Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

Adenotonsilitis Kronik
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Kepala dan Leher

Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

Disusun oleh:
Nor Khasanah
30101307027

Pembimbing:
dr. H. Agung Sulistyanto, Sp. THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

2017
LEMBAR PENGESAHAN

Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah


satu syarat menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher RSI Sultan Agung Semarang periode 11
Desember 2017 – 06 Januari 2018.

Nama : Nor Khasanah

NIM : 30101307027

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Bidang Pendidikan : Ilmu Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher

Periode Kepaniteraan Klinik : 11 Desember 2017 – 06 Januari 2018

Judul : Adenotonsilitis Kronik

Diajukan : Desember 2017

Pembimbing : dr. H. Agung Sulistyanto, Sp. THT-KL

Telah diperiksa dan disahkan tanggal : …………………..

Mengetahui,
Pembimbing

dr. H. Agung Sulistyanto, Sp. THT-KL


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-
Nya, yang memungkinkan laporan kasus berjudul “Adenotonsilitis Kronik” ini dapat
diselesaikan tepat waktu.
Laporan kasus ini disusun pada saat melaksanakan kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher RSI Sultan Agung Semarang
pada periode 11 Desember 2017 – 06 Januari 2018, dengan berbekalkan pengetahuan,
bimbingan, serta pengarahan yang diperoleh baik selama kepaniteraan maupun pada
saat kuliah pra-klinik.
Banyak pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan laporan kasus
ini, dan untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
 dr. H. Agung Sulistyanto, Sp. THT-KL, selaku pembimbing laporan kasus
 Pimpinan dan staff RSI Sultan Agung Semarang
 Rekan ko-asisten selama kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok – Kepala Leher RSI Sultan Agung Semarang

Walau telah berusaha menyelesaikan laporan kasus ini dengan sebaik-


baiknya, penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, segala saran dan kritik yang membangun akan diterima dengan senang hati
untuk perbaikan di masa mendatang, sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Semarang, Desember 2017

Nor Khasanah
BAB I

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : An. K I
2. Umur : 8th- 6bln- 28hr
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Alamat : Jln. Trimulyo RT 01/ RW 01 Genuk, Semarang
5. Pekerjaan : Pelajar SD
6. Tanggal Masuk : 28 Desember 2017
7. No. RM : 01-33-81-73

B. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesa dan alloanamnesa pada tanggal 28 Desember
2017, pukul 12.30 WIB di poli THT-KL RSI Sultan Agung Semarang
1. Keluhan Utama
Nyeri saat menelan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik THT-KL RSI Sultan Agung Semarang dengan
keluhan sering nyeri menelan sejak 2 tahun terakhir ini, namun keluhan sering
hilang timbul. Keluhan tersebut terjadi kambuh-kambuhan lebih dari 7 kali
dalam 1 tahun. Sebelum keluhan muncul pasien mengaku sering
mengkonsumsi minuman dingin yang dijual di sekolahnya. Keluhan biasanya
timbul bila pasien kelelahan dan keluhan berkurang bila pasien minum obat
yang dibeli oleh ibunya di warung. Pasien juga mengeluh jika sedang kambuh,
keluhan biasanya disertai demam, perasaan mengganjal di tenggorokan, batuk,
pilek dan tenggorokan sakit. Keluhan ini terakhir dirasakan pasien 1 minggu
sebelumnya. Saat ini pasien tidak merasakan keluhan apapun.
Bila keluhan kambuh, pasien merasakan hidung tersumbat, sehingga pasien
terkadang bernapas melalui mulut. Menurut ibu pasien, pasien tidur mengorok,
namun tidak pernah terbangun di malam hari karena sesak saat tertidur. Ibu
pasien mengakui bahwa pasien memiliki riwayat sering batuk pilek dalam 3
bulan terakhir ini.
Pasien tidak mengeluhkan adanya suara sengau, nyeri telinga, keluar cairan
dari telinga dan telinga berdenging. Pasien tidak memiliki riwayat bersin-
bersin, hidung gatal dan buntu saat udara dingin. Pasien tidak mengeluhkan
adanya nyeri pada pipi, dahi serta pangkal hidung.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat sakit serupa :
Belum pernah sakit seperti ini
- Riwayat sakit telinga sebelumnya :
disangkal
- Riwayat alergi :
disangkal
- Riwayat asma :
disangkal
- Riwayat batuk & pilek :
Musim-an terutama saat musim hujan dan ketika sehabis minum minuman
yang dingin
- Riwayat Kebiasaan :
Sering mengkonsumsi minuman dingin yang dijual di sekolah
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat sakit serupa :
Ayah pasien pernah menderita sakit yang sama ketika masih duduk
dibangku SD
- Riwayat alergi :
Disangkal
- Riwayat asma :
Disangkal
- Riwayat batuk lama / kontak dgn penderita TB:
Disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Composmentis
 Status gizi : Cukup
 Vital Sign :
 TD : 100/70 mmHg
 Nadi : 80 x/menit
 RR : 20 x/menit
 Suhu : 37,5 ºC
 Kepala : mesocephal
 Mata : conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), secret (-/-)
 Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
 Thorax : suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Jantung : bunyi jantung I-II murni, regular
 Abdomen : supel, nyeri tekan (-), BU (+) Normal
 Ekstremitas : akral hangat, capillary refill <2”
Status Lokalisata
a. Telinga
Telinga Luar
Bagian AD AS

Preaurikula Fistel (-) Fistel (-)

Retroaurikula Fistel (-), hiperemis Fistel (-), hiperemis


(-), abses (-) (-), abses (-)
Aurikula Nyeri tarik (-), Nyeri tarik (-),
hiperemis (-) hiperemis (-)
Kelainan congenital Kelainan congenital
(-) (-)
Tragus Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)

Mastoid Nyeri ketok dan Nyeri ketok dan


nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Canalis Akustikus Eksterna


Bagian AD AS

Discharge (-) (-)

Serumen (+) sedikit di tepi dengan (+) sedikit di tepi dengan


konsistensi lunak konsistensi lunak
Granulasi (-) (-)

Furunkel (-) (-)

Jamur (-) (-)


Corpus (-) (-)
alienum

Membrane timpani
Bagian AD AS

Utuh (+) (+)

Warna Sedikit suram (putih Sedikit suram (putih


keabu-abuan) keabu-abuan)
Reflek cahaya (+) dijam 5 (+) dijam 7

Retraksi/bulging (-) (-)

Perforasi (-) (-)

b. Hidung
Hidung Luar
Bentuk Normal

Massa -

Warna Sama seperti kulit


sekitar
Tanda radang -
Rhinoskopi Anterior
Cavum Nasi Dextra Sinistra

Konka Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)

Mukosa Licin, Hiperemis (-) Licin, Hiperemis (-)

Septum Deviasi (-) (-)

Sekret (+) (+)

Massa (-) (-)

c. Tenggorok
Rongga Mulut
 Mukosa buccal : normal, hiperemis (-), stomatitis (-)
 Lidah : beslag (-)
 Gigi dan Mulut : caries (-), gusi berdarah (-)
 Uvula : letak sentral, dalam batas normal
 Palatum mole : simetris (+)
 Dinding posterior orofaring : hiperemis (+), granulasi (-)
Tonsil :
Bagian Dextra Sinistra
Ukuran T3 T3
Kripte Melebar Melebar
Permukaan Tidak rata Tidak rata
Warna Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Detritus (+) (+)
Peritonsil Abses (-) Abses (-)
Pilar anterior Hiperemis Hiperemis
d. Nasofaring
 Mukosa : Hiperemis
 Adenoid : Hipertrofi
 Massa : (-)
e. Laringofaring
 Mukosa :
 Massa : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Lain-lain :
Laring
 Epiglotis :
 Plica vocalis :
- Gerakan :
- Posisi : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Tumor :
 Massa :

f. Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher


Tidak didapatkan adanya pembesaran kelenjar getah bening

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan pada tanggal 28 Desember 2017
Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin 12,1 10,7-14,7 g/dl
Hematokrit 35,1 33-45 %
Leukosit 10,03 3,8-10,6 Ribu/uL
Trombosit 348 181-521 Ribu/L
APTT/PTTK 27,4 21,8-28,0 Detik
PPT 11,7 9,3-11,4 Detik

Kimia Darah
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
GDS 126 60-100 mg/dl
Ureum 17 10-50 Mg/dl
Creatinin darah 0,71 0,5-1,2 Mg/dl
Na, K, Cl
Natrium 140,9 132-145 Mmol/L
Kalium 3,84 3,5-5 Mmol/L
Chloride 104,5 95-105 Mmol/L

E. RESUME
Pasien laki-laki 8th datang dengan keluhan nyeri saat menelan sejak 2 tahun
terakhir, dan keluhan dirasakan hilang timbul. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien
sering mendengkur ketika tidur dan sering batuk pilek dalam 3 bulan terakhir ini,
keluhan membaik dengan obat yang dibeli oleh ibu pasien di warung namun timbul
kembali setelah obat habis. Keluhan disertai dengan demam, perasaan mengganjal
di tenggorokan, batuk, pilek dan tenggorokan sakit.
Pada pemeriksaan fisik rongga mulut didapatkan dinding orofaring tampak
hiperemis, tonsil T3-T3 dengan kripte melebar, detritus (-), permukaan tidak rata,
dan warna hiperemis. Sedangkan pada pemeriksaan fisik nasofaring ditemukan
adenoid hipertrofi. Pada pemeriksaan penunjang darah rutin didapatkan hasil PPT
dan GDS yang sedikit meningkat dari nilai normal yaitu 11,7 detik dan 126 mg/dl.
F. DIAGNOSIS BANDING
- Tonsilitis Kronik
- Tonsilofaringitis Kronik
- Adenoiditis Kronik
G. DIAGNOSIS KERJA
- Adenotonsilitis Kronik
H. TERAPI:
• Non – Medikamentosa:
 Hindari makanan yang mengiritasi tenggorok seperti makanan asam, pedas
serta makanan dan minuman dingin
 Istirahat yang cukup
 Menjaga hygiene mulut
• Medikamentosa:
 Antibiotik : Amoxicilin syrup 250 mg/5ml 3x1 sendok takar/hari
 Antiinflamasi : Dexamethason tablet 0,5 mg 3x1
 Analgetik : paracetamol syrup 120 mg/5ml 3x2 sendok takar/hari
• Terapi Operatif
Adenotonsilektomi (ATE)
I. PROGNOSIS
 Quo Ad Vitam : bonam
 Quo Ad Fungsionam : Ad bonam
 Quo Ad Sanationem : bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1.1. Tonsil

Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di


bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Pada tonsil terdapat
epitel permukaan yang ditunjang oleh jaringan ikat retikuler dan kapsel jaringan
ikat serta kripte di dalamnya.

Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi :

1. Tonsila lingualis, terletak pada radiks linguae.


2. Tonsila palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus
glossopalatinus dsan arcus glossopharingicus.
3. Tonsila pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring.
4. Tonsila tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba
auditiva.
5. Plaques dari Peyer (tonsil perut), terletak pada ileum.
Dari kelima macam tonsil tersebut, tonsila lingualis, tonsila palatina, tonsila
pharingica dan tonsila tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk
saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama Cincin
Waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara
dan makanan. Jaringan limfe pada Cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis
pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun,
yang kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.
Gambar 2.1 Tonsil

Jaringan limfoid pada Cincin Waldeyer berperan penting pada awal


kehidupan, yaitu sebagai daya pertahanan lokal yang setiap saat berhubungan
dengan agen dari luar (makan, minum, bernafas), dan sebagai surveilen imun.
Fungsi ini didukung secara anatomis dimana di daerah faring merupakan tikungan
jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya yang tidak datar,
sehingga terjadi turbulensi udara pernapasan. Dengan demikian kesempatan
kontak berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada permukaan
penyusun Cincin Waldeyer itu semakin besar.

2.1.2. Embriologi Tonsila Palatina

Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan bagian dorsalnya
tetap ada dan menjadi epitel tonsila palatina. Pilar tonsil berasal dari arcus
branchial kedua dan ketiga. Kripte tonsiler pertama terbentuk pada usia kehamilan
12 minggu dan kapsul terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu.
2.1.3. Anatomi Tonsila Palatina

Tonsila palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak
pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsilaris. Tiap tonsila ditutupi
membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam
faring. Permukaannnya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam
cryptae tonsillares yang berjumlah 6-20 kripte. Pada bagian atas permukaan
medial tonsila terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsila
ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut capsula tonsila palatina, terletak
berdekatan dengan tonsila lingualis.

1. Serabut Otot

2. Epitel Permukaan

3. Kripte

4. Limfonoduli

Gambar 2.2 Belahan Tonsil

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah :

1. Anterior : arcus palatoglossus


2. Posterior : arcus palatopharyngeus
3. Superior : palatum mole
4. Inferior : 1/3 posterior lidah
5. Medial : ruang orofaring
6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh
jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletak 2,5 cm dibelakang dan
lateral tonsila.

2.1.4. Vaskularisasi

Arteri terutama masuk melalui polus caudalis, tetapi juga bisa melalui polus
cranialis. Melalui polus caudalis : rr. tonsillaris a. dorsalis linguae, a. palatina
ascendens dan a. facialis. Melalui polus cranialis : rr. tonsillaris a. pharyngica
ascendens dan a. palatina minor. Semua cabang-cabang tersebut merupakan
cabang dari a. carotis eksterna.

Darah venous dari tonsil terutama dibawa oleh r. tonsillaris v. lingualis dan di
sekitar kapsula tonsil membentuk pleksus venosus yang mempunyai hubungan
dengan pleksus pharyngealis. Vena paratonsil dari palatum mole menuju ke
bawah lewat pada bagian atas tonsillar bed untuk menuangkan isinya ke dalam
pleksus pharyngealis.

2.1.5. Innervasi

Innervasi terutama dilayani oleh n. IX (glossopharyngeus) dan juga oleh n.


palatina minor (cabang ganglion sphenopalatina). Pemotongan pada n. IX
menyebabkan anestesia pada semua bagian tonsil .

2.1.6. Imunologi

Tonsil merupakan organ yang unik karena keterlibatannya dalam pembentukan


imunitas lokal dan pertahanan imunitas tubuh. Imunoglobulin (Ig G, A, M, D),
komponen komplemen, interferon, lisosim dan sitokin berakumulasi di jaringan
tonsillar. Infeksi bakterial kronis pada tonsil akan menyebabkan terjadinya
antibodi lokal, perubahan rasio sel B dan sel T.

Efek dari adenotonsilektomi terhadap integritas imunitas seseorang masih


diperdebatkan. Pernah dilaporkan adanya penurunan produksi Imunoglobulin A
nasofaring terhadap vaksin polio setelah adenoidektomi atau adanya peningkatan
kasus Hodgkin’s limfoma. Namun bagaimanapun peran tonsil masih tetap
kontroversial dan sekarang ini belum terbukti adanya efek imunologis dari
tonsilektomi.

2.1.7. Adenoid

Adenoid adalah kelompok jaringan limfoid yang terletak pada atap dan
dinding posterior nasofaring (Ballinger, 1999). Nasofaring berada di belakang
bawah dari soft palate dan hard palate. Bagian atas dari hard palate merupakan
atap dari nasofaring. Anterior nasofaring merupakan perluasan rongga hidung
posterior. Menggantung dari aspek posterior soft palate adalah uvula. Pada atap
dan dinding posterior nasofaring, diantara lubang tuba auditory, mukosa berisi
masa jaringan limfoid yang disebut pharyngeal tonsil (adenoid). (Ballinger, 1999).
Nasofaring merupakan suatu ruangan yang terletak di belakang rongga hidung di
atas tepi bebas palatum molle. Berhubungan dengan rongga hidung dan ruang
telinga tengah masing-masing melalui choanae dan tuba eustachius (Susworo,
1987).
2.1.8. Fisiologi kelenjar adenoid

Adenoid bersama tonsil dan lingual tonsil membentuk cincin jaringan limfe
pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan yang dikenal sebagai cincin
Waldeyer. Bagian-bagian lain cincin ini dibentuk oleh tonsil lidah dan jaringan limfe
di mulut tuba Eustachius. Kumpulan jaringan ini pada pintu masuk saluran nafas dan
saluran pencernaan, melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan.
Seperti halnya jaringan-jaringan limfe yang lain, jaringan limfe pada cincin Waldeyer
menjadi hipertrofi pada masa kanak-kanak dan menjadi atrofi pada masa pubertas.
Karena kumpulan jaringan ini berfungsi sebagai suatu kesatuan, maka pada fase
aktifnya, pengangkatan suatu bagian jaringan tersebut menyebabkan hipertrofi sisa
jaringan (Parcy, 1989). Ukuran adenoid kecil pada waktu lahir. Selama masa kanak-
kanak akan mengalami hipertrofi fisiologis, terjadi pada umur 3 tahun. karena
adenoid membesar, terbentuk pernafasan melalui mulut. Pada umur 5 tahun, anak
mulai sekolah dan lebih terbuka kesempatan untuk mendapatkan infeksi dari anak
yang lain. Hal ini menyebabkan pembesaran adenoid dan akan menciut setelah usia 5
tahun. Adenoid akan mengalami atrofi dan menghilang keseluruhannya pada usia
pubertas (Parcy, 1989).
2.2. ADENOTONSILITIS

2.2.1. Definisi

Adenotonsilitis adalah infeksi dari adenoid dan tonsil. Definisi adenotonsilitis


kronis yang berulang terdapat pada pasien dengan infeksi 6x atau lebih per tahun. Ciri
khas dari adenotonsilitis kronis adalah kegagalan dari terapi dengan antibiotik.
Penyebab yang tersering pada adenotonsilitis kronis adalah bakteri Streptococcus ß
hemoliticus grupA, selain karena bakteri tonsilitis dapat disebabkan oleh virus.
Kadang-kadang tonsillitis dapat disebabkan oleh bakteri seperti spirochaeta, dan
Treponema vincent.

2.2.2. Manifestasi Klinis

- nyeri menelan
- hidung tersumbat sehingga bernafas lewat mulut
- tidur mendengkur karena bernafas lewat mulut sedangkan otot-otot
relaksasi sehingga udara menggetarkan dinding saluran nafas dan uvula
- sleep apnea symptoms
- Facies adenoid : mulut selalu membuka, hidung kecil tidak sesuai umur,
tampak bodoh, kurang pendengaran karena adenoid terlalu besar
menutup torus tubarius sehingga dapat terjadi peradangan menjadi otitis
media, rhinorrhea, batuk-batuk, palatal phenamen negatif.
Pasien yang datang dengan keluhan sering sakit menelan, sakit leher, dan
suara yang berubah, merupakan tanda-tanda terdapat suspek abses peritonsiler.

2.2.3. Komplikasi

Komplikasi adenoiditis kronik:

- Faringitis
- Bronchitis
- Sinusitis kronik
- Otitis media akut berulang
- Otitis media kronik, dan akhirnya terjadi otitis media supuratif kronik.
Komplikasi Tonsilitis kronik:

- Rinitis kronis
- Sinusitis
- Otitis media secara perkotinuitatum
- Komplikasi secara hematogen atau limfogen (endokarditis, miositis,
nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, furunkulosis).
2.2.4. Diagnosis

1. Anamnesis

Gejala adenotonsilitis yang sering ditemukan dalam anamnesis yaitu anak sering
demam, batuk dan pilek, lesu, mudah mengantuk, tenggorokan terasa mengganjal,
gangguan bernafas terutama saat tidur terlentang, sering “ngorok” ketika tidur, halitosis,
pendengaran terasa tidak nyaman, serta penurunan nafsu makan dikarenakan nyeri saat
menelan.

2. pemeriksaan Fisik

Pada Inspeksi rongga mulut, terlihat tonsil yang membesar dengan permukaan
yang berbenjol-benjol dan hiperemis, kripte melebar disertai adanya detritus. Sementara
itu untuk adenoid pemeriksaan dapat dilakukan dengan rhinoskopi posterior, namun
pemeriksaan rhinoskopi posterior pada anak-anak sulit dilakukan. Perlu diperhatikan
pada kecurigaan adenotonsilitis kronik, perlu disingkirkan kemungkinan adanya
penyakit atau kelainan di hidung atau sinus paranasal, mengingat pada adenotonsilitis
kronik juga memberikan discharge terus-menerus atau berulang. Untuk ini diperlukan
rhinoskopi anterior. Apabila pada rhinoskopi anterior ternyata ditemukan bahwa
mukosa hidung normal tidak ditemukan adanya hipertrofi konka, serta kelainan lain di
hidung maka kemungkinan besar discharge tersebut akibat tonsiloadenoiditis.
Pemeriksaan otoskopi juga penting dilakukan guna melihat struktur dalam dari telinga,
terutama gambaran membran timpani jika dicurigai adanya oklusi tuba oleh karena
adenotonsilitis kronik.

3. Pemeriksaan Penunjang

X foto adenoid utamanya pada kecurigaan adanya pembesaran. X foto adenoid


merupakan satu-satunya cara praktis untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran
adenoid pada anak. Endoskopi nasofaring juga dapat digunakan untuk melihat adanya
pembesaran pada adenoid.

2.2.5. Terapi

Manajemen terapi yang umum atau lazim untuk tonsiloadenoiditis adalah


tonsioadenoidektomi. Bila terjadi eksaserbasi akut, diberikan antibiotik golongan penisilin
(amoksisilin 50-100 mg/kgBB) selama 5-10 hari. Proses perbaikan luka pasca
tonsiloadenoidektomi akan terjadi dalam 4-6 minggu.

Prinsip dasar tindakan Tonsiloadenoidektomi adalah:

- menghilangkan fokus infeksi kronik


- menghilangkan sumbatan nafas
- mengurangi gangguan fungsi tuba, sehingga menghindari kemungkinan terjadi
nya otitis media

Indikasi Tonsiloadenoidektomi:

Penyakit Infeksi:

 Tonsilitis akut, rekuren yang terjadi lebih dari 6-7 episode dalam satu tahun
atau 5 episod per tahun dalam 2 tahun atau 3 episode per tahun dalam 3 tahun
 Tonsilitis akut rekuren dengan kejang demam atau penyakit katup jantung
 Tonsilitis kronis yang tidak responsif dengan terapi antibiotik adeuat
 Abses peritonsil dengan riwayat infeksi tonsil
Penyakit Obstruksi:

 Tidur mengorok dengan bernafas lewat mulut yang kronik


 Obstructive sleep apnea
 Hipertrofi adenotonsilar dengan facial growth abnormality
 Mononuklearis dengan obstruktif hipertrofi tonsil yang tidak responsif dengan
steroid.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. Notosiswoyo M, Martomijoyo R, Supardi S, Riyadina W. Pengetahuan dan Perilaku


Ibu / Anak Balita serta persepsi masyarakat dalam kaitannya dengan penyakit ISPA
dan pnemonia. Bul. Penelit. Kes. 2003; 31:60-71.

2. Vetri RW, Sprinkle PM., Ballenger JJ. Etiologi Peradangan Saluran Nafas Bagian
Atas Dalam : Ballenger JJ. Ed. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher.
Edisi 13. Bahasa Indonesia, jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994 : 194-224.
3. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Edisi ke delapan.
McGrawl-Hill. 2003.
4. Becker, W., Naumann, H., Pfaltz, C. Ear, Nose, and Throat Disease. Edisi ke dua.
Thieme. New York:1994.
5. Newlands, Shawn D. Bailey, Biron J. et al.. Textbook of Head and Neck Surgery-
Otolaryngology. 3rd edition. Volume 1. Lippincot: Williams & Wilkins. Philadelphia.
273-9. 2000.
6. Rusmarjono & Soepardi, E.A. (2001), Penyakit Serta Kelainan Faring dan Tonsil,
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI,
Jakarta.

7. Wirawan, S. & Puthra, I.G.A.G. (1979), Arti Fungsionil dari Elemen-elemen


Histologis Tonsil, dalam : Masna, P.W. (ed) Tonsilla Palatina dan Permasalahannya,
FK UNUD, Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai