Anda di halaman 1dari 37

Laporan kasus

GAGAL JANTUNG AKUT

Disusun oleh:

Afriadi

090611054

Pembimbing:

dr. Fouzal Aswad, Sp. JP- FIHA

BAGIAN /SMF ILMU KARDIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

2017

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang tak terhingga penulis haturkan kepada Allah

SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang karena atas segala rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “gagal

jantung akut”. Penyusunan laporan kasus ini sebagai salah satu tugas dalam

menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Kardiologi dan

Kedokteran Vaskular Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin Banda Aceh.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Fouzal Aswad Sp. JP-

FIHA atas waktu dan tenaga yang telah diluangkan untuk memberikan

bimbingan, saran, arahan, masukan, semangat, dan motivasi bagi penulis sehingga

laporan kasus ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun untuk perbaikan

di masa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi

pembaca.

Banda Aceh, Maret 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1
BAB 2 STATUS PASIEN ......................................................................... 3
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 17
3.1 Definisi ..................................................................................... 17
3.2 Klasifikasi................................................................................ 18
3.3 Etiologi ................................................................................... 18
3.4 Patofisiologi ............................................................................ 19
3.5 Faktor Presipitasi ..................................................................... 24
3.6 Gejala Klinis ........................................................................... 25
3.7 Diagnosis ................................................................................. 27
3.8 Penatalaksanaan ...................................................................... 30
3.9 Prognosis ................................................................................. 30
BAB 4 PEMBAHASAN .................................................................................. 31
BAB 5 KESIMPULAN ..................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Gagal jantung adalah peningkatan masalah bagi sistem kesehatan di semua

negara berkembang. Gagal jantung merupakan ketidakmampuan jantung untuk

mempertahankan curah jantung (cardiac output/ CO) dalam memenuhi kebutuhan

metabolisme tubuh. Penurunan CO mengakibatkan volume darah yang efektif

berkurang. Untuk mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat, maka di dalam

tubuh terjadi suatu reflek homeostasis atau mekanisme kompensasi melalui

perubahan-perubahan neurohormonal, dilatasi ventrikel dan mekanisme frank-

starling. Dengan demikian, manifestasi klinis gagal jantung terdiri dari berbagai

respon hemodinamik renal, neural, dan hormonal yang tidak normal.1

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup

keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan

kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal

meliputi regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel dan beban akhir meningkat

pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik.2

Data dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) tahun

2012, di Amerika Serikat terdapat sekitar 5,7 juta penduduk yang menderita gagal

jantung.4 Dimana 55.000 kematian tiap tahunnya disebabkan oleh gagal jantung.5

Di Indonesia, menurut Data dan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007

menyebutkan bahwa penyakit jantung masih merupakan penyebab utama dari

kematian terbanyak pasien di rumah sakit Indonesia. Menurut data di Rumah

3
Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 2006 di ruang rawat jalan dan

inap didapatkan 3,23% kasus gagal jantung dari total 11.711 pasien.3 Pasien gagal

jantung sekarang dikategorikan menjadi 2 group (1) gagal jantung dengan

penurunan fraksi ejeksi (dikenal sebagai gagal sistolik) atau (2) gagal jantung

dengan fraksi ejeksi tetap (dikenal sebagai gagal jantung diastolik ).2

4
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. I

Umur : 51 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. malem dagang jaya baru, Ds.bitai

Pekerjaan : Swasta

Agama : Islam

Suku : Aceh

Status Perkawinan : Sudah menikah

No. CM : 1-11-48-84

Tanggal Masuk : 23 Maret 2017

Tanggal Pemeriksaan : 24 Maret 2017

2.2 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Sesak nafas

b. Keluhan Tambahan : Pusing dan nyeri dada

c. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke poli klinik jantung RSUZA dengan keluhan sesak napas

sejak 2 hari yang lalu. Sesak napas timbul saat pasien melakukan aktivitas berat,

seperti mengangkat benda berat dan berkurang apabila pasien duduk. Pasien

mengaku merasa cepat lelah saat berjalan namun keluhan berkurang apabila

pasien istirahat sejenak. Sesak tidak berhubungan dengan perubahan cuaca atau

paparan debu.

5
Nyeri pada dada terasa seperti di remas – remas, tidak hilang pada saat

istirahat, menjalar hingga ke bagian punggung tubuh. Nyeri dada juga disertai

dengan pusing,lemas, dan berkeringat dingin. Pasien juga mengeluhkan mual dan

muntah, muntah berisi makanan,tidak terdapat darah .

Pasien mengalami penyakit ini sudah sejak bulan 8 tahun 2016 dan

keluhan ini memberat dalam 2 bulan ini. Pasien juga rutin berobat dan di rawat di

rumah sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat Hipertensi disangkal

 Riwayat DM disangkal

 Pasien pernah dirawat dengan keluhan yang sama sudah 2 kali

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi dan penyakit jantung dalam keluarga tidak ada.

e. Riwayat Pemakaian Obat

Pasien pernah mengkonsumsi obat oral yang bernama aspirin, furosemid,

spironolacton

f. Riwayat Kebiasaan Sosial

Pasien mengaku memiliki kebiasaan merokok

g. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi

- Jenis kelamin

- Usia > 40 tahun

h. Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi

- Olah raga

6
2.3 PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Present

Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 90/60 mmHg

Frekuensi Jantung : 88 x/i, reguler

Frekuensi Nafas : 24 x/i

Temperatur : 36,70C

Status General

Kulit

Warna : Sawo Matang

Turgor : Kembali Cepat

Ikterus : (-)

Anemia : (-)

Sianosis : (-)

Edema : (-)

Kepala

Bentuk : Kesan Normocepali

Rambut : Bewarna hitam keputihan, alopesia (-)

Mata : Cekung (-), Reflek cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-),

Conj.palpebra inf pucat (-/-)

Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)

Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-), NCH (-/-)

7
Mulut

Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)

Gigi Geligi : Karies (-)

Lidah : Beslag (-), Tremor (-)

Mukosa : Basah (+)

Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal

Faring : Hiperemis (-)

Leher

Bentuk : Kesan simetris

Kel. Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran (-)

Peningkatan TVJ : R+3cmH2O

Axilla : Pembesaran KGB (-)

Thorax

Thorax depan

1. Inspeksi

Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris

Tipe Pernafasan : Thorako-abdominal

Retraksi : (-)

2. Palpasi
Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal

8
3. Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor

Lap. Paru bawah Sonor Sonor


4. Auskultasi
Suara Pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah vesikuler vesikuler
Suara Tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh basah basal Rh basah basal
(-)Wh (-) (-), Wh(-)

Thoraks Belakang

1. Inspeksi

Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris

Tipe pernafasan : Thorako-abdominal

Retraksi : (-)

2. Palpasi
Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Nomal

9
3. Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor
4. Auskultasi
Suara pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah vesikuler vesikuler
Suara tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh basah basal(-), Rh basah basal(-),
Wh (-) Wh (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis terlihat di ICS V 2 jari ke arah lateral

Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V 2 jari ke arah lateral

Perkusi : Batas jantung atas: di ICS II

Batas jantung kanan: di ICS II LPSD

Batas jantung kiri: di ICS V 2 jari Lateral LMCS.

Auskultasi : BJ I >BJ II, HR: 70x/I irreguler, bising sistolik

(-),gallop S3(-).

Abdomen
Inspeksi : Siktrik (-), massa (-)
Palpasi : Distensi (-), Undulasi (-)
Perkusi : Tympani, Shifting Dullnes (-)

10
Auskultasi : Peristaltik usus (N)

Genetalia : tidak dilakukan pemeriksaan


Anus : tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas
Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -
Edema - - + +
Ikterik - - - -
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus otot Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus
Sensibilitas N N N N
Atrofi otot - - - -

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium ( 23 Maret 2017 )
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 12,5 14,0-17,0gr/dl
Leukosit 8,9 4,5-10,5 x 103/ul
Trombosit 185 150-450 x 103/ul
Hematokrit 37 45-55%
Kolesterol total 130 < 200 mg/dl
Kolesterol HDL 22 >60 mg/dl
Kolesterol LDL 93 <150 mg/dl
Bilirubin Direct 2,05 <0,52 mg/dl
Trigliserida 60 < 150 mg/dl
Albumin 3,79 3,5-5,2 g/dl
Troponin I < 0,10 < 1,5 ng/ml
CK-MB 17 < 25 U/L

11
Ureum 26 13-43 mg/dl
Kreatinin 0,77 0,67-1,17 mg/dl
Asam urat 11,6 3,5-7,2 mg/dl
Natrium 135 132-146 mmol/L
Kalium 2,7 3,7-5,4 mmol/L
Klorida 102 98-106 mmol/L

B. Elektrokardiografi
Tanggal 23 Maret 2017

Interpretasi EKG:

Irama : sinus rhytme

Heart rate : 93 x/menit

Regularitas : reguler

Axis : Normo axis

T invers : Lead V5,V6 (lateral)

V3,V4 (septal anterior)

Komplek QRS : 2 kotak kecil 0,08 (normal)

Kesimpulan : sinus rhytme, irama regular, axis normal, HR 93x/i, iskemik

miokard di lateral dan anterior septal

12
Tanggal 26 Maret 2017

Irama : sinus rhytme

Heart rate : 75 x/menit

Regularitas : reguler

Axis : Normo axis

T invers : Lead V1,V2,V3,(anterior septal)

Kesimpulan : sinus rhytme, irama regular, axis normal, HR 75 x/i,

iskemik miokard anterior septal

C. ECHOCARDIOGRAPHY

13
Temuan :

Dimensi ruang jantung : LA LV dilatasi

Kontraktilitas LV baik, EF 66%

Kontraktilitas RV baik

RESUME

Pasien datang ke poli klinik jantung RSUZA dengan keluhan sesak napas

sejak 2 hari yang lalu. Sesak napas timbul saat pasien melakukan aktivitas berat,

seperti mengangkat benda berat dan berkurang apabila pasien duduk. Pasien

mengaku merasa cepat lelah saat berjalan namun keluhan berkurang apabila

pasien istirahat sejenak. Sesak tidak berhubungan dengan perubahan cuaca atau

paparan debu.

Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi dan DM, namun pasien mengaku

memiliki riwayat merokok. Pada pemeriksaan Vital Sign didapatkan TD:90/60

mmHg, HR: 88x/i, regular, RR: 24x/i, dispneu (+), Temperatur: 36,70C.

14
Pemeriksaan fisik didapatkan TVJ R+3 cmH2O, Rh basah basal kiri (+), WH basal

paru kiri (+), gallop S3 (-). Kardiomegali (+). EKG : sinus rhytme, 93x/menit,

regular, normo axis, T invers di lateral dan septal anterior . Echo : LV LA

dilatation, fungsi sistolik LV baik.

VI. DIAGNOSA BANDING

Acut Decompesated Hearth Failure ec 1.Coronary Arteri Disease

2.CPC

3.Kardiomiopati

VII. DIAGNOSA KERJA

Acut Decompesated Hearth Failure ec Coronary Arteri Disease

VIII. PENATALAKSANAAN
Non Farmakologis
1. Bed rest

2. O2 2-4 L/i

3. Posisi semifowler

Farmakologis
RL 10gtt/i
Furosemid 2 ampul / 6 jam

Lovenox 0,4 cc / jam

Digoxin 1 x 0,25 mg

Spironolacton 1 x 2,5 mg

KSR (potassium chloride) 2 x 1 tab

Laxadyn syr 1 x CI

15
Allopurinol 1 x 300 mg

Simarc 1 x 2 mg

IX. ANJURAN KETIKA PULANG


- Perbanyak istirahat di rumah

- Kurangi minum dan hitung cairan yang masuk dan keluar

- Olahraga ringan dan teratur

- Hindari makanan berlemak

- Minum obat yang teratur

- Kontrol ke poli jantung

X. PROGNOSIS

Quo ad Vitam : Dubia ad bonam

Quo ad Functionam : Dubia ad malam

Quo ad Sanactionam : Dubia ad malam

16
Follow up
Tanggal S O A P
24 maret  Sesak TD:90/60 ADHF ec O2 2-4 ltr/i
2016  Nyeri mmhg coronary RL 10gtt /i
dada HR/RR: arteri disease Furosemid 2
 Pusing 88/24 ampul / 6 jam
Udem (+) T: 36,7 OC Lovenox 0,4 cc
Tidak bisa / jam
BAB 7 hari Digoxin 1 x
0,25 mg
Spironolacton
1 x 2,5 mg
KSR(potassium
chloride)
2 x 1 tab
Laxadyn syr 1
x CI
Allopurinol 1 x
300 mg
Simarc 1 x 2 mg

17
25 maret  Sesak TD: 100/70 ADHF ec O2 2-4 ltr/I
2016  Nyeri mmhg coronary RL 10gtt/i
dada HR/RR: arteri disease Furosemid
 Pusing 80/22 (aff)
Udem T : 36,8 OC Lovenox 0,4 cc
(berkurang) EKG:T / jam
inverted Digoxin 1 x
antero,lateral 0,25 mg
Spironolacton
1 x 2,5 mg
KSR
(potassium
chloride) 2 x 1
tab
Laxadyn syr 1
x CI
Allopurinol 1 x
300 mg
Simarc 1 x 2 mg

18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Gagal Jantung

Gagal jantung adalah sindroma klinis (sekumpulan tanda dan gejala) yang

ditandai oleh sesak nafas dan fatique (saat istirahat atau saat aktifitas) yang

disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Pada gagal jantung terjadi

keadaan yang mana jantung tidak dapat menghantarkan curah jantung yang cukup

untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.

Perbedaan gagal jantung akut dengan gagal jantung kronik terdapat pada onset

waktu, Gagal Jantung Akut (GJA) didefinisikan sebagai serangan cepat/rapid onset

(<24 jam) dari gagal jantung dapat berupa serangan pertama (de novo) ataupun

perburukan dari gejala sebelumnya (acute on chronic).1 Sedangkan gagal jantung

kronik didefinisikan sebagai sindroma klinis yang kompleks akibat kelainan

struktural atau fungsional yang mengganggu kemampuan pompa jantung atau

mengganggu pengisian jantung.2

3.2 Klasifikasi
Gagal jantung juga dibagi berdasarkan gejala klinis yang disebut Forrester
Haemodynamic Subset.

Subsets Deskripsi
I : Warm and Dry (normal) PCWP 15-18 mmHg dan Cl >
2,2L/menit/m3
II : Warm and Wet (Kongesti) PCWP 1>18 mmHg dan Cl >
2,2L/menit/m3

19
III : Cold and Dry (Hipoperfusi) PCWP 15-18 mmHg dan Cl <
2,2L/menit/m3
IV : Cold and Wet (kongesti dan PCWP >18 mmHg dan Cl <
hipoperfusi) 2,2L/menit/m3

Klasifikasi beratnya gagal jantung pada konteks Infark Miokard Akut

Klasifikasi Killip

Stage I Tidak terdapat gagal jantung. Tidak terdapat tanda dekompensasi


jantung. Prognosis kematian sebanyak 6%
Stage II Gagal jantung. Terdapat : ronkhi, S3 gallop, dan hipertensi vena
pulmonalis, kongesti paru dengan ronkhi basah halus pada lapang
bawah paru. Prognosis kematian sebanyak 17%
Stage III Gagal jantung berat, dengan edema paru berat dan ronkhi pada
seluruh lapang paru. Prognosis kematian sebanyak 38%
Stage IV Shock Kardiogenik. Pasien hipotensi dengan SBP <90mmHg, dan
bukti adanya vasokontriksi perifer seperti oliguria, sianosis, dan
berkeringat. Prognosis kematian sebanyak 67%

3.3 Etiologi

Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi penting

untuk mengetahui penyebab gagal jantung, di Negara maju penyakit arteri koroner

dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak, sedangkan di Negara berkembang

yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit katup jantung dan penyakit

jantung akibat malnutrisi. Secara garis besar penyebab terbanyak gagal jantung

adalah penyakit jantung koroner 60-75%, dengan penyebab penyakit jantung

hipertensi 75%, penyakit katup (10%) serta kardiomiopati dan sebab lain

20
(10%).7

Hipertensi telah terbukti meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada

beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa

mekanisme, termasuk hipertropi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan

dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolic, meningkatkan risiko terjadinya

infark miokard dan memudahkan untuk terjadinya aritmia. Ekokardiografi yang

menunjukkan hipertropi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal

jantung. Adanya krisis hipertensi dapat menyebabkan timbulnya gagal jantung akut.7

Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan

dengan kelainan struktural termasuk hipertropi ventrikel kiri. Atrial fibrilasi dan gagal

jantung seringkali timbul bersamaan.4

Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal

jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia. Konsumsi alkohol yang berlebihan

dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkohol). Alkohol

menyebabkan gagal jantung 2-3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan

malnutrisi dan defisiensi tiamin.4

Obat-obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti

doksorubisin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal

jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.4

3.4 Patofisiologi

Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu:

1. Gangguan mekanik

21
Beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau bersamaaan

yaitu :

 Beban tekanan

 Beban volume

 Tamponade jantung atau konstriksi perikard

 Obstruksi pengisian ventrikel

 Aneurisma ventrikel

 Disinergi ventrikel

 Restriksi endokardial atau miokardial

2. Abnormalitas otot jantung

 Primer : kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal ginjal kronik,

anemia), toksin atau sitostika.

 Sekunder : Iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltratif, korpulmonal

3. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi

Mekanisme Kompensasi

Beberapa mekanisme kompensasi alami muncul pada pasien dengan gagal

jantung yang mengkompensasi penurunan curah jantung dan membantu mengatur

tekanan darah agar cukup untuk perfusi organ-organ vital. Kompensasi ini termasuk

(1) mekanisme Frank-Starling, (2) perubahan neurohormonal, dan (3) hipertrofi

ventrikel dan remodeling.6

22
Gambar 3.1

Gambar di atas menunjukkan Mekanisme kompensasi pada gagal jantung.

Kedua mekanisme Frank-Starling (yang dipicu oleh kenaikan EDV) dan hipertrofi

miokard (dalam meresponi overload tekanan atau volume) berfungsi untuk

mempertahankan stroke volume (garis putus-putus). Namun, kenaikan kronis di EDV

oleh kekakuan ventrikel lalu meningkatkan tekanan atrium, yang pada gilirannya

mengakibatkan manifestasi klinis gagal jantung (misalnya, kongesti paru dalam kasus

gagal jantung kiri).6

Mekanisme Frank-Starling

Gagal jantung yang disebabkan oleh gangguan kontraktilitas ventrikel kiri

menyebabkan pada preload tertentu, stroke volume menurun dibandingkan dengan

normal. Stroke volume yang berkurang menyebabkan pengosongan ruang tidak

lengkap, sehingga volume darah yang terakumulasi dalam ventrikel selama diastol

lebih tinggi dari normal. Hal ini meningkatkan peregangan pada myofibers, lalu

melalui mekanisme Frank-Starling, menginduksi stroke volume yang lebih besar

23
pada kontraksi berikutnya, yang membantu untuk mengosongkan ventrikel kiri yang

membesar dan menormalkan kembali curah jantung.6

Mekanisme kompensasi yang menguntungkan memiliki batas-batasnya

namun, dalam kasus gagal jantung berat dengan depresi kontraktilitas, kurva mungkin

hampir datar pada volume diastolik yang lebih tinggi, mengurangi pembesaran dari

cardiac output yang dicapai melalui penigkatan pengisian ruang jantung. Bersamaan

dalam keadaan tersebut, ditandai peningkatan EDV dan EDP (yang disalurkan

retrograde ke atrium kiri, vena paru, dan kapiler) dapat mengakibatkan kongesti paru

dan edema.6

Perubahan Neurohormonal

Beberapa mekanisme kompensasi neurohormonal diaktifkan saat gagal

jantung dalam mengkompensasi curah jantung yang menurun. Tiga kompensasi yang

paling penting (1) sistem saraf adrenergik, (2) sistem renin-angiotensin-aldosteron,

dan (3) peningkatan hormon antidiuretik (ADH). Mekanisme ini berfungsi untuk

meningkatkan resistensi pembuluh darah sistemik, yang membantu untuk

mempertahankan perfusi arteri ke organ vital, bahkan dalam keadaan output jantung

berkurang.

24
Gambar 3.2

Gambar diatas menunjukkan kompensasi neurohormonal dalam menanggapi

output jantung yang berkurang dan tekanan darah pada gagal jantung. Peningkatan

aktivitas sistem saraf simpatik, renin-angiotensin-aldosteron system, dan hormon

antidiuretik berfungsi untuk mendukung curah jantung dan tekanan darah (kotak).

Namun, konsekuensi yang merugikan dari aktivasi (garis putus-putus) mencakup

peningkatan afterload dari vasokonstriksi berlebihan (yang kemudian dapat

menghambat cardiac output) dan retensi cairan yang berlebihan, yang menyebabkan

edema perifer dan kongesti paru.

25
Meskipun efek akut dari stimulasi neurohormonal menguntungkan, efek

kronis dari mekanisme ini seringkali pada akhirnya terbukti merusak jantung secara

progresif.6

3.5 Faktor Presipitasi

Banyak pasien dengan gagal jantung tetap asimtomatik untuk waktu yang

lama baik karena penurunan yang ringan atau karena disfungsi jantung yang

terkompensasi. Seringkali manifestasi klinis dipicu oleh keadaan yang meningkatkan

beban kerja jantung dan menjadi dekompensasi.6

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gejala pada pasien dengan gagal

jantung kronis terkompensasi

 Kebutuhan metabolik yang meningkat

Demam, infeksi, anemia, takikardi, hipetirois, kehamilan

 Peningkatan preload

Konsumsi sodium berlebihan, intake cairan berlebihan, gagal ginjal

 Peningkatan afterload

Hipertensi yang tidak terkontrol, emboli paru

 Keadaan yang mengganggu kontraktilitas

Obat Inotropik negative, iskemia myocard atau infark, konsumsi ethanol

berlebihan

 Makan obat gagal jantung tidak teratur, bradikardia yang terlalu pelan

26
3.6 Gejala Klinis

Gejala utama ADHF antara lain sesak napas, konngesti, dan kelelahan yang

sering tidak spesifik untuk gagal jantung dan sirkulasi. Gejala – gejala ini juga dapat

disebabkan oleh kondisi lain yang mirip dengan gejala gagal jantung, komplikasi

yang diidentifikasikan pada pasien dengan gejala ini. Variasi bentuk penyakit

pulmonal termasuk pneumonia, penyakit paru reaktif dan emboli pulmonal, mungkin

sangat sulit untuk dibedakan secara klinis dengan gagal jantung.7

Tabel 1. Manifestasi Klinis yang umum pada gagal jantung


Gambaran Klinis Gejala Tanda
yang Dominan
Edema perifer / Sesak napas, Edema Perifer,
kongesti kelelahan, Anoreksia peningkatan vena
jugularis, edema
pulmonal,
hepatomegaly, asites,
overload cairan
(kongesti), kaheksia
Edema pulmonal Sesak napas yang Crackles atau rales
berat saat istirahat pada paru-paru bagian
atas, efusi, Takikardia,
takipnea
Syok kardiogenik Konfusi, kelemahan, Perfusi perifer yang
(low output dingin pada perifer buruk, Systolic Blood
syndrome) Pressure (SBP) <
90mmHg, anuria atau
oliguria
Tekanan darah tinggi Sesak napas Biasanya terjadi
(gagal jantung peningkatan tekanan
hipertensif) darah, hipertrofi
ventrikel kiri
Gagal jantung kanan Sesak napas, Bukti disfungsi
kelelahan ventrikel kanan,
peningkatan JVP,
edema perifer,
hepatomegaly,

27
kongesti usus.

Menurut The Consensus Guideline in The Management of Acute

Decompensated Heart Failure tahun 2006, manifestasi klinis acute decompensated

heart failure antara lain tertera dalam tabel berikut :

Tabel 2. Gejala dan Tanda Acute Decompensated Heart Failure7


Volume Overload
- Dispneu saat melakukan kegiatan
- Orthopnea
- Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
- Ronchi
- Cepat kenyang
- Mual dan muntah
- Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau splenomegali
- Distensi vena jugular
- Reflex hepatojugular
- Asites
- Edema perifer
Hipoperfusi
- Kelelahan
- Perubahan status mental
- Penyempitan tekanan nadi
- Hipotensi
- Ekstremitas dingin
- Perburukan fungsi ginjal

3.7 Diagnosis

Pasien dengan gagal jantung umumnya datang di instalasi gawat darurat

dengan manifestasi klinis volume overload atau hipoperfusi atau keduanya (tabel 2).

Pasien yang datang dengan keluhan volume overload relatif mudah untuk

didiagnosis. Mereka umunya memiliki tanda dan gejala kongesti paru (dispneu saat

melakukan kegiatan, orthopnea, Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND), dan Ronchi).

28
Sedangkan manifestasi cepat kenyang, mual dan muntah merupakan akibat dari

edema traktus gastrointestinal (GI). Kongesti pada hepar dan spleen atau keduanya

menyebabkan Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau splenomegaly. Pasien juga

menunjukan adanya peningkatan tekanan vena jugular dengan atau tanpa peningkatan

reflex hepatojugular. Asites dan edema perifer juga muncul akibat akumulasi cairan

pada kavitas peritoneum dan perifer.7

Gagal jantung dengan hipoperfusi sulit untuk didiagonosis karena kebanyakan

gejala dan tanda tidak spesifik (tabel 3). Hipotensi dan perburukan fungsi ginjal

merupakan tolok ukur objektif terhadap hipoperfusi.7

Kesulitan mendiagnosis gagal jantung berdasarkan gejala dan tanda memicu

berkembangnya usaha untuk mengidentifikasikan biomarker terhadap penyakit ini.

Pemeriksaan dengan katerisasi jantung kanan dengan menggunakan Swan Ganz

Catheter yang merupakan gold standart untuk pengukuran tekanan intrakardiak dan

cardiac output, sayangnya katerisasi jantung merupkan prosedur invasif yang

mungkin menimbulkan komlokasi nantinya. Namun pemeriksaan biomarker terhadap

gagal jantung seperti B – Type Natriuretic Peptide (BNP), yaitu suatu

neurohormonal yang dilepaskan dari ventrikel jantung (miokardium) sebagai respon

terhadap overload cairan dan peningkatan ketegangan dinding (misalnya

perenggangan), merupakan penunjang dignostik untuk ADHF dan merupakan

prediksi terhadap keparahan dan mortalitas yang dikaitkan dengan gagal jantung.

Jantung selain berfungsi sebagai pompa juga berfungsi sebagai organ endokrin yang

berfunsi bersama dengan sistem fisiologi lainnya untuk mengatur volume cairan.

29
Miokardium dalam hal ini menghasilkan natriuretic peptide, salah satunya B – Type

Natriuretic Peptide , suatu hormone diuretik, natriuretic dan bekerja menrelaksasi

otot polos vascular.7

Pengukuran level B – Type Natriuretic Peptide (BNP) memiliki kaitan terhadap

kondisi klinis tertentu antara lain yaitu :

Tabel 3. Kegunaan klinis terhadap level BNP serum7


Serum BNP < 100
- Normal atau gagal jantung terkompensasi baik
Serum BNP 100 – 200
- Gagal jantung terkompensasi baik
- Normal (Usia lanjut, Wanita, Pengunaan Beta Blocker)
- Cor pulmonal (gagal jantung kanan)
- Hipertensi, disfungsi diastolic
- Penyakit jantung iskemik
Serum BNP 200 – 400
- Gagal jantung dekompensasi ringan sedang
- Gagal jantung kronik terkompensasi
Serum BNP > 400
- Gagal jantung kongetif yang berat (hipervolemia)

30
3.8 Penatalaksanaan

Gambar 3. Pilihan pengobatan pasien dengan acute decompensated heart failure7


3.9 Prognosis

Meskipun kemajuan baru-baru ini banyak dalam evaluasi dan pengelolaan

gagal jantung, perkembangan gagal jantung masih membawa prognosis buruk. Studi

menunjukkan 30-40% dari pasien meninggal dalam waktu 1 tahun sejak diagnosis

dan 60-70% mati dalam waktu 5 tahun, terutama karena perburukan gejala atau

sebagai ada kejadian mendadak (kemungkinan akibat aritmia ventrikel). Prognosis

gagal jantung akut pada sindroma koroner akut dapat menggunakan klasifikasi Killip.

31
Persentase kematian pada kilip I sebanyak 6% , kilip II sebanyak 17%, Kilip III

sebanyak 38%, dan kilip IV sebanyak 67%. 2

32
BAB 4
PEMBAHASAN

Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala-gejala

atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal hal ini dapat terjadi dengan

atau tanpa adanya riwayat penyakit jantung sebelumnya. Keadaan gagal jantung akut

dekompensasi, dapat berupa keadaan dekompensasi yang baru pertama kali (de novo)

dan dapat juga merupakan perburukan dari gagal jantung yang kronis (acute on

chronic). Pada pasien Tn. I serangan yang dirasakan baru terjadi pertama kali,

sebelumny pasien memang pernah merasakan sesak napas sesekali, tetapi pasien

menghiraukannya. Serangan yang terjadi kali ini, dirasakan sangat berat, sesak napas

berat hingga pasien sulit beraktivitas, tiba-tiba terbangun tengah malam karena sesak

napas, nyeri dada. Hal ini seperti yang terdapat dalam tabel

Gambaran Klinis Gejala Tanda


yang Dominan
Edema perifer / Sesak napas, Edema Perifer,
kongesti kelelahan, Anoreksia peningkatan vena
jugularis, edema
pulmonal,
hepatomegaly, asites,
overload cairan
(kongesti), kaheksia
Edema pulmonal Sesak napas yang Crackles atau rales
berat saat istirahat pada paru-paru bagian
atas, efusi, Takikardia,
takipnea
Syok kardiogenik Konfusi, kelemahan, Perfusi perifer yang
(low output dingin pada perifer buruk, Systolic Blood
syndrome) Pressure (SBP) <
90mmHg, anuria atau
oliguria

33
Tekanan darah tinggi Sesak napas Biasanya terjadi
(gagal jantung peningkatan tekanan
hipertensif) darah, hipertrofi
ventrikel kiri
Gagal jantung kanan Sesak napas, Bukti disfungsi
kelelahan ventrikel kanan,
peningkatan JVP,
edema perifer,
hepatomegaly,
kongesti usus.

Gejala- gejala gagal jantung yang terjadi pada Tn. I dapat diakibatkan oleh

adanya remodeling progresif akibat penyakit/beban pada miokardium yang terjadi.

Dalam pemeriksaan fisik ditemukan batas jantung kiri melebar ke arah lateral, yaitu

pada ICS V 2 jari lateral LMCS, kemungkinan hal ini terjadi karena kompensasi

jantung itu sendiri untuk tetap melakukan fungsinya dalam kontraksi serta relaksasi.

Oedem pada kaki juga merupakan salah satu kegagalan jantung kanan dalam

mengosongkan darah secara adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua

darah secara normal kembali ke sirkulasi vena, sehingga terkumpul di daerah vena

atau kapiler dan nantinya jaringan akan melepaskan cairan ke intersisial. Rhonki

basah basal di bagian kiri paru juga didapatkan, hal ini juga menunjukkan telah

terdapatnya kongesti pada paru yang diakibatkan oleh kegagalan jantung kanan.

Terapi yang diberikan pada Tn. I berujuan untuk memperbaiki keluhan dan

menstabilkan hemodinamik. Furosemid digunakan untuk mengurangi beban jantung.

Prognosis dari Tn. I jika dimasukkan ke dalam kriteria Killip termasuk ke dalam

grade I dengan prognosis kematian sebesar 6%

34
BAB 5
KESIMPULAN

Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka

mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang,

termasuk Indonesia. Gagal jantung akut dapat berupa serangan pertama gagal

jantung, atau perburukan dari gagal jantung kronik sebelumnya Pasien yang

mengalami gagal jantung akut dapat memperlihatkan kedaruratan medic (medical

emergency) seperti edema paru akut (acute pulmonary oedema). Disfungsi jantung

dapat berhubungan dengan atau diakibatkan ischemia jantung, gangguan irama

jantung, disfungsi katup jantung, penyakit perikard, peninggian dari tekanan

pengisian ventrikel atau peninggian dari tahanan sirkulasi sistemik.

Pada Tn. I telah terjadi gagal jantung yang kemudian termasuk ke dalam

ADHF oleh karena kegagalan ventrikel. Hal ini diperkuat dengan gejala-gejala yang

terdapat pada Tn. I. Terapi dilakukan untuk memperbaiki keluhan dan menstabilkan

hemodinamik.

Gagal jantung akut merupakan kondisi emergensi dimana memerlukan

penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab, perbaikan hemodinamik,

menghilangan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan. Prognosis gagal

jantung akut pada sindroma koroner akut dapat menggunakan klasifikasi Killip.

Persentase kematian pada kilip I sebanyak 6% , kilip II sebanyak 17%, Kilip III

sebanyak 38%, dan kilip IV sebanyak 67%.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing
2. Rilantono, Lily. 2012. Penyakit Kardiovaskular (PKV). FKUI: Jakarta
3. Aaronsom, Philip I. 2010. At a Glance Sistem Kardiovaskuler. Edisi 3.
Erlangga : Jakarta.
4. Hsich EM, Pina IL. Heart failure in women. J Am Coll Cardiol. 2009;54:491–
498.
5. Maeder MT, Kaye DM. Heart failure with normal left ventricular ejection
fraction. J Am Coll Cardiol. 2009;53:905–918.
6. Ramani GV, Uber PA, Mehra MR. Chronic heart fail-ure: contemporary
diagnosis and management. Mayo Clin. Proc. 2010;85:180–195.
7. Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, et al. ESC Guidelines for the
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008: the Task
Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure
2008 of the European Society of Cardiology. Eur Heart J. 2008;29:2388–
2442.

36

Anda mungkin juga menyukai