pengertian menunjuk
kepada sejauh mana hasil pengukuran dapat ditafsirkan menurut
bangunan pengertian tersebut. Validitas konstruk merupakan
derajat yang menunjukkan bahwa suatu instrument dapat mengukur
sebuah konstruk sementara atau
hypothetical construct
Construct validity dipilih bila fenomena tidak dapat diukur secara
langsung sehingga pengukuran dilakukan terhadap indikator-
indikator atau unsur-unsur yang membentuk construct atau konsep
tersebut.
Reliabilitas
a. Pengertian Reliablitas
Reliabilitas instrumen adalah tingkat konsistensi
hasil yang dicapai oleh sebuah alat ukur, meskipun dipakai secara
berulang-ulang pada subjek yang sama atau berbeda. Dengan demikian
suatu instrumen dikatakan reliabel bila mampu mengukur sesuatu dengan
hasil yang konsisten (ajeg).
b. Cara menentukan indeks reliabilitas
Ada beberapa cara untuk
menentukan indeks reliabilitas instrumen,
yaitu : metoda belah dua,
metode tes ulang, metoda kesamaan rasional, dan metoda.
1) Metoda belahdua
Metoda belah dua dilakukan dengan jalan memilah satu instrument
ke dalam dua bagian yang sama banyak, bagian pertama memuat
unsure yang bernomor ganjil dan bagian lain untuk yang bernomor
genap.
2) Metoda tes ulang
Anggapan dasar metoda ini adalah suatu instrument memiliki
reliabilitas yang tinggi bila dipergunakan pada subjek-subjek yang
sama dengan waktu yang berbeda namun hasilnya sama atau
mendekati sama.
3) Metoda kesamaan rasional
Metode ini dikembangkan oleh Kuder dan Richarson dengan titik
tekan kesamaan semua butir pertanyaan yang ada pada instrument
tes, baik pada ranah maupun tingkat kesukarannya. Artinya metoda
ini hanya dimaksudkan untuk mengukur reliabilitas yang
mempunyai satu sifat.
4) Metodaparalel
Metoda paralel sering pula disebut reliabilitas bentuk setara
(equivalent-form reliability), yang mempunyai dua bentuk
instrument. Metoda parallel dilakukan dengan dua kemungkinan.
Pertama, dua orang peneliti menggunakan instrument yang sama
untuk mengukur variabel yang sama dengan menggunakan
responden dan waktu yang sama. Kedua, peneliti tunggal
menggunakan instrumen yang berbeda untuk mengukur variabel
yang sama dengan menggunakan responden dan waktu yang sama
pula.
3. Pertimbangan :
a. Informed Consent Individu
Untuk semua penelitan biomedis yang melibatkan manusia, peneliti
harus memperoleh informed consent dari calon subyek atau, dalam
kasus individu yang tidak mampu memberikan informed consent,
persetujuan wali dari suatu wakil hukum.
b. Informasi Esensial Untuk Calon Subyek Penelitian
Sebelum meminta persetujuan seseorang untuk berpartisipasi dalam
penelitian, peneliti harus membekali individu tersebut dengan informasi
berikut, dalam bahasa yang dapat dipahami olehnya:
1) Bahwa setiap individu diundang untuk berpartisipasi sebagai
subyek dalam penelitian, dan dalam tujuan serta metoda peneli-
tian;
2) Perkiraan lama dari partisipasi subyek;
3) Manfaat yang dapat diharapkan terjadi pada subyek atau orang lain
sebagai hasil dari penelitian tersebut;
4) Perkiraan resiko atau ketidaknyamanan pada subyek, yang
berkaitan dengan partisipasi dalam penelitian tersebut;
5) Prosuder atau cara pengobatan alternatif yang dapat
menguntungkan bagi subyek ketika prosedur atau pengobatan
tersebut diuji;
6) Sejauh mana kerahasiaan catatan di mana subyek diidentifikasi
akan dipertahankan;
7) Jika ada, sejauh mana tanggung jawab peneliti untuk memberikan
pelayanan medis kepada subyek tersebut;
8) Bahwa terapi akan diberikan secara cuma-cuma untuk jenis cedera
tertentu yang berkaitan dengan penelitian;
9) Apakah subyek atau keluarga subyek atau mereka yang menjadi
tanggungan subyek akan dikompensasikan bagi kecacatan atau
kematian karena cedera; dan
10) Bahwa individu tersebut bebas untuk menolak berpartisipasi dan
bebas untuk menarik diri dari penelitian setiap saat tanpa sanksi
atau hilangnya manfaat yang seharusnya menjadi haknya.
c. Bujukan untuk berpartisipasi
Subyek dapat dibayar untuk ketidaknyamanan dan waktu yang
dihabiskan, serta harus diganti biaya yang dikeluarkan dalam kaitan
dengan partisipasi mereka dalam penelitian. Mereka juga dapat
menerima pelayanan medis secara cuma-cuma. Meskipun demikian,
pembayaran tidak boleh dalam jumlah besar dan pelayanan medis tidak
boleh luas yang dapat mendorong calon subyek untuk berpartisipasi
dalam penelitian tersebut meskipun hal itu bertentangan dengan
penilaian mereka (“dorongan yang tidak layak”). Semua pembayaran,
penggantian biaya, dan pelayanan medis yang akan diberikan kepada
subyek penelitian harus disetujui oleh komisietik.
d. Penelitian yang melibatkan anak-anak
Sebelum melakukan penelitian yang melibatkan anak-anak, maka
peneliti harus memastikan bahwa:
1) anak-anak tidak boleh dilibatkan dalam penelitian yang mung- kin
dapat dilakukan sama baiknya pada orang dewasa
2) tujuan penelitian adalah untuk memperoleh pengetahuan relevan
dengan kebutuhan kesehatan anak-anak;
3) orang tua atau wakil hukum dari setiap anak telah memberikan
persetujuan wali;
4) persetujuan dari setiap anak telah diperoleh sejauh kemam- puan
anak;
5) penolakan anak untuk berpartisipasi dalam penelitian harus se- lalu
dihargai kecuali menurut protokol penelitian anak tersebut akan
menerima terapi yang secara medis tidak ada alternatifnya;
6) resiko yang ditimbulkan oleh intervensi yang tidak dimaksudkan
untuk memberikan manfaat kepada subyek anak adalah rendah dan
setara dengan pentingnya pengetahuan yang akan dicapai; dan
7) intervensi yang dimaksudkan untuk memberikan manfaat tera-
peutik setidak-tidak memiliki manfaat yang sama bagi subyek anak
sebagaimana manfaat suatu intervensi alternatif.
Referensi : CIOMS. 2010. Pedoman Etik Internasional untuk Penelitian
Biomedis yang Melibatkan Manusia.
Pada fase ini obat dicobakan untuk pertama kalinya pada sekelompok kecil
penderita yang kelak akan diobati dengan calon obat. Tujuannya ialah melihat
apakah efek farmakologik yang tampak pada fase I berguna atau tidak untuk
pengobatan. Fase II ini dilaksanakan oleh orang- orang yang ahli dalam
masing-masing bidang yang terlibat. Mereka harus ikut berperan dalam
membuat protokol penelitian yang harus dinilai terlebih dulu oleh panitia
kode etik lokal. Protokol penelitian harus diikuti dengan dengan ketat, seleksi
.
penderita harus cermat, dan setiap penderita harus dimonitor dengan intensif .
Pada fase II awal, pengujian efek terapi obat dikerjakan secara terbuka
karena masih merupakan penelitian eksploratif. Pada tahap ini biasanya
belum dapat diambil kesimpulan yang definitif mengenai efek obat yang
bersangkutan karena terdapat berbagai factor yang mempengaruhi hasil
pengobatan, misalnya perjalanan klinik penyakit, keparahannya, efek placebo
dan lain- lain. Untuk membuktikan bahwa suatu obat berkhasiat, perlu
dilakukan uji klinik komparatif yang membandingkannya dengan placebo,
atau bila penggunaan plasebo tidak memenuhi syarat etik, obat dibandingkan
dengan obat standard yang telah dikenal. Ini dilakukan pada akhir fase II atau
awal fase III, tergantung dari siapa yang melakukan, seleksi penderita, dan
monitoring penderitanya. Untuk menjamin validitas uji klinik komparatif ini,
alokasi penderita harus acak dan pemberian obat dilakukan secara tersamar
ganda. Ini disebut uji klinik acak tersamar ganda berpembanding.
Uji klinik fase III dilakukan untuk memastikan bahwa suatu obat-baru
benar-benar berkhasiat (sama dengan penelitian pada akhir fase II) dan untuk
mengetahui kedudukannya dibanding- kan dengan obat standar. Penelitian ini
sekaligus akan menjawab pertanyaan- pertanyaan tentang (1) efeknya bila
digunakan secara luas dan diberikan oleh para dokter yang „kurang ahli‟; (2)
efek samping lain yang belum terlihat pada fase II; (3) dan dampak
penggunaannya pada penderita yang tidak diseleksi secara ketat.
Uji klinik fase III dilakukan pada sejumlah besar penderita yang tidak
terseleksi ketat dan dikerjakan oleh orang-orang yang tidak terlalu ahli,
sehingga menyerupai keadaan sebenarnya dalam penggunaan sehari- hari
dimasyarakat. Pada uji klinik fase III ini biasanya pembandingan dilakukan
dengan plasebo, obat yang sama tapi dosis berbeda, obat standard dengan
dosis ekuiefektif, atau obat lain yang indikasinya sama dengan dosis yang
ekuiefektif. Pengujian dilakukan secara acak dan tersamar ganda.
Bila hasil uji klinik fase III menunjukkan bahwa obat baru ini cukup aman
dan efektif, maka obat dapat diizinkan untuk dipasarkan. Jumlah penderita
yang diikut sertakan pada fase III ini paling sedikit 500 orang.
Fase ini sering disebut post marketing drug surveillance karena merupakan
pengamatan terhadap obat yang telah dipasarkan. Fase ini bertujuan
menentukan pola penggunaan obat di masyarakat serta pola efektifitas dan
keamanannya pada penggunaan yang sebenarnya. Survei ini tidak tidak
terikat pada protokol penelitian; tidak ada ketentuan tentang pemilihan
penderita, besarnya dosis, dan lamanya pemberian obat. Pada fase ini
kepatuhan penderita makan obat merupakan masalah.
Penelitian fase IV merupakan survei epidemiologi menyangkut efek
samping maupun efektifitas obat. Pada fase IV ini dapat diamati (1) efek
samping yang frekuensinya rendah atau yang timbul setelah pemakaian obat
bertahun-tahun lamanya, (2) efektifitas obat pada penderita berpenyakit berat
atau berpenyakit ganda, penderita anak atau usia lanjut, atau setelah
penggunaan berulangkali dalam jangka panjang, dan (3) masalah penggunaan
berlebihan, penyalahgunaan, dan lain- lain. Studi fase IV dapat juga berupa
uji klinik jangka panjang dalam skala besar untuk menentukan efek obat
terhadap morbiditas dan mortalitas sehingga datanya menentukan status obat
yang bersangkutan dalam terapi.
Dewasa ini waktu yang diperlukan untuk pengembangan suatu obat baru,
mulai dari sintesis bahan kimianya sampai dipasarkan, mencapai waktu 10
tahun atau lebih.
Setelah suatu obat dipasarkan dan digunakan secara luas, dapat ditemukan
kemungkinan manfaat lain yang mulanya muncul sebagai efek samping. Obat
demikian kemudian diteliti kembali di klinik untuk indikasi yang lain, tanpa
melalui uji fase I. Hal seperti ini terjadi pada golongan salisilat yang semula
ditemukan sebagai antireumatik dan anti piretik. Efek urikosurik dan
antiplateletnya ditemukan belakangan. Hipoglikemik oral juga ditemukan
dengan cara serupa.