1. diagnosa topis ?
2. Patofisiologi nyeri kepala?
3. Macam-macam nyeri kepala
4. Cara pemeriksaan nyeri kepala?
5. Hal-hal apa saja yang bisa memicu nyeri kepala
6. Penatalaksanaan nyeri kepala
7. Prognosis masing-masing tipe nyeri kepala
8. Pemeriksaan penunjang untuk nyeri kepala
9. Mekanisme nyeri
10. Pemeriksaan neurologis untuk nyeri kepala ?
Jawaban !
1. Diagnosa topis : kontraksi otot pericranium dan juga m.
sternocleidomastoideum dan m. trapezius
2. Rangsang nyeri bisa disebabkan oleh adanya tekanan, traksi, displacement
maupun proses kimiawi dan inflamasi terhadap nosiseptor-nosiseptor pada
struktur peka nyeri dikepala. Jika struktur tersebut yang terletak pada atau
pun diatas tentorium serebelli dirangsang maka rasa nyeri akan timbul terasa
menjalar pada daerah didepan batas garis vertikal yang ditarik dari kedua
telinga kiri dan kanan melewati puncak kepala (daerah frontotemporal dan
parietal anterior). Rasa nyeri ini ditransmisi oleh saraf trigeminus.
Sedangkan rangsangan terhadap struktur yang peka terhadap nyeri
dibawah tentorium (pada fossa kranii posterior) radiks servikalis bagian atas
dengan cabang-cabang saraf perifernya akan menimbulkan nyeri pada daerah
dibelakang garis tersebut, yaitu daerah oksipital, suboksipital dan servikal
bagian atas. Rasa nyeri ini ditransmisi oleh saraf kranial IX, X dan saraf
spinal C-1, C-2, dan C-3.
Salah satu teori yang paling populer mengenai penyebab nyeri kepala ini
adalah kontraksi otot wajah, leher, dan bahu. Otot-otot yang biasanya terlibat
antara lain m. splenius capitis, m. temporalis, m. masseter, m.
sternocleidomastoideus, m. trapezius, m. cervicalis posterior, dan m. levator
scapulae. Penelitian mengatakan bahwa para penderita nyeri kepala ini
mungkin mempunyai ketegangan otot wajah dan kepala yang lebih besar
daripada orang lain yang menyebabkan mereka lebih mudah terserang sakit
kepala setelah adanya kontraksi otot. Kontraksi ini dapat dipicu oleh posisi
tubuh yang dipertahankan lama sehingga menyebabkan ketegangan pada otot
ataupun posisi tidur yang salah. Ada juga yang mengatakan bahwa pasien
dengan sakit kepala kronis bisa sangat sensitif terhadap nyeri secara umum
atau terjadi peningkatan nyeri terhadap kontraksi otot.
Sebuah teori juga mengatakan ketegangan atau stres yang menghasilkan
kontraksi otot di sekitar tulang tengkorak menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah sehingga aliran darah berkurang yang menyebabkan
terhambatnya oksigen dan menumpuknya hasil metabolisme yang akhirnya
akan menyebabkan nyeri.
3. Nyeri kepala dapat diklasifikasikan menjadi nyeri kepala primer dan nyeri
kepala sekunder. Nyeri kepala primer dapat dibagi menjadi migren, tension
type headache, cluster headache dengan sefalgia trigeminal/autonomik, dan
nyeri kepala primer lainnya. Nyeri kepala sekunder dapat dibagi menjadi
nyeri kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher, nyeri
kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, nyeri kepala yang bukan
disebabkan kelainan vaskular intrakranial, nyeri kepala akibat adanya zat atau
withdrawal, nyeri kepala akibat infeksi, nyeri kepala akibat gangguan
homeostasis, nyeri kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium,
leher,telinga, hidung, sinus, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah,
nyeri kepala akibat kelainan psikiatri.
b. Pemeriksaan Fisik
Dalam praktek pemeriksaan fisik dimulai pada saat penderita
masuk ke dalam ruang periksa atau pada saat dokter melakukan
pendekatan di sisi tempat tidur penderita. Observasi yang teliti
merupakan kunci untuk mengetahui apakah penderita mengalami
gangguan fisik atau psikiatrik atau apakah penderita tampak cemas
depresif dan apakah riwayat penderita dapat dipercaya sepenuhnya.
Setiap kali ada keluhan nyeri kepala maka pemeriksaan neurologi
secara lengkap harus dilakukan secara cermat. Pemeriksaan tersebut
secara garis besar meliputi status mental, gaya berjalan, nervi, kraniales,
sistem motorik dan sistem sensorik.
Kepala dan leher harus diperiksa secara seksama. Inspeksi dan
palpasi dilakukan secara bersama-sama untuk mengetahui kelainan-
kelainan yang mungkin ada. vertebra servikal perlu diperiksa apakah
ada kaku kuduk, gangguan mobilitas leher, nyeri otot-otot leher dan
gangguan lainnya.
Tanda-tanda vital dimulai dengan perubahan tekanan darah dapat
menimbulkan nyeri kepala. Adanya perubahan denyut nadi hendaknya
dicari kemungkinan adanya kaitan dengan nyeri kepala walaupun tidak
langsung. Suhu tubuh diperiksa secara obyektif bila ada demam.
Pemeriksaan umum lainnya perlu dilakukan, misalnya pemeriksaan
jantung dan paru-paru, palpasi abdomen dan pemeriksaan kulit.
5. faktor pemicu
a. depresi dan kecemasan
b. stress
c. postur tubuh yang rendah
d. bekerja dalam posisi canggung atau bertahan pada satu posisi dalam
waktu yang lama
e. tidur yang kurang
f. kelelahan fisik
g. kurang tidur
h. hipertensi
i. cahaya matahari
j. makanan seperti keju, coklat, alcohol
k. makan yang tidak teratur
6. Penatalaksanaan
1) Migren
a. Migren tanpa aura (G43.0) :
Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan nyeri kepala berulang
dengan manifestasi serangan berlangsung 4-72 jam, yang
mempunyai sedikitnya 2 karakteristik berikut: unilateral,
berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat
dengan aktivitas fisik.
Selama nyeri kepala disertai salah satu berikut : nausea dan
atau muntah, fotofobia dan fonofobia.
Serangan nyeri kepala tidak berkaitan dengan kelainan yang
lain.
b. Migren dengan aura (G43.1) :
Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan nyeri kepala berulang
yang didahului gejala neurologi fokal yang reversibel secara
bertahap 5-20 menit dan berlangsung kurang dari 60 menit.
Terdapat sedikitnya satu aura berikut ini yang reversibel
seperti: gangguan visual, gangguan sensoris, gangguan bicara
disfasia.
Paling sedikit dua dari karakteristik berikut:
gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral.
paling tidak timbul satu macam aura secara gradual 5
menit dan/atau jenis aura yang lainnya 5 menit.
tiap gejala berlangsung 5 menit dan ≤ 60 menit
Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
c. Status Migrenosus (G43.2):
Serangan migren dengan intensitas berat yang berlangsung
72 jam (tidak hilang dalam 72 jam).
Tidak berkaitan dengan gangguan lain.
d. Tatalaksana
Hindari faktor pencetus
Terapi abortif :
Nonspesifik : analgetik / NSAIDs, Narkotik analgetik,
adjunctive therapy (mis : aspirin 4x650mg, acetaminophen
4x500mg, ibuprofen 3x600-800mg)
Obat spesifik : ergotamine 2mg/caffeine 100mg, derivate
triptans (sumatripan, naratriptan, zolmitripan, naratripan)
Bila tidak respon : Opiat dan analgetik yang mengandung
butalbital.
b. Tatalaksan
Medikamentosa :
Analgetik : aspirin, asetaminofen, NSAIDs
Caffeine 65 mg (analgetik ajuvan).
Kombinasi : 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein
Antidepressan : amitriptilin
Antiansietas : gol. Benzodiazepin, butalbutal.
Terapi non-farmakologis :
Kontrol diet
Hindari faktor pencetus
Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedatif dan
ergotamin
Behaviour treatment
8. Pemeriksaan Radiologik
a. Foto polos kepala
Pada foto polos dapat dilihat adanya pelebaran sela tursika, lesi pada
kalvarium, kelainan pertumbuhan kongenital, kelainan pada sinus dan
prosesus mastoideus.
b. Foto vertebra servikal
Nyeri kepala yang lebih dirasakan di daerah tengkuk disebabkan oleh
perubahan degeneratif di diskus intervertbralis dan permukaan sendi
servikal bagian atas. Arthritis rheumatoid dapat menimbulkan nyeri
kepala bagian belakang.
c. CT scan dan MRI
CT Scan dapat memberi gambaran yang sangat jelas tentang proses desak
ruang intrakranial misalnya tumor otak, hematoma intraserebral, infark
otak, abses otak, hidrosefalus, hematoma epidural, dan hematoma
subdural. CT Scan juga dapat memberi gambaran tentang perdarah
subaraknoidal. Pada penderita cluster headache, tension headache, dan
nyeri kepala fungsional akan memberi gambaran normal. Demikian juga
halnya pada migren. Namun demikin pada migren yang berat kadang-
kadang memperlihatkan area pembengkakan. Sementara itu CT Scan juga
bermanfaat untuk memeriksa daerah orbita, sinus tulang-tulang wajah,
vertebra serviks, dan jaringan lunak di leher. MRI dapat digunakan untuk
memeriksa lesi posterior dan foramen magnum.
d. Angiografi serebral
Pemeriksaan ini bersifat invasive, dan jarang sekali dipergunakan dalam
upaya menegakkan penyebab nyeri kepala tertentu. Sebagai contoh oklusi
pembuluh darah serebral dapat menimbulkan nyeri kepala dan demikian
juga halnya kasus aneurisma dan malformasi arterio-venosa.
e. Pemeriksaan CSS
Apabila dicurigai adanya infeksi intrakranial, perdarahan intrakranial atau
keganasan meningeal sementara pemeriksaan dengan CT Scan tidak
menunjukkan adanya kelainan, maka seyogyanya dilakukan fungsi lumbal
untuk kemudian dilakukan analisis CSS.
f. Elektro-Ensefalografi
Kadang-kadang EEG bermanfaat pada kasus-kasus dengan gejala fokal
sementara hasil CT Scan normal. Perlu pula diingat bahwa nyeri kepala
merupakan salah satu gejala epilepsi. Untuk itu perlu anamnesis yang
lebih cerma sebelumnya mempertimbangkan pemeriksaan EEG.