Tinjauan Pustaka Sosis
Tinjauan Pustaka Sosis
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sosis
Sosis merupakan makanan asing yang sudah akrab dalam kehidupan
masyarakat Indonesia karena rasanya enak. Makanan ini dibuat dari
daging yang telah dicincang kemudian dihaluskan, diberi bumbu,
dimasukkan ke dalam selonsong berbentuk bulat panjang simetris, baik
yang terbuat dari usus hewan maupun pembungkus buatan (casing). Istilah
sosis berasal dari bahasa Latin, yaitu salsus, yang artinya garam. Hal ini
merujuk pada artian potongan atau hancuran daging yang diawetkan
dengan penggaraman (Wau, 2010).
Pada umumnya sosis dibuat dari daging sapi, daging ayam, dan
daging babi. Sekarang ini telah dikembangkan sosis ikan, yaitu sosis yang
terbuat dari daging ikan. Jenis ikan yang sering digunakan sebagai bahan
baku adalah ikan tuna, ikan lele, ikan tengiri dan ikan kakap merah. Ikan
lele yang banyak di pasaran adalah jenis lele dumbo (Clarias gariepinus)
dengan postur tubuh lebih besar dan dagingnya banyak, sehingga cocok
untuk diolah menjadi sosis ilkan lele (Widjanarko, 2010).
Bahan dasar pembuatan sosis ikan adalah daging dan emulsi. Emulsi
merupakan dispersi dua cairan yang tidak saling melarutkan, dimana
cairan yang satu terdispersi dalam cairan yang lain. Masalah yang sering
dialami dalam pembuatan sosis adalah pecahnya emulsi karena
penggilingan dan pemanasan yang berlebihan dan proses pengohan yang
telampau cepat (Dotulong, 2009).
Menurut Badan Standar Nasional (BSN) sosis adalah produk
makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging
tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa
penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang
diizinkan dan dimasukkan ke dalam selongsong sosis. Syarat mutu sosis
menurut SNI 01-3820-1995 dapat dilihat pada Tabel 2.1.
3
4
lele dapat hidup pada perairan tenang yang keruh seperti waduk,
danau, rawa dan genangan air lainnya (Najiyati, 1992).
Tabel 2.2 Perbandingan Komposisi Gizi Ikan Lele dengan Daging
Sapi dan Daging Ayam /100 gram bahan.
3. Es
Air yang ditambahkan ke dalam adonan sosis biasanya dalam
bentuk serpihan es, supaya suhu adonan selama penggilingan tetap
rendah. Dengan adanya es, suhu dapat dipertahankan tetap rendah
sehingga protein daging tidak terdenaturasi akibat gerakan mesin
penggiling dan ekstraksi protein berjalan dengan baik
(Koswara, 2009).
Tabel 2.4 Standar Mutu Air Menurut SNI 01-3553-2006
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Bau - Tidak berbau
2 Rasa - Normal
3 Warna Unit Pt-Co Maks. 5
4 pH - 6,0-8,5
5 Kekeruhan NTU Maks. 1,5
Sumber : Dewan Standarisasi Nasional (2006).
Prinsip pembuatan sosis adalah emulsi. Emulsi sosis tersebut
sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang ditambahkan. Penambahan air
dalam bentuk es batu atau air es pada pembentukan emulsi bertujuan
untuk memudahkan ekstraksi protein, membantu pembentukan emulsi
dan mempertahankan suhu adonan tetap rendah akibat pemanasan
mekanis. Produk sosis yang emulsi diperoleh dari penambah berat atau
volume produk pada sosis yang ditambahkan dengan bahan pengisi
(Irnani, 2014).
4. Bawang putih
Nama binomial Allium sativum. Bawang putih termasuk
klasifikasi tumbuhan berumbi lapis atau siung yang bersusun. Pada
kenyataannya bawang putih hanya diambil manfaat sebagai bumbu
dapur yang hanya digunakan untuk memberikan rasa sedap dan mantap
di setiap masakan. Sehingga bawang putih atau Allium sativum sudah
menjadi bahan dapur wajib saat memasak karena aroma dan rasa yang
dihasilkannya menambah sedap setiap resep masakan (Untari, 2010).
Bawang putih adalah salah satu bahan yang paling umum
digunakan dalam pembuatan sosis. Selain penyedap makanan, bawang
9
5 Cemaran logam :
5.1 Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,5
5.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 10,0
5.3 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,1
6 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1
Catatan 1: b/b adalah bobot/bobot
Catatan 2: adbk adalah atas dasar bahan kering
Sumber : Dewan Badan Standar Nasional (2010)
Cita rasa suatu produk biasanya merupakan gabungan dari tiga
komponen, yaitu aroma, rasa, dan rangsangan mulut. Garam sebagai
pembangkit aroma dan cita rasa serta penstabil warna daging ikan
mempunyai fungsi dan peranan penting dalam proses preparasi dan
pengolahan pangan. Garam biasanya ditambahkan untuk
mempertahankan warna daging dan mendapatkan rasa asin yang
diinginkan (Buckle, 1985).
6. Gula pasir
Pemberian gula akan mempengaruhi cita rasa yaitu
meningkatkan rasa manis, kelezatan, aroma, tekstur daging, dan
mampu menetralisir garam yang berlebihan serta menambah energi.
Selain itu gula memiliki daya larut yang tinggi dan dapat mengikat air
sehingga dapat berfungsi sebagai pengawet. Adanya glukosa, sukrosa,
pati, dan lain-lain dapat meningkatkan citarasa pada makanan serta
menimbulkan rasa khusus pada makanan (Buckle et al, 1987).
Tabel 2.9 Syarat Mutu Gula Kristal Berdasarkan SNI 01-3140-2010
Persyaratan
No Parameter uji Satuan
GKP 1 GKP 2
1 Warna
1.1 Warna Kristal CT 4,0-7,5 7,6-10,0
1.2 Warna Larutan (ICUMSA) IU 81-200 201-300
2 Besar Jenis Butir Mm 0,8-1,2 0,8-1,2
3 Susut Pengeringan (B/B) % Maks 0,1 Maks 0,1
4 Polarisasi (oZ, 20oC) “Z” Min 99,6 Min 99,5
5 Abu Konduktiviti (b/b) % Maks 0,10 Maks 0,15
6 Bahan Tambahan Pangan
6.1 Belerang dioksida (SO2) mg/kg Maks 30 Maks 30
7 Cemaran logam
7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks 2 Maks 2
7.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks 2 Maks 2
7.3 Arsen (As) mg/kg Maks 1 Maks 1
11
zat yang dapat memberikan aroma harum dan khas bila dipakai sebagai
bumbu ataupun parfum (Sarpian, 2003).
10. Pala
Bumbu-bumbu yang ditambahkan dalam pembuatan sosis
dimaksudkan untuk menambah cita rasa sesuai selera konsumen.
Bumbu yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah merica, bawang
putih, bawang merah, pala, jahe, dan MSG. Menurut Soeparno (1994),
penambahan bahan penyedap dan bumbu, terutama ditujukan untuk
menambah atau meningkatkan rasa, karena bahan penyedap dapat
meningkatkan dan memodifikasi flavour yang berbeda. Beberapa
bumbu ini bersifat sebagai antioksidan sehingga dapat menghambat
ketengikan serta memiliki aktivitas antimikroba sehingga dapat
menghambat pertumbuhan mikroba merugikan.
Tabel 2.8 Syarat Mutu Pala berdasarkan SNI 01-0006-1993
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Kadar air (b/b) % maks. 10
2 Biji berkapang % maks. 8
3 Serangga utuh mati ekor maks. 4
4 Kotoran mamalia mg/lbs maks. 0
5 Kotoran binatang lain mg/lbs maks. 0
6 Benda asing (b/b) % maks. 0
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1993)
Pala adalah salah satu jenis rempah-rempah yang banyak
digunakan dalam industri makanan, farmasi, dan kosmetik. Biji dan
fuli pala (selaput biji) digunakan sebagai sumber rempah-rempah,
sedangkan daging buah pala sering diolah menjadi berbagai produk
pangan seperti manisan, sirup, jam, jeli, dan chutney. Minyak biji pala
terutama digunakan dalam industri flavour (penambah cita rasa)
makanan dan dalam jumlah kecil digunakan dalam industri farmasi dan
kosmetik (Winarti, 2012).
11. Selongsong
Casing digunakan untuk memberikan bentuk dan ukuran yang
disukai oleh konsumen. Casing sosis dibedakan sebagai casing alami
dan casing buatan. Casing alami ini dibuat dari usus besar sapi, babi,
15
kuda dan lainnya. Untuk casing buatan, pada umumnya dibuat dari
selulosa, bahan berserat, plastik dan kolagen. Namun demikian yang
paling baik adalah casing buatan dari kolagen (Koswara, 2009).
Menurut Kramlich (1973), selongsong buatan terdiri atas empat
kelompok yaitu sellulosa, kolagen yang dapat dimakan, kolagen yang
tidak dapat dimakan dan plastik. Pada dasarnya selongsong alami
adalah kolagen, selama pengolahan sosis, selongsong alami dalam
keadaan basah mudah ditembus olah asap dan cairan. Selongsong
alami menjadi kurang permeabel karena pengeringan dan pengasapan.
C. Pengendalian Mutu
Prawirosentono (2004) menyatakan secara garis besar bahwa
pengendalian mutu dapat diklasifikasikan menjadi tiga (3), yaitu
pengendalian mutu bahan baku, pengendalian mutu dalam proses
pengolahan dan pengendalian mutu produk akhir. Pengendalian mutu /
kualitas merupakan salah satu fungsi yang terpenting dari suatu
perusahaan. Setiap perusahaan mempunyai fungsi pengendalian mutu
biasanya dilakukan oleh bagian pengawasan mutu akan tetapi didalam
suatu perusahaan bagian pengendalian/pengawasan mutu tidak selalu ada
tergantung pada besar kecilnya suatu perusahaan dan jenis produk dari
perusahaan tersebut. Suatu produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan
dapat memberikan dampak yang cukup besar terhadap mutu produk yang
dihasilkan dapat menekan presentase dari cacat produk dapat ditekan
sekecil mungkin, sehingga perusahaan mendapatkan keuntungan yang
lebih besar.
Menurut (Assauri, 2008) suatu produk didasarkan oleh ukuran dan
karakteristik dari produk yang diproduksi sesuai dengan keingian
konsumen. Keinginan/selera antar pembeli juga berbeda mungkin
dikarenakan perbedaan sifat daerah asalnya, tingkat sosialnya ataupun
sebab lainnya. Akibat kenyataan ini menyulitkan bagi perusahaan
(produsen) untuk memilih dan menentukan faktor mutu yang diminta oleh
16