Anda di halaman 1dari 99

UNIVERSITAS INDONESIA

APLIKASI MODEL KONSERVASI MYRA E. LEVINE DALAM ASUHAN


KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN PERNAPASAN DI
RUANG INFEKSI GEDUNG A LANTAI I RSUPN DR CIPTO
MANGUNKUSUMO JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

AYU YULIANI SEKRIPTINI


1006833571

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK
DEPOK, 2013

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

APLIKASI MODEL KONSERVASI MYRA E. LEVINE DALAM ASUHAN


KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN PERNAPASAN DI
RUANG INFEKSI GEDUNG A LANTAI I RSUPN DR CIPTO
MANGUNKUSUMO JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Ners Spesialis Keperawatan Anak

AYU YULIANI SEKRIPTINI


1006833571

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK
DEPOK, 2013

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013
Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013
Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat dan hidayah-
Nya yang diberikan kepada penulis atas kesehatan, kekuatan dan kesempatan
sehingga dapat menyelesaikan penyusunan Karya Ilmiah Akhir (KIA) ini. KIA ini
bertujuan untuk mendeskripsikan pengalaman praktik residensi serta penerapan
Model Konservasi Energi dari Myra E. Levine dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan pada klien anak dengan masalah pernapasan di ruang Infeksi Anak
Gedung A lantai I RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo.

Banyak bimbingan, arahan serta dukungan dari berbagai pihak dalam proses
penyusunan KIA ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Nani Nurhaeni, S.Kp., M.N., selaku Supervisor Utama dan selaku
Koordinator Karya Ilmiah Akhir Program Ners Spesialis Keperawatan Anak
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah banyak
memberikan waktu, dukungan, bimbingan dan pemahaman dalam penyusunan
KIA ini.
2. Ibu Elfi Syahreni, Ns., Sp.Kep.An., selaku Supervisor yang telah memberikan
waktu, masukan, bimbingan dan arahan dalam penyusunan KIA ini.
3. Ibu Dessie Wanda, S.Kp.MN, selaku penguji yang telah memberikan banyak
masukan yang bermanfaat untuk melengkapi karya tulis ilmiah ini.
4. Dr. Darmawan, B.S. SpA (K) selaku penguji yang telah memberikan banyak
masukan yang bermanfaat untuk melengkapi karya tulis ilmiah ini
5. Ibu Ns.Susi Hartati, M.Kep., Sp.Kep.An. selaku penguji yang telah
memberikan banyak masukan yang bermanfaat untuk melengkapi karya tulis
ilmiah ini
6. Ibu Dra. Junaiti Sahar, M.App., Ph.D. sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
7. Ibu Astuti Yuni Nursasi, MN. sebagai Ketua Program Studi Pasca Sarjana
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

v Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


8. Seluruh Supervisor Program Ners Spesialis Keperawatan Anak Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia, yang banyak memberikan dukungan
pembelajaran dan bimbingan dalam praktik klinik dan penyusunan KIA ini.
9. Direktur, Kepala Ruang serta perawat ruang Infeksi Anak Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo atas dukungan dan kesempatan yang
diberikan kepada residen keperawatan anak untuk melakukan praktik di setiap
unit perawatan anak.
10. Orang tuaku Drs. Yunus Ibrahim (Alm) dan Hj. Eni Nureni yang memberikan
dukungan, do’a dan sayangnya yang tiada terputus. Anak-anaku Ghaida Shafa
Nabillah, dan Fadhli Dzil Ikram yang sesalu memberikan semangat serta
dukungannya, beserta keluarga besarku tercinta yang selalu memberikan doa
dan kasih sayangnya sepanjang waktu.
11. Teman-teman Residensi Ners Spesialis Keperawatan Anak 2013/2014, yang
selalu mendukung dan memberikan semangat pada penulis untuk dapat
menyelesaikan KIA ini.
12. Pihak-pihak terkait lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan limpahan rahmat-Nya kepada semua


pihak yang telah membantu dan imbalan pada setiap amal baik yang telah
dilakukan. Penulis menyadari Karya Ilmiah Akhir ini jauh dari sempurna, namun
Penulis mengharapkan Karya Ilmiah Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan bagi pengembangan ilmu keperawatan anak selanjutnya.

Depok, Desember 2013

Penulis

vi Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013
ABSTRAK

Nama : Ayu Yuliani Sekriptini


Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Anak
Judul : Aplikasi Model Konservasi Myra E. Levine dalam Asuhan
Keperawatan pada Anak dengan Gangguan Pernapasan di
Ruang Infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Karya ilmiah akhir ini membahas tentang penerapan model Konservasi Levine
dalam pemberian asuhan keperawatan pada pada anak dengan gangguan
pernapasan. Infeksi saluran pernapasan akut merupakan suatu gangguan pulmonal
yang memiliki efek samping hipoksemia dan kegagalan pernapasan melalui
pemberian asuhan keperawatan dengan menerapkan prinsip konservasi untuk
mempertahankan keseimbangan energi, konservasi integritas struktural, personal
dan sosial. Beberapa masalah keperawatan yang ditemukan antara lain gangguan
pertukaran gas, ketidakefektifan pola napas dan ketidakefektifan bersihan jalan
napas. Model Konservasi diharapkan menjadi acuan praktik keperawatan pada
pada anak dengan gangguan pernapasan.

Kata kunci : Asuhan Keperawatan; Anak; Pernapasan; Model Konservasi

ABSTRACT

Name : Ayu Yuliani Sekriptini


Study Program : Children's Nursing Specialist Nurses
Title : Application Model Myra E. Conservation Levine in Nursing
Care in Children with Respiratory Infections in Space RSUPN
Dr. Cipto Mangunkusumo

The end scientific work is about the application of the Levine’s Conservation
model in the provision of nursing care to children with respiratory disorders.
Respiratory infection acute is a pulmonary disorder that has a side effect of
hypoxemia and respiratory failure. The side effects of hypoxemia and respiratory
failure can be minimized through the provision of nursing care by applying the
principle of conservation of energy to maintain balance, conservation of structural
integrity, personal and social. Some nursing problems were found among other
disorders of gas exchange, breathing pattern ineffective airway clearance and
ineffectiveness. This Conservation model is expected to be a reference of nursing
practice in children with respiratory disorders.

Keyword: Conservation models, nursing care, children, respiratory

viii Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………….. i
HALAMAN PERSETUAN ORISINALITAS …………………………… ii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN………………………… iii
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………. iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………. v
LEMBAR PERSETUJUAN PULIKASI KARYA ILMIAH vii
ABSTRAK……………………………………………………………..…. . viii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… iv
DAFTAR TABEL………………………………………………………… . v
DAFTAR SKEMA……………………………………………………….. . vi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… . vi
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………….. .. 1
1.2 Tujuan Penulisan………………………………………………... .. 6
1.3 Sistematika Penulisan…………………………………………… .. 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………………………………………….. .. 8
2.1 Gambaran Kasus………………………………………………….. 8
2.2 Tinjauan Teoritis Infeksi Salluran Pernapasan Akut……………. .. 18
2.3 Pengkajian pada Gangguan Pernapasan………………………… .. 32
2.4 Integrasi Teori dan Konsep dalam Proses Keperawatan………... .. 35
2.5 Aplikasi Teori Keperawatan pada Kasus Terpilih……………… .. 40
BAB 3 PENCAPAIAN KOMPETENSI………………………………….... 63
3.1 Pencapaian Kompetensi sesuai Area Peminatan…………………. 64
3.2 Peran Ners Spesilis Keperawatan Anak………………………… .. 65
BAB 4 PEMBAHASAN…………………………………………………… 71
4.1 Penerapan Model Konservasi pada Asuhan Keperawatan Anak
dengan Gangguan Pernapasan……………………………………. 71
4.2 Praktik Ners Spesialis Keperawatan Anak dan Pencapaian
Kompetensi……………………………………………………….. 79
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN………………………………………… 80
5.1 Simpulan………………………………………………………….. 80
5.2 Saran……………………………………………………………… 81
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Trophicognosis pada Anak DH………………………………… 41


Tabel 2.1 Hipotesis pada Anak DH……………………………………….. 42
Tabel 2.3 Intervensi Asuhan Keperawatan Anak DH…………………….. 49
Tabel 2.5 Evaluasi Asuhan Keperawatan Anak DH……………………… 51

x Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Patosifiologi Bronkiolitis…………………………………… 29


Skema 2.2. Integrasi Teori Keperawatan Model Konservasi Levine
dalam Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan
Pernapasan…………………………………………………... 39

xi Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tujuan pembangunan kesehatan Indonesia Sehat 2015 adalah meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya
masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya
yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat serta memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan dan fasilitas kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata diseluruh wilayah Republik Indonesia dan
dapat mewujudkan bangsa yang mandiri maju dan sejahtera. Salah satu stategi
tujuan pembangunan kesehatan Indonesia Sehat 2015 yaitu, memelihara dan
meningkatkan pelayanan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta
lingkungannya (Depkes, 2007).

Tujuan pembangunan kesehatan nasional yang telah tercantum pada Sistem


Kesehatan Nasional adalah suatu upaya penyelenggaraan kesehatan yang
dilaksanakan oleh bangsa Indonesia guna mendapatkan kemampuan hidup
sehat bagi setiap masyarakat agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal. Sebagai upaya untuk mewujudkan visi Indonesi sehat 2015,
pemerintah telah menyusun berbagai program pembangunan dalam bidang
kesehatan antara lain kegiatan pemberantasan penyakit menular dan penyakit
infeksi (Depkes, 2007).

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di


Indonesia. Dampaknya terhadap tingkat kesehatan masyarakat cukup besar
karena sampai saat ini penyakit infeksi masih termasuk ke dalam salah satu
penyebab tingginya angka kesakitan dan angka kematian di tanah air. Penyakit
infeksi dapat menyerang semua umur, bayi dan balita paling merupakan
kelompok paling rentan terinfeksi penyakit ISPA. Salah satu penyakit infeksi

1 Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


2

yang sering ditemukan pada kelopmpok usis tersebut adalah Infeksi Saluran
Pernapasan Akut atau ISPA (WHO. 2007).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi yang terdapat


pada saluran napas atas maupun saluran napas bagian bawah. Infeksi
penapasan atas terdiri dari rhinitis, faringitis, tonsillitis, rinosinusitis, dan otitis
media. Sedangkan infeksi pernapasan bawah terdiri dari epiglotitis, croup
(laringotrackheobronkitis), bronchitis, bronkiolitis, dan pneumonia. Sebagian
besar infeksi saluran pernapasan akut, biasanya terbatas pada infeksi saluran
pernapasan atas saja, tapi sekitar 5%-nya melibatkan laring dan saluran
pernapasan bawah, hingga berisiko menjadi serius (Rahajoe, Supriyatno, &
Setyanto, 2013).

Penyebab ISPA terdiri dari 300 jenis bakteri, virus dan rikcetsia, penularannya
melalui kontak langsung dengan penderita atau melalui udara pernapasan.
Gejala umumnya adalah batuk, kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek,
sakit telinga dan demam . Sedangkan faktor risiko yang dapat menyebabkan
kejadian ISPA adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari
umur < 2 bulan, BBLR, laki-laki, status gizi, defisiensi vitamin A,
membedong anak (menyelimuti berlebihan), pemberian makanan tambahan
terlalu dini, sedangkan faktor eksternalnya yaitu ASI eksklusif, imunisasi,
polusi udara (kebiasaan merokok anggota keluarga di lingkungan balita
tinggal) (Depkes RI, 2007).

ISPA di negara berkembang 2-10 kali lebih banyak daripada negara maju.
Perbedaan tersebut berhubungan dengan etiologi dan faktor resiko penyakit
diatas. Di negara maju, infeksi pernapasan akut didominasi oleh virus,
sedangkan di negara berkembang oleh bakteri, seperti Streptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenza. Di negara berkembang infeksi
pernapasan akut dapat menyebabkan 10-25% kematian, dan bertanggung

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


3

jawab terhadap 1/3-1/2 kematian pada balita. Pada bayi, angka kematiannya
dapat mencapai 45 per 1000 kelahiran hidup (Dirjen P2P dan PL, 2011).

Di Indonesia, kasus infeksi pernapasan akut menempati urutan pertama dalam


jumlah pasien rawat jalan terbanyak. Hal ini menunjukkan angka kesakitan
akibat infeksi saluran pernapasan akut masih tinggi. Angka kematian balita
akibat pneumonia juga masih tinggi, yaitu lebih kurang 5 per 1000 balita
Depkes, 2007). Infeksi pernapasan akut paling sering terjadi pada anak. Kasus
infeksi pernapasan akut merupakan 50% dari seluruh penyakit pada anak di
bawah usia 5 tahun, dan 30% pada anak berusia 5-12 tahun. Walaupun
sebagian besar terbatas pada saluran pernapasan atas, tetapi sekitar 5% juga
melibatkan saluran pernapasan bawah, terutama pneumonia. Anak usia 1-6
tahun dapat mengalami episode infeksi pernapasan akut sebanyak 7-9 kali per
tahun, tetapi biasanya ringan. Puncak insiden biasanya terjadi pada usia 2-3
tahun (KemenKes, RI. 2011).

Penelitian oleh The Board on Science dan Technology of International


Development (BOSTID) tahun 2006 menunjukkan bahwa insiden infeksi
pernapasan akut pada anak berusia di bawah 5 tahun mencapai 12,7-16,8,
episode per 100 anak per minggu (child-weeks) dan insiden bulanan infeksi
pernapasan akut di daerah perkotaan sebesar 20% dan didaearah pedesaan
17,6%. Hasil dari penelitian tersebut juga menyebutkan infeksi pernapasan
akut pada anak berusia 0-5 tahun ada pada masyarakat di negara
berpendapatan rendah (Rudan et al., 2008).

Infeksi saluran pernapasan akut pada tahun 2007, menempati peringkat


pertama dari 10 penyakit terbanyak di rumah sakit umum di Indonesia, dengan
angka kejadian pneumonia diperkirakan 10-20% per tahun, dan terdapat
kecenderungan bergesernya prevalensi tertinggi ke kelompok usia yang lebih
muda (Depkes Dirjen P2P, 2007).

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


4

Angak kejadian infeksi saluran pernapasan akut di ruang perawatan anak


gedung A lantai satu Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusomo Jakarta
(RSCM) menempati urutan ke 3 dari seluruh kasus penyakit. Berdasarkan
data yang diperoleh dari ruang infeksi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr.
Cipto Mangunkusumo (RSCM), pasien yang dirawat selama periode April
sampai dengan Juni 2013, berjumlah 112 pasien dengan gangguan sistem
pernapasan berjumlah 48 pasien, diantaranya 43,75% (21 pasien) dengan
pneumonia, 22,9% (11 pasien) dengan TB paru, 14,58% (7 pasien) dengan
bronkhiolitis, 12,5% (6 pasien) dengan laringomalasia, dan disisanya pertusis
dan abses paru (Medikal Recod RSCM, 2013). Atas dasar banyaknya kasus
pasien dengan gangguan sistem pernapasan, maka residen tertarik untuk
meningkatkan kompetensi dalam mengelola pasien yang mengalami gangguan
sistem pernapasan.

Perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan yang bertugas untuk memenuhi


kebutuhan dasar manusia sangatlah diperlukan dalam upaya perawatan pasien
dengan gangguan sistem pernapasan sehingga kesehatan pasien dapat
dioptimalkan kembali (Kozier, 2000). Perawat memiliki peran penting dalam
meningkatkan dan mempertahankan kesehatan anak serta meminimalkan
terjadinya risiko yang mungkin terjadi selama perawatan anak. Peran perawat
anak dalam memberikan asuhan keperawatan yaitu menciptakan hubungan
terapeutik dengan anak dan keluarga, advokasi keluarga, promosi kesehatan,
penyuluhan kesehatan, konseling, peran restoratif, kolaborasi, pengambilan
keputusan etis, peneliti, dan perencanaan pelayanan kesehatan. Peran perawat
ini terintegrasi dalam asuhan keperawatan anak yang mendapat gangguan
pernapasan (James & Ashwill, 2007; Wong, Hockenberry, Wilson,
Winkelstein, & Schwartz, 2008).

Pelaksanaan peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan merujuk


kepada penerapan teori keperawatan. Apikasi teori keperawatan sangat
diperlukan untuk mengoptimalkan pemberian asuhan keperawatan pada anak

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


5

dan keluarga. Teori keperawatan dapat menuntun perawat dalam


melaksanakan proses keperawatan. Salah satu teori keperawatan yang dapat
diterapkan dalam asuhan keperawatan anak yaitu model konservasi menurut
Myra E. Levine. Teori ini mempunyai tiga konsep mayor yaitu wholeness
(holism), adaptasi dan konservasi. Wholeness menggambarkan bahwa individu
merupakan suatu kesatuan yang berespon terhadap perubahan pada
lingkungan.

Adaptasi merupakan proses individu menyesuaikan dengan lingkungan.


Konservasi adalah hasil dari adaptasi. Adaptasi adalah proses perubahan yang
berkelanjutan dimana individu terus mempertahankan intergritas mereka
dalam lingkungannya. Dengan melakukan konservasi energi maka individu
dapat mempertahankan interaksinya dengan lingkungan dengan memilih
tindakan yang ekonomis, cermat dan efisien untuk menjaga integritasnya.
Apabila individu tersebut mengalami masalah kesehatan dan dapat melakukan
konservasi, maka individu tersebut akan mampu beradaptasi dengan keadaan
sakitnya dan dapat segera memulihkan kesehatannya sehingga akan mencapai
keutuhannya (wholeness) sebagai individu (Fawcett, 2005; Tomey &
Alligood, 2006; Mefford & Alligood, 2011).).

Konservasi yang harus dicapai oleh pasien terdiri dari konservasi energi,
konservasi integritas struktur, konservasi integritas personal dan konservasi
integritas sosial. Adanya hambatan pada salah satu konservassi dapat
mempengaruhi proses adaptasi pasien untuk mencapai wholeness. Peran
perawat terkait penerapan teori ini yaitu melakukan pengkajian pada keempat
konservasi yang ada, dan menemukan masalah (trophicognosis) yang sedang
atau akan dihadapi oleh pasien. Kemudian perawat harus merencanakan
tindakan-tindakan (hypothesis) yang dibutuhkan oleh pasien agar dapat
beradaptasi dengan kondisinya saat ini, mengimplementasikan tindakan
keperawatan sesuai rencana (intervention) dan melakukan evaluasi

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


6

(organismic responses) untuk menilai kemampuan klien melakukan


konservasi dan mencapai wholeness sebagai manusia.

Penerapan Model Konservasi Myra E. Levine pada asuhan keperawatan anak


dengan gangguan pernapasan bertujuan membantu anak menjaga kepatenan
pernapasan sehingga kebutuhan oksigen terpenuhi untuk meminimalkan
komplikasi yang dapat mengancam jiwa pasien tersebut. Tahapan proses
keperawatan yang dilakukan adalah melakukan pengkajian, merumuskan
trophicognosis dan hypothesis yang tepat, mengimplementasikan rencana dan
melakukan evaluasi terhadap setiap respon organismik pasien yang bertujuan
untuk membantu pasien beradaptasi selama perawatan dan mencapai
wholeness sebagai seorang individu yang unik.

Berdasarkan uraian di atas, residen mencoba mengaplikasikan Model


Konservasi Myra E. Levine dalam memberikan asuhan keperawatan pada
anak dengan masalah gangguan pernapasan. Pendekatan yang dipakai ini
diharapkan memberikan gambaran bentuk optimalisasi pengelolaan asuhan
keperawatan pada anak dengan gangguan pernapasan serta implikasinya
dalam praktek ners spesialis keperawatan anak.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan gambaran secara keseluruhan mengenai praktek residensi
Ners Spesialis Keperawatan Anak dengan mengaplikasikan Model
Konservasi Myra E. Levine dalam memberikan asuhan keperawatan pada
anak dengan gangguan pernapasan.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Memberikan gambaran aplikasi Model Konservasi Myra E. Levine
dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan masalah
keperawatan gangguan pernapasan di ruang Infeksi Anak.

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


7

2. Memberikan gambaran pencapaian kompetensi Ners Spesialis


Keperawatan Anak selama melakukan praktek residensi di ruang
infeksi Anak.

1.3 Sistematika Penulisan


Karya ilmiah akhir ini terdiri dari lima bab, dengan masing-masing bab berisi
pokok bahasan tertentu. Bab 1 adalah pendahuluan, yang terdiri dari latar
belakang, masalah dan sistematika penulisan. Bab 2 merupakan aplikasi teori
keperawatan dalam praktek residensi yang meliputi gambaran kasus, tinjauan
teoritis, integrasi teori dan praktek keperawatan dalam proses asuhan
keperawatan, dan aplikasi teori keperawatan pada kasus terpilih. Bab 3
menggambarkan peran yang harus dilakukan residen Ners Spesialis
Keperawatan Anak dengan mencapai target kompetensi yang telah ditetapkan
dalam program residensi keperawatan anak. Bab 4 adalah pembahasan yang
menggambarkan penerapan teori Konservasi Levine dalam asuhan
keperawatan dengan masalah gangguan pernapasan dan pembahasan
pencapaian kompetensi selama praktik keperawatan praktik residensi Ners
Spesialis Keperawatan Anak. Bab 5 mencakup kesimpulan dan saran.

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


BAB 2
APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA PRAKTIK RESIDENSI

Bab ini menguraikan tentang gambaran kasus kelolaan dan tinjauan teori
mengenai gangguan saluran pernapasan akut (ISPA) serta aplikasi teori dalam
melakukan asuhan keperawatan. Konsep model yang mendasari pemberian
asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan dipilih
Model Konservasi Myra E. Levine.

2.1 Gambaran Kasus


2.1.1 Gambaran umum kasus 1
Anak DH, laki-laki, usia 7 bulan, diantar ke IGD RSCM tanggal 2
Oktober 2013, dengan keluhan sesak napas, demam, muntah berwarna
coklat dan diare ringan, anak DH di rawat di ruang infeksi tanggal 5
Oktober 2013 dengan diagnosa medis bronkiolitis, dermatitis atopi,
tersangka citomegalo virus (CMV), tersangka imunodepresi. Menurut
orang tua pasien, enam hari sebelum masuk rumah sakit anak DH
mengalami demam tinggi, batuk yang terus-menerus semakin memberat,
dan disertai sesak napas.

Hasil anamesis tanggal 7 Oktober 2013 terhadap orang tua tentang


riwayat penyakit sekarang dan catatan medik diperoleh data bahwa saat
dilahirkan anak DH langsung dirawat di pernatologi RSUD Sawangan
karena aspiksia, berat badan lahir 2400 gram, dirawat selama 2 minggu
menggunakan O2. Anak DH lahir gamelli (pasien anak ke 1), dilahirkan
secara spontan sedangkan anak ke dua dilahirkan secara caesaria. Usia 2
bulan anak DH sering mengalami demam naik-turun dan batuk pilek oleh
keluarga dibawa ke puskesmas dan mendapatkan obat. Keluarga
melaporkan bahwa anak DH ditemukan riwayat alergi kulit sejak usia 2
minggu.

8 Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


9

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan data bahwa anak DH tampak sesak,


puasa, terpasang NGT (dekompresi), tekanan darah 85/55 mmHg (digital),
nadi 130 x/menit, napas 58 x/menit, suhu 38,7oC, status neurologi
E4M6V5, kesadaran komposmentis, berat badan 6,48 kg , panjang badan
67 cm, lingkar dada 37 cm, lingkar perut 43 cm. Pemeriksaan kepala
ditemukan lingkar kepala 43,5 cm, ubun-ubun masih terbuka diameter 3 x
2 cm datar, mata konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, napas cuping
hidung, bibir kering, mukosa kering, tidak ada perdarahan gusi, tidak
teraba pebesaran kelenjar getah bening leher. Pemeriksaan dada ditemukan
bahwa bentuk dada simetris, terdapat retraksi supra sterna dan
epigastrium, suara nafas vesikuler. Anak DH mengalami batuk, batuk
berdahak, warna dahak putih tidak ada darah, terdapat ronki pada paru
kanan/kiri dan ada wheezing. Pasien menggunakan O2 2 liter/menit dengan
nasal kanul. Hasil pemeriksaan analisa gas darah normal dengan dan SaO2
97%. Pemeriksaan palpasi abdomen ditemukan bahwa abdomen datar,
lunak, tidak teraba pembesaran hati dan limpa, peristaltik normal.
Pemeriksaan integumen ditemukan akral hangat, capillary refill time
(CRT) kurang dari 2 detik, bagian lengan, bokong dan pipi mengalami
kemerahan (eritema karena dermatitis alergi), turgor kulit elastis, dan
pada tangan kanan terpasang infus N5+ KCl(10) dan aminofusin. Buang
air besar anak tampak cair seperti bubur tidak ada lendir dan tidak ada
darah. Anak DH mendapatkan terapi pengobatan Ampicilin,
Choramfenokol, Parasetamol, Zink, Cetririzin, dexametason, inhalasi
NaCl 0,9 % ditambah Ventolin tiap 6 jam, untuk terapi kulit anak diberi
Decubal salf dan Mico Z (antibiotik diganti dengan Ganciclovir tanggal
10 Oktober 2013).

Selama perawatan ditemukan trophicognosis pada anak DH yaitu;


1) ketidakefektifan bersihan jalan napas, 2) ketidakefektifan pola napas,
3) hipertermia, 4) ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
5) kerusakan integritas kulit, 6) risiko kekurangan volume cairan, 7) risiko

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


10

penyebaran infeksi, 8) perubahan proses keluarga berhubungan dengan


hospitalisasi. Intervensi keperawatan yang telah dilakukan antara lain
observasi tanda vital, fisioterapi dada, memberikan terapi inhalasi,
melakukan hisap lendir, melakukan perubahan posisi tidur semifowler,
melakukuan tepid sponging, kolaborasi pemberian nutrisi perenteral, dan
memantau status hidrasi (keseimbangan cairan, membran mukosa dan
turgor kulit).

Evaluasi dilakukan setelah perawatan 6 hari. Hasil evaluasi meliputi sesak


tidak tampak, tidak ada demam dan tidak ada diare, masih terdapat eritema
pada area lengan dan pipi, hasil laboratorium normal, pasien
diperbolehkan pulang tanggal 12 Oktober 2013. Keluarga dianjurkan
mengobservasi kondisi anak jika sesak kembali, menjaga kebersihan
lingkungan, menghabiskan obat yang diberikan, kontrol teratur, ayah
berhenti merokok. Tanggal 30 Oktober 2013 anak DH kontrol ke poli
respiro dan poli kulit, menurut ibu anak tidak sesak dan kulit masih
kemerahan.

2.1.2 Gambaran umum kasus 2


Anak N, laki-laki, usia 2 bulan, diantar oleh keluarga masuk IGD RSCM
tanggal 20 Agustus 2013, dengan keluhan sesak napas, sianosis, tidak
mau menyusu, dan demam. Anak dirawat di runag infeksi tanggal 25
Agustus 2013 dengan diagnosa medis Pneumonia, Laringomalasia tipe III,
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) dan Gizi buruk.

Hasil anamnesis pada keluarga dan data rekap medik tanggal 10


September 2013 didapatkan data bahwa ibu pasien mengatakan 2 hari
sebelum masuk rumah sakit anak mengalami sesak napas setelah
menyusui dan batuk berdahak. Anak N dilahirkan spontan, langsung
menangis dengan berat badan lahir 3200 gram dan langsung dibawa
pulang oleh keluarga. Menurut ibu sejak usia 2 hari anak N sering

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


11

mengalami sesak dan banyak dahak, suara napas seperti ngorok, menurut
ibu sesak berkurang jika tidur dimiringkan dan bunyi berkurang, oleh
keluarga anak N jika sesak dibawa berobat ke puskesmas hanya diberi
obat batuk tetapi sesak tidak berkurang.

Hasil pemeriksaan inspeksi didapat data anak N kesadaran komposmentis,


terdengar suara stridor, posisi tidur menggunakan 2 bantal, terpasang
NGT, infus total perenteral nutrion N4+KCl(10)+D4, nadi 120 x/menit,
napas 58 x/menit, suhu 36,8oC. Pemeriksaan kepala dan leher diperoleh
data lingkar kepala 35,5 cm, kepala ubun-ubun masih terbuka, mata
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada perdarahan gusi,
tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening leher. pemeriksaan dada
diperoleh data bahwa bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris,
napas stridor inspirasi, terdapat wheezing, batuk berdahak, terdapat banyak
slem yang keluar dari mulut, anak N kesulitan mengeluarkan lendir,
tampak retraksi dada suprasternal dan epigastrum. Sedangkan pemeriksaan
auskultasi pada kedua paru kiri dan kanan terdengar ronchi, wheezing
tidak ada. Hasil pemeriksaan analisa gas diperoleh hasil darah asidosisi
respiratorik, dengan hasil saturasi O2 97 %, dan anak N diberikan terapi
O2 1 liter/menit dengan nasal kanul. Pemeriksaan Abdomen diperoleh
hasil bahwa abdomen datar, lunak, tidak teraba pembesaran hati dan
limpa, peristaltik normal. Pemeriksaan integumen didapatkan bahawa
akral hangat, CRT kurang dari 2 detik, tidak sianosis, turgor kulit elastis.
Berat badan saat dikaji 3500 gram, panjang badan 50 cm. anak N
mendapatkan pengobatan Cefriakson, Omeprazole dan inhalasi NaCl 0,9
% ditambah ventolin 1 ml 4 x sehari. Anak N direncanakan akan
dilakukan tindakan supraglotoplasti.

Selama perawatan ditemukan trophicognosis pada anak N yaitu;


1) ketidakefektifan bersihan jalan napas, 2) gangguan pertukaran gas,
3) ketidakefektifan pola napas, 4) ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


12

kebutuhan tubuh, 5) risiko infeksi. Intervensi keperawatan yang telah


dilakukan antara lain memantau keadaan umum anak, tanda-tanda vital
mulai suhu tubuh, frekuensi pernapasan, status pernapasan, memastikan
kepatenan oksigen dengan menggunakan nasal kanul, memantau
pengembangan dada dan penggunaan otot asesoris, irama jantung,
mengukur balans cairan dan kebutuhan asupan nutrisi.

Evaluasi dilakukan setelah diberikan perawatan selama 6 hari. Hasil


evaluasi menujukkan adanya perbaikan pada saluran pernapasan ditandai
dengan stridor berkurang, napas spontan tanpa O2, hasil pemeriksaan
analisa gas darah normal dengan saturasi O2 98 %, ibu mampu
mengerjakan fisioterapi dada mandiri. Hasil evaluasi yang belum
menunjukkan perbaikan pada anak N yaitu, masih terdapat retraksi dada
suprasternal dan epigastrum, hasil auskultasi ronchi masih terdengar pada
kedua paru kiri dan kanan, sementara anak diperbolehkan pulang dan
direncanakan akan dilakukan tindakan operasi supraglotoplasti. Keluarga
dianjurkan kontrol ke poli respiro pada hari ke tiga setelah pulang dari
rumah sakit anak, selama perawatanan di rumah keluarga diajurkan untuk
memberikan posisi tidur semifowler atau mengunakan dua bantal saat
anak tidur, ibu diajurkan tetap memberikan ASI. Keluarga dianjurkan
memantau kondisi anak dan jika sesak semakin memberat segara di bawa
di rumah sakit.

2.1.3 Gambaran umum kasus 3


Anak H, laki-laki, usia 1 tahun, dibawa oleh keluarga ke IGD RSCM
tanggal 10 Oktober 2013, mengalami keluhan sesak, demam dan diare.
Anak H masuk ruang perawatan infeksi tanggal 13 Oktober 2013 dengan
diagnosa medis Community Acquired Pneumonia (CAP), diare akut
dehidrasi sedang dan konjungivitis.

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


13

Hasil anamnesis terhadap keluarga tentang riwayat penyakit sekarang


didapatkan data bahwa anak H 3 hari sebelum masuk rumah sakit
mengalami demam hilang timbul, disertai batuk dengan dahak berwarna
kehijauan. Anak H mengalami diare kurang lebih 5-6 x/hari, buang air
besar cair berampas, tidak ada darah, tidak ada lendir, oleh keluarga di
bawa berobat ke bidan dan diberi obat penurun panas serta antibiotik.
Menurut keluarga sesak tidak berkurang walaupun telah di beri obat oleh
bidan. Riwayat kelahiran menurut ibu anak H dilahirkan spontan, cukup
bulan, kelahirahan dibantu bidan, saat dilahirkan anak langsung menangis,
tidak ada sianosis, tidak ada ikterik, dengan berat badan lahir 3200 gram
dan panjang badan 50 cm.

Hasil pemeriksaan inspeksi didapatkan data bahwa anak H kesadaran


komposmentis, tampak sesak, tekanan darah 70/50 mmHg, nadi 146
x/menit, napas 48 x/menit, suhu 38,5oC, terpasang infus N5+KCl(10)),
terpasang NGT. Pemeriksaan kepala dan leher diperoleh bahwa lingkar
kepala 45 cm, ubun-ubun tertutup, mata konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik, mukosa mulut kering, tidak ada perdarahan gusi, tidak teraba
pembesaran kelenjar getah bening leher. Pemeriksaan dada diperoleh hasil
bawa bentuk dan pererakan dada simetris, napas vesikuler, terdapat batuk
dengan banyak slem yang keluar dari mulut, anak H kesulitan
mengeluarkan lendir, dan tampak retraksi dada suprasternal serta
epigastrum. Pemeriksaan auskultasi terdapat ronchi terdengar pada kedua
paru kiri dan kanan, tidak terdapat wheezing. Hasil pemeriksaan analisa
gas darah menunjukkan hasil normal dengan saturasi O2 98 %, anak H
diberikan terapi O2 1 liter/menit dengan menggunakan nasal kanul.
Pemeriksaan abdomen diperoleh bahwa abdomen datar, lunak, tidak teraba
pembesaran hati dan limpa, turgor kulit cukup, bab cair berampas.
Pemeriksaan integumen didapatkan hasil, akral hangat, CRT kurang dari 2
detik, tidak sianosis. Berat badan Anak H saat di kaji 7,7 kg dan panjang
badan 73 cm. anak H mendapatkan terapi pengobatan Amoxilin,

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


14

Kloramfenikol, Zink, Renalit. Untuk pengobatan konjungtivitis anak H


mendapatkan pengobatan tetes mata Floxa dan Cenfresh.

Trophicognosis yang terjadi pada anak H adalah 1) ketidakefektifan


bersihan jalan napas, 2) ketidakefektifan pola napas, 3) ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan, 4) risiko kekurangan volume
cairan, 5) risiko perluasan infeksi. Intervensi keperawatan yang telah
dilakukan sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan, yaitu observasi
tanda-tanda vital, melakukan fisioterapi dada, posisi tidur semifowler,
memonitor status nutrisi.

Evaluasi dilakukan setelah perawatan selama 7 hari. Hasil evaluasi


menunjukkan anak H mengalami perubahan, napas spontan tidak
menggunakan O2, tidak diare, tidak anemis, dan anak H diperbolehkan
pulang tanggal 19 Oktober 2013. Oleh perawat orang tua dianjurkan
kontrol 3 hari setelah pulang dari rumah sakit, dan monitor napas anak,
serta pemberian nutrisi adekuat, memelihara dan menciptakan lingkungan
yang bersih, mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan pekerjaan
rumah.

2.1.4 Gambaran umum kasus 4


Anak NF, perempuan, usia 2 tahun 3 bulan, di bawa oleh keluarga ke
IGD RSCM tanggal 29 Oktober 2013, dengan keluhan sesak napas, batuk,
banyak dahak, buang air besar cair, kejang dan demam. Anak NF masuk
ruang rawat infeksi tanggal 30 Oktober 2013 dengan diagnosa medis,
CAP, diare akut dehidrasi sedang ringan, cerebal palci, mikrocephali, dan
Global Development Delay (GDD).

Hasil anamnesis terhadap orang tua tentang riwayat penyakit sekarang


didapat data bahwa menurut ibu anak NF 3 hari sebelum masuk rumah
sakit mengalami batuk, buang air besar (BAB) cair, BAB tidak ada darah,

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


15

tidak ada lendir, anak NF demam tinggi dan mengalami kejang 1 kali,
kejang kurang lebih 5 menit. Menurut ibu anak NF merupakan anak ke 4
dari 4 bersaudara, saat hamil trimester pertama ibu mengalami campak,
anak NF dilahirkan spontan, cukup bulan, melahirkan di klinik bidan,
anak NF saat dilahirkan tidak langsung menangis, kepala kecil
(mikrocephali), berat badan lahir 3000 gram, panjang badan 49 cm, oleh
bidan anak dianjurkan di rawat di rumah sakit karena mengalami kelainan
(mikrocephali).

Hasil pemeriksaan inspkesi didapatkan data anak NF tampak sesak,


banyak dahak, sulit menelan, nerpasang NGT, stopper pada tangan kanan,
tekanan darah 85/55 mmHg (digital), nadi 110 x/menit, suhu 38,2oC,
napas 38 x/menit. Pemeriksaan kepala dan leher didapatkan lingkar kepala
32 cm, mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, terpasang O2 1
liter/menit dengan nasal kanul, mukosa mulut kering, tidak ada
perdarahan gusi, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening leher.
Pemeriksaan dada diperoleh pergerakan dan bentuk dada simetris, tidak
terdapat retraksi dinding dada, suara nafas vesikuler, banyak slem yang
keluar dari mulut dan kesulitan mengeluarkan lendir. Pemeriksaan
auskultasi terdengar ronchi pada kedua paru kiri dan kanan, tidak terdapat
wheezing. Pemeriksaan integumen akral hangat, CRT kurang dari 2 detik
dan saturasi O2 97 %. Berat badan anak NF saat dikaji 9 kg dan panjang
badan 80 cm. Anak NF diberikan terapi pengobatan Cefotaxim,
Fenobarbital, Topamax, Parasetamol, Renalit setiap diare dan zink, serta
diberikan inhalasi NaCl 0,9 % 2 ml ditabah ventolin setiap 4 x sehari.

Trophicognosis yang terjadi pada anak NF. adalah 1) ketidakefektifan


bersihan jalan napas, 2) ketidakefektifan pola napas, 3) ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan, 4) hipertermia, 5)
keterlambatan perkembangan, 6) risiko ketidakseimbangan volume cairan.
Intervensi, 7) risiko penyabaran infeksi. Intervensi yangtelah dilaksanakan

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


16

observasi tanda-tanda vital, monitor kejang berulang, melakukan


fisioterapi dada, memposisikan pasien semifowler, memonitor status
nutrisi, melakukuan tepid sponging, stimulus perkembangan, dan
memantau status hidrasi (keseimbangan cairan, membran mukosa dan
turgor kulit).

Evaluasi diberikan setelah perawatan selama 9 hari. Hasil evaluasi


menunjukkan anak NF mengalami perbaikan, tidak ada demam, tidak ada
diare, minum peroral toleransi baik, napas spontan tanpa bantuan oksigen,
atas indikasi tersebut pasien diperbolehkan pulang. Orang tua dianjurkan
kontrol ke poli respiro dan rehabilitasi medik 3 hari setelah pulang dari
rumah sakit. Keluarga diajurkan untuk memonitor napas anak,
memberikan nutrisi adekuat dan memelihara serta menciptakan
lingkungan yang bersih, mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan
pekerjaan rumah.

2.1.5 Gambaran umum kasus 5


Anak I, laki-laki, usia 8 bulan, diantar keluarga masuk ke IGD RSCM
tanggal 11 November 2013, dengan keluhan sesak napas, batuk dan
demam. Anak I masuk ruang rawat infeksi tanggal 14 November 2013
dengan diagnosa medis hospital-acquired pneumonia, diare akut, dan
prolonged fever, down syndrome dengan Global Development Delay
(GDD), dan Atrial Septal Defect (ASD).

Hasil anamnesis terhadap keluarga tentang riwayat penyakit sekarang


didapatkan data bahwa 3 hari sebelum masuk rumah sakit, anak I
mengalami sesak, batuk, buang air besar (BAB) cair dan disetai demam.
Menurut ibu anak I pada usia 1 minggu setelah dilahirkan anak I pernah
dirawat karena ikterus, usia 4 bulan dirawat di RSUD Koja selama 3
minggu karena pneumonia aspirasi, anemia, dan gizi kurang. Anak I pada
usia 6 bulan dirawat kembali di RSUD Koja dengan keluhan sesak dan

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


17

diare. Menurut ibu anak I dilahirkan secara spontan, dengan kehamilan


cukup bulan, melahirkan di bidan, saat dilahirkan anak I langsung
menangis, dengan berat badan lahir 2700 gram dan pajang badan 46 cm.

Hasil pemeriksaan inspeksi didapatkan data bahwa anak I terpasang


NGT, rewel, napas 38 x/menit, nadi 110 x/menit, suhu 38,5oC.
Pemeriksaan kepala dan leher diperoleh lingkar kepala 40 cm
(mikrocephal), ubun-ubun masih terbuka dan datar, konjungtiva mata
tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada pernapasan cuping hidung,
mukosa mulut kering, tidak ada perdarah gusi, tidak teraba pembesaran
kelenjar getah bening leher. Pemeriksaan dada diperoleh bahwa
pergerakan dan bentuk dada simetris, tidak terdapat retraksi dinding dada,
suara nafas vesikuler, banyak slem yang keluar dari mulut, anak I
kesulitan mengeluarkan lendir. Hasil auskultasi terdengar ronchi pada
kedua paru kiri dan kanan, tidak terdapat wheezing. Anak I mendapatkan
terapi O2 1 liter/menit dengan menggunkan nasal kanul dan saturasi O2
99%. Pemeriksaan abdomen diperoleh data bahwa abdomen datar, lunak,
peristaltik normal, tidak terdapat pembesaran hati dan limpa. Pemeriksaan
integumen didapatkan akral hangat, CRT kurang dari 2 detik. Berat badan
anak I saat dikaji 9 kg dan panjang badan 61 cm. Anak I mendapatkan
pengobatan Cefotaxim, Sildenafil oral, Parasetamol, Zink, dan inhalasi
NaCl 0,9 % 2 ml ditambah ilopros diberikan tiap 8 jam.

Trophicognosis yang terjadi pada anak I adalah 1) ketidakefektifan


bersihan jalan napas, 2) ketidakefektifan pola napas, 3) ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan, 3) hpertermia, 4) risiko perluasan infeksi.
Intervensi yang telah dilakukan yaitu observasi tanda-tanda vital,
melakukan fisioterapi dada, kolaborasi pemberian inhalasi, melakukan
penghisapan lendir, melakukan perubahan posisi tidur miring kiri atau
kanan.

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


18

Evaluasi dilakukan setelah perawatan selama 7 hari. Hasil evaluasi


menunjukkan bahawa kondisi pasien mengalami perbaikan, bernapas
spontan tanpa bantuan oksigen, atas indikasi tersebut pasien diperbolehkan
pulang. Oleh perawat keluarga diajurkan kontrol ke poli respiro dan poli
tumbuh kembang tiga hari setelah perawatan, memonitor napas anak,
melatih stimulasi tumbuh kembang, memonitor kebutuhan nutrisi, jaga
kebersihan lingkungan tempat tinggal, mencuci tangan sebelum dan
setelah melakukan aktifitas.

2.2 Tinjauan teoritis Infeksi saluran pernapasan akut


Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) atau infeksi repiratorik akut (IRA)
adalah proses inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal
(mikroplasma), atau aspirasi sustansi asing yang melibatkan suatu atau
semua bagian saluran pernapasan (Rahajoe, Supriyatno & Setyanto, 2013;
Wong, Hockenberry, Wilson & Schwart, 2009). Pengertian akut adalah
infeksi yang berlangsung hingga 14 hari (Wantania & Wahani, 2013).
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) diklasifikasikan menjadi infeksi
pernapasan akut atas dan infeksi saluran pernapasan akut bawah. Saluran
pernapasan atas meliputi jalan napas dari hidung dampai pita suara pada
laring, termasuk sinus paranasalis dan telinga tengah. Saluran napas bawah
meliputi lanjutan jalan napas dari trachea dan bronkus sampai ke kronkiolus
dan alveoli (Behrman & Kliegman, 2010; Rahajoe, Supriyatno & Setyanto,
2013).

2.2.1 Infeksi Respirasi Akut Bawah


2.2.1.1 Pengertian
Infeksi saluran pernapasan akut bawah merupakan suatu infeksi atau
peradangan pada satu atau kedua parenkim paru yang disebabkan oleh
beberapa mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit atau
dapat juga disebabkan oleh bahan kimia korofis yang terhirup. Definisi
lain infeksi saluran pernapasan akut bawah adalah suatu inflamasi pada

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


19

alveolus yang masuk ke dalam paru melalui penyebaran hematogen atau


inhalasi (Mizgerd, 2008; Behrman & Kliegman, 2010).

2.2.1.2 Etiologi
Infeksi saluran pernapasan akut dapat disebabkan oleh virus golongan
Mikovirus, Adenovirus, Koronovirus, Pikonavirus, Mikoplasma,
Herpesvirus, dan lain-lain. Sedangkan bakteri penyebab infeksi saluran
pernapasan adalah Streptococcus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus,
Bordetella, dan Corinebacterium.

Sedangkan kuman patogen pada infeksi saluran pernapasan bawah yang


sering ditemukan adalah Streptococcus pneumonia, Moraxella catharalis,
Haemophilus infkluenzea, Mycoplasma eneumoniae dan Chlamydia
pneumonia. Sedangkan virus Respiratory syncytial virus (RSV) serta
influenza A dan B, M pneumoniae dan C pnuemoniae menjadi penyebab
tersering pada anak usia sekolah atau di atas 5 tahun, namun jarang pada
anak usia prasekolah (Behrman & Kliegman, 2010; Rahajoe, Supriyatno &
Setyanto, 2013).

Etiologi infeksi saluran pernapasan akut bawah jarang diketahui pada anak
usia sekolah, disebabkan sulitnya mendapatkan spesimen atau sputum
secara langsung dari saluran napas bawah pada anak usia prasekolah
(Behrman & Kliegman, 2010).

Penelitian WHO (2007) di berbagai negara menunjukkan bahwa


Streptococcus pneumonia dan Haemofilus influenzae merupakan suatu
penyebab yang sering ditemukan pada 2/3 dari hasil isolasi yaitu 73,9%
asirasi paru dan 9,1% hasil isolasi dari spesimen darah. Diperkirakan
besarnya presentase bakteri sebagai 12 penyebabnya adalah sebesar 50%.
Sedangkan di negara maju, saat ini pneumonia pada anak umumnya
disebabkan oleh virus.

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


20

2.2.1.3 Tanda dan Gejala Infeksi Saluran Pernapasan Akut Bawah


Infeksi saluran pernapasan akut bawah non bacterial pada anak dan anak
umumnya terjadi 1 sampai 2 hari setelah gejala flu, nafsu makan menurun,
demam, rewel, sesak napas, muntah, dan batuk (Pereira & Escuder, 1998).
Pada anak, terdapat demam subfebril dan yang menonjol adalah serangan
apneu. Hasil pemeriksaan fisik ditemukan tanda distress pernapasan, yaitu
takipnea ≥ 50 x/menit, takhikardi, napas cuping hidung, dan retraksi dada
tanpa stidor sebagai tanda khas obstruksi jalan napas atas. Pada penderita
dengan atelektasis atau “air trapping” dapat mengalami serangan batuk,
merintih,sianosis, dan apneu. Wheezing pada anak berhubungan dengan
bronkiolitis atau bronkospasme. Hipersonor dapat terjadi bila terdapat “air
trapping”. Perbedaan perkusi atau suara dasar paru yang berbeda
menunjukkan adanya konsolidasi lobaris atau atelektasis, pada pneumonia
interstisial ronki dapat terjadi secara difusi atau local (McIntosh, 2002;
Klein, 2004).

Sejak awal perlu dinilai status hidrasi anak karena demam dapat
meningkatkan interstitial water loss (IWL) dan hiperventilasi, bersama
dengan anoreksia dapat menyebabkan defisit cairan yang bermakna
(McIntosh, 2002; Klein, 2004).

Gejala klinis infeksi saluran pernapasan bawah nonbakterial pada anak


yang lebih tua dan remaja, mirip dengan orang dewasa, meliputi gejala-
gejala sistemik seperti batuk pilek, mialgia, dan anoreksia, serta gejala-
gejala saluran pernapasan. Batuk biasanya iritatif dan nonproduktif.
Kenaikan suhu di atas 39oC jarang terjadi. Pemeriksaan dada lebih jelas
daripada anak, suara napas melemah serta terdengar ronki lokal atau difus,
apneu jarang terjadi, sianosis merupakan tanda dari penyakit lanjut dan
gagal napas (Bals & Hiemstra, 2002).

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


21

Infeksi saluran pernapasan bawah akut karena bakteri anaerob, seperti


Bakteroides, terdapat abses, sering demam lama dan batuk produktif
dengan sputum bercampur darah yang merupakan tanda nekrosis jaringan
paru. Anak sering mengalami penurunan berat badan yang signifikan
(Mizgerd, 2008; Ostapchuk, Roberts & Haddy, 2004; Michelow, et al.,
2004).

2.2.1.4 Faktor Risiko Infeksi Saluran Pernapasan Akut Bawah


Terdapat berbagai faktor risiko infeksi saluran pernapasan akut bawah
yang dapat dikelompokkan menjadi faktor sosiodemografik dan dan faktor
gizi (Savirtha, Nandeeshwara, Pradeep Kumar, Farhan-ul-haque, & Raju,
2007). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat faktor yang
mempengaruhi tingginya prevalensi ISPA, di antaranya adalah penelitian
Depkes RI pada tahun 2002. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa
faktor risiko yang berhubungan dengan prevalensi ISPA adalah terpapar
asap dari pabrik dan lokasi rumah di daerah rawan banjir. Selain itu masih
banyak faktor yang menurut kepustakaan berperan pada terjadinya ISPA,
antara lain jenis kelamin, usia balita, status gizi, imunisasi, berat lahir
balita, suplementasi vitamin A, durasi pemberian ASI, pendidikan ibu,
pendapatan keluarga, crowding, pajanan rokok, serta pengetahuan, sikap,
dan perilaku ibu terhadap ISPA.

Polusi udara meningkatkan kejadian ISPA dengan menurunkan


kemampuan pertahanan imun spesifik dan nonspesifik. Polusi udara dapat
menyebabkan ekstraserbasi penyakit saluran napas dengan merusak
pertahanan paru. Partikel dalam polusi menyebabkan penumpukan di
saluran napas bawah dan akan menyebabkan kerusakan fungsi mikrosiliar,
meningkatkan perlekatan kuman ke sel etiptel, meningkatkan
permiabilittas sel epitel maupun alveolus dan pada akhirnya
mempengaruhi sel inflamasi di paru (Kum-Nji, 2006; Rahajoe, Supriyatno
& Setyanto, 2013).

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


22

Mekanisme paparan asap rokok dapat menjadi faktor risiko ISPA bawah
masih belum jelas diketahui. Nikotin yang terkandung dalam asap rokok
dapat menekan kemampuan fagositosis dari neutrofil dan
makrofag/monosit melalui mekanisme inhibisi anion superoksida,
peroksida dan produksi radikal bebas (Victoria, Kikwood, Asworth, Black,
Rogers, Sazawal, et al., 1999).

Berat badan lahir rendah merupakan faktor risiko terjadinya infeksi


saluran pernapasan. Berat badan lahir rendah menjadi faktor risiko dengan
menurunkan sistem imun anak, dan juga terjadi kerusakan paru seperti
diameter saluran napas ruang mengecil, penyumbatan saluran napas. Ada
dua mekanisme yang menyebabkan berat badan lahir rendah menjadi
raktor risiko ISPA bawah, yaitu gangguan sistem imun dan gangguan
fundsi paru (Victoria, Kikwood, Asworth, Black, Rogers, Sazawal, et al.
1999). Fungsi imun pada anak dengan berat badan rendah masih belum
berfungsi dengan baik. Gangguan fungsi imun ini dapat terjadi secara
sendiri ataupun merupakan bagian dari kekurangan nutrisi semasa nayi,
seperti besi, zink, dan tembaga. Gangguan fungsi paru ini dapat terjadi
karena bronkopulmoner diasplasi, akibat penggunaan ventilator.
Bronkopulmuner dyaplasia ini berhubungan dengan penyempitan diameter
saluran napas.

Penyapihan dini sebelum usia 6 bulan berkaitan dengan ISPA. Anak yang
tidak mendapatkan ASI mempunyai risiko mortalitas akibat ISPA 3,6 kali
lebih daripada anak yang mendapat ASI. Pemberian ASI dapat
menurunkan berat derajat penyakit hingga 50%. ASI memiliki mekanisme
anti infeksi melalui roteksi terhadap bakteri dan anti viral seperti
immunoglobulin A, laktoferin, limfosit, dan neutrofil (Victoria, Kikwood,
Asworth, Black, Rogers, Sazawal, et al., 1999).

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


23

Malnutrisi juga menjadi faktor risiko ISPA bawah. Anak dengan Z-score
dibawah -2 SD lima kali lebih besar kemungkinan anak untuk menderita
pneumonia daripada anak dengan skor Z-score diatas -2 SD. Anak yang
mengalami anemia 5,75 kali lebih rentan terhadap ISPA bawah
(Soewignyo, Gessner, Sutanto, Stenhoff, Prijanto, Nelson, et al. 2001;
Cardoso, Cousens, Siqueira, Alvess, Angelo, 2004; Victoria, Kikwood,
Asworth, Black, Rogers, Sazawal, et al. 1999). Anak dengan malnutrisi
mengalami gangguan sistem imun yang mengakibatkan anak lebih mudah
terkena infeksi. Kurang energi dan protein berdampak pada mekanisme
pertahanan tubuh baik sistem imun non spesifik maupun spesifik.
Gangguan sistem imun yang terjadi yaitu respon imun T cell-mediated,
perubahan bahkan atropi timus dan jaringan linfosit lainnya, gangguan
produksi dan fungsi linfosit T, dan gangguan resksi hiperensitifitas.
Respon imun tidak banyak terpengaruh, meskipun konsentrasi
immunoglobulin A pada beberapa organ termasuk saluran napas menurun.
Makanisme lain yaitu gangguan sistem komponen dan fagositosis
(Victoria, Kikwood, Asworth, Black, Rogers, Sazawal, et al. 1999;
Rahajoe, Supriyatno & Setyanto, 2013).

2.2.1.5 Penatalaksanaan Pengobatan pada Infeksi Saluran Pernapasan Akut


Bawah
Tatalaksana pada infeksi saluran pernapasan akut bawah perlu
mempengaruhi usia anak, keadaan klinis, serta faktor epidemiologi.
Tatalaksana tersebut meliputi terapi suportif dan terapi etiologik. Terapi
suportif berupa oksigenasi, pemerian makanan atau cairan secara memadai
serta koreksi asam basa dan elektrolit sesuai kebutuhan. Sedangkan pada
infeksi saluran pernapasan bawah dengan klasifikasi berat memerlukan
alat bantu napas yang diperlukan pada 24-28 jam pertama (Supriyanto,
2006; Durbin & Stille, 2008).

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


24

2.2.1.6 Pencegahan Infeksi Saluran Pernapasan Akut


Upaya pencegahan infeksi saluran pernapasan akut pada anak, secara
umum dengan melakukan perbaikan pada kondisi-kondisi, berikut ini:
1. Aspek anak
Anak infeksi saluran pernapasan akut dapat di cegah dengan
mengurangi terjadinya kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah
dan malnutrisi, termasuk mencegah terjadinya anemis pada anak,
mempromosikan pemberian ASI, pemberian vaksin polisakarida
pneumokokus pada anak berumur di atas 2 tahun dan vaksin konjugat
pneumokokal, influenza, dan vaksin lain untuk anak, pemberian
vitamin A, D, asam folat, zat besi, kalsium dan mikronutrien (seperti
seng) pada anak (Schaad, 2005; Nascimento-Carvalho, 2006; Roth,
Caulfield, Ezzati, & Black, 2008).
2. Aspek keluarga/lingkungan rumah
Infeksi yang dapat ditularkan memalui droplet, maka mencuci tangan
dengan seksama dan kebersihan pribadi secara baik (seperti
menggunakan masker serta menutup mulut dan hidung saat bersin atau
batuk) penting dilakukan, tidak merokok di dalam rumah, pengurangan
pemakaian bahan bakar biomassa dan perbaikan vetilasi udara, edukasi
kepada orang tua (Lavi, Fraser, Porat, & Dagan 2002; Kim, et al.
2005).
3. Aspek lingkungan
Aspek lingkungan dapat diatasi dengan pengikatan pendidikan dan
pelayanan keluarga berencana, sehingga dapat mengurangi jumlah
angota keluarga, peningkatan status sosial ekonomi masyarakat
(Sutmoller & Maia, 1995; Cunha, Margolis & Wing, 2001).

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


25

2.2.2 Bronkiolitis
Bronkhiolitis adalah penyakit infeksi saluran pernapasan akut bawah yang
ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkiolus, ditandai dengan
pernapasan cepat, retraksi dinding dada dan whezing (Mark, 2007).
Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah satu tahun dengan insiden
tertinggi usia 6 bulan. Penyakit ini menimbulkan morbiditas infeksi
saluran pernapasan bawah terbanyak pada anak (Fizgerlad & Kilham,
2004). Pada daerah yang penduduknya padat insiden bronkioitis oler RSV
terbanyak pada usia 2 bulan (Steiner, 2004).

Penyebab bronkhiolitis yang paling banyak adalah respiratory syncytial


virus (RSV), kira-kira 45-55 % dari total kasus. Sedangkan penyebab
virus-virus lainnya, seperti Parainfluenza virus, Rhinovirus, Adenovirus
dan Enterovirus sekitar 20%. Herry dan Heda, (2005) menyebutkan
bronkiolitis juga dapat disebabkan oleh Eaton agent (Mycoplasma
pneumonia) dan bakteri, walau frekuensinya relatif sedikit yang sampai
menyebabkan bronkiolitis pada anak. Sekitar 70% kasus kejadian
bronkiolitis pada anak terjadi gejala yang berat sehingga harus dirawat di
rumah sakit, sedangkan sisanya biasanya dapat dirawat di poliklinik.
Sebagian besar infeksi saluran napas transmisinya melalui droplet infeksi.
Infeksi primer oleh RSV biasanya tidak menimbulkan gejala klinik, tetapi
infeksi sekunder pada anak-anak di tahun-tahun pertama kehidupan yang
bermanifestasi berat. Faktor risiko yang mempercepat terjadinya penyakit
dan kemudian berobat ke rumah sakit dengan riwayat berat badan yang
rendah.

Gejala awal anak mengalami gejala ISPA atas ringan berupa pilek dan
bersin. Gejala berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam
dan nafsu makan berkurang. Kemudian timbul distres napas yang ditandai
oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak napas pada anak. Anak menjadi
rewel, muntah serta sulit makan dan minum. Anak mengalami demam

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


26

ringan atau tidak demam sama sekali dan bahkan ada yang mengalami
hipotermi. Setelah itu distres napas juga teridentifikasi pada anak yang
ditandai dengan frekuensi napas lebih dari 60 kali per menit, kadang-
kadang disertai sianosis, peningkatan denyut nadi. Gejala lain adalah
napas cuping hidung, penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi.
Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflamasi paru
(terperangkapnya udara dalam paru). Ekspansi yang memanjang,
wheezing yang dapat terdengar dangan ataupun tanpa stetoskop, serta
terdapat crackles, ronkhi nyaring halus kadang-kadang terdengar pada
akhir inspirasi atau pada permulaan ekspirasi juga ditemukan pada anak.
Pada keadaan yang berat sekali suara pernapasan hampir tidak terdengar
karena kemungkinan obstruksi hampir total. Ekspirasi memanjang dan
mengi kadang-kadang terdengar dengan jelas (Mark, 2007; Roth,
Caulfiels, Ezzati & Black 2008; Mizgerd, 2008).

RSV menyebar melalui droplet dan inkokulasi/kontak langsung, seseorang


biasanya aman jika berjarak lebih 6 feet dari seseorang yang menderita
infeksi RSV. Droplet yang besar dapat bertahan di udara bebas selama 6
jam, dan seseorang penderita dapat menularkan virus tersebut selama 10
hari (Steiner, 2004). Masa inkubasi RSV 2-5 hari. Virus bereplikasi di
dalam nasofaring kemudian menyebar dari saluran napas ke saluran napas
bawah melalui penyebab langsung pada epitel saluran napas melalui
kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang
memberi gambaran patologi awal berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis
sel epitel saluran napas menyebabkan terjadi edema submukosa dan
pelepasab debris dan fibribrin kedalam lumen bronkiolus.

Virus yang merusak epital bersilia juga mengganggu gerakan mukoseilier,


mukus tertimbun di dalam bronkiolus. Kerusakan sel epitel saluran napas
juga mengakibatkan saraf eferan lebih terpapar terhadap elergen/iritan,
sehingga dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin, subtance P) yang

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


27

menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhirnya kerusakan


epitel saluran napas juga mengingkatkan ekspansi intercellular Adhesion
Molecule-1 (ICAM-1) dan produksi sitokinan yang akan menarik eosinofil
dan sel-sel inflamasi. Bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari
proses inflamasi saluran napas, akumulasi sel-sel debris dan mukus serta
spasme otot polos saluran napas disertai respon paru dengan peningkatan
kapasitas fungsi redisu, penurunan compliance, peningkatan tahanan
saluran napas, dead space serta peningkatan shunt (Fizgerlad & Kilham,
2004; Herry dan Heda, 2005; Mark, 2007).

Faktor-faktor tersebut di atas menyebabkan peningkatan kerja sistem


pernapasan, batuk, wheezing, obtruksi saluran napas, atelektasis, hipoksia,
hiperkapnea, asidosis metabolik sampai gagal napas. Karena tahanan
aliran udara berbanding terbalik dengan diameter penampang saluran
pernapasan, maka sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan
hambatan aliran udara yang besar. Anak yang memiliki penampang
saluran pernapasan yang kecil. Resistensi pada bronkiolus meningkat
selama fase inspirasi dan ekspirasi, tetapi karena radius saluran respiratori
lebih kecil selama ekspirasi, maka akan menyebabkan air traping dan
hiperinflasi. Akibat lanjut dari kondisi tersebut dapat terjadi pada saat
terjadi obstruksi total dan menyebabkan ateletaksis (Fizgerlad & Kilham,
2004; Mark, 2007).

Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru.


Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi, yang berikutnya akan menyebabkan hipoksemia dan
kemudian terjadi hipoksia jaringan. Resistensi karbondioksida
(hiperkapnea) tidak selalu terjadi, kecuali pada beberapa pasien. Semakin
tinggi laju pernapasan, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Kerja
pernapasan akan meningkat selama end expiratory lung volume meningkat

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


28

dan compliance paru menurun. Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila


respirasi mencapai 60x/menit (Zain, 2008).

Bkonkiolitis dapat menimbulkan beberapa masalah keperawatan seperti


ketidakefektifan pola napas, ketidak efektifan bersihan jalan napas,
gangguan pertukaran gas, hipertrmia, ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh, risiko kekurangan volume cairan dan keletihan. Web
of causation bronkiolitis sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


29

Web of causation Bronkhiolitis RSV (respiratory syncytial virus). Virus lainnya


yang menyebabkan bronkiolitis adalah
parainfluenza, influenza dan adenovirus
Pada sel epitel salnaf Virus ini juga akan
Dikeluarkan mediator kimia dari sel makrofag
merangsang dikeluarkanya mediator inflamasi
Droplet infection (sitokin) dan kemokin seperti interleukin 6,
interleukin 8, interleukin 11, Granulocyt
Macrophag Stimulating Factor (GM-CSF)
Sitokinin IL-q dan TNF α Interleukin I dan TNF Kolonisasi dan replikasi virus di mukosa
bronkus dan bronkiolus
Kelainan sel endotel akan memberikan
gangguan pada saluran napas melalui dua
Demam Malaise Mengi Reaksi alergi
Kerusakan/nekrosis sel-sel epitel silia mekanisme:
- terjadinya reaksi inflamasi pada sel
endotel.
- transudasi protein plasma dari pembuluh
Hipertermia Keletihan Asma dikemudian darah ke mukosa hidung menyebabkan
Respon imun tubuh
hari sekresi hidung dan bendungan

Napas cepat, sesak, retraksi Edema sub mukosa, kongesti serta


Ketidakefektifan bersihan jalan napas
penumpukan debris dan muskus

Kesulitan minum Penyempitan lumen bronchioli Gangguan pertukaran gas

Resistensi aliran udara pada saluran napas kecil


Ketidakseimbangan nutrisi Risiko kekurangan volume meningkat baik pada fase inspirasi maupun
kurang dari kebutuhan cairan dan elektrolit ekspirasi
tubuh

Ketidakefektifan pola napas

Sumber : Lauden (2009) Pediatric Bronchiolithis, McCloskey (2006). Nursing Intervention Clasification; Rahajoe, Supriyanto & Setyanto (2013)

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


30

Berdasarkan gejala klinis, bronkiolitis juga dibagi menjadi bronkiolitis


ringan, sedang, berat dengan tanda sebagai berikut :
a. Bronkiolitis ringan ditandai dengan kemampuan untuk makan normal,
sedikit atau tidak adanya gangguan pernapasan, tidak membutuhkan
oksigen tambahan (saturasi O2>95%).
b. Bronkiolitis sedang ditandai dengan gangguan pernapasan sedang
dengan beberapa kontraksi dinding dada dan napas cuping hidung,
hipoksemia ringan dan dapat dikoreksi dengan oksigen, mungkin
menampakkan pernapasan yang pendek kitika makan, mungkin
memiliki episode apnea yang singkat.
c. Bronkiolitis berat ditandai dengan tidak untuk makan, gangguan
pernapasan berat, dengan retraksi dinding dada yang jelas, nafas
cuping idung dan dekuran, hipoksemia yang tidak terkoreksi dengan
oksigen tambahan, mungkin terdapat peningkatan frekuensi atau
episode apnea, mungkin menanpakan peningkatan kelelahan.

2.2.3 Pneumonia
Pneumonia merupakan suatu penyakit infeksi parenkim paru, yang
merupakan penyakit infeksi saluran napas akut bawah. Pneumonia
mencakup setiap keadaan radang paru dengan beberapa atau seluruh
alveoli terisi cairan dan sel-sel darah. Jenis pneumonia yang umum adalah
pneumonia bakterial (Guyton & Hall, 2008).

Pneumonia dianggap sebagai kondisi paling umum penyebab terjadinya


distres napas pada anak, karena menyebabkan kematian pada anak lebih
sering dibandingkan kombinasi total kematian dari AIDS, malaria dan
campak (Jeena, 2008). Di negara berkembang penyebab utama pneumonia
pada anak adalah bakteri (51%) dan virus (25%). Selain itu pneumonia
juga dapat disebabkan oleh jamur, mycoplasma, dan lain-lain (24%).
Bakteri penyebab tersering adalah Streptococcus pneumoniae,
Haemophylus influenzae, dan Staphylococcus aureus (Anggrek,
Runtunuwu, Wahani & Margaretha, 2008).
Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


31

Penyakit ini dimulai dari proses infeksi di dalam alveoli, membran paru
mengalami peradangan yang menyebabkan paru berlobang-lobang
sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dan
masuk ke dalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi secara
progresif terisi dengan cairan dan sel-sel, selanjutnya infeksi menyebar
melalui perluasan bakteri atau virus dari alveolus ke alveolus. Akhirnya
seluruh lobus atau seluruh paru-paru, terisi cairan dan sisa sel.

Pada pneumonia, secara patofisiologi, fungsi pertukaran udara paru


berubah dalam berbagai stadium penyakit yang berbeda-beda. Pada
stadium awal, proses pneumonia dapat dilokalisasikan dengan baik hanya
pada satu paru, disertai dengan penurunan ventilasi alveolus, sedangkan
aliran darah yang melalui paru tetap normal. Hal ini mengakibatkan dua
kelainan utama paru: 1) penurunan luas permukaan total membran
pernapasan, dan 2) menurunnya rasio ventilasi-perfusi. Kedua efek ini
menyebabkan hipoksemia (oksigen darah rendah) dan hiperkapnia (karbon
dioksida darah tinggi) (Guyton & Hall, 2008).

Pneumonia terbagi menjadi beberapa kategori, kategori yang paling sering


yaitu: community-acquired pneumonia and hospital-acquired pneumonia.
Kategori pneumonia terbagi antara lain:
1. Community-acquired pneumonia
Community-acquired pneumonia (CAP) adalah pneumonia yang
terjadi pada seseorang yang tidak didapat dari rumah sakit. CAP
adalah pneumonia yang paling umum terjadi. Penyebab paling umum
CAP beragam, tergantung pada usia seseorang. Salah satu penyebab
CAP adalah Streptococcus pneumoniae, virus, bakteri yang atypical,
dan Haemophilus influenzae.
2. Hospital-acquired pneumonia
Hospital-acquired pneumonia, juga disebut nosocomial pneumonia,
pneumonia yang diperoleh selama atau setelah sakit dan menjalani

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


32

rawat inap di rumah sakit, atau secara prosedur dimulai pada minimal
72 jam setelah masuk rumah sakit.
3. Tipe lain radang paru-paru
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), merupakan jenis
pneumonia yang sangat menular dan mematikan. Bronchiolitis
Obliterans Organizing Pneumonia (BOOP), disebabkan oleh
peradangan pada saluran udara kecil di paru-paru dikenal dengan
Cryptogenic Organizing Pneumonitis (COP).

2.3 Pengkajian pada Gangguan Pernapasan


Pengkajian adalah langkah pertama dalam mengidentifikasi diagnosis
keperawatan dan perencanaan asuhan bagi setiap anak (Wong, Hockenberry,
Wilson & Schwart, 2009). Pengkajian difokuskan pada riwayat kesehatan
dan pemeriksaan fisik pernapasan.
2.3.1 Riwayat Kesehatan
Riwayat keperawatan awal masuk adalah pengumpulan data yang
sistematik tentang anak dan keluarga yang memungkinkan perawat untuk
merencanakan asuhan keperawatan secara individu. Data riwayat
kesehatan yang dikumpulkan meliputi: keadaan kesehatan sekarang,
kesehatan dulu, kesehatan keluarga, sistem fisiologis, perkembangan, pola
pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi-metabolik, pola istirahat, pola
eliminasi, pola aktifitas-latihan, dan pola kognitif-persepsi (Wong,
Hockenberry, Wilson & Schwart, 2009). Riwayat demam, batuk, sesak
napas, sianosi, menjadi pertanyaan yang diperhatian. Riwayat kehamilan
merupakan faktor pertimbangan terkait dengan kesehatan ibu selama hamil
perlu ditanyakan: ada tidaknya penyakit, misalnya TORCH, serta upaya
yang dilakukan untuk mengatasinya. Riwayat kelahiran pasien harus
ditanyakan dengan teliti, termasuk tanggal, tempat kelahiran, siapa yang
menolong, cara melahirkan, adanya kehamilan ganda, keadaan segera
setelah lahir dan morbiditas pada hari pertama. Riwayat imunisasi dapat
dipakai sebagai umpan balik tentang perlindungan pediatrik yang
diberikan (Basir, Rahajoe, Setyanto & Setiawati, 2013).
Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


33

2.3.2 Pemeriksaan Fisik Sistem Pernapasan


Pemeriksaan fisik tergantung kepada umur dan keadaan anak. Pada
umumnya anak dan anak akan lebih merasa aman dengan kehadiran orang
tua, terutama ibu. Cara pemeriksaan fisik pada anak dan anak pada
umumnya sama dengan cara pemeriksaan pada orang dewasa, yaitu
dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan dan auskultasi. Namun, pada anak
dengan keadaan tertentu urutan pemeriksaan tidak harus berurutan. Pada
bayi dan anak kecil, setelah inspeksi umum, dianjurkan untuk melakukan
auskultasi jantung dan auskultasi abdomen, karena apabila anak menangis
bising jantung dan usus sulit dinilai dan meningkat (Potter & Perry 2006).
2.3.2.1 Inspeksi
Inspeksi dapat dibagi menjadi inspeksi umum dan inspeksi local. Pada
inspeksi umum, perawat melihat perubahan yang terjadi secara umum,
sehingga dapat diperoleh kesan umum anak. Pada inspeksi local, dilihatn
perubahan-perubahan lokal meliputi frekuensi napas, irama dan
keteraturan, kedalaman dan tipe dan pola pernapasan. Frekuensi
pernapasan anak dan anak dibedakan berdasarkan usia. Pengitungan
frekuensi napas dihitung 1 menit penuh. Ferkuensi napas bertambah
lambat sesuai dengan pertambahan usia. Irama pernapasan, perawat
menilai apakah pernapasan pasien teratur (regular) atau tidak teratur
(irregular). Kedalaman pernapasan adalah penilaian apakah pasien
bernapas secara normal, dangkal, atau dalam. Pada inspeksi untuk melihat
fungsi pernapasan, perawat sebaiknya juga memperhatikan warna mukosa
bibir dan dasar kuku untuk melihat adanya pucat dan sianosis. Kedua
kondisi tersebut menandakan adanya penurunan oksigen dan berhubungan
dengan kadar penurunan kadar haemoglobin yang tersedia untuk transport
oksigen.
2.3.2.2 Palpasi
Setelah inspeksi, pemeriksaan dilanjutkan dengan palasi, yakni
pemeriksaan dengan meraba dengan telapak tangan sehingga dapat
ditentukan bentuk, besar, tepi, permukaan serta konsistensi organ yang
diperiksa. Palpasi dilakukan dengan meraba dinding toraks, adanya nodul,
Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


34

nyeri tekan lokal serta pembesaran kelenjar getah bening aksila, fosa
subklavikularis. Fremitus vokal merupakan salah satu pemeriksaan dengan
merasakan sensasi getaran pada seluruh dinding dada. Normalnya akan
teraba getaran yang sama pada kedua telapak tangan yang diletakkan pada
kedua sisi dada dan punggung. Penurunan fremitus dapat menandakan
adanya obtruksi saluran napas, hidrototaks, efusi pleura, atelektasis, dan
tumor. Fremitus vokal dapat meninggi pada keadaan konsolidasi seperti
pneumonia.
2.3.2.3 Perkusi
Tujuan perkusi adalah untuk mengetahui perbedaan suara ketukkan,
sehingga dapat ditentukan batas-batas suatu organ paru, jantung, dan hati.
Perkusi pada anak tidak boleh dilakukan terlalu keras karena anak-anak
memiliki dinding dada yang lebih tipis serta otot yang masih kecil bila
dibandingkan dengan orang dewasa sehingga menghasilkan udara perkusi
yang resonan. Suara perkusi normal adalah sonor. Suara perkusi yang
abnormal data berupa: redup atau pekak dan hipersonor atau timpani.
Suara perkusi redup atau pekak dapat dijumpai pada keadaan normal
(misalnya daearah scapula, diafragma, hati dan jantung) dan abnormal
(konsolidasi jaringan paru pada pneumonia lobaris, atelektasis, tumor, dan
cairan rongga pleura).
2.3.2.4 Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop. Dengan
cara auskultasi dapat didengarkan susra pernapasan, aliran darah dalam
pembuluh darah serta bunyi dan bising jantung. Auskultasi paru-paru
dilakukan diseluruh dada dan punggung. Suara napas pada anak terkesan
lebih keras dibandingkan orang dewasa dikarenakan tipisnya dinding dada
pada anak. Penurunan suara napas anak mengindikasikan adanya
penurunan aktifitas pernapasan yang dapat terjadi pada keadaan
pneumonia, atelektasis, efusi pleura dan pneumototaks. Peningkatan suara
napas dapat dijumpai pada pneumonia lobaris, asma dan emfisema.

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


35

2.4 Integrasi Teori dan Konsep dalam Proses Keperawatan


2.4.1 Model Konservasi Myra E. Levine
Model Konservasi yang dikembangkan oleh Myra E. Levine
menggambarkan adaptasi untuk mempertahankan keutuhan diri dengan
menggunakan prinsip-prinsip konservasi. Model Konservasi menurut
Levine mempunyai tiga konsep mayor yaitu wholeness (holism), adaptasi,
dan konservasi. Wholeness menggambarkan pasien sebagai suatu sistem
terbuka yang berespon terhadap perubahan pada lingkungan. Wholeness
dalam konsep keperawatan anak menggambarkan keutuhan atau integritas
anak dan keluarga yang berespon terhadap perubahan yang terjadi
lingkungan (Fawcett, 2005; Parker & Smith, 2010).

Adaptasi adalah proses interaksi terhadap perubahan lingkungan. Respon


individu terhadap lingkungan sangat unik dan berbeda antara satu individu
dengan yang lainnya, baik secara fisiologis maupun psikologis. Tiga
karakteristik adaptasi menurut Levine yaitu historisitas, kekhususan, dan
redundansi. Karakterisitk adaptasi historisitas mengacu bahwa respon
adaptif individu dipengaruhi oleh genetik dan sejarah masa lalu,
kekhususan menjelaskan bahwa setiap sistem yang membentuk individu,
memiliki jalur stimulus respon yang unik, dan redundansi menggambarkan
bahwa jika satu sistem tidak bisa melakukan adaptasi, maka sistem lain
akan mengambil alih untuk melakukan adaptasi (Fawcett, 2005).

Lingkungan yang melingkupi individu meliputi lingkungan internal dan


lingkungan eksternal. Lingkungan internal melibatkan aspek fisiologis dan
psikologis individu yang dipengaruhi oleh lingkungan eksternal.
Lingkungan eksternal meliputi lingkungan perseptual, operasional dan
konseptual. Lingkungan perseptual berhubungan dengan kemampuan
individu menginterpretasikan sesuatu melalui penginderaan. Lingkungan
operasional meliputi unsur-unsur yang mempengaruhi individu secara fisik
seperti radiasi dan tempat perawatan. Lingkungan eksternal lainnya yaitu
lingkungan konseptual meliputi pola budaya dan eksistensi spiritual
Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


36

dengan simbolisasi bahasa, pikiran, nilai-nilai dan keyakinan individu


(Fawcett, 2005).

Konservasi adalah hasil dari adaptasi. Konservasi menggambarkan


kemampuan individu menghadapi hambatan, beradaptasi sesuai
kebutuhan, dan mempertahankan keunikan mereka, dengan fokus utama
menjaga keutuhan individu. Meskipun intervensi keperawatan mungkin
hanya dilakukan pada salah satu prinsip konservasi, namun dapat
memberikan pengaruh terhadap prinsip konservasi lainnya. Inti model
Konservasi menurut Levine yaitu ketika seseorang dalam keadaan
konservasi, berarti bahwa setiap perubahan akan menyesuaikan terhadap
tanggapan adaptif dengan pengeluaran energi seminimal mungkin, dan
menjaga fungsi optimal serta identitas (Fawcett, 2005).

Levine menggambarkan empat prinsip konservasi yaitu: 1) konservasi


energi, dengan menjaga keseimbangan energi sehingga input dan output
seimbang untuk menghindari kelelahan berlebihan, 2) konservasi integritas
struktural bertujuan untuk mempertahankan atau memulihkan struktur
tubuh sehingga mencegah terjadinya kerusakan fisik dan meningkatkan
proses penyembuhan, 3) konservasi integritas pribadi yaitu mengenali
individu sebagai manusia yang mendapatkan pengakuan, rasa hormat,
kesadaran diri, dan dapat menentukan nasibnya sendiri, dan 4) konservasi
integritas sosial yaitu seorang individu diakui sebagai anggota keluarga,
masyarakat, kelompok keagamaan, kelompok etnis, sistem politik dalam
suatu bangsa (Parker & Smith, 2010).

Konservasi energi merupakan keseimbangan antara asupan dan haluaran


energi, sehingga persediaan energi dapat digunakan untuk tumbuh dan
berkembang. Konservasi energi pada anak dengan gangguan pernapasan
meliputi kemampuan anak mempertahankan keefektifan ventilasi,
oksigenasi, sirkulasi dan termoregulasi. Konservasi integritas struktural
pada anak dinilai dari peningkatan berat badan, pertahanan terhadap
Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


37

infeksi, dan integritas kulit, dan pencegahan cidera selama perawatan.


Konservasi integritas personal dilihat dari respon terhadap lingkungan
seperti perubahan denyut jantung, tangisan, pemenuhan kebutuhan tidur
dan perilaku anak terhadap tindakan yang dilakukan. Konservasi integritas
sosial dinilai dari karakteristik sistem keluarga untuk mempersiapkan anak
berada di lingkungan sosial (Mefford & Aligood, 2011).

2.4.2 Penerapan Model Konservasi Myra E. Levine dalam asuhan


keperawatan
Teori keperawatan merupakan teori yang dibangun berdasarkan
konsep-konsep, definisi, dan asumsi yang menjelaskan dan menguraikan
fenomena dalam keperawatan. Teori keperawatan menuntun perawat
dengan memberikan tujuan pengkajian, diagnosis keperawatan dan
intervensi, landasan dasar berkomunikasi dan autonomi serta akuntabilitas
profesional. Teori keperawatan digunakan sebagai arah dalam melakukan
penelitian, praktik, pendidikan dan asuhan keperawatan (Potter & Parry,
2006; Parker & Smith, 2010).

Proses keperawatan terdiri dari lima langkah yaitu pengkajian, diagnosis,


intervensi, implementasi dan evaluasi. Penerapan model Konservasi
Levine dalam proses keperawatan meliputi pengkajian, trophicognosis,
hipotesis, intervensi dan respon organismik (Parker & Smith, 2010).
Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan. Perawat
melakukan pemeriksaan fisik, mengobservasi respon pasien terhadap
penyakit, membaca catatan medis pasien, melihat hasil pemeriksan
diagnostik, dan mendiskusikan kebutuhan pasien. Perawat mengkaji
perubahan pada lingkungan internal dan eksternal.

Perubahan internal meliputi perubahan fisiologis dan psikologis pasien


sedangkan perubahan lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan
perseptual (kemampuan pasien menerima stimulus sensori melalui alat
indera), lingkungan operasional (semua bentuk radiasi, mikroorganisme)
Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


38

dan lingkungan konseptual (termasuk bahasa dan budaya). Pengkajian


dilakukan pada pasien dan keluarga untuk mengetahui kesiapan pasien
dalam menghadapi lingkungan internal dan eksternal. Selain itu, perawat
mengkaji respon organismik yaitu melawan, inflamasi, stres dan
perseptual. Sembilan model pedoman pengkajian menurut Levine yaitu
tanda-tanda vital, pergerakan tubuh dan posisi, kebutuhan personal
higiene, kebutuhan cairan, kebutuhan nutrisi, kebutuhan oksigenasi,
perubahan suhu (panas dan dingin), pengobatan, dan menyediakan
lingkungan aseptik (Fawcett, 2010).

Tahap kedua yaitu trophicognosis. Trophicognosis merupakan tahapan


dimana perawat menginterpretasi atau menetapkan masalah sesuai
kebutuhan pasien. Interpretasi dilakukan berdasarkan analisis data hasil
pengkajian. Tahap ketiga yaitu hipotesis (rencana perawatan). Hipotesis
adalah menetapkan intervensi dan tujuan keperawatan yang akan
dilakukan. Rumusan hipotesis bertujuan membantu pasien beradaptasi
dengan lingkungan dan mempertahankan keutuhan pasien. Tahap
selanjutnya yaitu intervensi. Intervensi dilakukan untuk menguji
efektivitas dari hipotesis. Intervensi yang dilakukan berdasarkan pada
prinsip konservasi yaitu konservasi energi, integritas struktur, integritas
personal dan integritas sosial (Fawcett, 2005).

Evaluasi merupakan tahapan dimana perawat mengobservasi respon


organismik pasien yang merupakan hasil dari pengujian hipotesis. Perawat
mengevaluasi hasil intervensi keperawatan yang telah diberikan, dan
menilai apakah hipotesis yang telah disusun dan dilakukan mampu
memberikan hasil terapeutik atau suportif sehingga dapat mendukung
proses adaptasi pasien untuk mempertahankan dan memelihara keutuhan
dirinya. Hasil terapeutik, jika terjadi peningkatan derajat kesehatan dan
suportif jika mampu memberikan kenyamanan. Jika hipotesis tidak
berhasil, maka perlu dilakukan revisi atau membuat hipotesis baru
(Fawcett, 2005; Alligood & Tomey, 2006).
Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


39

Skema 2.1 Integritas Model Konservasi Myra E. Levine dan Konsep


Keperawatan dalam Proses Keperawatan Anak dengan Masalah
Gangguan Pernapasan

Gangguan Pernapasan Pada anak Infeksi saluran


pernapasan akut

Asuhan Keperawatan Anak


Lingkungan dengan Gangguan Pernapasan
Berdasarkan Pendekatan Teori
Konservasi Myra E. Levine
Internal: Ekternal:
Respon Perceptual
imun Operasional Assesment/Pengkajian
Konseptual Berdasarkan 4 Prinsip Konservasi
tubuh

Proses Adaptasi - Konservasi energi: keseimbangan nutrisi dan cairan,


peningkatan suhu.
- Konservasi integritas struktural: perubahan pola napas,
penumpukan secret pada saluran pernapasan, gangguan
perturan gas, pertukaran infeksi, integritas kulit dan sistem
tubuh.
- Konservasi integritas personal: tangisan, kebutuhan tidur
- Konservasi integritas sosial: Karakteristik dan gangguan
sistem keluarga

Trophicognosis/Penegakkan Diagnosa Keperawatan :


- inefektif bersihan jalan napas - risiko penyebaran infeksi
- inefektif pola napas - risiko kekurangan volume
- gangguan pola napas cairan
- hipertermia

Hypothesis/Rencana Keperawatan

Evaluasi Keperawatan/respon
Organanismik

Wholeness
Konservasi Konservasi Integritas Konservasi Konservasi
Energi : Struktur : Integritas Integritas
- suhu stabil Personal : Sosial :
- Pola napas normal
- nutrisi dan - tidak ada sekret - Anak aktif - Interaksi
cairan - kebutuhan O2 - Kebutuhan orang tua
terpenuhi terpenuhi tidur dan anak
- berat badan meningkat terpenuhi
- infeksi tidak terjadi

Sumber: Alligood & Tomey, 2006; Fawcett, 2005

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


40

2.5 Aplikasi Teori Keperawatan pada Kasus Terpilih


Aplikasi model konservasi Myra E. Levine akan diterapkan pada salah satu
kasus kelolaan yang terpilih, yaitu kasus pasien anak D.H dengan
bronkiolitis, dermatitis atopi, tersangka citomegalo virus, tersangka
imunodepresi. Proses asuhan keperawatan akan dimulai dari tahap
pengkajian yang meliputi pengkajian berdasarkan 4 prinsip konservasi
(energi, integritas struktur, integritas personal, dan integritas sosial),
penegakkan trophicognosis (diagnosa keperawatan), menyusun hipotesis
(rencana keperawatan), intervensi (implementasi), sampai dengan evaluasi
2.5.1 Pengkajian (Assessment)
Anak DH, laki-laki, usia 7 bulan, nampak sesak, menggunakan O2
2 liter/menit dengan nasal kanul, SaO2 97%, berat badan 6,48 kg dan
panjang badan, 67 cm, nampak terpasang NGT (dekonprsi), eritema pada
kulit hampir seluruh tubuh, diagnosa medis bronkiolitis, dermatitis atopi,
tersangka citomegalo virus (CMV), tersangka imunodepresi.

Hasil pengkajian konservsi energi: kesadaran kompos mentis, anak tampak


sesak, lemah, rewel. Pasien dipuasakan karena muntah berwarna coklat,
pemenuhan nutrisi dan cairan diberikan infus TPN N5+ KCl(10) 25
ml/jam dan aminofusin 5 ml/jam. Tanda-tanda vital tekanan darah 85/55
mmHg (digital), nadi 130 x/menit, napas 58 x/menit, suhu 38,7oC. Anak
sering menangis, tidur hanya sebentar terbangun karena sesak akibat
penumpukan dahak. Pengkajian konservasi integritas struktural diperoleh
data berat badan 6,48 kg, kulit nampak kemerahan, terpasang infus TPN
pada tangan kanan. Tampak retraksi dada, napas cuping hidung, Foto
roentgen toraks menunjukkan paru-paru dalam keadaan hipererasi dan
diameter antero-posterior membesar pada foto lateral. Pengkajian
konservasi integritas personal meliputi: pemenuhan dibantu oleh perawat
dan keluarga, anak memberikan respon dengan tangisan dan perubahan
tanda-tanda vital. pengkajian konservasi integritas sosial meliputi: anak
DH merupakan anak kembar dari tiga bersaudara, ayah mengunjungi anak

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


41

dan menyakan kondisi anaknya, nenek mengunggu bergantian. Perawat


memanggil nama anak sebelum melakukan tindakan.

Pengkajian lingkungan internal: suhu 38,7oC, anak DH lahir dengan


gemelli, saudara kembar dirawat di ruang PICU RSCM (mengalami
penyakit yang sama), lahir dengan berat badan 2400 gram, Hb 9,4 g/dl, Ht
27,9%, trobosit 579.000/µL, leukosit 27,40/µL, anti CMV Ig M 3,5, Ig E
total 758 mg/dL, Prokalsiton 0,15 ng/dL. Pengkajian lingkungan eksternal:
terpasang O2 2 liter/menit, dirawat dalam satu ruangan 6 pasien dengan
berbagai jenis infeksi.

2.5.2 Diagnosa Keperawatan (Trophicognosis)


Berdasarkan data yang diperoleh, trophicognosis yang teridentifikasi pada
anak DH dapat di lihat pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Trophicognosis pada anak DH

No Konservasi Trophicognosis Data


1. Energi Ketidakseimbangan nutrisi kurang - Puasa
dari kebutuhan tubuh - BB 6,7 kg
- Muntah 2 kali
- Albumin 3,4 g%
Hipertermia - Suhu 38,7oC
Risiko kekurangan volume cairan - Mukosa mulut kering
- Puasa
- Suhu 38,7oC
2. Intrgritas Ketidakefektifan bersihan jalan - Ronki pada kedua paru
Struktur napas - Banyak dahak
Ketidakefektifan pola napas - Nampak sesak
- Wheezing (+)
- Nampak retraksi dinding
dada
- Nampak cuping hidung
- Repirasi 58 x/menit
Kerusakan integritas kulit - Eitema pada lengan, badan
dan bokong

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


42

No Konservasi Trophicognosis Data


Risiko penyebaran infeksi - Terpasang infus
- Kulit eritema
- CPR 11,29 mg/l
- Prokalsitonin 1,18 ng/l
- Ig E total 119 mg/l
- Anti CMV 3,5 COI
3. Integritas Perubahan proses keluarga - Kedua anak dirawat di
sosial RSCM
- Keluarga meninggalkan
anak pertama bersama
saudara
- Sering menanyakan kodisi
anak

2.5.3 Rencana Perawatan (Hypohesis)


Penentuan hypothesis (rencana keperawatan) berdasarkan konsep model
Levine didasarkan atas penilaian perawat terhadap masalah pasien.
Selanjutnya perawat menetapkan intervensi dan tujuan terkait masalah dan
solusi untuk mengatasi (Alligo & Tomey, 2006). Pada anak D.H
hypothesis (rencana keperawatan) disusun berdasarkan Wong,
Hockenberry, Wilson, dan Schwartz , 2009 dan Wilkinson, 2012, dapat
dilihat pada tabel 2.3 berikut :
Tabel 2.2 Hypotesis pada anak DH
No Trophicognosis Hipotesis
1. Ketidakefektifan Tujuan :
bersihan jalan napas Setelah diberikan tindakan keperawatan,
berhubungan dengan anak menunjukan pembersihan jalan
sekresi dalam bronki napas efektif
Kriteria Hasil :
- Mudah bernapas, tidak ditemukan
bunyi tambahan, pergerakan sputum
keluar dari jalan napas
- Mudah menelan, mentolelir asupan
dan sekresi tanpa aspirasi

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


43

No Trophicognosis Hipotesis
Intervensi :
Konservasi energi
- Auskultasi bagian dada anterior dan
posterior untuk mengetahui penurunan
atau ketidaan ventilasi dan adanya
napas tambahan.
- Lakukan fisioterapi dada.
- Lakukan penghisapan nasofaring dan
orofaring untuk mengeluarkan sekret.
- Pantau status Oksigen pasien (SaO2)
segera sebelum, selama, dan setelah
penghisapan.
- Atur posisi pasien yang menungkinkan
pengembangan maksimal rongga dada
(kepala ditingikan 450 kecuali ada
kontraindikasi).
Konservasi integritas struktural
- Kolaborasi pemberian bronkodilator
dan nebulasi
- Pertahankan keadekuatan hidrasi
untuk mengencerkan sekret.
- Catat jenis dan jumlah sekret yang
dikumpulkan.
- Perhatikan tehnik aseptik, gunakan
sarung tangan, kateter penghisap steril
dan sesuai dengan usia anak.
Konservasi integritas personal
- Ajak anak berbicara selama mengatur
posisi, menghisap lendir, fisioterapi
dada, auskultasi paru-paru
Konservasi integritas sosial
- Mengajarkan keluarga cara melakukan
fisioterapi dada
- Berikan penjelasan pada keluarga
pasien tentang bahaya asap rokok pada
anak dan pentingnya berhienti
merokok.

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


44

No Trophicognosis Hipotesis
2. Ketidakefektifan pola Tujuan :
napas berhubungan Setelah diberikan tindakan keperawan,
dengan keletihan otot anak menunjukan pola napas yang
pernapasan efektif
Kriteria Hasil :
- Jalan nafas paten, frekuensi pernafasan
40-60 kali/menit
- Saturasi O2 88-92%
Tidak ada retraksi dada, nafas cuping
hidung, sianosis
Intervensi :
Konservasi energi
- Monitor kecepatan, irama, kedalaman,
dan upaya pernapasan.
- Monitor pola pernapasan : bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, penapasan
Kussmaul, pernapasan Cheyne-Stokes,
dan pernapasan apneastik, pernapasan
Biot, dan pola ataksik
- Auskultasi suara napas, perhatikan
area penurunan atau tidak adanya
ventilasi dan adanya suara tambahan.
- Monitor perubahan SaO2 dan nilai
analisa gas darah
Konservasi integritas struktural
- Catat pergerakan dada, amati
kesimetrisan, penggunaan otot bantu,
serta retraksi otot supraklavikular, dan
interkosta

3. Ketidakseimbangan Tujuan :
nutrisi kurang dari Setelah diberikan tindakan keperawan,
kebutuhan tubuh anak menunjukan keseibangan nutrisi
berhubungan dengan Kriteria Hasil :
muntah - Menunjukkan peningkatan berat badan
- Dapat mentolelir program pemberian
makanan

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


45

No Trophicognosis Hipotesis
Intervensi :
Konservasi energi
- Penatalaksanaan nutrisi perenteral N5
+ KCL (10) 25 ml/jam dan
Aminofusin 5 ml/jam
- Monitor berat badan dan tinggi badan
setiap hari.
- Kaji adanya intoleransi minum; residu,
perut kembung, muntah.
- Bersihkan mukosa mulut
- Kolaborasi pemberian nutrisi
perenteral
- Monitoring nilai laboratorium,
khusunya albumin dan elektrolit
Konservasi integritas struktural
- Catat warna, jumlah, dan frekuensi
muntah.
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan kebutuhan nutrisi yang
adekuat.
Konservasi integritas personal
- Ajak anak berbicara selama
mengukuran berat badan,
membersihkan mukosa mulut
4. Hipertermia Tujuan :
berhubungan dengan Setelah diberikan perawatan suhu tubuh
infeksi dalam rentang normal
Kriteria Hasil :
- Suhu dalam rentang 36,5-37,5oC
- Tanda vital dalam batas normal
- Warna kulit merah muda, tidak teraba
hangat
Intervensi :
Konservasi energi
- Kaji regulasi suhu; pantau perubahan
suhu tiap jam, patau warna kulit dan
suhu.
- Kaji hemodinamik dan tanda-tanda
vital.

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


46

No Trophicognosis Hipotesis
- Gunakan pakaian yang mudah
menyerap keringat dan tipis.
- Monitoring hidrasi : turgor kulit,
kelembaban membrane mukosa
- Monitor warna kulit dan suhu
Konservasi integritas struktural
- Melakukan water tepid sponging
- Kolaborasi pemberian terapi
antipiretik
Konservasi integritas personal
- Ajak anak berbicara selama
melakukan water tepid sponging
- Memperhatikan kenyamanan anak
Integritas sosial
- Ajarkan keluarga melakukan water
tepid sponging
- Ajarkan keluarga dalam mengukur
suhu untuk mencegah dan mengenali
secara dini hipertermia.
5. Kerusakan integritas Tujuan :
kulit berhubungan Setelah dilakukan tidakan keperawatan
dengan penuruanan intergritas kulit dapat reratasi
imunolois Kriteria Hasil :
- Kulit elastik, utuh
- Perfusi jaringan baik
Intervensi :
Konservasi energi
- Inspeksi iritasi luka: luas, lokasi,
adanya eksudat, granulasi jaringan,
jaringan nekrotik, tanda infeksi daerah
luka.
- Hindari penggunaan antiseptik saat
membersihkan kulit area eritema.
- Ubah posisi tidur secara teratur, untuk
mengurangi penekanan pada area
tertentu.
- Pertahankan lingkungan yang aseptik
selama perawatan kulit.
- Minimalkan penggunaan plester jika di
perlukan.
Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


47

No Trophicognosis Hipotesis
Konservasi integritas struktural
- Bersihkan kulit dengan air hangat,
gunakan sabun lembut, non-alkali jika
perlu
- Lakukan perawatan kulit secara
teratur, awasi tanda-tand perdarahan
- Kolaborasi pemberian obat topical
pada kulit yang iritasi
Konservasi integritas personal
- Ajak anak berbicara dan
memperhatikan kenyamanan saat
membersihkan kulit dan mempebrikan
terapi topikal.
Konservasi intergritas sosial
- Ajarkan keluarga cara perawatan kulit
seperti membersihkan kulit sebelum
mengoleskan salf.
7. Risiko kekurangan Tujuan :
volume cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan,
berhubungan dengan anak menunjukkan status hidrasi yang
asupan cairan yang adekuat
tidak adekuat Kriteria Hasil :
- Turgor kulit baik, pengisian kapiler
(CRT) < 2 detik
- Membran mukosa lembab, urine tidak
pekat
Intervensi :
Konservasi energi
- Monitor berat badan setiap hari
(kencenderungan naik atau turun).
- Monitor staus hemodinamik dan tanda
vital
- Monitor dan menghitung keluaran
cairan dari penggunaan pempers,
NGT, dan muntah.

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


48

No Trophicognosis Hipotesis
- Monitor status hidrasi; kelembaban
membrane mukosa, keadekuatan nadi,
dan tekanan darah.
- Memantau tanda dan gejala adanya
retensi urine
Konservasi integritas struktural
- Menjaga keseimbangan intake dan
output urine.
- Monitor nilai laboratorium;
hematokrit, albumin, protein total,
osmolalitas serum, dan berat jenis
urine.
8. Risiko penyebaran Tujuan :
infeksi berhubungan Setelah dikalakukan perawatan infeksi
dengan penurunan tidak terjadi
imunosupresi Kriteria Hasil :
- Tanda-tanda Infeksi tidak ada
- Higene personal baik
- Imun dalam batas normal
Intervensi :
Konservasi energi
- Pantau gejala infeksi
- Kaji faktor yang meningkatkan
kerentanan infeksi
- Pantau hasil laboratorium (hitung
darah lengkap, hitung jenis,
prokalsitonin)
Konservasi intergritas struktural
- Pastikan bahwa setiap petugas
kesehatan mencuci tangannya sebelum
dan sesudah memegang anak..
- Pastikan bahwa seluruh alat yang
kontak dengan anak adalah bersih atau
steril.
- Lakukan teknik asepsis ketat atau
steril pada pelaksanaan prosedur
invasif

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


49

No Trophicognosis Hipotesis
9. Perubahan proses Tujuan :
keluarga berhubungan Setelah diberikan tidakan keperawatan
dengan hospitalisasi kelarga mengalami penurunan kecemasan
dan pengingkatan kemampuan koping
Kriteria Hasil :
- Keluarga menerima kondisi sakit anak
Intervensi :
Konservasi integritas sosial
- Kenali kekhawatiran dan kebutuhan
keluarga terhadap informasi dan
dukungan
- Ekspolorasi perasaan danmasalah
keluarga mengenai hospitalisasi dan
penyakit anak
- Jelakan terapi dan perilakuk anak
- Beri dukungan sesuai dengan
kebutuhan
- Anjurkan asuhan berpusat pada
keluarga dan anjurkan keluarga terlibat
dalam perawatan anak.

2.1.1 Pelaksanaan (intervention)


Implementasi merupakan realisasi dari hipotesis yang telah dibuat,
dimana residen memberikan perawatan langsung pada anak DH, dilakukan
berdasarkan prinsip konservasi dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut

Tabel 2.3 Intervensi pada anak DH


No Konservasi Implementasi
1. Konservasi energi - Mengobsevasi tanda-tanda vital
- Memonitor penantalaksanakan
pemberian nutrisi perenteral N5+
KCl(10) 25 ml/jam dan aminofusin 5
ml/jam.
- Mematau keseimbangan asupan dan
haluran cairan
- Mencatat pergerakan dada,
kesimetrisan dan penggunaan otot
bantu pernapasan

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


50

No Konservasi Implementasi
- Menjaga suhu tubuh antara 36,5-37,5oC
- Memonitor tingkat kesadaran
- Melakukan fisioterapi dada
- Melakukan penghisapan lendir
- Mengatur posisi tidur semifowler
- Kolaborasi pemberian nutrisi perenteral
- Kolaborasi pemberian bronkodilator dan
nebulasi
2. Konservasi integritas - Mengkaji toleransi minum: tidak ada
struktural muntah, tidak ada kembung, produksi
NGT jernih
- Menimbang berat badan
- Memonitor berat badan
- Memonitor saturasi oksigen
- Mengonservasi usaha napas
- Memonior intake output
- Memantau status oksigenasi anak
- Mencatat jenis dan jumlah sekret yang
keluar saat tondakan suction.
- Kolaborai pemberian nutrisi perenteral
- Mencatat warna, jumlah dan frekuensi
muntah
- Melakukan perawatan kulit dan mulut
- Mengajarkan keluarga cara perawatan
kulit seperti membersihkan kulit
sebelum mengoleskan salf
- Melakukan personal higiene,
- Mengubah posisi tiap 2-3 jam,
- Monitor warna kulit dan suhu
- Memonitor eritema meliputi luas,
lokasi, pertambahan lokasi dan adanya
eksudat
- Mengkaji tanda-tanda infeksi, cuci
tangan sebelum dan setelah kontak
dengan anak.
Mmelakukan water tepid sponging
- Mengkaji kondisi kulit, kelembaban dan
membran mukosa
- Melakukan perawatan kulit secara
teratur 2 kali sehari (pagi dan sore)
Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


51

No Konservasi Implementasi
- Memperhatikan tehnik aseptik, dengan
menggunakan sarung tangan, dan
menggunakan kateter perhisap steril.
- Memantau kadar bilirubin total, DPL,
AGD, hasil septic screening dan hasil
kultur darah
- Penatalaksanaan pemberian antibiotik
gansiklovir 2x70 mg iv, Ceftrizin 1x1,25
mg 6 mg/48 jam iv.
- Pemberian inhalasi NaCl 0,9% ditambah
combiven
3. Konservasi - Melakukan komunikasi dengan anak
intergritas personal ketika melakukan intervensi
keperawatan
- Memanggil nama anak sebelum
melakukan tindakan
4. Konservasi Sosial - Menjelaskan pada keluarga tentang
bahaya asap rokok bagi kesehatan anak
- Memotivasi keluarga untuk sering
mengunjungi anak
- Memotivasi keluarga dalam merawat
anak
- Memberikan informasi tentang kondisi
anak
- Mendampingi orang tua saat melakukan
perawatan ada anaknya

2.1.2 Evaluasi
Evaluasi merupakan observasi respon pasien terhadap intervensi yang
telah diberikan pada anak DH. Evaluasi keperawatan dapat dilihat pada
tabel 2.3 berikut:

Tabel 2.3 Evaluasi Asuhan Keperawatan Anak DH


Hari/Tanggal Intervensi Respon Oranismik/Evaluasi
Senin, 7 Jam 08.00 S:
Okt’13 - Operan dengan perawat dinas - ibu pasien mengatakan
malam anaknya masih banyak dahak

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


52

Hari/Tanggal Intervensi Respon Oranismik/Evaluasi


Senin, 7 Jam 09.00 O:
Okt’13 - Menanyakan kondisi anak DH - kesadaran komposmentis
- Mengobservasi tingkat - tampak retrasi dinding dada
kesadaran: kesadaran kompos - nampak napas cuping hidung
mentis - respirasi 58 x/menit
- Mengobservasi usaha napas ana: - nadi 130 x/menit
tapak sesak, ada retraksi dinding - tekanan darah 90/55 mmHg
dada - suhu 38,7oC
- Mengauskultasi dada pasien: - terpasang O2 2 lt/menit
ronki pada kedua paru, ada - terdapat ronchi pada kedua paru
wheezing - masih ada dahak
- Mengatur posisi tidur pasien - posisi tidur semi fowler
semi fowler: pengembangan - dilakukan suction setiap ada
dada maksimal dahak
- Melakukan suction: banyak - dahak kentak berwarna hijau
dahak, warna putih kehijauan - mendapat inhalasi NaCl 0,9%
- Memperahankan aseptik saat dan combiven, teofilin 4x20 mg
suction: menggunakan sarung - berat badan 6,7 kg
tangan, kateter suction steril - Saturasi O2 95%
- Memonitor pemberian oksigen: - terpasang infus N5+KCl(10) 25
mendapatkan O2 2 liter, nasal ml dan aminofusin 5 ml/jam,
kanul tetesan lancar
- Memonitor NGT: produksi - muntah 2 kali warna putih,
coklat ± 10 ml kental
- Mengukur berat badan - hasil perhitungan z score :
- Memonitor nutrisi dan cairan: (-3SD) – (<2SD) dgizi
N5+KCl(10) 25 ml dan kurang
aminofusin 5 ml/jam. - suhu jam 12.00: 37,8oC
- Mengukur z score - memberikan terapi parasetamol
- Mengukur suhu: 38,9oC 70 ml/oral
- Melakukan water tepid sponging - mukosa bibir kering
- Mengkaji daerah kulit: - kulit lengan. Pipi dan bokong
kemerahan di daerah perinal, merah (eritema)
lengan dan badan - anak menangis jika dihampiri
- Memantau daerah inersi kateter dan saat dilakukan tindakan
intravena: tidak ada bengkak, - akral hangat, CRT < 2detik
dan kemerahan, akses lancer. - bising usus ada
- Membersihkan daerah mukosa - terpasang NGT (dekompresi)
mulut: mulut kering, tidak ada - berat badab 6,7 kg
perdarahan
Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


53

Hari/Tanggal Intervensi Respon Oranismik/Evaluasi


Senin, 7 Jam 12.00 - orang tua datang berkunjung
Okt’13 - Memgobservasi tanda-tanda vital - hasil pemeriksaan lab: CPR
- Memonitor keceparan, irama, 11,29 mg/l, Prokalsitonin 0,08
napas cuping hidung, dan ng/l, Ig E total 119 mg/l
sianosis - menghitung intake outout put
- Momonitor pola napas jam 07.00-14.00 WIB :
- Mencatat freuensi muntah Total intake: 240 ml
- Monitor perubahan SaO2 Total output: 170 ml
- Aukultasi paru-paru IWL : 78,2 ml
- Memberikan nebulasi dengan Balance : -8,2 ml
menggunakan NaCl+ventolin Duresis : 3,6 ml/kg/jam
selama 15 menit A:
- Memberikan terapi pengobatan: - Ketidakefektifan bersihan jalan
- Ampicilin 4 x 175 mg/iv, napas
Choramfenokol 4 x 130 mg/iv, - Ketidakefektifan pola napas
Parasetamol 3 x 70 mg/oral - Ketidakseimbangan nutrisi
- Menonitor upaya pernapasan: kurang dari kebutuhan tubuh
masih sesak - Hipertermia
- Melakukan suction: dahak putih - Risiko kekurangan volume
kehijauan ± 15 ml cairan
Jam 14.00 - Kerusakan integritas kulit
- Memonitor keseimbangan cairan - Risiko penyebaran infeksi
- Melakukan operan dengan - Perubahan proses keluarga
perawat sore P:
- Monitor status pernapasan
- Pantau pola napas
- Penatalaksanaan penberian
cairan
- Obeservasi TTV

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


54

Hari/Tanggal Intervensi Respon Oranismik/Evaluasi


Selasa, Jam 08.00 S:
8 Okt’13 - Operan dengan perawat dinas - ibu pasien mengatakan
malam anaknya masih banyak dahak
Jam 09.00 O:
- Menanyakan kondisi anak DH - kesadaran komposmentis
- Mengobservasi tingkat - tampak retrasi dinding dada
kesadaran: kesadaran kompos - nampak napas cuping hidung
mentis - respirasi 54 x/menit
- Mengobservasi usaha napas ana: - nadi 130 x/menit
tapak sesak, ada retraksi dinding - tekanan darah 90/50 mmHg
dada - suhu 38,5oC
- Mengauskultasi dada pasien: - memberikan terapi parasetamol
ronki pada kedua paru, ada 70 ml/oral
wheezing - terpasang O2 2 lt/menit
- Mengatur posisi tidur pasien - terdapat ronchi pada kedua paru
semi fowler: pengembangan - masih ada dahak
dada maksimal - posisi tidur semi fowler
- Melakukan suction: banyak - dilakukan suction setiap ada
dahak, warna putih kehijauan dahak
Jam 10.00 - dahak kentak berwarna hijau
- Mengikuti ronde dengan bagian - mendapat inhalasi NaCl 0,9%
gatrologi, hasil: anak dicoba dan combiven, teofilin 4x20 mg
minum 10 ml - berat badan 6,7 kg
- Memperahankan aseptik saat - Saturasi O2 95%
suction: menggunakan sarung - terpasang infus N5+KCl(10) 25
tangan, kateter suction steril ml dan aminofusin 5 ml/jam,
- Memonitor pemeberian oksigen: tetesan lancar
mendapatkan O2 2 liter, nasal - anak tidak ada muntah
kanul - suhu jam 12.00: 37,7oC
- Memonitor NGT: produksi tidak - mukosa bibir kering
ada - kulit lengan. Pipi dan bokong
- Mengukur berat badan merah (eritema)
- Memonitor nutrisi dan cairan: - anak menangis jika dihampiri
N5+KCl(10) 25 ml dan dan saat dilakukan tindakan
aminofusin 5 ml/jam. - akral hangat, CRT < 2detik
- Mengukur suhu: 38,5oC - bising usus ada
- Melakukan water tepid sponging - terpasang NGT (dekompresi)
- Mengajarkan orang tua - berat badab 6,7 kg
melakukan water tepid sponging - orang tua datang berkunjung

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


55

Hari/Tanggal Intervensi Respon Oranismik/Evaluasi


- Mengkaji daerah kulit: - monitor cairan 07.00-14.00:
kemerahan di daerah perinal, Total intake: 240 ml
lengan dan badan Total output: 165 ml
- Memantau daerah inersi kateter IWL : 78,2 ml
intravena: tidak ada bengkak, - Balance : -3,2 ml
dan kemerahan, akses lancer - Duresis : 3,5 ml/kg/jam
- Membersihkan daerah mukosa A:
mulut: mulut kering, tidak ada - Ketidakefektifan bersihan jalan
perdarahan napas
Jam 12.00 - Ketidakefektifan pola napas
- Memonitor keceparan, irama, - Ketidakseimbangan nutrisi
napas cuping hidung, dan kurang dari kebutuhan tubuh
sianosis - Hipertermia
- Momonitor pola napas - Risiko kekurangan volume
- Mencatat freuensi muntah cairan
- Monitor perubahan SaO2 - Kerusakan integritas kulit
- Aukultasi paru-paru - Risiko penyebaran infeksi
- Memberikan nebulasi dengan P:
menggunakan NaCl0,9 % + - Monitor status pernapasan
ventolin selama 15 menit - Pantau pola napas
- Menonitor upaya pernapasan: - Penatalaksanaan penberian
masih sesak cairan
- Melakukan suction: dahak putih - Obeservasi TTV
kehijauan ± 7 ml
Jam 14.00
- Memonitor keseimbangan
cairan:
- Melakukan operan dengan
perawat sore
Rabu, Jam 08.00 S:
9 Okt’13 - Operan dengan perawat dinas - ibu pasien mengatakan
malam : anak DH masih terpasng anaknya masih banyak dahak
infuse TPN, terpasang O2, O:
muntah tidak ada, prokduksi - kesadaran komposmentis
NGT (-), minum10 ml. masih - tampak retrasi dinding dada
ada demam dan sesak - nampak napas cuping hidung

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


56

Hari/Tanggal Intervensi Respon Oranismik/Evaluasi


Rabu, Jam 09.00 - respirasi 58 x/menit
9 Okt’13 - Menanyakan kondisi anak DH - nadi 130 x/menit
- Mengobservasi tingkat - tekanan darah 95/55 mmHg
kesadaran: kesadaran kompos - suhu 38,5oC
mentis - terpasang O2 2 lt/menit
- Mengobservasi usaha napas - terdapat ronchi pada kedua paru
anak: tapak sesak, ada retraksi - masih ada dahak
dinding dada - posisi tidur semi fowler
- Mengauskultasi dada pasien: - dilakukan suction setiap ada
ronki pada kedua paru, ada dahak
wheezing - dahak kentak berwarna hijau
- Mengatur posisi tidur pasien - mendapat inhalasi NaCl 0,9%
semi fowler: pengembangan dan combiven, teofilin 4x20 mg
dada maksimal - berat badan 6,7 kg
- Melakukan fisioterapi dada - Saturasi O2 97%
- Melakukan suction: banyak - terpasang infus N5+KCl(10) 25
dahak, warna putih kehijauan ml dan aminofusin 5 ml/jam,
- Memonitor pemeberian oksigen: tetesan lancer
mendapatkan O2 2 liter, nasal - suhu jam 12.00: 38,2oC
kanul - memberikan terapi parasetamol
- Memonitor NGT: produksi tidak 70 ml/oral
ada - mukosa bibir kering
Jam 10.30 - kulit lengan. Pipi dan bokong
- Memonitor nutrisi dan cairan: merah (eritema)
N5+KCl(10) 25 ml dan - anak menangis jika dihampiri
aminofusin 5 ml/jam. dan saat dilakukan tindakan
- Memberikan minum lewat NGT - akral hangat, CRT < 2detik
10 ml - bising usus ada
- Memonitor keadaan umum anak - berat badab 6,7 kg
setelah di beri minum - orang tua dating berkunjung
- Mengukur suhu: 38oC - monitoring hasil intake output
- Melakukan water tepid sponging jam 07.00-14.00 :
- Mengkaji daerah kulit: Total intake: 240 ml
kemerahan di daerah perinal, Total output: 175 ml
lengan dan badan IWL : 78,2 ml
- Memantau daerah inersi kateter Balance : -13,2 ml
intravena: tidak ada bengkak, Duresis : 3,7 ml/kg/jam
dan kemerahan, akses lancar

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


57

Hari/Tanggal Intervensi Respon Oranismik/Evaluasi


Rabu, - Membersihkan daerah mukosa A:
9 Okt’13 mulut: mulut kering, tidak ada - Ketidakefektifan bersihan jalan
perdarahan napas
Jam 12.00 - Ketidakefektifan pola napas
- Melakukan ronde dengan dokter - Ketidakseimbangan nutrisi
gastro: mimun di tambah 6 x kurang dari kebutuhan tubuh
30ml - Hipertermia
- Memonitor keceparan, irama, - Risiko kekurangan volume
napas cuping hidung, dan cairan
sianosis - Kerusakan integritas kulit
- Momonitor pola napas - Risiko penyebaran infeksi
- Mencatat freuensi muntah P:
- Monitor perubahan SaO2 - Monitor status pernapasan
- Aukultasi paru-paru - Pantau pola napas
- Melakukan fisioterapi dada - Penatalaksanaan penberian
- Memberikan nebulasi dengan cairan
menggunakan NaCl 0,9% - Obeservasi TTV
+ventolin selama 15 menit
- Menonitor upaya pernapasan:
masih sesak
- Melakukan suction: dahak putih
kehijauan ± 7 ml
Jam 14.00
- Memonitor keseimbangan cairan
- Melakukan operan dengan
perawat sore
Kamis, Jam 08.00 S:
10 Okt’13 - Operan dengan perawat dinas - ibu pasien mengatakan
malam : anak DH ,asih sesak, anaknya masih sesak dan
tidur semi fowler, dahak masih banyak dahak, tidak ada
ada, terpasang O2 2 lt/menit, muntah.
NGT produksi tidak ada. O:
tidak ada muntah, minum 6 x 30 - kesadaran komposmentis
ml, TPN masih diberikan. - tampak retrasi dinding dada
Jam 09.00 - nampak napas cuping hidung
- Menanyakan kondisi anak DH - respirasi 50 x/menit
- Mengobservasi tingkat - nadi 128 x/menit
kesadaran: kesadaran kompos - tekanan darah 95/60 mmHg
mentis - suhu 37,5oC

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


58

Hari/Tanggal Intervensi Respon Oranismik/Evaluasi


Kamis, - Mengobservasi usaha napas ana: - terpasang O2 2 lt/menit
10 Okt’13 tapak sesak, ada retraksi dinding - terdapat ronchi pada kedua paru
dada - masih ada dahak
- Mengauskultasi dada pasien: - posisi tidur semi fowler
ronki pada kedua paru, ada - dilakukan suction setiap ada
wheezing dahak
- Mengatur posisi tidur pasien - dahak kentak berwarna hijau
semi fowler: pengembangan - mendapat inhalasi NaCl 0,9%
dada maksimal dan combiven, teofilin 4x20 mg
- Melakukan suction: banyak - berat badan 6,7 kg
dahak, warna putih kehijauan - Saturasi O2 95%
- Memperahankan aseptik saat - terpasang infus N5+KCl(10) 25
suction: menggunakan sarung ml dan aminofusin 5 ml/jam,
tangan, kateter suction steril tetesan lancar
- Memonitor pemeberian oksigen: - suhu jam 12.00: 38oC
mendapatkan O2 2 liter, nasal - memberikan terapi parasetamol
kanul 70 ml/oral
- Memberikan minum melalui - mukosa bibir kering
NGT 30 ml - kulit lengan. Pipi dan bokong
- Memonitor pasien setelah minum merah (eritema)
Jam 10.30 - anak menangis jika dihampiri
- Memonitor nutrisi dan cairan: dan saat dilakukan tindakan
N5+KCl(10) 25 ml dan - akral hangat, CRT < 2detik
aminofusin 5 ml/jam. - bising usus ada
- Mengukur suhu: 37,5oC - terpasang NGT (dekompresi)
- Melakukan water tepid sponging - berat badab 6,7 kg
- Mengkaji daerah kulit: - orang tua datang berkunjung
kemerahan di daerah perinal, - hasil pemeriksaan lab: CPR
lengan dan badan 11,29 mg/l, Prokalsitonin 0,08
- Memberikan terapi salf mico z ng/l, Ig E total 119 mg/l
dan decubal pada lengan, pipi - intake out put jam 07.00-14.00:
dan bokong Total intake: 240 ml
- Mengajarkan ibu merawat kulit Total output: 180 ml
dengan menggunakan air hangat IWL : 78,2 ml
dan alat penyeka yang lembut Balance : -18,2 ml
- Memantau daerah inersi kateter Duresis : 3,8 ml/kg/jam
intravena: tidak ada bengkak,
dan kemerahan, akses lancar

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


59

Hari/Tanggal Intervensi Respon Oranismik/Evaluasi


Kamis, - Membersihkan daerah mukosa A:
10 Okt’13 mulut: mulut kering, tidak ada - Ketidakefektifan bersihan jalan
perdarahan napas
Jam 12.00 - Ketidakefektifan pola napas
- Memonitor keceparan, irama, - Ketidakseimbangan nutrisi
napas cuping hidung, dan kurang dari kebutuhan tubuh
sianosis - Hipertermia
- Momonitor pola napas - Risiko kekurangan volume
- Mencatat freuensi muntah cairan
- Monitor perubahan SaO2 - Kerusakan integritas kulit
- Aukultasi paru-paru - Risiko penyebaran infeksi
- Memberikan nebulasi dengan P:
menggunakan NaCl 0,9% - Monitor status pernapasan
+combiven selama 15 menit - Pantau pola napas
- Menonitor upaya pernapasan: - Penatalaksanaan pemberian
masih sesak cairan
- Melakukan suction: dahak putih - Obeservasi TTV
kehijauan ± 5 ml - Monitor pemberian nutrisi
Jam 14.00 perenteral
- Memonitor keseimbangan cairan
- Melakukan operan dengan
perawat sore
Jum’at Jam 13.30 S:
11 Okt’13 - Operan dengan perawat dinas - ibu pasien mengatakan sesak
pagi: anak DH masih sesak, O2 anaknya berkurang, dahak
diturunkan 1 liter/menit, masih ada
produksi dahak masih ada, O:
suction dilakukan, suhu tubuh - kesadaran komposmentis
38oC, kemerahan pada kulit - tampak retrasi dinding dada
masih ada. - tidak nampak napas cuping
Jam 14.00 hidung
- Menanyakan kondisi anak DH - respirasi 50 x/menit
- Mengobservasi tingkat - nadi 128 x/menit
kesadaran: kesadaran kompos - tekanan darah 95/50 mmHg
mentis - suhu 38,2oC
- Mengobservasi usaha napas anak - terpasang O2 1 lt/menit
- Mengauskultasi dada pasien: - terdapat ronchi pada kedua paru
ronki tidak ada pada kedua paru, - masih ada dahak
tidak ada wheezing - posisi tidur semi fowler

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


60

Hari/Tanggal Intervensi Respon Oranismik/Evaluasi


Jum’at - Mengatur posisi tidur pasien - dilakukan suction setiap ada
11 Okt’13 semi fowler: pengembangan dahak
dada maksimal - dahak kental berwarna putih
- Melakukan suction: banyak - mendapat inhalasi NaCl 0,9%
dahak, warna putih kehijauan dan combiven, teofilin 4x20 mg
- Memonitor pemberian oksigen: - berat badan 6,7 kg
mendapatkan O2 2 liter, nasal - saturasi O2 95%
kanul - terpasang infus N5+KCl(10) 25
Jam 15.30 ml dan aminofusin 5 ml/jam,
- Memonitor nutrisi dan cairan: tetesan lancar
N5+KCl(10) 25 ml dan - suhu jam 18.00: 37,5oC
aminofusin 5 ml/jam. - kulit lengan. Pipi dan bokong
- Mengukur suhu: 38,5oC merah (eritema)
- Melakukan water tepid sponging - anak menangis jika dihampiri
- Mengkaji daerah kulit: dan saat dilakukan tindakan
kemerahan di daerah perinal, - akral hangat, CRT < 2detik
lengan dan badan - bising usus ada
- Memantau daerah inersi kateter - terpasang NGT, minum 30 ml,
intravena: tidak ada bengkak, tidak ada muntah
dan kemerahan, akses lancer. - berat badab 6,7 kg
- Membersihkan daerah mukosa - orang tua datang berkunjung
mulut: mulut kering, tidak ada - monitor cairan jam 14.00-21.00:
perdarahan Total intake: 270 ml
Jam 18.00 Total output: 180 ml
- Memonitor keceparan, irama, IWL : 78,2 ml
napas cuping hidung, dan Balance : -18,2 ml
sianosis Duresis : 3,8 ml/kg/jam
- Momonitor pola napas A:
- Mencatat freuensi muntah - Ketidakefektifan bersihan jalan
- Monitor perubahan SaO2 napas
- Aukultasi paru-paru - Ketidakefektifan pola napas
- Memberikan nebulasi dengan - Ketidakseimbangan nutrisi
menggunakan NaCl 0,9% kurang dari kebutuhan tubuh
+combiven selama 15 menit - Hipertermia
- Menonitor upaya pernapasan: - Risiko kekurangan volume
masih sesak cairan
- Melakukan suction: dahak putih - Kerusakan integritas kulit
kehijauan ± 5 ml - Risiko penyebaran infeksi

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


61

Hari/Tanggal Intervensi Respon Oranismik/Evaluasi


Jum’at Jam 21.00 P:
11 Okt’13 - Memonitor keseimbangan cairan - Monitor status pernapasan
- Melakukan operan dengan - Pantau pola napas
perawat sore - Penatalaksanaan penberian
cairan
- Obeservasi TTV
Sabtu, Jam 08.00 (informasi dari jaga S:
12 Okt’13 pagi & catatan keperawatan) - Menurut ibu, anak sudah tidak
- Memonitor keceparan, irama, sesak, muntah tidak ada.
napas cuping hidung, dan O:
sianosis - Frekuensi napas 50 x /menit
- Momonitor pola napas - Retraksi dada tidak ada
- Mencatat freuensi muntah - Tidak ada napas cuping hidung
- Monitor perubahan SaO2 - Tidak ada muntah
- Aukultasi paru-paru - O2 terasang 1 liter/menit
- Melakukan fisioterapi dada - Sa O2 98%
- Memberikan nebulasi - nebulasi diberikan deengan
- Menonitor upaya pernapasan: menggunakan NaCl 0,9%
sesak berkurang +combiven selama 15 menit
- Melakukan suction: dahak putih - sesak berkurang
kehijauan ± 5 ml - dahak masih ada, warna putih,
- Mengobservasi usaha napas anak produksi sedikit
- Mengauskultasi dada pasien: - posisi tidur semi fowler dengan
ronki tidak ada pada kedua paru, menggunakan satu bantal
tidak ada wheezing - nutri prentaral lancer
- Mengatur posisi tidur pasien - minum 30 ml melalui NGT,
semi fowler: pengembangan tidak ada muntah
dada maksimal - masih ada demam
- Memonitor nutrisi dan cairan: - kulit lengan, pipi dan bokong
N5+KCl(10) 25 ml dan masih kemerahan
aminofusin 5 ml/jam. - tidak ada tanda phlebitis pada
o
- Mengukur suhu: 38,5 C lengan yang terpasang infus
- Melakukan water tepid sponging - mukosa mulur lembab, tidak
- Mengkaji daerah kulit: ada perdarah
kemerahan di daerah perinal, - intake-output jam 07.00-14.00:
lengan dan badan Total intake: 260 ml
- Memantau daerah inersi kateter Total output: 180 ml
intravena: tidak ada bengkak, IWL : 78,2 ml
dan kemerahan, akses lancer. Balance : 21,8 ml
Duresis : 3,4 ml/kg/jam
Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


62

Hari/Tanggal Intervensi Respon Oranismik/Evaluasi


Sabtu, - Membersihkan daerah mukosa A:
12 Okt’13 mulut: mulut lembab, tidak ada - ketidakefektifan bersihan jalan
perdarahan napas
- Monitor intake out put - hipertermi
- ketidakseimbangan nutrisi
- kerusakan integritas kulit
- risiko penyebaran infeksi

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


BAB 3
PENCAMPAIAN KOPETENSI

Dalam bab ini dibahas tentang pencapaian kompetensi terkait hubungannya


dengan asuhan keperawatan pada pasien anak yang mengalami gangguan sistem
pernapasan. Kompetensi terkait perawatan gangguan sistem pernapasan adalah: 1)
bagaimana melakukan perawatan pada anak dengan gangguan sistem pernapasan
yang benar; 2) bagaimana mencegah terjadinya komplikasi pada anak dengan
gangguan sistem pernapasan; dan 3) bagaimana mengoptimalkan peran keluarga
dalam melakukan perawatan anak dengan gangguan sistem pernapasan pada
anaknya.

Program pendidikan ners spesialis keperawatan anak bertujuan untuk mendidik


peserta didik melalui proses pembelajaran yang mengarah pada pencapaian
kompetensi yang telah ditetapkan sehingga memiliki pengetahuan, sikap dan
keterampilan untuk dapat berperan dan berfungsi secara mandiri dan dapat
dipertanggungjawabkan melalui kegiatan pembelajaran pada peserta didik.
Kemampuan yang harus dimiliki oleh ners spesialis keperawatan anak diharapkan
nantinya akan dapat menerapkan asuhan keperawatan anak yang berkualitas
berdasarkan teori keperawatan. Program pendidikan ners spesialis keperawatan
anak dicapai dalam dua semester setelah peserta didik menyelesaikan program
magister keperawatan anak yang dicapai dalam empat semester. Program ners
spesialis keperawatan menekankan pada penerapan hasil analisis konsep-konsep
dan teori keperawatan serta kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan
keperawatan anak pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, sehingga lulusan
dapat menerapkan peran dan fungsinya secara mandiri

Program Pendidikan Ners Spesialis yang ditempuh oleh residen keperawatan anak
merupakan upaya mencapai kompetensi sebagai Ners Spesialis Keperawatan
Anak sehingga memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien anak dan keluarga secara mandiri.
Sebagaimana definisi Ners Spesialis menurut International Council of Nurses
63 Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


64

(ICN) bahwa Ners Spesialis merupakan seorang perawat yang memiliki tingkat
pendidikan dan keterampilan yang melebihi perawat generalis dan bertanggung
jawab dalam praktiknya sebagai seorang spesialis dengan keahlian yang lebih
maju di bidang keperawatan (Tim Program Ners Spesialis Keperawatan Anak,
2012; Affara, 2009).

3.1 Pencapaian Kopempetensi sesai Area Peminatan


Praktik klinik yang menjadi peminatan khusus keperawatan anak yang dipilih
oleh residen keperawatan anak adalah praktik klinik di ruang Infeksi anak.
Adapun kompetensi khusus yang ingin dicapai oleh residen keperawatan anak
selama praktik di ruang infeksi anak adalah memberikan asuhan keperawatan
pada pasien anak dengan masalah gangguan sistem pernapasan. Untuk
mencapai kompetensi tersebut, residen keperawatan anak meningkatkan dan
menerapkan kemampuan dalam proses pengkajian, penentuan masalah dan
diagnosis keperawatan, merencanakan tindakan yang akan dilakukan,
melakukan praktik keperawatan baik mandiri maupun kolaborasi, serta
melakukan evaluasi.

Proses pengkajian pada pasien anak dengan masalah gangguan sistem


pernapasan dilakukan untuk mendapatkan data terkait riwayat, pengkajian
fisik, maupun pengkajian fokus terkait masalah utama yang menjadi penyebab
terjadinya gangguan sistem pernapasan yang dialami pasien. Setelah
melakukan pengkajian, perawat menentukan masalah dan diagnosis
keperawatan yang muncul akibat kondisi yang dialami pasien. Berdasarkan
diagnosis yang muncul, perawat kemudian melakukan penyusunan rencana
tindakan yang akan dilakukan (intervensi keperawatan) sesuai masalah yang
muncul, dan dilanjutkan dengan pelaksanaan rencana tindakan (implementasi
keperawatan) yang diantaranya dapat berupa analisis hemodinamik pasien
berdasarkan hasil monitoring alat pemantau hemodinamik, memberikan terapi
inhalasi, melakukan fisioterapi dada, melakukan tindakan pembersihan jalan
napas (isap lendir), pemberian posisi pronasi, serta kolaborasi dengan dokter

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


65

untuk pengobatan yang dibutuhkan, serta kolaborasi dengan ahli gizi terkait
pemberian nutrisi pasien yang adekuat.

Pencapaian kompetensi atau keterampilan khusus yang ingin dicapai oleh


residen keperawatan anak berdasarkan peminatan yang dipilih adalah peran
sebagai seorang perawat anak yang berkomitmen pada kode etik keperawatan
dan berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan. Selain itu, hal utama yang tidak
kalah pentingnya adalah kemampuan perawat untuk dapat berkolaborasi dan
menjalin hubungan kerjasama yang baik sebagai mitra dengan dokter, ahli
gizi, ahli farmasi, fisioterapis, laboratorium, elektro medik dan tenaga
administrasi, sehingga setiap perubahan kondisi yang terjadi pada pasien dapat
segera didiskusikan dan keputusan medik maupun keperawatan dapat
ditetapkan secara tepat (Dirjen Pelayanan Medik DEPKES RI, 2006).
Beberapa kompetensi tersebut diakui tidak mudah dicapai oleh residen
keperawatan anak dikarenakan kurangnya dukungan kesempatan untuk
perawat mencoba dan kondisi pasien yang harus dilakukan tindakan tersebut
tidak ditemukan.

Kegiatan residen selama residensi baik semester I maupun semester II


ditargetkan melakukan beberapa tindakan yang harus diselesaikan. Pada
semester I residen tidak dapat mencapai semua target kompetensi disebabkan
karena ada beberapa kompetensi yang memang tidak dapat dicapai di unit-unit
yang dilalui oleh residen. Selanjutnya pada semester II, residen mencapai
target-target kompetensi yang belum dicapai pada semester I.

3.2 Peran Ners Spesialis Keperawatan Anak


Kompetensi keperawatan anak lainnya yang juga harus dicapai oleh
residen keperawatan anak yang merupakan target pencapaian kompetensi
berdasarkan Program Pendidikan Ners Spesialis Keperawatan Anak,
adalah residen keperawatan anak secara mandiri harus berperan sebagai: 1)
praktisi asuhan keperawatan pada area keperawatan anak yang

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


66

membutuhkan pelayanan keperawatan anak lanjut, 2) pendidik dan


konsultan dibidang keperawatan anak, 3) advokat bagi klien dalam area
keperawatan anak, 4) pengelola asuhan keperawatan anak pada tingkat
menengah dan tinggi pada berbagai institusi pelayanan kesehatan, 5)
peneliti terkait keperawatan anak (Tim Program Ners Spesialis
Keperawatan Anak, 2012). Beberapa peran mandiri tersebut akan
dipaparkan sebagai berikut:
1. Praktisi suhan keperawatan anak pada area keperawatan anak
Dalam pencapaian peran ini, residen keperawatan anak memberikan
asuhan keperawatan pada pasien anak dibeberapa area praktik klinik
yang dilalui residen keperawatan anak , diantaranya adalah area
praktik unit perawatan Infeksi anak, unit perawatan Non Infeksi, dan
unit perawatan Perinatologi. Asuhan keperawatan yang dilakukan
residen keperawatan anak pada area praktik Non Infeksi antara lain
pada kasus ALL, AML, histiositosis, sindrom nefrotik, demam rematik
akut, PJB, neuroblastoma, tumor glioma, limfangioma, dan karsinoma
nasofaring. Selanjutnya asuhan keperawatan yang residen keperawatan
anak lakukan di area praktik Perinatologi, diantaranya yaitu: pada
kasus bayi dengan masalah prematur, patent ductus arteriosus (PDA),
pertumbuhan janin terhambat (PJT), hyaline membrane disease
(HMD), sepsis neonatus awitan dini (SNAD), distres pernapasan,
atrial septum defect (ASD), dan apnea of prematurity.

Pada praktik klinik di unit perawatan infeksi anak, residen


keperawatan anak telah melakukan asuhan keperawatan pada beberapa
kasus, diantaranya adalah asuhan keperawatan pada anak dengan
masalah morbili, atresia billier, perikarditis, Human immunodeficiency
Virus (HIV), serosis hepatis, meningiris, ensefalitis,, Syndrome
Guillan Barre (SGB), perforasi tifoid, pneumonia, TB millier, dan
tumor intra abdomen, gastroenteritis, laryngomalasia, Gizi buruk
tersangka hisprung, pneumonia, bronchitis, bonkiolitis dan syok sepsis

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


67

Area praktik klinik yang menjadi peminatan yang residen keperawatan


anak pilih dan dijalani selama 3 bulan adalah praktik unit perawatan
infeksi anak. Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya terkait
asuhan keperawatan yang telah dilakukan oleh residen keperawatan
anak di ruang infeksi anak sebagai peminatan yang dipilih, residen
keperawatan anak memberikan asuhan keperawatan pada beberapa
pasien anak dengan fokus utama masalah pernapasan di ruang infeksi
anak. Residen keperawatan anak melakukan asuhan keperawatan
tersebut melalui proses pengkajian, penentuan masalah dan diagnosis
keperawatan, merencanakan tindakan yang akan dilakukan, melakukan
praktik keperawatan baik mandiri maupun kolaborasi, serta
melakukan evaluasi pada tiap pasien anak yang mengalami masalah
distres pernapasan. Adapun diagnosis medis pada pasien anak yang
menimbulkan masalah pernapasan tersebut antara lain adalah
pneumonia, diare akut, dan hidrosefalus dengan perdarahan meningitis,
perikardiris, serosis hepatis dengan kondisi asites. Asuhan
keperawatan pada setiap pasien anak tersebut diatas disertai dengan
beberapa kompetensi praktik klinik keperawatan yang dilakukan sesuai
dengan masalah pasien yang ditemukan residen keperawatan anak

2. Peran sebagai pendidik dan konsultan di bidang keperawatan


anak
Peran sebagai pendidik dan konsultan yang residen keperawatan anak
lakukan di setiap area praktik klinik yang dilalui, diantaranya berupa
komunikasi yang baik dalam berdiskusi dan berbagi ilmu dengan
perawat ruangan terkait perkembangan ilmu keperawatan anak terkini
yang dapat menjadi dasar dalam melaksanakan tindakan keperawatan
yang diberikan pada pasien anak. Selain itu memberikan masukan
terkait pendokumentasian yang baik, informatif dan terintegrasi. Peran
ini dilakukan residen keperawatan anak melalui pendekatan
interpersonal dengan perawat ruangan. Selian dengan perawat ruangan

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


68

residen melakukan diskusi dengan residensi I terkait kasus-kasus yang


ada di ruangan dan terkait dengan evisidence based terkait dengan
asuhan keperawatan. Melakukan diskusi dengan mahasiswa Diploma
keperawatan terkait asuhan keperawatan dan intervensi yang diberikan
pada masing0masing pasien yan dikelola.

3. Peran advokat bagu pasien dalam area keperawatan anak


Peran sebagai advokasi diberikan pada pasien dan keluarga oleh
residen keperawatan anak sebagai upaya meningkatkan kualifikasi
seorang calon perawat spesialis anak sebagai perawat profesional yang
berfokus pada prinsip etik yang bersifat beneficence dan
nonmaleficence. Advokasi yang dilakukan secara langsung pada pasien
adalah intervensi terapeutik (seperti meminimalkan pengunjung anak,
saling mengingatkan sesama perawat, dokter, staf lain dan keluarga
untuk melakukan hand rub sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dalam upaya mencegah penyebaran infeksi, serta beberapa tindakan
keperawatan dan medis yang harus dilakukan berdasarkan prosedur
yang tepat sesuai standar operasional untuk mencegah injuri pada
pasien). Sedangkan pada keluarga, perawat memastikan bahwa
keluarga mendapatkan informasi yang lengkap terkait perkembangan
kondisi anak dan membantu keluarga untuk memilih keputusan yang
tepat untuk kemajuan kondisi anak (seperti mengajarkan orang tua
untuk melakukan beberapa tindakan perawatan yang dapat dilakukan
keluarga secara mandiri, memberikan pendidikan kesehatan pada
keluarga, serta mendukung program family centre care (FCC) disetiap
unit perawatan) (Potter & Perry, 2006; Canadian Nurses Association,
2010).

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


69

4. Peran pengeelola asuhan keperawatan anak


Peran yang dimaksud adalah merupakan peran perawat sebagai
coordinator pelayanan keperawatan anak. Peran ini dilakukan residen
keperawatan anak dengan berkoordinasi dengan tim keperawatan
diruangan maupun tim kesehatan lainnya. Koordinasi yang dilakukan
dengan sesama perawat adalah berupa komunikasi yang terintegrasi
terkait perkembangan kondisi pasien pada setiap operan atau
pergantian dinas. Tim kesehatan lain yang dapat berkoordinasi
langsung dengan perawat antara lain adalah dokter, ahli gizi, ahli
farmasi, fisioterapis, ahli elektromedik (radiologi) dan staf
administrasi. Peran koordinasi tersebut dapat berupa koordinasi pada
upaya manajemen cairan, manajemen resusitasi, manajemen nutrisi,
manajemen farmakoterapi, manajemen ROM dan patensi jalan napas,
pemeriksaan radiologi dan manajemen dokumentasi asuhan pasien.
Bentuk koordinasi dengan tim kesehatan lain ini merupakan bentuk
kerjasama lintas bidang keahlian yang sering disebut sebagai
kolaborasi (Canadian Nurses Association, 2010).

5. Peran peneliti terkait keperawatan anak


Peran ini ditempuh oleh residen keperawatan anak dengan melakukan
proyek inovasi. Proyek inovasi yang pertama kali pada di semester
pertama dilakukan bersama kelompok, inovai dilakukan diunit non
infeksi adalah menerapkan program family centre care (FCC) terkait
pencegahan komplikasi dari kemoterapi dengan membantu keluarga
menyipakan anak sebelum tindakan kemoterapi. Proyek inovasi ini
dilaksanakan berdasarkan tahapan penelitian melalui pengumpulan
data dengan menggunakan alat ukur kuesioner dan wawancara
langsung dengan kepala ruangan dan perawat pelaksana, selanjutnya
melakukan analisis, pelaksanaan tindakan hasil pengkajian dan
evaluasi dari tindakan yang dilakukan. Proyek inovasi yang kedua juga
dilakukan di unit infeksi anak dalam upaya menerapkan evidence

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


70

based nursing (EBN) terkait discharge planning fisioterapi dada pada


anak dengan gangguan pernapsan. Pelaksanaan penggunaan discharge
planning pada anak yang gangguan pernapasan untuk melihat
pengaruh dan manfaatnya pada ventilasi paru pasien.

Upaya pencapaian kompetensi ini dirasakan residen keperawatan anak


sudah mewakili target kompetensi yang ingin dicapai sebagai calon
ners spesialis keperawatan anak, namun residen keperawatan anak
harus terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan lebih lanjut
melalui seminar dan pelatihanpelatihan di bidang keperawatan anak,
yang secara terus menerus akan berkembang seiring kemajuan ilmu
dan teknologi.

Setelah pelaksanaan praktik klinik dan upaya pencapaian kompetensi sebagai


calon perawat spesialis anak yang ditempuh selama 2 semester, residen
keperawatan anak melakukan penyusunan Karya Ilmiah Akhir (KIA) sebagai
laporan akhir hasil pelaksanaan praktik keperawatan anak yang telah dilalui.
Penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini akan disampaikan dalam seminar akhir
sebagai syarat pencapaian gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak.

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


BAB 4
PEMBAHASAN

Bab ini berisi tenang pembahasan penerapan teori keperawatan pada asuhan
keperawatan anak dengan masalah ganguan sistem pernapasan, serta pembahasan
tentang praktek spesialis anak dalam pencapaian target kompetensi.

4.1 Penerapan Model Konservasi pada Asuhan Keperawatan Anak dengan


Gangguan Pernapasan
Asuhan keperawatan yang dilakukan pada 5 kasus kelolaan dalam karya
ilmiah ini menggunakan pendekatan teori keperawatan yang dikembangkan
oleh Myra E. Levine yaitu model konservasi dalam pencapaian keutuhan
individu. Asuhan keperawatan tersebut dimulai dari tahap pengkajian
(Assesment), penentuan diagnosa keperawatan (Tropichognosis), perencanaan
(Hypotheses), intervensi dan evaluasi. Asuhan keperawatan yang diberikan
berikan pada 5 pasien kelolaan, seluruhnya memiliki permasalahan yang sama
saat harus dirawat di ruang infeksi Anak RSCM. Masalah tersebut adalah
gangguan pernapasan yang beresiko terhadap terjadinya gagal napas, sehingga
membutuhkan dukungan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat sebagai bentuk
terapi.

Masing-masing pasien kelolaan dalam karya ilmiah ini memiliki kasus


penyakit utama yang sampir sama dengan penyerta yang berbeda-beda.
Adapun kasus penyakit utama yang dialami oleh kelima pasien kelolaan
tersebut antara lain: 1 pasien dengan penyakit bronkiolitis , 4 pasien dengan
penyakit pneumonia. Pada kelima kasus tersebut, ganguan pernapasan terjadi
sebagai kondisi utama dari adanya penyakit penyerta yang mereka alami.
Gangguan pernapasan merupakan suatu kondisi ketidakmampuan organ-
organ pernapasan dalam mempertahankan oksigenasi darah yang adekuat
dengan atau tanpa adanya retensi CO2. Kondisi ini menyebabkan hipoksemia
akut, sehingga membutuhkan terapi oksigen. Faktor penyebab terjadinya
gangguan pernapasan dapat berupa multifaktor dan berbeda menurut dasar
71 Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


72

penyakitnya, namun prinsip utamanya adalah setiap keadaan yang


menimbulkan gangguan proses pertukaran gas dapat menyebabkan gangguan
pernapasan (Wong, Hockenberry, Wilson, & Schwartz, 2009).

Pengkajian dalam pemberian asuhan keperawatan pada 5 pasien kelolaan


dalam karya ilmiah ini akan dijelaskan berdasarkan 4 prinsip konservasi yang
dikembangkan oleh Myra E. Levine, yaitu konservasi energi, konservasi
intergritas struktus, konservasi integritas personal dan konservasi integritas
sosial.

4.1.1 Karakteristik Pasien Kelolaan


Usia anak yang dikelola yaitu 2 bulan sampai dengan 2 tahun. Anak
berusia dibawah 5 tahun merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
gangguan pernapasan berupa infeksi saluran pernapasan akut (Rahajoe,
Supriyatno & Setyanto, 2013). Penelitan Tupasi, et al (2008), risiko
terjadinya ISPA lebih besar pada anak berumur kurang dari 1 tahun,
sedangkan menurut Sukar et al (2006), balita berumur kurang dari 2 tahun
memiliki risiko lebih tinggi untuk terserang ISPA. Hal ini disebabkan
adanya hubungan antara umur anak dengan kejadian ISPA karena semakin
muda umur balita semakin rendah daya tahan tubuhnya (Kristensen,
2004).

Riwayat kelahiran pada pasien kelolan rata-rata memiliki berat badan yang
sesuai dengan usia gestasi, 4 pasien kelolan memiliki berat badan lahir
sesuai dengan usia gestasi rata-rata 3000 gram, 1 pasien kelolan memiliki
riwayat kelahiran dengan berat badan randah yaitu 2400 gram. Penelitian
Victoria, et al (1999) menyebutkan berat badan lahir rendah merupakan
faktir risiko terjadinya infeksi saluran pernapasan. Hal ini disebabkan pada
bayi dengan berat badan lahir rendah meminiki masalah gangguan sistem
imun dan gangguan fungsi paru (Behrman & Kliegman, 2010).

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


73

Karakteristik nutrisi anak, berdasarkan penghitungan kebutuhan nutrisi


dengan menggunakan standar WHO, 1 pasien dalam rentang gizi baik, 3
pasien gizi kurang dan 1 pasien gizi buruk. Penelitian Soewignyo, et all.
(2001) menyebutkan malnutrisi menjadi faktor risiko terjadinya infeksi
saluran pernapasan akut. Hal ini dikarenakan kurang energi dan protein
berdampak pada mekanisme pertahanan tubuh baik sistem imun non
spesifik maupun spesifik (Soewignyo, et all. 2001).

Riwayat pemberian ASI, ke lima pasien kelolaan tidak mendapatkan ASI


eksklusif. Penelitian Victoria, et al (1999) menjelaskan anak yang tidak
mendapatkan ASI mempunyai risiko infeksi saluran pernapasan 3,6 kali
lebih daripada anak yang mendapat ASI. ASI memliki mekanisme anti
infeksi melalui roteksi terhadap bakteri dan anti viral seperti
immunoglobulin A, laktoferin, limfosit, dan neutrofil (Tupai, et al, 2008).

Riwayat imunisasi, 2 pasien kelolan belum mendapatkan imunisasi


sedangkan 3 pasien telah mendapatkan imunisasi tetapi tidak lengkap.
Penelitian Sutisna, (2003) menyebutkan anak yang belum diimunisasi
campak berisiko menderita infeksi saluran pernapasan akut.

4.1.2 Konservasi Energi


Konservasi energi mengacaku pada pencapaian keseimbangan anatara
energi yang tersedia yang dibutuhkan oleh tubuh untuk menghindari
kelelahan yang berlebihan, yaitu melalui nutrisi yang adekuat, istirahat dan
aktifitas yang cukup (Fawcet, 2005; Aligood & Tomey, 2006).
Berdasarkan hasil pengkajian konservasi energi pada 5 pasien kelolaan,
masing-masing pasien mendapatkan program pemberian nutrisi yang
berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang dialami. Pada 3 pasien
mendapatkan nutrisi tamabahan perenteral. Hal ini dikarenakan beberapa
kondisi yang menyebabkan pasien mendapatkan tambahan nutrisi
perenteral diataranya pasien pertama dipuasakan karena muntah berwarna
coklat, pasien kedua mengalami laringomalasia, dan pasien ketiga diare
Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


74

dengan dehidrasi, sedangkan 2 pasien kelolaan lain mendapatkan nutrisi


secara enteral.

Anak yang mengalami gangguan pada sistem pencernaan dapat


mengakibatkan efek buruk yang ditimbulkan pada aliran darah splanknik
(hipoperfusi splanknik) dan peningkatnya mediator proinflamasi. Kondisi
hipoperfusi splanknik menimbulkan gangguan oksigenasi pada sistem
pencernaan yang berakibat pada gangguan mukosa lambung (stress ulcer)
dan hipomotilitas pencernaan (Mutlu, Mutlu, & Factor, 2001). Oleh karena
dengan kondisi diatas memerlukan tambahan nutri perenteral (Mehta &
Jaksic, 2008).

Prinsip konservasi energi pada kondisi gangguan pernapasan dinilai


berdasarkan adanya peningkatan aktifitas kerja sistem pernapasan (work
of breathing). Kondisi ini sesungguhnya terjadi dikarenakan adanya
kondisi hipoksemia dan hiperkapnia yang terjadi akibat berkurangnya
kadar oksigen dalam sirkulasi darah. Secara klinis, akan tampak
peningkatan usaha bernapas oleh pasien seperti peningkatan frekuensi
napas, frekuensi dan denyut jantung sebagai upaya untuk meningkatkan
suplai oksigen ke jaringan. Apabila upaya tersebut tidak berhasil, kondisi
hipoksemia yang terjadi akan semakin berat dan terjadi hipoperfusi
sistemik. Adanya kondisi tersebut akan menyebabkan pengiriman oksigen
ke jaringan menurun terjadi metabolisme anaerob dan selanjutnya terjadi
asidosis laktat (peningkatan konsentrasi laktat didalam darah) (Tracy,
2003).

Aspek pengkajian istirahat dan aktifitas pada kelima pasien kelolaan dikaji
berdasarkan tingkat aktivitas mereka selama menjalani perawatan di ruang
infeksi anak. Lima pasien anak yang dikelola umumnya memiliki tingkat
aktivitas yang minimal. Mereka harus menjalani bedrest akibat kondisi
penyakit yang mereka alami, Perhitungan kebutuhan energi total pada
pasien dengan kondisi sakit dan dengan tingkat aktifitas yang minimal
Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


75

adalah melalui penilaian basal metabolic rate (BMR). Penilaian ini


dilakukan sebagai upaya pemenuhan energi awal saat pasien berada pada
kondisi sakit, untuk selanjutnya pemenuhan kebutuhan energi
menggunakan perhitungan resting energi expenditure (REE). Penilaian
kebutuhan energi ini akan berbeda-beda antara satu pasien dengan lainnya,
hal ini ditentukan oleh beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, penyakit
penyerta dan faktor stress yang dialami pasien (seperti kondisi bronkiolitis,
dan pneumonia) (Faisy, Guerot, Diehl, Labrousse, & Fagon, 2003).

Beberapa masalah keperawatan (trophicognosis) yang muncul dari hasil


pengkajian pada prinsip konservasi energi antara lain yaitu
ketidakseimbangan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh), risiko
ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit, peningkatan suhu tubuh
(hipertermia), dan risiko perluasan infeksi. Selanjutnya hipotesis akan
disusun sebagai rencana penyelesaian masalah keperawatan
(tropichognosis) yang muncul dan dilaksanakan pada tahapan intervensi
keperawatan Intervensi keperawatan utama yang telah dilakukan untuk
mengatasi masalah keperawatan (tropichognosis) yang muncul antara lain
adalah menilai kemampuan fungsi pencernaan dan kebutuhan nutrisi
pasien; mengukur kebutuhan cairan, balans cairan dan pemantauan nilai
elektrolit darah; melakukan pengukuran suhu tubuh setiap 2 jam, melepas
selimut tebal dan kolaborasi pemberian obat analgetik; serta meningkatkan
tindakan pencegahan infeksi dan kolaborasi pemberian antibiotik. Evaluasi
terhadap intervensi yang telah dilakukan adalah dengan menilai respon
organismik yang muncul dari pasien, yaitu kebutuhan nutrisi pasien
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan pasien, perkembangan penyakit pasien
kearah perbaikan; keseimbangan cairan pasien antara asupan dan haluaran
terjaga dengan tidak adanya tanda-tanda dehidrasi ataupun over hidrasi;
suhu tubuh pasien berada dalam batas normal (36,5-37,5oC); dan tanda-
tanda infeksi pada pasien berkurang atau bahkan teratasi.

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


76

4.1.3 Konservasi Intergritas Struktur


Konservasi integritas struktur mengacu pada upaya mempertahankan atau
mengembalikan struktur tubuh, yaitu mencegah terjadinya kerusakan fisik
dan meningkatkan kesembuhan (Fawcett, 2005). Pengkajian pada
konservasi integritas struktur dalam pengelolaan 5 pasien ini meliputi
pengkajian pada sistem integumen, kepala dan leher, pernapasan,
kardiovaskuler, gastrointestinal dan eliminasi, neurologi, dan
muskuloskeletal. Dari pengkajian tiap sistem tersebut, masalah utama yang
muncul umumnya terdapat pada sistem pernapasan, terutama kondisi
gangguan pernapasan yang diakibatkan oleh kondisi penyakit yang
berbeda-beda. Jeena (2008), mengatakan bahwa terdapat beberapa kondisi
penyakit yang dapat menimbulkan gangguan pernapasan, antara lain
adalah pneumonia, aspirasi pneumonia, syok, multiple trauma, cedera
kepala, luka bakar, keracunan oksigen dan kontusio pulmonari. Dari
beberapa kemungkinan penyebab tersebut, umumnya pada anak-anak,
predisposisi penting terjadinya gangguan pernapasan adalah infeksi
saluran pernapasan, terutama bronkiolitis dan pneumonia.

Pada kelima pasien kelolaan 2 pasien (An N dan An I) memiliki kondisi


gangguan pernapasan menimbulkan masalah gangguan pertukaran gas.
Hal ini dikarenakan ketidakmampuan atau disfungi sistem pernapasan
dalam mempertahankan ambilan O2 atau eliminasi CO2 secara seimbang
dengan kebutuhan metabolik, sehingga menyebabkan terjadinya
insufisiensi pernapasan yang mempengaruhi sistem neuromuskular
dinding dada, yang pada akhirnya muncul manifestasi klinis seperti
takipnea, hipoksemia, penggunaan otot napas tambahan, terdengar suara
napas tambahan, dan adanya sianosis. Pada kondisi lebih lanjut gangguan
pernapasan dapat mengarah pada kegagalan pernapasan (Jeena, 2008;
Yanda 2002). Oleh karena itu, dalam upaya memenuhi kebutuhan
oksigenasi jaringan/perfusi jaringan tubuh maka paru-paru berupaya
memaksimalkan fungsinya sebagai tempat pertukaran gas dengan
meningkatkan kerja sistem pernapasan (Guyton & Hall, 2008).
Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


77

Peningkatan usaha napas yang terjadi merupakan gejala dari gangguan


pernapasan yang dialami sebagai upaya untuk meningkatkan oksigenasi
jaringan tubuh. Gejala gangguan pernapasan yang tampak pada An N dan
An I meliputi takipnea, work of breathing, penggunaan otot dan napas
tambahan.

Proses evaluasi terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan


kepada pasien, dilakukan dengan cara menilai respon organismik yang
muncul dari pasien. Adapun respon organismik tersebut berupa respon
inflamasi-imun, fight or flight dan respon perseptual. Respon inflamasi-
imun berupa nilai analisis gas darah pasien asidosis respiratorik atau
alkalosis respiratorik. Respon fight or flight diantaranya yaitu usaha
bernapas pasien efektif, pengembangan dada baik, bersihan jalan napas
pasien efektif, dan frekuensi napas normal. Sedangkan respon perseptual
dapat berupa peningkatan kesadaran pasien.

4.1.4 Konservasi Integritas Personal


Pada konservasi integritas personal mengacu pada upaya mempertahankan
atau mengembalikan pemahaman dari identitas, harga diri dan pengakuan
terhadap diri pasien. Prinsip ini menekankan pada upaya yang keras dari
individu dalam mempertahankan identitas dirinya (Fawcett, 2005).

Pengkajian pada konservasi integritas personal ini berdasarkan perilaku


dan gejala yang tampak pada anak, seperti kegelisahan, ansietas,
perubahan mood, iritabilitas, penurunan tingkat kesadaran, anak menjadi
sianotik, dan kolaps (pingsan) (Wong, Hockenberry, Wilson, & Schwartz,
2009). Tanda awal dan utama untuk mengenali adanya gangguan
pernapasan adalah adanya respon gelisah pasien, takipnea, takikardia dan
sianosis. Sedangkan manifestasi klinis dari gawat napas lainnya adalah
adanya perubahan pada kedalaman napas dan pola napas, anoreksia,
pernapasan cuping hidung, retraksi dinding dada, hipotensi atau hipertensi,
penurunan kesadaran (somnolen, stupor, koma), dan sianosis (Wong,
Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


78

Hockenberry, Wilson, & Schwartz, 2009). Gejala inilah yang merupakan


tanda atau sinyal yang disampaikan oleh pasien pada perawat untuk
dikenal dengan baik, sehingga pasien segera mendapatkan penanganan.
Pada kelima pasien kelolaan, tanda-tanda gangguan pernapasan dikenali
berdasarkan adanya diaforesis, takipnea, dan penilaian dari monitoring
hemodinamik pasien, terutama pada frekuensi denyut jantung, frekuensi
napas, saturasi dan tekanan darah pasien.

Pada pasien kelolaan kelima (An. DH), tampak tidak tenang, adanya
peningkatan frekuensi pernapasan dan frekuensi denyut jantung,
berkeringat banyak, dan penurunan saturasi oksigen sampai dengan 85%.
Dari hasil pengamatan, pada pasien ditemukan adanya suara penumpukan
sekret pada jalan napas pasien dan ada batuk. Untuk itu perawat dan
dokter memberikan tindakan segera dengan memberikan terapi inhalasi,
penghisapan lendir, melakukan fisioterapi dada dan pemberian posisi
pronasi pada An. DH. setelah tindakan tersebut diberikan, kondisi pasien
perlahan membaik, pasien tidur tenang dalam posisi pronasi, saturasi
oksigen meningkat, frekuensi pernapasan dan frekuensi denyut jantung
secara perlahan kembali normal.

4.1.5 Konservasi Integritas Sosial


Konservasi integritas sosial mengacu pada pengakuan terhadap individu
(pasien) sebagai bagian dari sosial, dalam hal ini melibatkan hubungan dan
interaksi pasien dengan orang lain, termasuk perawat dan tenaga kesehatan
lain (Fawcett, 2005). Konservasi integritas sosial ini juga berfokus pada
kemampuan seseorang untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan atau
sistem sosial disekitarnya (Alligood & Tomey, 2006).

Pengkajian konservasi integritas sosial pada anak sakit dan umur antara 1-
2 tahun, sehingga hubungan sosial belum dapat dinilai. Pengkajian
konservasi integritas sosial ini dapat dilakukan dengan baik jika anak
sudah membaik dan iteraksi yng terus menerus dengan perawat.
Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


79

Asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada kelima pasien kelolaan


berdasarkan model konservasi Myra E. Levine, secara umum dapat diaplikasi
pada pasien kelolaan melalui format pengkajian yang dikembangkan oleh
mahasiswa residensi keperawatan anak. Akan tetapi pada pengkajian konservasi
integritas sosial sulit untuk dinilai pada pasien anak dengan usia 1-2 tahun.

4.2 Praktek Ners Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian Target


Residen menjalani praktik di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo selama 2
semester. Terdapat faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan
praktik untuk mencapai target kompetensi. Dukungan yang dirasakan oleh
residen berupa kesempatan yang diberikan kepada dalam melaksanakan
praktik klinik untuk mengaplikasikan ilmu atau teori yang didapat dari
pembelajaran di kampus. Dukungan juga diberikan oleh perawat ruangan yang
dengan terbuka memberi kesempatan dan bertukar pikiran dalam mengelola
klien. Selama praktek residensi supervisi dari pembimbing akademik dirasa
sangat membantu mengarahkan residen yang pada akhirnya membantu residen
dalam mencapai kompetensi.

Selama perawatan anak dengan gangguan sistem pernapasan residen juga


mendapat kesempatan dari pihak ruangan untuk memfasilitasi keluarga agar
dapat berinteraksi dengan anaknya. Hal ini dirasakan sebagai dukungan yang
sangat berarti bagi keluarga terutama klien, yang membutuhkan dukungan dari
keluarga. Keterlibatan keluarga juga tampak pada pelaksanaan proyek inovasi
yang di ruang infeksi. Hal ini merupakan bentuk dukungan yang nyata dan
bukti bahwa pihak ruangan/rumah sakit menerima residen khususnya dan
program redidensi pada umumnya.

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan kesimpulan hasil penerapan model Konservasi Myra E.


Levine dalam asuhan keperawatan pasien anak dengan gangguan sistem
pernapasan di ruang infeksi anak RSCM Jakarta.

5.1 Simpulan
Pemberian asuhan keperawatan pada lima pasien kelolaan dengan masalah
gangguan sistem pernapasan berdasarkan model Konservasi Myra E. Levine
secara umum dapat diterapkan dengan baik. Tahapan asuhan keperawatan
menurut model konservasi ini diawali dengan tahap pengkajian (assessment),
penentuan masalah yang muncul (trophicognosis), penentuan rencana
tindakan (hypotheses), intervensi (test hypotheses), dan evaluasi.

Model Konservasi Myra E. Levine menyatakan bahwa adanya gangguan


pada salah satu konservasi maka akan mempengaruhi konservasi lainnya,
sehingga upaya mengatasi masalah yang muncul pada salah satu konservasi
akan mengembalikan keutuhan dari konservasi lainnya. Untuk itu, pengkajian
terhadap seluruh pasien kelolaan dilakukan berdasarkan empat prinsip
konservasi yang dikembangkan oleh Levine, yaitu konservasi energi,
konservasi integritas struktur, konservasi integritas personal, dan konservasi
integritas sosial. Secara umum, kondisi gangguan sistem pernapasan yang
menyertai penyakit kritis yang dialami pasien yang membuat mereka harus
menjalani perawatan diruang infeksi anak, memiliki masalah utama pada
konservasi energi dan konservasi integritas struktur, sehingga mempengaruhi
konservasi personal dan sosial mereka. Oleh karena itu, memperbaiki
konservasi energy dan konservasi integritas struktur akan meningkatkan
konservasi lainnya.

80 Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


81

Selanjutnya, dalam menentukan masalah keperawatan atau penegakan


diagnosis keperawatan, digunakan diagnosis keperawatan NANDA 2011.
Setelah diagnosis keperawatan ditegakkan, rencana keperawatan (hypotheses)
disusun dan dilaksanakan sebagai intervensi keperawatan untuk membantu
pasien dalam mengatasi masalah yang muncul. Tahap akhir adalah evaluasi
keperawatan, evaluasi keperawatan dilakukan dengan melihat respon
organismik pasien terhadap tindakan yang diberikan, yang akhirnya
diharapkan tercapainya keutuhan pasien sebagai individu (wholeness).

Peran yang dijalani mahasiswa residensi keperawatan anak dalam


memberikan asuhan keperawatan merupakan salah satu peran sebagai
perawat primer, yaitu sebagai praktisi asuhan keperawatan (care giver).
Dalam memberikan asuhan keperawatan, mahasiswa residensi keperawatan
anak juga memegang prinsip etik, legal dan peka budaya sebagai cerminan
praktik profesional seorang perawat. Peran lainnya yang juga telah
dilaksanakan adalah peran pendidik, advokat, dan peneliti. Peran pendidik
dicapai oleh mahasiswa residensi keperawatan anak dengan melakukan
edukasi pada keluarga pasien, dan diskusi dengan perawat ruangan secara
informal. Peran advokat dicapai dengan pemberian informasi yang lengkap
pada keluarga dan memberikan yang terbaik serta mencegah tindakan yang
dapat merugikan pasien. Sedangkan peran peneliti dicapai melalui eksplorasi
jurnal-jurnal penelitian dan sosialisasi evidence based nursing (EBN) kepada
perawat ruang infeksi anak.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Leyanan Kesehatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien, perawat
memiliki peran penting sebagai pengelola pasien selama 24 jam.
Melalui pengembangan model konservasi Myra E. Levine yang telah
diterapkan oleh mahasiswa residensi keperawatan anak, dapat menjadi
masukan bagi layanan keperawatan untuk mengelola pasien
berdasarkan pendekatan teori-teori keperawatan yang sama ataupun
Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


82

teori keperawatan lainnya. Selain itu perawat dalam menjalani praktik


keperawatannya harus berpegang pada prinsip etik, legal dan peka
budaya sebagai bentuk praktik profesional seorang perawat.

5.2.2 Bagi Pendidikan


Dalam menerapkan teori keperawatan yang sesuai dengan kekhususan
atau peminatan yang akan dipilih oleh mahasiswa residensi
keperawatan anak, sebaiknya teori keperawatan yang akan diterapkan,
dilakukan uji coba kefektifan penggunaan terlebih dulu sebelum
praktik residensi keperawatan anak dilaksanakan. Dengan demikian,
penerapan teori keperawatan tersebut akan lebih efektif dan sesuai
dengan kasus-kasus yang ditemukan pada unit perawatan yang
diminati oleh mahasiswa residensi keperawatan anak.

5.2.3 Ners Spesialis Keperawatan Anak


Sebagai seorang ners spesialis keperawatan anak diharapkan dapat
terus mengembangkan ilmu dan pengetahuan mereka dibidang
keperawatan anak. Upaya pengembangan ilmu dan pengetahuan
tersebut dapat dilakukan dengan terus melakukan penelitian berbasis
bukti klinis, meningkatkan keterampilan, dan terus berfikir inovatif,
sehingga dapat meningkatkan kualitas dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dan keluarga pasien.

Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M.R., & Tomey, A.M. (2010). Nursing theorists and their work.
(7thEdition). Mosby: Elsevier.

Alligood, M.R., & Tomey, A.M. (2006). Nursing theorists: Utilation and
application. Mosby: Elsevier.

Almirall, J., Bolibar, I., Serra-Prat, M., Roig, J., Hospital, I., Caradell, E. et al.
(2008). New evidence of risk factor community acquired pneumonia: a
population-based study. Eur Respir Journal. 31, 1274-1284.

Bals, R & Hiemstra, P.S. (2002). Innate immunity in the lung: how epithelial cells
fight against respiratory pathogens. Eur Respir J. 23.327-333.

Behrman, R.F., & Kliegman, R.M (2010). Nelson esensi pediatri. Edisi ke-4.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Caesar, J.A., Victoria, G., & Barros, F.C (1999). Impact of breast-feeding on
admission for pneumonia during postneonatal period in Brazil; nested
case-control study. BMJ. 20. 138-1316.

Cardoso, M.R.A., Cousens, S.N., Siqueira, I., Alvess, F.M., Angelo, L.A. (2004).
Crowding: risk faktor protective factor lower respiratory diseads in young
children. BMC Publist Health, 4-19.

Cunha, A.L. Margolis, P.A. & Wing, S. (2001). Community economic


development and acute lower respiratory infection in children. World
Health and Population. 4. 1. 1-7.

Dye, J.A. & Aler, K.B. (2000). Effect of cigarette smoke on epihithelial cells of
the respiratory tract. Thorax. 49, 825-34.

Durbin, W.J. & Stile, C. (2008) Pneumonia pediatric in review. 29.147-160.

Fawcett, J. (2005). Contemporary nursing knowledge: Analysis & evaluation of


nursing models and theories. (2nd Edition). Philadelphia: F. A. Davis
Company.

Fizgeralnd, D.A. & Kilham, H.A. (2004). Bronchiolitis: assessment and evidence-
based management, MJA. 180.399-404.

Fogelmark, B., Rylander, R., Sjostrad, M. & Reininghaus, W. (2000). Free lung
cell phagocytosisi and the of cigarette smoke exposure. Exp Lung Res. 1,
131-8.
1 Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


Guyton, A.C. & Hal, J.E. (2008). Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Goell, K., Ahmad, S., Agarwal, G., Goel, P. & Kumar, V. (2012). A Cross
Sectional Study on Prevalence of Acute Respiratory Infections (ARI) in
Under-Five Children of Meerut District, India. J. Community Med Health
Educ. 2, 9, 2161-0711.

Harris, J.O. & Gonzales-Rothi, R.J. (2004). Abnormal phagolysosome fusion in


pulmonary alveolar mecrophages of rate exposed chonically to cigarette
smoke. Am Rev Respir Dis. 130, 467-71

Herry, G., & Heda, M.D, (2005). Bronkhiolitis dalam Pedoman Diagnosis dan
Terapi, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi ke-3, Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, RS. Dr. Hasan Sadikin
Bandung.

Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essentials of pediatric nursing.


(8th ed.) St. Louis: Mosby Elseiver

Howden-Chapman, P. (2004). Housing standards: a glossary of housing and


health. Journal Epidemiol Community Health. 58, 162-168.

Jeena. P.M. (2008). An approach to the child in respiratory distress. South African
Family Juornal, 50. 32-37.

Jackson, S., Mathew, K.H., Pulanić, D., Falconer, R., Rudan, I., Campbell, H. &
Nair, H. (2013). Risk factors for severe acute respiratory infections in
children–a systematic review and meta-analysis. Croat Med Journal.
2013;54:110-21.

Kartasasmita, C.B., Rosmayadi, O., Soemantri, E.S., Deville, W. & Dements, M.


(2002). Evaluation of risk factor for acute respiratory infection in under-
five children in a trasmigatory urban area Bandung Indonesia. Journal
Trop Ped. 38.3.127-8.

Kementrian Kesehatan RI. (2011). Pedoman pemberantasan penyakit infeksi


saluran pernapasan akut untuk penanggulangan peneumonia pada balita.
Jakarta.

KemenKes., Dirjen P2P dan PL. (2011). Pedoman pengendalian infeksi saluran
pernapsan akut. Jakarta.

2 Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


Kim, M.T., Han, W., Ohnmar, Aung, K.Z., Myint, T., Khim, K.S.M., Kyi, S. &
Than, T.L. (2005). Indoor air pollution: impact of intervention on acute
respiratory infection (ARI) in under-five children. Regional Health Forum.
9. 1. 30-36.

Klassen, T.P. (1997). Recent advances in the treatment of Bronchiolitis and


Laryngitis. Pediatr Clin of Nort Am.44.249-58

Klein, J.O. (2004). Bacerial pneumonia. In. Feignin, R.D., Cherry, J.M.,
Demmler, G.J., Kaplan, S.L., penyunting. Texbook of pediatric infectious
disease. 5th ed. Philadelpia: Sunders.

Kozier, B. (2000). Fundamental of nursing concepts: process & practice. (6th


Ed.). Jew Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Kum-Nji, Meloy, L.H. (2006). Environmental tobacco smoke ekpose; Prevalensi


and mechanisms of caustion of infekstions in children. Pediatrics, 117,
1745-54.

Kristensen, I.A. (2004). Community Study of Acute Respiratory Infections in


Children Less than One Year of Age. Dan Med Bull. 51.308-330.

Lavi, N.G., Fraser, D., Porat, N. & Dagan, R. (2002). Spread of Streptococcus
pneumoniae and antibiotic-resistant S. penumoniae from day car center
attendees ti their younger siblings. Pediatr Infect Dis J. 186. 1608-14.

Lindeman, C.A. & Marylou, M.A. (1999). Fundamentals of contemporary


nursing practice. Philadelphia: W.B. Saunders Company.

Mark, L.E. (2007). Acute bronchiolitis and pneumonia in infancy resulting from
the respiratory syncytial virus. In ; Textbook of pediatric infectious
desease, 3nd Philadelphia Saunders company.

McIntosh, K. (2002). Community-aquired pneumonia in children: current


concept. N Engl J Med.346, 6, 429-36.

Michelow, I.C., Olsen, K., Lazano, J., Rollins, N.K., Duffy, L.B., Ziegler, T. et al.
(2004). Epidemiology and clinical characteristic of community-aquired
pneumonia in hospital children. Pediatrics. 133.701-707.

Mizgerd, J.P. (2008). Acute lower respiratory tract infection. N Eng J Med. 358,
1716-27.

Mefford, L.C. (2004). A Theory health promotion for preterm infants based on
Levine’s cocervation model of nursing. Nurs Sci Q, 17, 260-266.

3 Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


Murin, S. & Bilello, K.S. (2005). Respiratory tract infection: another reason not to
smoke. Clev J Med, 72, 10, 916-920.

Nascimento-Carvalho, C.M.C. (2001). Ethiology of childhood community-


acquired pneumonia and its complications for vaccination. The Brazilian
Journal of Infectious Deseases. 5. 2. 87-89.

Ostapchuk, M., Roberts, D.M. & Haddy, R. (2004). Community-acquaried


pneumonia in infant and children. Am Fam Physician. 70.899-908.

PPNI. (2005). Standar kompetensi perawat Indonesia. Diunduh dari


http://www.inna-ppni.or.id

Parker, M.E. & Smith, M.C. (2010). Nursing theoris and nursing practice. 3rd ed.
Philadelphia.

Potter, P. A. & Perry, A. G. (2006). Buku ajar fundamental keperawatan (edisi 4)


(Renata. M, Dian. E, Enie, N, Alfrina. H, dan Sari. K, penerjemah).
Jakarta: Salemba Medika.

Pereira, J.C & Escuder, M.M. (1998). The importance of clinical symptoms and
sign in the diagnosis of community-aquired pneumonia. Journal Trop
Pediatrics. 44.18-24.

Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB.(2013). Buku ajar respirologi anak. Edisi
pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI

Rudan, I., Boschi-Pinto, C., Biloglav, G., Mulholland, K & Campbell,. H. (2008).
Epidemiology and etiology of childhood pneumonia. Bulletin of the World
Health Organization, 86: 408–416.

Roth, D.E., Caulfiels, L.E., Ezzati, M. & Black, R.E. (2008). Acute lower
respiratory infections in childhood: opportunities for reducing the global
burden through nutrional intervention. Bulletin of the World Health
Organization. 86. 356-364.

Savirtha, M.R., Nandeeshwara, S.B., Pradeep Kumar, M.J., Farhan-ul-haque, &


Raju, C.K. (2007). Modifiable risk faktor acute lower respiratory tract
infekstion. Indiana Journal Pediatrics, 74, 5. 477-482.

Selwyn, B.J. (2007). The epidemiology of acute respiratory infection in young


children: comparation of fidings from several developing countries. Rev
Infect Dis. 12, 8, S870-88.

Schaad, U.B. (2005). Prevention od pediatric respiratory tract infection: emphasis


on the role of OM-85. Eur Respir Rev. 14. 95.74-77.

4 Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013


Soewigyo, S., Gessner, B.D., Sutanto, A., Stenhoff, M., Prijanto, M. Nelson, C. et
all. (2001). Streptococcus pneumonia nasopharyngeal carrier prevalence,
serotype distribution, and resistance pattern among children in Lombok
island Indonesia, CID, 32. 1039-43.

Supriyanto, B. (2006). Infeksi respiratori bawah akut pada anak. Sari Pediatri.
8,2, 100-6.

Sutmoller, F. & Maia, P.R. (1995). Acute respiratory infections in children living
in teo low income communities of Rio de Janeiro. Brazil Men Inst
Oswaldo Cruz. 90. 6.665-674.

Steiner, R.W.P. (2004). Treating Acute Bronchiolitis Associated with RVS.


America Family Physicial. 69.326-30.

Tupasi, T.E., Velmonte, M.A., Elinor, M.G., Sanvictores, G., Abraham, L., Lilian
E. et al (2008). Determinants of morbidity and mortality due to acute
respiratory infections: implications of intervention. The Journal of Infectious
Diseases. 158. 4. 615-623.

Wantania, J.M., Naning, R. & Wahani, A. (2013). Infeksi respiratori. In. Rahajoe,
N.N., Supriyatno, B. & Setyanto, D.B. Buku ajar respirologi anak. 4th ed.
IDAI.

Wilkinson, J.W., & Ahern, N.R. (2012). Buku saku diagnosis keperawatan:
Diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC (Esty
Wahyuningsih, alih bahasa). Jakarta: EGC.

Wong, D. I., Hockenberry, M., Wilson, D., & Schwart. P. (2009). Buku ajar
keperawatan pediatrik (edisi 6). Jakarta: EGC.

World Health Organization. (1992). Program for control of acute respiratory


infections: acute respiratory infections in children: case management in
small hospital in developing countries, a manual for doctors and others
senior healt works. WHO

World Health Organization. (2007). Pencegahan dan pengendalian infeksi saluran


pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemic dan pandei di
falitas pelayanan kesehatan. Pedoman Intern WHO. WHO.

Zain, M.S. (2013). Bronkhiolitis. In. Rahajoe, N.N., Supriyatno, B. & Setyanto,
D.B. Buku ajar respirologi anak. 4th ed. IDAI.

Zhang, S. & Petro, T.M. (2001). The effect of nicotine on murine CD 4 T cell
responses. Int J Immunopharmacol. 18, 467-78.

5 Universitas Indonesia

Aplikasi model…, Ayu Yuliani, FIK UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai