Adenotonsilitis Kronik
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Kepala dan Leher
Disusun oleh:
Nor Khasanah
30101307027
Pembimbing:
dr. H. Agung Sulistyanto, Sp. THT-KL
2017
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 30101307027
Fakultas : Kedokteran
Mengetahui,
Pembimbing
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-
Nya, yang memungkinkan laporan kasus berjudul “Adenotonsilitis Kronik” ini dapat
diselesaikan tepat waktu.
Laporan kasus ini disusun pada saat melaksanakan kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher RSI Sultan Agung Semarang
pada periode 11 Desember 2017 – 06 Januari 2018, dengan berbekalkan pengetahuan,
bimbingan, serta pengarahan yang diperoleh baik selama kepaniteraan maupun pada
saat kuliah pra-klinik.
Banyak pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan laporan kasus
ini, dan untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
dr. H. Agung Sulistyanto, Sp. THT-KL, selaku pembimbing laporan kasus
Pimpinan dan staff RSI Sultan Agung Semarang
Rekan ko-asisten selama kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok – Kepala Leher RSI Sultan Agung Semarang
Nor Khasanah
BAB I
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : An. K I
2. Umur : 8th- 6bln- 28hr
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Alamat : Jln. Trimulyo RT 01/ RW 01 Genuk, Semarang
5. Pekerjaan : Pelajar SD
6. Tanggal Masuk : 28 Desember 2017
7. No. RM : 01-33-81-73
B. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesa dan alloanamnesa pada tanggal 28 Desember
2017, pukul 12.30 WIB di poli THT-KL RSI Sultan Agung Semarang
1. Keluhan Utama
Nyeri saat menelan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik THT-KL RSI Sultan Agung Semarang dengan
keluhan sering nyeri menelan sejak 2 tahun terakhir ini, namun keluhan sering
hilang timbul. Keluhan tersebut terjadi kambuh-kambuhan lebih dari 7 kali
dalam 1 tahun. Sebelum keluhan muncul pasien mengaku sering
mengkonsumsi minuman dingin yang dijual di sekolahnya. Keluhan biasanya
timbul bila pasien kelelahan dan keluhan berkurang bila pasien minum obat
yang dibeli oleh ibunya di warung. Pasien juga mengeluh jika sedang kambuh,
keluhan biasanya disertai demam, perasaan mengganjal di tenggorokan, batuk,
pilek dan tenggorokan sakit. Keluhan ini terakhir dirasakan pasien 1 minggu
sebelumnya. Saat ini pasien tidak merasakan keluhan apapun.
Bila keluhan kambuh, pasien merasakan hidung tersumbat, sehingga pasien
terkadang bernapas melalui mulut. Menurut ibu pasien, pasien tidur mengorok,
namun tidak pernah terbangun di malam hari karena sesak saat tertidur. Ibu
pasien mengakui bahwa pasien memiliki riwayat sering batuk pilek dalam 3
bulan terakhir ini.
Pasien tidak mengeluhkan adanya suara sengau, nyeri telinga, keluar cairan
dari telinga dan telinga berdenging. Pasien tidak memiliki riwayat bersin-
bersin, hidung gatal dan buntu saat udara dingin. Pasien tidak mengeluhkan
adanya nyeri pada pipi, dahi serta pangkal hidung.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat sakit serupa :
Belum pernah sakit seperti ini
- Riwayat sakit telinga sebelumnya :
disangkal
- Riwayat alergi :
disangkal
- Riwayat asma :
disangkal
- Riwayat batuk & pilek :
Musim-an terutama saat musim hujan dan ketika sehabis minum minuman
yang dingin
- Riwayat Kebiasaan :
Sering mengkonsumsi minuman dingin yang dijual di sekolah
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat sakit serupa :
Ayah pasien pernah menderita sakit yang sama ketika masih duduk
dibangku SD
- Riwayat alergi :
Disangkal
- Riwayat asma :
Disangkal
- Riwayat batuk lama / kontak dgn penderita TB:
Disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Status gizi : Cukup
Vital Sign :
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 37,5 ºC
Kepala : mesocephal
Mata : conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), secret (-/-)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax : suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : bunyi jantung I-II murni, regular
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), BU (+) Normal
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill <2”
Status Lokalisata
a. Telinga
Telinga Luar
Bagian AD AS
Membrane timpani
Bagian AD AS
b. Hidung
Hidung Luar
Bentuk Normal
Massa -
c. Tenggorok
Rongga Mulut
Mukosa buccal : normal, hiperemis (-), stomatitis (-)
Lidah : beslag (-)
Gigi dan Mulut : caries (-), gusi berdarah (-)
Uvula : letak sentral, dalam batas normal
Palatum mole : simetris (+)
Dinding posterior orofaring : hiperemis (+), granulasi (-)
Tonsil :
Bagian Dextra Sinistra
Ukuran T3 T3
Kripte Melebar Melebar
Permukaan Tidak rata Tidak rata
Warna Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Detritus (+) (+)
Peritonsil Abses (-) Abses (-)
Pilar anterior Hiperemis Hiperemis
d. Nasofaring
Mukosa : Hiperemis
Adenoid : Hipertrofi
Massa : (-)
e. Laringofaring
Mukosa :
Massa : Tidak dilakukan pemeriksaan
Lain-lain :
Laring
Epiglotis :
Plica vocalis :
- Gerakan :
- Posisi : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Tumor :
Massa :
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan pada tanggal 28 Desember 2017
Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin 12,1 10,7-14,7 g/dl
Hematokrit 35,1 33-45 %
Leukosit 10,03 3,8-10,6 Ribu/uL
Trombosit 348 181-521 Ribu/L
APTT/PTTK 27,4 21,8-28,0 Detik
PPT 11,7 9,3-11,4 Detik
Kimia Darah
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
GDS 126 60-100 mg/dl
Ureum 17 10-50 Mg/dl
Creatinin darah 0,71 0,5-1,2 Mg/dl
Na, K, Cl
Natrium 140,9 132-145 Mmol/L
Kalium 3,84 3,5-5 Mmol/L
Chloride 104,5 95-105 Mmol/L
E. RESUME
Pasien laki-laki 8th datang dengan keluhan nyeri saat menelan sejak 2 tahun
terakhir, dan keluhan dirasakan hilang timbul. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien
sering mendengkur ketika tidur dan sering batuk pilek dalam 3 bulan terakhir ini,
keluhan membaik dengan obat yang dibeli oleh ibu pasien di warung namun timbul
kembali setelah obat habis. Keluhan disertai dengan demam, perasaan mengganjal
di tenggorokan, batuk, pilek dan tenggorokan sakit.
Pada pemeriksaan fisik rongga mulut didapatkan dinding orofaring tampak
hiperemis, tonsil T3-T3 dengan kripte melebar, detritus (-), permukaan tidak rata,
dan warna hiperemis. Sedangkan pada pemeriksaan fisik nasofaring ditemukan
adenoid hipertrofi. Pada pemeriksaan penunjang darah rutin didapatkan hasil PPT
dan GDS yang sedikit meningkat dari nilai normal yaitu 11,7 detik dan 126 mg/dl.
F. DIAGNOSIS BANDING
- Tonsilitis Kronik
- Tonsilofaringitis Kronik
- Adenoiditis Kronik
G. DIAGNOSIS KERJA
- Adenotonsilitis Kronik
H. TERAPI:
• Non – Medikamentosa:
Hindari makanan yang mengiritasi tenggorok seperti makanan asam, pedas
serta makanan dan minuman dingin
Istirahat yang cukup
Menjaga hygiene mulut
• Medikamentosa:
Antibiotik : Amoxicilin syrup 250 mg/5ml 3x1 sendok takar/hari
Antiinflamasi : Dexamethason tablet 0,5 mg 3x1
Analgetik : paracetamol syrup 120 mg/5ml 3x2 sendok takar/hari
• Terapi Operatif
Adenotonsilektomi (ATE)
I. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : bonam
Quo Ad Fungsionam : Ad bonam
Quo Ad Sanationem : bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Tonsil
Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan bagian dorsalnya
tetap ada dan menjadi epitel tonsila palatina. Pilar tonsil berasal dari arcus
branchial kedua dan ketiga. Kripte tonsiler pertama terbentuk pada usia kehamilan
12 minggu dan kapsul terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu.
2.1.3. Anatomi Tonsila Palatina
Tonsila palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak
pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsilaris. Tiap tonsila ditutupi
membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam
faring. Permukaannnya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam
cryptae tonsillares yang berjumlah 6-20 kripte. Pada bagian atas permukaan
medial tonsila terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsila
ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut capsula tonsila palatina, terletak
berdekatan dengan tonsila lingualis.
1. Serabut Otot
2. Epitel Permukaan
3. Kripte
4. Limfonoduli
2.1.4. Vaskularisasi
Arteri terutama masuk melalui polus caudalis, tetapi juga bisa melalui polus
cranialis. Melalui polus caudalis : rr. tonsillaris a. dorsalis linguae, a. palatina
ascendens dan a. facialis. Melalui polus cranialis : rr. tonsillaris a. pharyngica
ascendens dan a. palatina minor. Semua cabang-cabang tersebut merupakan
cabang dari a. carotis eksterna.
Darah venous dari tonsil terutama dibawa oleh r. tonsillaris v. lingualis dan di
sekitar kapsula tonsil membentuk pleksus venosus yang mempunyai hubungan
dengan pleksus pharyngealis. Vena paratonsil dari palatum mole menuju ke
bawah lewat pada bagian atas tonsillar bed untuk menuangkan isinya ke dalam
pleksus pharyngealis.
2.1.5. Innervasi
2.1.6. Imunologi
2.1.7. Adenoid
Adenoid adalah kelompok jaringan limfoid yang terletak pada atap dan
dinding posterior nasofaring (Ballinger, 1999). Nasofaring berada di belakang
bawah dari soft palate dan hard palate. Bagian atas dari hard palate merupakan
atap dari nasofaring. Anterior nasofaring merupakan perluasan rongga hidung
posterior. Menggantung dari aspek posterior soft palate adalah uvula. Pada atap
dan dinding posterior nasofaring, diantara lubang tuba auditory, mukosa berisi
masa jaringan limfoid yang disebut pharyngeal tonsil (adenoid). (Ballinger, 1999).
Nasofaring merupakan suatu ruangan yang terletak di belakang rongga hidung di
atas tepi bebas palatum molle. Berhubungan dengan rongga hidung dan ruang
telinga tengah masing-masing melalui choanae dan tuba eustachius (Susworo,
1987).
2.1.8. Fisiologi kelenjar adenoid
Adenoid bersama tonsil dan lingual tonsil membentuk cincin jaringan limfe
pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan yang dikenal sebagai cincin
Waldeyer. Bagian-bagian lain cincin ini dibentuk oleh tonsil lidah dan jaringan limfe
di mulut tuba Eustachius. Kumpulan jaringan ini pada pintu masuk saluran nafas dan
saluran pencernaan, melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan.
Seperti halnya jaringan-jaringan limfe yang lain, jaringan limfe pada cincin Waldeyer
menjadi hipertrofi pada masa kanak-kanak dan menjadi atrofi pada masa pubertas.
Karena kumpulan jaringan ini berfungsi sebagai suatu kesatuan, maka pada fase
aktifnya, pengangkatan suatu bagian jaringan tersebut menyebabkan hipertrofi sisa
jaringan (Parcy, 1989). Ukuran adenoid kecil pada waktu lahir. Selama masa kanak-
kanak akan mengalami hipertrofi fisiologis, terjadi pada umur 3 tahun. karena
adenoid membesar, terbentuk pernafasan melalui mulut. Pada umur 5 tahun, anak
mulai sekolah dan lebih terbuka kesempatan untuk mendapatkan infeksi dari anak
yang lain. Hal ini menyebabkan pembesaran adenoid dan akan menciut setelah usia 5
tahun. Adenoid akan mengalami atrofi dan menghilang keseluruhannya pada usia
pubertas (Parcy, 1989).
2.2. ADENOTONSILITIS
2.2.1. Definisi
- nyeri menelan
- hidung tersumbat sehingga bernafas lewat mulut
- tidur mendengkur karena bernafas lewat mulut sedangkan otot-otot
relaksasi sehingga udara menggetarkan dinding saluran nafas dan uvula
- sleep apnea symptoms
- Facies adenoid : mulut selalu membuka, hidung kecil tidak sesuai umur,
tampak bodoh, kurang pendengaran karena adenoid terlalu besar
menutup torus tubarius sehingga dapat terjadi peradangan menjadi otitis
media, rhinorrhea, batuk-batuk, palatal phenamen negatif.
Pasien yang datang dengan keluhan sering sakit menelan, sakit leher, dan
suara yang berubah, merupakan tanda-tanda terdapat suspek abses peritonsiler.
2.2.3. Komplikasi
- Faringitis
- Bronchitis
- Sinusitis kronik
- Otitis media akut berulang
- Otitis media kronik, dan akhirnya terjadi otitis media supuratif kronik.
Komplikasi Tonsilitis kronik:
- Rinitis kronis
- Sinusitis
- Otitis media secara perkotinuitatum
- Komplikasi secara hematogen atau limfogen (endokarditis, miositis,
nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, furunkulosis).
2.2.4. Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala adenotonsilitis yang sering ditemukan dalam anamnesis yaitu anak sering
demam, batuk dan pilek, lesu, mudah mengantuk, tenggorokan terasa mengganjal,
gangguan bernafas terutama saat tidur terlentang, sering “ngorok” ketika tidur, halitosis,
pendengaran terasa tidak nyaman, serta penurunan nafsu makan dikarenakan nyeri saat
menelan.
2. pemeriksaan Fisik
Pada Inspeksi rongga mulut, terlihat tonsil yang membesar dengan permukaan
yang berbenjol-benjol dan hiperemis, kripte melebar disertai adanya detritus. Sementara
itu untuk adenoid pemeriksaan dapat dilakukan dengan rhinoskopi posterior, namun
pemeriksaan rhinoskopi posterior pada anak-anak sulit dilakukan. Perlu diperhatikan
pada kecurigaan adenotonsilitis kronik, perlu disingkirkan kemungkinan adanya
penyakit atau kelainan di hidung atau sinus paranasal, mengingat pada adenotonsilitis
kronik juga memberikan discharge terus-menerus atau berulang. Untuk ini diperlukan
rhinoskopi anterior. Apabila pada rhinoskopi anterior ternyata ditemukan bahwa
mukosa hidung normal tidak ditemukan adanya hipertrofi konka, serta kelainan lain di
hidung maka kemungkinan besar discharge tersebut akibat tonsiloadenoiditis.
Pemeriksaan otoskopi juga penting dilakukan guna melihat struktur dalam dari telinga,
terutama gambaran membran timpani jika dicurigai adanya oklusi tuba oleh karena
adenotonsilitis kronik.
3. Pemeriksaan Penunjang
2.2.5. Terapi
Indikasi Tonsiloadenoidektomi:
Penyakit Infeksi:
Tonsilitis akut, rekuren yang terjadi lebih dari 6-7 episode dalam satu tahun
atau 5 episod per tahun dalam 2 tahun atau 3 episode per tahun dalam 3 tahun
Tonsilitis akut rekuren dengan kejang demam atau penyakit katup jantung
Tonsilitis kronis yang tidak responsif dengan terapi antibiotik adeuat
Abses peritonsil dengan riwayat infeksi tonsil
Penyakit Obstruksi:
2. Vetri RW, Sprinkle PM., Ballenger JJ. Etiologi Peradangan Saluran Nafas Bagian
Atas Dalam : Ballenger JJ. Ed. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher.
Edisi 13. Bahasa Indonesia, jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994 : 194-224.
3. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Edisi ke delapan.
McGrawl-Hill. 2003.
4. Becker, W., Naumann, H., Pfaltz, C. Ear, Nose, and Throat Disease. Edisi ke dua.
Thieme. New York:1994.
5. Newlands, Shawn D. Bailey, Biron J. et al.. Textbook of Head and Neck Surgery-
Otolaryngology. 3rd edition. Volume 1. Lippincot: Williams & Wilkins. Philadelphia.
273-9. 2000.
6. Rusmarjono & Soepardi, E.A. (2001), Penyakit Serta Kelainan Faring dan Tonsil,
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI,
Jakarta.