Olah Data Bathi PDF
Olah Data Bathi PDF
BAB III
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN
Data surveY Hidrografi
III-1
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
Spesifikasi Pekerjaan
Pengumpulan Data
¾ Ketentuan International
Hydrographic Organization ¾ Pengamatan Pasut
(IHO)
¾ Survey Batimetri
¾ Spesifikasi Pekerjaan
Pengerukan Alur Pelayaran
Pengolahan Data
¾ Penentuan Posisi
Horizontal Fix Perum
Perhitungan Volume Material
dengan Metode Grid
¾ Pengolahan Data Pasut
¾ Pengolahan Data
Kedalaman
Hasil Perhitungan
¾ Tahap Check
Sounding
¾ Tahap Progress
Sounding
III-2
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
Ketentuan teknis adalah aturan, norma atau ketetapan pokok yang bersifat umum
dan harus dilaksanakan dalam suatu pekerjaan teknis tertentu. Bentuk ketentuan
teknis pada survei batimetri salah satunya adalah International Hydrographic
Organization (IHO) dalam Special Publication 44 (SP 44). Bagi kontraktor,
spesifikasi teknis dijadikan alat untuk mengevaluasi setiap tahap pekerjaan.
III-3
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
Pekerjaan survei dan pemetaan laut untuk kepentingan rekayasa saat ini belum
memiliki ketentuan teknik yang baku. Pemeruman untuk kepentingan rekayasa
pada umumnya menggunakan ketentuan teknik yang dipakai untuk pembuatan
peta navigasi (sebagaimana tercantum dalam SP 44 IHO). Bila digunakan
ketentuan teknik di luar SP44, biasanya hal tersebut merupakan hasil komitmen
(persetujuan) antara pihak pelaksana dan pemakai jasa survei dan pemetaan laut.
Ruang lingkup pekerjaan survei dan pemetaan laut dapat terdiri dari beberapa
kombinasi pekerjaan berikut ini:
A. Kontrol Horisontal
1. Metode Satelit
2. Triangulasi, Trilaterasi, Poligon (Traverse)
B. Penentuan Posisi
3. Penentuan Posisi Kapal Survei
4. Penentuan Posisi Drilling Rig
C. Survei Akustik
5. Survei Batimetri
6. Survei Side Scan Sonar
7. Continous Subbottom Profilling
8. Survei Magnetik
III-4
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
1) Skala survei
Untuk pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan, Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut (Ditjenhubla) memiliki standar bahwa skala untuk
pemetaan alur pelayaran pelabuhan sebesar 1 : 2500. Sedangkan skala
untuk pemetaan kolam pelabuhan sebesar 1 : 1000.
2) Lajur perum
Interval lajur perum yang digunakan pada pekerjaan pengerukan
didasarkan pada standard Ditjenhubla, yakni sesuai dengan rumus berikut:
i = 1cm × Skala
Contoh: jika untuk pemetaan alur pelayaran pelabuhan, maka interval lajur
1
perum (i) sebesar 25 meter ( ( meter ) × 2500 ).
100
III-5
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
3) Sistem proyeksi
Dalam setiap pekerjaan pengerukan alur/kolam pelabuhan Tanjung Priok
sesuai dengan ketentuan yang diminta oleh planner, PT.(Persero)
Pelabuhan Indonesia II, maka proyeksi yang digunakan adalah sistem
koordinat UTM.
Pasut merupakan gerakan vertikal dari permukaan air laut yang terjadi secara
periodik. Gerakan vertikal tersebut dipengaruhi oleh beberapa pengaruh, antara
lain:
1) Gaya tarik benda-benda langit, terutama bulan dan matahari.
2) Gaya gravitasi bumi.
3) Gaya sentripetal akibat rotasi bumi.
Besar kecilnya gaya yang menghasilkan gerakan vertikal tersebut tergantung juga
pada lokasi titik di Bumi. Untuk lebih jelasnya, perhatikan Gambar 3.2.
III-6
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
Keterangan
: arah gaya-gaya atraksi
: permukaan air laut sesaat
Gambar 3.2 Pengaruh gaya tarik-menarik antara bulan, bumi dan matahari
terhadap permukaan air laut
Diantara gaya-gaya penyebab pasut, maka gaya tarik bulan dan matahari paling
berpengaruh terhadap permukaan air laut. Kedudukan bumi, bulan dan matahari
selalu berubah secara periodik sehingga pasut di permukaan bumi berfluktuasi
secara periodik pula. Tujuan pengamatan pasut pada umumnya terkait untuk
keperluan, antara lain: (Djunaedi Mulyawan, 1990)
1) Penentuan muka air laut rata-rata (MSL) dan konstanta harmonik pasut.
2) Penentuan Chart Datum (CD) berdasarkan konstanta yang didapat
sebelumnya. CD/MSL digunakan sebagai bidang referensi ketinggian titik-
titik di darat dan kedalaman titik-titik di bawah permukaan laut.
3) Analisa dan prediksi pasut pada daerah yang disurvei, sehingga dapat
digunakan untuk keperluan rekayasa, keselamatan navigasi, dan lain-lain.
Pengamatan pasut dilakukan dengan mengamati tinggi muka air laut dalam
interval waktu tertentu. Maksudnya yaitu untuk menentukan komponen-
komponen pasut, muka air laut rata-rata dan reduksi surutan terhadap muka
surutan (Chart Datum (CD)). Pengamatan pasut ini dilakukan secara bersamaan
dengan pelaksanaan survei batimetri.
III-7
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
Untuk mendapatkan data pasut yang baik, maka harus diperhatikan adalah
pemilihan lokasi pengamatan, pendirian stasiun pasut serta cara pengambilan data
dan metode pengolahannya. Data yang dikumpulkan dalam pengamatan pasut
antara lain:
1) Lokasi stasiun (rumah) pasut yang di dalamnya terdapat automatic tide
gauge, pada Gambar 3.3 disajikan gambar rumah pasut yang digunakan
pada pengukuran batimetri di Pelabuhan Tanjung Priok
2) Waktu standar yang digunakan yaitu WIB
3) Bacaan ketinggian muka air laut pada rambu pasut setiap 15 menit secara
terus-menerus selama survei batimetri berlangsung
4) Waktu pengamatan: jam, tanggal, bulan dan tahun pengamatan
5) Sketsa keadaan lokasi rambu
III-8
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
III-9
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
Gambar 3.4 Peralatan survei batimetri alur pelayaran Pelabuhan Tanjung Priok
Keterangan:
(a) Transduser
(b) Software Navigation
(c) Global Positioning System
(d) Alat Perum Gema menyajikan data kedalaman pada kertas rekaman perum gema
(e) Accumulator sebagai sumber energi listrik
(f) Antena GPS yang dipasang di Wahana apung
(g) Pelat baja digunakan untuk koreksi barcheck
1
D = V ×t
2
III-10
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
dimana,
D : Kedalaman yang terukur
V : Kecepatan gelombang suara dalam media air laut
t : Interval waktu saat pemancaran dengan saat penerimaan
gelombang suara pada echosounder
Pelaksanaan Bar Check dilakukan untuk mengoreksi kedalaman yang tertera pada
alat hingga sesuai dengan kedalaman yang sebenarnya. Bar Check sebaiknya
dilakukan pada perairan yang tenang serta kedalaman yang terbesar dari daerah
survei. Secara ideal, Bar Check dilakukan sampai kedalaman maksimum dari
daerah survei. Oleh karena keterbatasan kelengkapan peralatan, biasanya hanya
dapat sampai kedalaman 20 meter saja.
Piringan Bar Check diturunkan tepat dibawah transduser secara bertahap pada
selang kedalaman tertentu, misalnya setiap 1 atau 2 meter, untuk memberi
kesempatan perekaman jejak gema. Setelah piringan turun hingga posisi yang
paling dalam, amati jejak gema hingga setiap jejak telah tepat berada pada posisi
yang seharusnya.
Survey batimetri adalah pekerjaan penentuan kedalaman dasar laut atau obyek
apapun yang berada diatasnya, terhadap permukaan air laut. Untuk dapat
mengetahui posisi pengukuran-pengukuran kedalaman, tentu saja diperlukan
penentuan posisi untuk titik-titik sounding tersebut.
III-11
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
III-12
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
Gambar 3.5 Metode absolute positioning untuk penentuan posisi horizontal fix perum
III-13
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
Keterangan
rt : besarnya reduksi pasut yang diberikan kepada hasil pengukuran kedalaman pada saat t.
TWLt : kedudukan permukaan laut sebenarnya (True Water Level) pada saat t.
MSL : kedudukan permukaan laut rata-rata (Mean Sea Level).
Zo : kedalaman muka surutan dibawah MSL.
CD : Chart Datum.
III-14
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
Informasi kedalaman yang diperoleh dari echosounder berupa profil dasar laut
sepanjang jalur perumnya. Namun, perlu diketahui bahwa informasi kedalaman
yang diberikan tersebut masih merupakan ‘data mentah’ yang masih harus
direduksi. Sehingga untuk memperoleh kedalaman yang sebenarnya perlu
diberikan beberapa koreksi, antara lain koreksi alat dan koreksi pasut.
Perhitungan volume material yang akan dikeruk dilakukan dengan dua tahap
yakni: perhitungan luas penampang melintang serta jarak terhadap bidang luas
tersebut. Perhatikan gambar 3.7 bentuk geometri perhitungan volume.
A3
A2 d
A1 d D
III-15
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
Untuk bentuk geometri yang memiliki banyak penampang misalnya A1, A2, A3,
…, An yang masing-masing dipisahkan oleh suatu jarak yaitu d maka penentuan
volume diuraikan sebagai berikut ini. Pada suatu bentuk geometri ruang diambil
tiga penampang pertama yang ditentukan volume dengan rumus volume untuk
Prismoid, yaitu :
2d
V1 = ( A1 + 4 A2 + A3 )
6
Prismoid terakhir,
2d
Vn = ( An−2 + 4 An−1 + An )
6
Sehingga, volume total akan didapat dengan menjumlahkan keseluruhan prismoid
yaitu:
d
Vn = ( A1 + 4 A2 + 2 A3 + ... + 2 An −2 + 4 An −1 + An )
3
dimana
III-16
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
Profil dasar laut
Materi yang harus dikeruk
Desain kedalaman
Nilai Xi didapat dari posisi titik fix perum dan Zi merupakan selisih angka desain
kedalaman dengan angka kedalaman dari hasil pengolahan data batimetri.
Sedangkan desain kedalaman untuk alur pelayaran pelabuhan Tanjung Priok
sebesar 14 meter. Sehingga, luas penampang melintang akan dihitung dengan
menjumlahkan setiap luas trapesium dari suatu penampang melintang.
Gambar 3.9 Bentuk penampang melintang dari salah satu lajur perum utama
Keterangan
: Garis profil dasar laut dari angka kedalaman pada Peta Batimetri
: Garis desain kedalaman alur pelayaran pelabuhan Tanjung Priok
- 8.50 : Angka kedalaman pada Peta Batimetri
- 14.00 : Angka Desain Kedalaman alur pelayaran pelabuhan Tanjung Priok
Dari gambar diatas dapat diartikan bahwa garis profil dasar laut yang berada
diatas garis batas desain kedalaman merupakan profil dasar laut yang belum aman
dan harus dikeruk. Dengan demikian, luas penampang melintang yang dihitung
III-17
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
adalah luasan yang berada dibawah garis profil dasar laut dan diatas garis desain
kedalaman.
Penentuan volume material yang akan dikeruk dilakukan dengan cara membentuk
suatu geometrik tertentu. Dengan memanfaatkan angka kedalaman pada peta
batimetri, maka ditentukan bentuk geometrik luasan yang mewakili kedalaman
yang belum aman. Pengertian kedalaman yang belum aman adalah angka-angka
kedalaman yang belum mencapai batas desain kedalaman alur pelayaran
pelabuhan Tanjung Priok, yakni sebesar 14 meter. Bentuk geometrik yang dibuat
terdiri dari bentuk grid segitiga dan segiempat. Volume tiap grid adalah selisih
rata-rata angka kedalaman yang berada di dalam area grid dengan desain
kedalaman alur pelayaran pelabuhan Tanjung Priok dikalikan dengan luas
alasnya.
Volume = A × ΔZ rata − rata
Zi
ΔZ
A ZDesain
Cara Segitiga Penampang melintang
III-18
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
Keterangan
: Profil dasar laut
ΔZ : Selisih antara desain kedalaman dengan angka kedalaman pada peta batimetri
Zi : Angka-angka kedalaman pada Peta Batimetri
ZDesain : Desain kedalaman sebesar 14 meter
A : Luas segitiga
Dengan mengukur sisi-sisi dari grid segitiga yang telah dibentuk pada peta
batimetri dengan menggunakan penggaris dan memperhitungkan skala peta, maka
akan didapat a, b, dan c. Dengan menggunakan persamaan:
1
dimana, s= (a + b + c )
2
maka akan didapat luas alas grid segitiga. Untuk lebih jelasnya, perhatikan
Gambar 3.11.
Garis kontur
Batas alur Pelabuhan
Tanjung Priok
III-19
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
Sama seperti menghitung luas alas bentuk grid segitiga, namun sisi-sisi yang
didapat dari pengukuran adalah a, b, c, dan d. Pada dasarnya, perhitungan luas
merupakan hasil perkalian panjang (p) dan lebar (l). Jika segiempat yang dibentuk
tidak beraturan, maka yang dimaksud panjang (p) adalah rata-rata panjang hasil
pengukuran dan lebar (l) adalah rata-rata lebar hasil pengukuran. Untuk lebih
jelasnya, perhatikan persamaan berikut:
1
LuasSegiem pat = [(b + d )(a + c )]
2
Garis kontur
III-20
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
Grafik Perhitungan Volume Tahap Check Sounding
Volume material yang akan dikeruk
35,000.00
30,000.00
25,000.00
20,000.00
(m3)
15,000.00
10,000.00
5,000.00
0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223
Spot/pias
III-21
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
Berdasarkan acuan yang digunakan dari tahap Check Sounding, maka didapat dari
perhitungan volume sebesar 47.132,00 m3 (Empat puluh tujuh ribu seratus tiga
puluh dua meter kubik) situsoil yang harus dikeruk setelah Progress Sounding.
Agar lebih jelas, perhatikan Gambar 3.14 Hasil perhitungan volume tahap
Progress Sounding. Jika dibandingkan dengan tahap check sounding, maka setiap
spot (area pengerukan) mengalami penurunan volume material. Hal itu karena
telah dilakukannya pengerukan di tiap spot.
Grafik Perhitungan Volume Tahap Progress Sounding
35,000.00
Volume material yang akan dikeruk
30,000.00
25,000.00
20,000.00
(m3)
15,000.00
10,000.00
5,000.00
0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223
Spot/pias
III-22
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
III-23
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
III-24
BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI
III-25