Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KASUS

STROKE INFARK KARDIOEMBOLI

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani

Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Saraf

Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama Aceh

Oleh:

Riska Maulianda, S.Ked

16174119

Pembimbing:

dr. Nursanty, Sp.S

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH

LAMPOH KEUDE – ACEH BESAR

TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-nya serta

salawat dan salam penulis junjung tinggi keharibaan Nabi Besar Muhammad SWT

sehingga Laporan kasus yang berjudul Stroke Infark Kaerdioemboli ini dapat

diselesaikan.

Laporan kasus ini merupakan salah satu pemenuhan syarat Kepaniteraan Klinik

Senior Program Studi Profesi Dokter bagian Saraf Fakultas Kedokteran Universitas

Abulyatama Aceh.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak

membantu dalam penulisan laporan kasus ini, khususnya kepada dr. Nursanty, Sp.S

sebagai pembimbing yang telah memberikan saran bimbingan, dukungan moral dan

materi dalam menyusun refarat ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada

rekan-rekan dokter muda dan semua pihak yang banyak membantu dalam menyusun

refarat ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa refarat ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu, penulis mengharap kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan demi

kesempurnaan refarat ini.

Banda Aceh, Januari 2017

Penulis,

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 4

BAB II KASUS ...................................................................................................... 3

2.1 Identitas Pasien .................................................................................. 3

2.2 Anamnesis ........................................................................................ 3

2.3 Pemeriksaan Fisik ............................................................................ 5

2.3.1.Status generalisata ....................................................................

2.3.2. Status Neurologis ....................................................................

2.4 Pemeriksaan Penunjang ....................................................................

2.4.1.Pemeriksaan Laboratorium ......................................................

2.4.2.Pemeriksaan CT-Scan ..............................................................

2.5 Terapi ............................................................................................... 6

2.6 Prognosis .......................................................................................... 7

BAB III PEMBAHASAN ......................................................................................... 3

3.1 Anatomi dan Fisiologi ...................................................................... 10

3.1.1. Otak ........................................................................................

3.1.2. Sirkulasi darah otak .................................................................

3.1.3. Stroke ......................................................................................

3.1.4 Sroke Kardioemboli ................................................................

3.2 Patogenesa .........................................................................................

2
3.2.1 Pembentukan emboli dari jantung ................................... .

3.2.2. Perjalanan emboli dari jantung ..................................... .

3.2.3. Oedem serebri ............................................................. .

3.2.4. Infark Berdarah ........................................................... .

3.3 Penyakit Jantung sebagai Sumber Emboli .................................

3.3.1. Kardiomiopati dilatasi ............................................................

3.3.2. Infark Miokardium ..................................................................

3.3.3. Aneurisma Pasca Infark Miokardium .....................................

3.3.4 Miksoma Atrium .....................................................................

3.3.5. Defek sSptum .........................................................................

3.3.6. Kelainan Katup Mitral Rematik ..............................................

3.3.7. Katup Protesis .........................................................................

3.3.8 Endokarditis Bakterial ..............................................................

3.3.9. Endokarditis Tromboltk Bakterial ...........................................

3.3.10. Prolaps Katup Mitral .............................................................

3.3.11 Kalsifikasi Annulus Mitral ....................................................

3
3.3.12. Atrial Fibrilasi ......................................................................

3.3.13. Sindrom Sick Sinus ..............................................................

3.4 Diagnosis Kardioemboli ..................................................................

3.5 Penatalaksanaan ...............................................................................

3.5.1 Stadium Hiperakut...................................................................

3.5.2 Stadium Akut ..........................................................................

3.5.3 Stadium Subakut ....................................................................

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 21

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke merupakan kecacatan nomor satu di dunia dan penyebab kematian

nomor tiga di dunia. Dua pertiga stroke terjadi di negara berkembang. Pada masyarakat

barat, 80% penderita mengalami strok iskemik dan 20% ,mengalami stroke hemoragik.

Insiden stroke meningkat seiring pertambahan usia.1 20-30% penyebab stroke adalah

emboli, emboli dapat berasal dari jantung, arteri besar dan pembuluh darah vena.

Frekuensi terjadinya tipe emboli yang berbeda bervariasi, tergantung dari umur

penderita, emboli yang berasal dari penyakit katup jantung rematik terdapat pada usia

muda, emboli yang berasal dari atherosklerosis lebih banyak ditemukan pada usia yang

lebih tua. Hal ini perlu diketahui bahwa penyakit jantung dan atherosklerosis dapat

timbul bersama-sama, sehingga walaupun sumber potensial untuk terjadinya

kardiomegali ada, tidak berarti penyebab infark serebri adalah kardioemboli.2

Kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) di Indonesia cenderung

mengalami peningkatan. Proporsi angka kematian akibat PTM meningkat dari 41,7%

menjadi 60%. Survei terakhir di Indonesia menunjukan PTM mendominasi 10 urutan

teratas penyebab kematian pada semua kelompok umur, dengan stroke yang merupakan

komplikasi hipertensi sebagai penyebab kematian nomor satu.3

Stroke adalah istilah umum yang digunakan untuk satu sekelompok gangguan

cerebro vascular, termasuk infark cerebral, perdarahan intra cerebral dan perdarahan

subarachnoid.4

5
Mekanisme terjadinya infark serebri adalah melalui pembentukan trombus,

emboli, atau gangguan hemodinamik. Dalam kategori klinis stroke infark dapat

dibedakan menjadi infark atherotrombik, infark kardioemboli atau infark lakuner.5

Stroke kardioemboli adalah suatu gangguan neurologis akut yang disebabkan

oleh gangguan pembuluh darah, dimana secara mendadak atau cepat timbul gejala dan

tanda yang sesuai dengan daerah, fokal diotak, akibat suatu emboli yang berasal dari

jantung.5

6
BAB II

KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. M.N

Umur : 56 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Dusun Tenggiri, Ulee Lheu Banda Aceh

No RM : 03 08 83

2.2 ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa

Keluhan Utama

Anggota gerak kiri sulit di gerakan.

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke poli saraf RSU Meuraxa untuk kontrol dengan keluhan

anggota gerak atas dan bawah sebelah kanan sulit di gerakan, anak pasien megatakan

bahwa pasien berbicara tidak nyambung dan lemah, tidak mau makan dan minum.

Sebelumnya pasien sempat di rawat di ICU RSUD Meuraxa dengan keluhan

penurunan kesadaran dan hemiparase sinistra post stroke.

7
Riwayat penggunaan obat

- Insulin (namun pasien tidak pernah mau di suntik)

- Amblodipine

Riwayat penyakit dahulu

Diabetes Melitus dan Hipertensi (post stroke)

Riwayat penyakit keluarga

Disangkal

Riwayat alergi

1. Makanan : tidak ada

2. Obat : tidak ada

Riwayat Kebiasaan dan Sosial

Pasien seorang perokok aktif dan suka minum kopi

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

2.3.1 Status Generalisata

- Keadaan umum : sedang

- GCS : E3 M5 V3 = 11 Dellirium

- Tanda Vital :

o Tekanan darah : 138/97 mmHg

8
o Nadi : 116x/menit pengisian reguler

o Suhu : 36,4° c

o Pernafasan :18x/i

- Kepala : Normosefali, tidak terdapat adanya hematom

- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

pupil bulat isokor kanan dan kiri

- Telinga : Normotia, serumen (-), sekret (+)

- Hidung : Normosepta, sekret (-), darah (-)

- Tenggorokan : Sulit dinilai

- Leher : KGB tidak teraba membesar, kaku kuduk (-)

- Jantung (cor) : S1 dan S2 terdengar reguler

- Paru (pulmo) :

Bentuk paru (dinding dada) simetris, tidak terdapat jejas dan

kelainan bentuk, tidak ada ketinggalan pergerakan, tidak ada nyeri tekan

pada lapangan paru. Perkusi sonor.

Suara dasar vesikuler : +/+ (pada lapangan paru kanan dan kiri)

Suara ronki : -/- (tidak terdengar pada kedua lapangan paru)

Suara wheezing : -/- (tidak terdengar pada kedua lapangan paru)

9
- Abdomen :

Bentuk : soepol (+)

Nyeri tekan : (-)

Bising usus : normal (+)

- Genitalia : tidak di periksa

- Ekstremitas :

Udem : (-) ekstremitas atas ataupun bawah

Akral dingin : (-) ekstremitas atas ataupun bawah

Sulit digerakan pada ekstremitas bagian kiri

2.3.2 Status Neurologis

- Keadaan umum : sakit berat

- GCS : E3 M5 V3 = 11 Dellirium

- Sistem Motorik :

Kekuatan motorik :

Kanan Kiri

5555 1111

5555 1111

10
- Gerakan Involunter :

Tremor : (-)

Chorea : (-)

Atetosis : (-)

Mioklonik : (-)

Tics : (-)

Clonus : (-)

- Trofik : Normotrofik

- Tonus : Dextra ( Normotonus) Sinistra (Hipotonus)

- Fungsi Cerebral dan koordinasi

Ataxia : tidak dilakukan

Tes Romberg : tidak dilakukan

- Fungsi Otonom

Miksi : baik

Defekasi : baik

- Refleks Fisiologis

D S

Biceps : (++) (++)

11
Triceps : (++) (++)

Patella : (++) (+++)

Achiles : (++) (+++)

- Refleks Patologis

D S

Hofftman Tromer sulit dilakukan

Babinsky (-) (-)

Chaddok (-) (-)

Schaeffer (-) (-)

Oppenhim (-) (-)

Gordon (-) (-)

- Nervus Cranialis : sulit di periksa (pasien tidak cooperatif)

- Rangsangan Meningeal

Kaku kuduk : (-)

Laseque : (-/-)

Kernig test : (-/-)

Bruzenski I : (-/-)

Bruzenski I : (-/-)

12
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.4.1 Pemeriksaan Laboratorium

( Hasil pemeriksaan tanggal 10 Januari 2017)

1. Pemeriksaan Hematologi

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hemaglobin 15.6 13.0 – 18.0

Eritrosit 6.29 4.4 – 5.9

Hematokrit 46.9 42.0 – 52.0

MCV 74.6 80.0 – 96.0

MCH 24.8 28.0 - 33

Eosinofil 7.9 2.0 – 4.0

Leukosit 11.9 4.0 – 10.0

Trombosit 719 150 – 450

2. Kimia Klinik

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Glukosa Ad Random 463 70 - 160

*KGDS POCT R.ICU

Ureum 42 10 - 50

Creatinin 1.2 0.6 – 1.1

13
3. Elektrolit

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Natrium 141 135 - 145

Kalium 4.7 3.6 – 5.1

Chlorida 106 95 - 108

2.4.2 Pemeriksaan CT-Scan

Telah dilakukan pemeriksaan CT-Scan kepala non kontras potongan

axial, pada pasien dengan klinis penurunan kesadaran.

HASIL :

 Falk serebri ditengah

 Sulcus dan girus dalam batas normal

 Ventrikel lateralis kanan dan kiri normal

 Tampak bayangan hipodens di daerah temporo parietal kanan dan kiri

KESAN :

Infark iskemik serebri a/r temporo parietal kanan/kiri (multiple lesi)

14
( CT-Scan dilakukan pada tanggal 12 Januaru 2017 )

15
2.5 TERAPI

Aspilet 80 mg 1x1

Gabapentin 300 mg 1x1

Amlodipin 10 mg 1x1

Neurodex 1x1

2.6 DIAGNOSA

2.6.1 Diagnosa Klinis

1. Penurunan Kesadaran e.c KAD

2. Stroke e.c Kelemhan anggota gerak kiri

2.6.2 Diagnosa Neurologi

1. Stroke Non Hemoragic (SNH)

2. Hemiparese Sinistra

2.6.3 Diagnosa Kerja

1. Stroke Infark Kardioemboli

2. Hemiparese Sinistra

3. Hipertensi

4. KAD

2.7 PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad Fungsionam : Dubia ad bonam

Quo ad Sanctionam : Dubia ad bonam

16
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 ANATOMI FISIOLOGI

3.1.1 Otak

Otak manusia kira-kira merupakan 2% dari berat badan orang dewasa atau
5
sekitar 3 pon. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar),

serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon.4

Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri.

Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area

motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakangerakan voluntar, lobur

parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi

sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik

untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan

primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.5

Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater

yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian

posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi

dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk

mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.5

Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons

dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang

penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,

pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang

17
penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum.

Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus

sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf

pendengaran dan penglihatan.5

Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan

hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang

penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada

subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau

tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa

dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan

dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.5

3.1.2 Sirkulasi Darah Otak

Otak menerima sekitar 20% curah jantung dan memerlukan 20% pemakaian

oksigen tubuh dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya.5 Otak diperdarahi oleh

dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dari dalam rongga

kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis,

yaitu sirkulus Willisi.6

18
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan karotis

internal bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans

anterior, kedua arteri serebral posterior dan kedua arteri komunikans anterior. Jaringan

sirkulasi ini memungkinkan darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain

dan dari bagian anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan

sirkulasi kolateral jika satu pembuluh darah arteri mengalami penyumbatan.6

Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena interna yang

mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna

yang terletak di permukaan hemisfer otak yang mencurahkan darah ke sinus sagitalis

superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke venavena jugularis,

dicurahkan menuju ke jantung.6

19
3.1.3 STROKE

Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24

jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan

peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun

infeksi.4

Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh

iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh

darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak

yang mengalami oklusi. Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke

disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus (bekuan

darah di dalam pembuluh darah otak atau leher, contohnya arterisklerosis), embolus

(bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain,

contohnya kardioemboli), atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia

pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Stroke hemoragik

dapat berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan subrakhnoid.7

1. Stroke Infark (SNH : Stroke Non Hemoragik)

Stroke infarct terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Aliran darah ke otak

normalnya adalah 58 mL/100 gram jaringan otak per menit, jika turun hingga 18

mL/100 gram jaringan otak per menit, aktivitas listrik neuron akan terhenti meskipun

struktur sel masih baik, sehingga gejala klinis masih reversibel. Jika aliran darah ke

otak turun sampai <10 mL/100 gram jaringan otak per menit, akan terjadi rangkaian

perubahan biokimiawi sel dan membran yang ireversibel membentuk daerah infark.

2. Stroke Perdarahan (SH : Stroke Hemoragik)

20
a. Perdarahan intraserebral (PIS)

Kira-kira 10% stroke disebabkan oleh perdarahan ntraserebral.

Hipertensi, khususnya yang tidak terkontrol, merupakan penyebab utama.

Penyebab lain adalah pecahnya aneurisma, malformasi arterivena, angioma

kavernosa, alkoholisme, diskrasia darah, terapi antikoagulan, dan angiopati

amiloid.

b. Perdarahan subaraknoid (PSA)

Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada

percabangan arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah malformasi arterivena

(MAV) atau tumor.

Tingkatan PSA berdasarkan skala berikut:

• Grade I : nyeri kepala ringan dengan atau tanpa rangsang meningeal

• Grade II : nyeri kepala hebat dan pemeriksaan non-fokal, dengan atau

tanpa midriasis

• Grade III : perubahan ringan pada pemeriksaan neurologis, termasuk

status mental

• Grade IV : pastinya penekanan tingkat kesadaran atau defisit fokal

• Grade V : posturisasi pasien atau koma

Derajat Perdarahan Subarakhnoid (Hunt dan Hess)

• Derajat 0 : tidak ada gejala dan aneurisma belum ruptur

• Derajat 1 : sakit kepala ringan

• Derajat 2 : sakit kepala hebat, tanda rangsang meningeal, dan

21
Kemungkinan adanya defisit saraf kranialis

• Derajat 3 : kesadaran menurun, defisit fokal neurologi ringan

• Derajat 4 : stupor, hemiparesis sedang samapai berat, awal deserebrasi

• Derajat 5 : koma dalam, deserebrasi

Ada juga skala baru telah disusun dan diakui oleh World Federation of

Neurosurgeont (WFN) melibatkan Glasgow Coma Scale :7

Beban akibat stroke mencapai 40 miliar dollar setahun, selain untuk pengobatan

dan perawatan, juga akibat hilangnya pekerjaan serta turunnya kualitas hidup. Kerugian

ini akan berkurang jika pengendalian faktor risiko dilaksanakan dengan ketat.

Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi sebagai penyebab

terjadinya stroke, antara lain sebagai berikut :

1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini

dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus

sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.

2. Aneurisma pembuluh darah cerebral. Adanya kelainan pembuluh darah yakni

berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain.

Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan

perdarahan.

22
3. Kelainan jantung / penyakit jantung : Paling banyak dijumpai pada pasien post

MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan

menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping

itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan

pembuluh darah.

4. Diabetes mellitus (DM) : Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2

alasan, yaitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat

aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga

berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.

5. Usia lanjut : Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah,

termasuk pembuluh darah otak.

6. Polocitemia : Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah

menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun.

7. Peningkatan kolesterol (lipid total) : Kolesterol tubuh yang tinggi dapat

menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak.

8. Obesitas : Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar

kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah

satunya pembuluh darah otak.

9. Perokok : Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin

sehingga terjadi aterosklerosis.

10. Kurang aktivitas fisik. Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan

fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah

satunya pembuluh darah otak.7

23
Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulkan defisit neurologis yang bersifat akut.

24
3.1.4 STROKE KARDIOEMBOLI

Meningkatnya usia harapan hidup di Indonesia yang diperkirakan akan

menempati posisi keenam tertinggi di dunia pada tahun 2020 cenderung meningkatkan

risiko terjadinya penyakit vaskuler. Salah satu penyakit vaskuler berbahaya adalah

stroke. Stroke merupakan gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat gangguan

aliran darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak. Stroke adalah

penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit jantung koroner dan kanker, selain

itu stroke juga merupakan penyebab kecacatan tertinggi pada dewasa di dunia. Stroke

non hemoragik merupakan jenis tersering yaitu sebesar 80% hingga 90% dari total

kasus stroke.5,8 Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 melaporkan angka

kejadian stroke di Indonesia adalah 7 per 1.000 penduduk.2

Klasifikasi stroke dibagi ke dalam stroke hemoragik dan stroke iskemik. Stroke

hemoragik memiliki angka kejadian sebanyak 15% dari seluruh stroke, terbagi merata

antara jenis stroke perdarahan intraserebral dan stroke perdarahan subaraknoid. Stroke

iskemik memiliki angka kejadian 85% terhadap seluruh stroke dan terdiri dari 80%

stroke aterotrombotik dan 20% stroke kardioemboli.7

Stroke aterotrombotik dapat dibedakan dengan stroke kardioemboli dari sumber

embolinya. Dimana stroke aterotrombotik memiliki sumber aterogenik emboli dari plak

karotis. Selain itu aterotrombotik juga dapat dihasilkan dari suatu stenosis carotis yang

mengakibatkan penurunan aliran darah ke otak. Aterosklerotik pada pembuluh darah

intrakranial dan arteri penetran juga merupakan penyebab dari stroke jenis ini. Stroke

kardioemboli diakibatkan dari emboli yang berasal dari jantung. Sebab tersering

timbulnya emboli ini adalah fibrilasi atrium (AF; Atrial Fibrillation) atau terdapat

kelainan pada katup jantung.7,8

25
Kejadian penyakit stroke yang dapat dimodifikasi salah satunya yaitu penyakit

jantung. Penyakit jantung yang dapat menjadi faktor risiko tinggi stroke diantaranya

fibrilasi atrium. Penyakit jantung yang dapat menyebabkan stroke terdapat sekitar 15%

atau satu dari enam kasus stroke non hemoragik yang biasanya merupakan emboli

jantung. Fibrilasi atrium merupakan penyakit jantung yang paling sering ditemukan

dalam praktik klinik sehari-hari dan merupakan aritmia menetap paling sering

dibandingkan tipe aritmia lainnya. Fibrilasi atrium dialami sekitar 1-2% populasi dan

meningkat kejadiannya seiring dengan pertambahan usia. Insidensi fibrilasi atrium di

Indonesia memperlihatkan suatu pola peningkatan signifikan dari tahun ke tahun.7.8

26
Data yang diperoleh dari Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta

menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah penderita fibrilasi atrium di Indonesia,

yaitu 7,1% pada tahun 2010; 9,0% pada tahun 2011; 9,3% pada tahun 2012 dan

meningkat menjadi 9,8% pada tahun 201310. Fibrilasi atrium adalah penyakit jantung

yang paling sering berkaitan dengan emboli serebral.2 Di Amerika Serikat hampir

setengah dari emboli kardiogenik terjadi pada pasien dengan fibrilasi atrium. Menurut

Framingham, insidensi stroke non hemoragik ditemukan lima kali lebih tinggi pada

pasien fibrilasi atrium dibandingkan pasien non fibrilasi atrium. Pembentukan trombus

atau emboli dari jantung sepenuhnya belum diketahui, terdapat beberapa faktor

prediktif pada kelainan jantung yang berperan dalam proses emboli, yaitu faktor

mekanik, stasis aliran darah di atrium, dan proses trombolisis di endokardium. Upaya

pencegahan terhadap penyakit stroke perlu dilakukan sedini mungkin. Hal ini dapat

27
dilakukan dengan memodifikasi faktor risiko yang dapat dimodifikasi salah satunya

yaitu fibrilasi atrium.9 Stroke kardioemboli adalah suatu gangguan neurologis akut

yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah, dimana secara mendadak atau cepat

timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah, fokal di otak, akibat suatu emboli

yang berasal dari jantung. Stroke kardioemboli awitannya dimulai dengan defisit

neurologik fokal yang dapat menjadi lebih berat, dasar diagnosa klinik dibuktikan

dengan adanya sumber emboli dari jantung dan tidak ditemukannya penyebab lain dari

strokenya4.

Prevalensi stroke kardioemboli lebih tinggi pada usia dibawah 45 tahun, antara

23-36%, walaupun pada kenyataannya penyakit jantung mayor yang mendasarinya

lebih banyak pada usia yang lebih tua. Kardioemboli merupakan salah satu dari 3

penyebab stroke paling sering pada dewasa muda.

Penyakit jantung sering menjadi sumber emboli tergantung dari suatu daerah,

misalnya untuk negara berkembang penyakit jantung rematik merupakan yang paling

sering menajdi sumber emboli sedangkan untuk negara Eropa dam Amerika Utara

prolaps katup mitral dan paten foramen ovale.

Frekuensi terjadinya tipe emboli yang berbeda bervariasi, tergantung dari umur

penderita, emboli yang berasal dari penyakit katup jantung rematik terdapat pada usia

muda, emboli yang berasal dari atherosklerosis lebih banyak ditemukan pada usia yang

lebih tua. Hal ini perlu diketahui karena penyakit jantung dan atherosklerotik dapat

timbul bersama-sama, sehingga walupun sumber potensial untuk terjadinya

kardioemboli ada, tidak berarti penyebab infark serebri adalah kardioemboli. Diagnosa

kardioemboli adalah sangat penting untuk ditegakkan sebab evaluasi dan terapinya

berbeda dari penyakit pembuluh darah otak.

28
Pembentukan emboli yang menoklusi arteri di otak bisa bersumber dari jantung

sendiri atau berasal dari luar jantung, tetapi pada perjalanannya melalui jatung,

misalnya sel tumor, udara dan lemak pada trauma, parasit dan telurnya. Yang sering

terjadi adalah emboli dari bekuan daran (clots) karena penyakit jantungnya sendiri

Trombus intracardiak di atrium ventrikel kiri paling sering menyebabkan

emboli, walaupun trombus di atrium, ventrikel kanan dan ekstremitas dapat

menyebabkan emboli otak melalui septal defek di jantung. Trombus di ventrikel kiri

dapat pula terjadi karena proses koagulopati trombosik tanpa disertai kelainan jantung.7

Caplan LR (1991) membagi berbagai tipe dari bahan emboli yang berasal dari

jantung, yaitu :

1. trombus merah, trombus terutama mengandung fibrin (aneurisma ventrikel)

2. trombus putih, aggregasi pletelet – fibrin (Infark miokard)

3. vegetasi endocarditis marantik

4. bakteri dan debris dari vegetasi endocarditis

5. kalsium (kalsifikasi dari katup dan anulus mitral)

6. myxoma dan framen fibroelastoma

3.2 PATOGENESIS

3.2.1 Pembentukan emboli dari jantung

Pembentukan trombus atau emboli dari jantung belum sepenuhnya diketahui, tetapi ada

beberapa faktor prediktif pada kelainan jantung yang berperan dalam proses

pembentukan emboli, yaitu :9

29
1) Faktor mekanis

Perubahan fungsi mekanik pada atrium setelah gangguan irama (atrial

fibrilasi), mungkin mempunyai korelasi erat dengan timbulnya emboli.

Terjadinya emboli di serebri setelah terjadi kardioversi elektrik pada pasien

atrial fibrilasi. Endokardium mengontrol jantung dengan mengatur kontraksi

dan relaksasi miokardium, walaupun rangsangan tersebut berkurang pada

endokardium yang intak. Trombus yang menempel pada endokardium yang

rusak (oleh sebab apapun), akan menyebabkan reaksi inotropik lokal pada

miokardium yang mendasarinya, yang selanjutnya akan menyebabkan kontraksi

dinding jantung yang tidak merata, sehingga akan melepaskan material emboli.

Luasnya perlekatan trombus berpengaruh terahadap terjadinya emboli.

Perlekatan trombus yang luas seperti pada aneurisma ventrikel mempunyai

resiko (kemungkinan) yang lebih rendah untuk terjadi emboli dibandingkan

dengan trombus yang melekat pada permukaan sempit seperti pada

kardiomiopati dilatasi, karena trombus yang melekat pada oermukaan sempit

mudah lepas. Trombus yang mobil, berdekatan dengan daerah yang

hiperkinesis, menonjol dan mengalami pencairan di tengahnya serta rapuh

seperti pada endokarditis trombotik non bakterial cenderung menyebabkan

emboli.

2) Faktor aliran darah

Pada aliran laminer dengan shear rate yang tinggi akan terbentuk

trombus yang terutama mengandung trombosit, karena pada shear rate yang

tinggi adesi trombosit dan pembentukan trombus di subendotelial tidak

30
tergantung pada fibrinogen, pada shear rate yang tinggi terjadi penurunan

deposit fibrin, sedangkan aggregasi trombosit meningkat. Sebaliknya pada shear

rate yang rendah seperti pada stasis aliran darah atau resirkulasi akan terbentuk

trombus yang terutama mengandung fibrin, karena pada shear rate yang rendah

pembentukan trombus tergantung atau membutuhkan fibrinogen. Stasis aliran

darah di atrium, merupakan faktor prediktif terjadinya emboli pada penderita

fibrilasi atrium, fraksi ejeksi yang rendah, gagal jantung, infark miokardium,

kardiomiopati dilatasi.

3) Proses trombolisis di endokardium

Pemecahan trombus oleh enzim trombolitik endokardium berperan

untuk terjadinya emboli, walupun pemecahan trombus ini tidak selalu

menimbulkan emboli secara klinik. Hal ini telah dibuktikan bahwa bekuan

(clot) setelah Infark miocard, menghilang dari ventrikel kiri tanpa gejala emboli

dengan pemeriksaan ekhokardiografi. Keadaan kondisi aliran lokal yang

menentukan kecepatan pembentukan deposit platelet disertai dengan kerusakan

endotelium yang merusak proses litik, kedua hal ini akan menyebabkan trombus

menajdi lebih stabil.

3.2.2. Perjalanan emboli dari jantung

Emboli yang keluar dari ventrikel kiri, akan mengikuti aliran darah dan masuk

ke arkus aorta, 90% akan menuju ke otak, melalui a.karotis komunis (90%) dan

a.veterbalis (10%). Emboli melalui a.karotis jauh lebih banyak dibandingkan dengan

a.veterbalis karena penampang a.karotis lebih besar dan perjalanannya lebih lurus, tidak

31
berkelok-kelok, sehingga jumlah darah yang melalui a.karotis jauh lebih banyak (300

ml/menit), dibandingkan dengan a.veterbalis (100 ml/menit).6

Emboli mempunyai predileksi pada bifurkatio arteri, karena diameter arteri

dibagian distal bifurkasio lebih kecil dibandingkan bagian proksitelnya, terutama pada

cabang a.serebrimedia bagian distal a.basilaris dan a.serebri posterior. Emboli

kebanyakan terdapat di a.serebri media, bahkan emboli ulang pun memilih arteri ini

juga, hal ini disebabkan a.serebri media merupakan percabangan langsung dari a.

karotis interna, dan akan menerima darah 80% darah yang masuk a.karotis interna.

Emboli tidak menyumbat cabang terminal korteks ditempat watershead

pembuluh darah intrakranial, karena ukurannya lebih besar dari diameter pembuluh

darah ditempat itu. Berdasarkan ukuran emboli, penyumbatan bisa terjadi di a.karotis

interna, terutama di karotis sipon. Emboli mungkin meyumbat satu atau lebih cabang

arteri.5,6

Emboli yang terperangkan di arteri serebri akan menyebabkan reaksi :

a. endotel pembuluh darah

b. permeabilitas pembuluh darah meningkat

c. vaskulitis atau aneurisma pembuluh darah

d. iritasi lokal, sehingga terjadi vasospasme lokal.

Selain keadaan diatas, emboli juga menyebabkan obstrupsi aliran darah, yang

dapat menimbulkan hipoksia jaringan dibagian distalnya dan statis aliran darah,

sehingga dapat membentuk formasi rouleaux, yang akan membentuk klot pada daerah

32
stagnasi baik distal maupun proksimal. Gangguan fungsi neuron akan terjadi dalam

beberapa menit kemudian, jika kolateral tidak segera berfungsi dan sumbatan menetap.

Bagian distal dari obstrupsi akan terjadi hipoksia atau anoksia, sedangkan

metabolisme jaringan tetap berlangsung, hal ini akan menyebabkan akumulasi dari

karbondiaksida (CO2) yang akan mengakibatkan dilatasi maksimal dari arteri, kapiler

dan vena regional. Akibat proses diatas dan tekananaliran darah dibagian proksimal

obstrupsi, emboli akan mengalami migrasi ke bagian distal.

Emboli dapat mengalami proses lisis, tergantung dari :

1. faktor vaskuler, yaitu proses fibrinolisis endotel lokal, yang memegang peran

dalam proses lisis emboli

2. komposisi emboli, emboli yang mengandung banyak trombosit dan sudah lama

terbentuk lebih sukar lisis, sedangkan yang terbentuk dari bekuan darah (clot)

mudah lisis.5,7,8

3.2.3. Oedem serebri

Oedem serebri didefinisikan sebagai akumulasi cairan yang abnormal di serebri,

yang menyebabkan penambahan volume serebri. Emboli yang menyumbat arteri serebri

secara permanen akan menyebabkan iskemia jaringan otak, yang menyebabkan

kematian sel otak, karena kegagalan energi. Teori ini menerangkan kehidupan sel

tergantung dari homeostasis yang utuh, termasuk homeostasis seluler yang mempunyai

aktifitas seperti pompa ion, transport aktif, yang prosesnya tergantung dari energi. Bila

ada gangguan dari respirasi seluler, seperti iskemia,akan menyebabkan gangguan

homeostasis dan terjadi kematian sel. Tipe kematian sel ini disebut kematian karena

33
kegagalan energi yang mempunyai sifat kematian pannekrosis, yaitu kematian seluruh

neuron, sel glia, dan dinding pembuluh darah. Keadan ini akan menyebabkan gangguan

dari tekanan intaseluler atau membran sel, sehingga terjadi gangguan transport natrium-

kalium, disertai masuknya cairan kedalam intra sel. Oedem serebri yang terjadi disebut

sebagai oedem serebri sitotoksik. Evolusi temporal dari Infark iskemik mulai dari

beberapa menit sampai beberapa jam dan kerusakan fokal hampir selalu berhubungan

dengan oedem serebri. Selama periode iskemia dan reperfusi di pembuluh darah perifer

akan terjadi deplesi dari neutrofil, mikroglia yang reaktif, makrofag akan mengeluarkan

mediator kimia seperti bradikinin, serotonin, histamin, dan asam arakhinoid yang

menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Selain hal diatas

peningkatan permeabilitas pembuluh darah juga disebabkan adanya peningkatan

tekanan hidrostatik lokal. Iskemia juga meyebabkan akumulasi dari substansi osmolal,

seperti natrium, laktat dan asam organik lainnya, yang mempermudah terjadinta oedem

setelah resirkulasi. Oedem yang terjadi karena adanya akumulasi cairan secara pasif di

ruang interstitial sel serebri. Oedem ini disebut sebagai oedem serebri vasogenik.

Secara teoritis oedem serebri vasogenik tidak akan terjadi selama iskemia serebri yang

komplit, tidak ada aliran, tidak ada oedem.

Oedem serebri merupakan karakteristik dari Infark karena emboli, walaupun

setiap Infark selalu ada menyebabkan oedem serebri (kadang tidak bermanifestasi).

Oedem serebri yang masif biasanya timbul setelah infark luas yang terjadi setelah

oklusi a.serebri media atau a.karotis interna yang permanen.

Hasil otopsi menunjukkan 2/3 dari Infark serebri yang luas dengan oedem

serebri berasal dari kardioemboli. Oedem serebri iskemia mencapai volume maksimal

setelah hari ke 3-4 akumulasi cairan diresorbsi setelah hari ke 4-5.4,7

34
3.2.4. Infark Berdarah

Disebut Infark berdarah bila ditemukan sejumlah sel darah merah diantara

jaringan nekrotik. Pada otopsi ditemukan fokus berupa perdarahan petkhial yang

menyebar sampai perdarahan petkhial yang berkumpul sehingga hampir meyerupai

hematoma yang masif. Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa, 2002 digitized by

USU digital library 5 nasib emboli yang mengoklusi arteri serebri bisa permanen,

migrasi atau lisis, bila terjadi resirkulasi karena migrasi atau lisis setelah jaringan

serebri mengalami nekrosis, tekanan darah arterial yang normal akan memasuki kapiler

yang hipoksia akan menyebabkan diapedesis dari sel darah merah melalui dinding

kapiler yang hipoksia. Makin hebat resirkulasi dan makin berat kerusakan dinding

kapiler akan menyebabkan makin masifnya infark berdarah. Infark berdarah ini

biasanya terletak diproksimal Infark.4,5

3.3. PENYAKIT JANTUNG SEBAGAI SUMBER EMBOLI10

3.3.1 Kardiomiopati dilatasi

Pada kardiomiopati dilatasi terjadi ganguan kontraksi ventrikel secara

menyeluruh. Manifestasi penyakit ini menjadi gagal jantung progresif, dan aritmia.

Aritmia yang timbul biasanya sebagai ventrikel takhicardia dan 20-30% menjadi atrial

fibrilasi kronik.

Patogenesa terjadinya trombus dipercaya karena adanya aliranyg statis di

intrakavitas. Trombus yang terjadi cendrung kecil dan menyebar diseluruh kapitas

dengan predileksi di apeks, tempat statis aliran maksima. Deteksi trombus dengan

ekhokardiografi ditemukan antara 11-58% pada penderita kardiomiopati dilatasi, tetapi

deteksi trombus ini tidak berkolerasi dengan emboli yang terjadi.

35
3.3.2 Infark miokrdium

Komplikasi stroke kardioemboli pada Infark miokardim akut (IMA) mencapai

2,5% dari pasien dalam waktu 2-4 minggu. Hasil otopsi menunjukkan, bahwa

prevalensi trombus ventrikel kiri dengan emboli lebih tinggi dari yang bermanifestasi

klinik. Faktor resiko terbentuknya trombus ventrikel kiri adalah segmen ventrikel yang

hipokinetik atau akinetik (yang menyebabkan statis aliran darahI dan kerusakan dari

permukaan endokardim (sebagai faktor trombogenik). Pada pemeriksaan EEG pada 24

jam pertama setelah awitan dari IMA biasanya tidak ditemukantrombus ventrikel kiri.

Pembentukan trombus mulai terjadi pada hari 1- 7, dan berkembang sampai minggu ke-

2. kurang lebih 1/3 dari trombus akan menonjol ke dalam rongga ventrikel dan sisanya

berbentuk mural atau datar. Trombus yang bergerak (mobil) dan/atau menonjol ke

rongga ventrikel mempunyai resiko emboli lebih tinggi dibandingkan bentuk nural.

3.3.3 Aneurisma pasca Infark miokardium

Pada aneurisma ventrikel terajdi stasis sirkulasi regional yang merupakan faktor

predisposisi terbentuknya trombus di ventrikel kiri. Trombus biasanya berbentuk datar,

melekat pada permukaan yang luas dan tidak bergerak. Trombus ini jarang

menimbulkan emboli.

3.3.4 Miksoma atrium

Tumor primer jantung, jinak, biasanya di atrium kiri, insidensi jarang, biasanya

mengenai dewasa muda dan pertengahan dan sangat jarang menyebabkan stroke.

Gejala yang umum timbul sebagai sekunder dari obstruksi aliran jantung, manifestasi

36
emboli hanya 20-45%, dan emboli yang ke arteri serebri sekitar 50% dari kasus.

Material emboli terdiri dari 2 tipe, platelet fibrin dan fragmen tumor.

3.3.5 Defek septum

Kelainan atau defek pada septum mencakup paten foramen ovale, defek atrio

septal dan fistula pulmonal arteriovenosus, yang menyebabkan aliran sistem vena

langsung memasuki aliran arteri dengan membawa material emboli, disebut sebagai

emboli paradoksikal.

Pada otopsi didapatkan 30-35% menderita paten foramen ovale, sedangkan pada

pemeriksaan ekhocardiografi dengan kontras pada orang normal, didapatkan 10-18%.

Emboli paradoksikal sering diduga sebagai penyebab stroke yang tidak jelas

penyebabnya.

3.3.6 Kelainan katup mitral rematik

Trombus di ventrikel kiri ditemukan pada 15-17% otopsi, yang tidak

mempunyai riwayat emboli. Trombus bisa timbul pada penderita dengan stenosis mitral

sedang, dan terbentuk sebagai Jet lession yang terbentuk di dinding ventrikel

kiri,material trombus bisa dari klot di atrium kiri, atau klot dan kalsium dari katup

mitral sendiri.

Emboli berulang sering terjadi (30-75%),biasanya dalam waktu 6-12 bulan.

Timbulnya atrial fibrilasi meningkatkan resiko emboli menjadi 4 kali. Resiko emboli

juga meningkat berkolerasi dengan lamanya senosis mitral.

37
3.3.7 Katup Protesis

Katup protesis meningkatkan trombogenik, sehingga tromboemboli menjadi

komplikasi morbiditas dan mortalitas yang utama. Rata-rata emboli penderita dengan

katup protesis mitral 3-4% pertahun, sedangkan pada katup aorta protesis lebih rendah,

yaitu 1,2-2,2% pertahun.

Komplikasi lain endokarditis katup protesis, yang mempunyai insidensi 2,4%

pertahun, menjadi sumber yang sangat potensial untuk terjadi emboli.

3.3.8 Endokarditis bakterial

Insidensi endokarditis bakterial menurun sesuai dengan penurunan dari penyakit

jantung rematik,perkembangan antibiotik, dan tindakan operatif, tetapi insidensi stroke

karena endokarditis bakterial (15-20%) tidak menurun. Keadaan ini dapat diterangkan

bahwa mayoritas stroke timbul setelah 48 jam terjadinya endokarditis bakterial, dan

resiko serta berat emboli lebih tinggi pada infeksi stabilacoccus aureus atau epidermidis

dengan katup protesis. Stroke dapat pula terjadi tanpa manifestasi endokarditis

bakterial.

Komplikasi neurologis ke susunan saraf pusat bisa menajdi beberapa bentuk,

yaitu iskemia, hemorrhage, ensefalopati toksik, meningitis, arteritis, biogenik,

aneurisma mikotik, dan perdarahan subarakhnoid, tergantung dari bagian dan ukuran

dari emboliseptik. Prediktif resiko emboli dari deteksi vegetasi katup dengan

echocardiografi tidak sepenuhnya berkorelasi, untuk mengurangi resiko stroke hanya

dengan secepat mungkin menanggulangi infeksi dengan pemberian antibiotik.

38
3.3.9 Endokarditis trombotik nonbakterial (ETN)

Emboli terjadi dari vegetasi steril yang tumbuh pada katup, biasanya penderita

dengan adenocarsinoma paru, pankreas, prostat dan paling banyak malignansi

hematologi. Disebut juga sebagai marantic, terminal, dan verrukosa endokarditis.

ETN tipe non infeksi endokarditis, pada katup jantung yang normal,

vegetasinya biasanya kecil terdiri dari platelet dan deposit fibrin, patogenesanya masih

belum pasti, tetapi diperkirakan karena perubahan permukaan katup, dan keaadaan

hiperkoagulasi (DIC, tumor mucin, procoagulan).

3.3.10 Porlaps katup mitral (PKM)

PKM merupakan kelainan katup yang terjadi pada 5% populasi umum dan lebih

sering pada wanita muda. Barnett (1980) menemukan 4,7% penderita stroke dibawah

umur 45 tahun disebabkan PKM, dengan pemeriksaan ekhokardiografi dengan kontras,

ditemukan 40% penderita TIA/stroke dibawah umur 45 tahun disebabkan PKM.

PKM dalam pemeriksaan ekhokardiografi terlihat pergerakan yang sangat

berlebih dari daun katup ke arah atrium. Secara patologi terlihat daun katup dan korda

tendinae mengalami degenerasi musinous dan fibromatous.

Gejala dari PKM tidak spesifik. Beberapa komplikasi dari PKM adalah,

endokarditis bakterial, mitral regurgasi, arritmia, kematian mendadak, endocarditis

trombotik non bakterial, serebral dan retinal iskemia.

Trombus bisa terdapat pada katup mitral yang miksomatus, posterior katup

sitral, posterior dinding atrium, bahkan pada daun katup yang bergerak. Trombus

berasal dari daun katup yang berdegenerasi dan dari fibrin dan platelet.

39
3.3.11 Kalsifikasi annulus mitral (KAM)

KAM merupakan proses kalsifikasi pada orang tua, yang sesuai dengan proses

degerasi. Berhubungan erat dengan aterosklerosis koroner, gangguan konduksi jantung,

atrial fibrilasi kronis, kardiomegali, gagal jantung, dan aterosklerosis a.karotis.

3.3.12 Atrial fibrilasi (AF)

Trombus ventrikel kiri pada penderita AF ditemukan 15,8%, sedangkan pada

kontrol hanya 1,7%. Infark serebri 32,2% pada AF, sedangkan pada kontrol 11%.

Frekuensi Infark serebri meningkat sesuai dengan lamanya AF. Penyebab AF yang

paling sering adalah penyakit jantung rematik dan penyakit jantung iskemik.

Resiko emboli pada AF paling tinggi setelah terjadi kardioversi elektikal atau

reversi spontan keritme sinus. Trombus terbentuk di atrium kanan karena stasis dari

aliran darah.

Non valvular atrial fibrilase (NVAF) berinsidensi 2-5% dari populasi umur 60

tahun, dan prevalensi meningkat sesuai dengan penambahan usia. NVAF merupakan

penyebab mayor stroke kardioemboli dengan Infark serebri masif. Valvular atrial

fibrilasi mempunyai resiko stroke 17 kali daeri kontrol.

3.3.13 Sindrom Sick Sinus (SSS)

SSS merupakan terminologi disfungsi sinoatrial (SA), yang bermanifestasi

bradikardia (kurang dari 50 denyut permenit), sinus arrest atau sinoatrial block. SSS

bisa timbul pada setiap usia tetapi sering pada orang tua dan berhubungan dengan

penyakit jantung iskemik, kardiomiopati, hipertensi, penyakit jantung rematik.

40
Terjadinya bradikardi berhubungan dengan supraventrikuler takhikardi dan

atrial flutter atau fibrilasi. Patofisiologi terjadinya emboli sama dengan atrial fibrilasi.

Caplan mengelompokkan penyakit jantung sebagai sumber emboli menjadi 3 :

1. kelaianan dinding jantung, seperti kardiomiopati, hipokinesis dan akinesis

dinding ventrikel pasca Infark miocard,aneurisma atrium, aneurisma ventrikel,

miksoma atrium dan tumor lainnya, defek septum dan paten foramen ovale

2. kelaianan katup, seperti kelainan katup mitral rematik, penyakit aorta, katup

protesis, endokarditis bakterial, endokarditis trombotik non bakterial, prolaps

katup mitral dan kalsifikasi annulus mitral

3. kelaianan irama, terutama fibrilasi atrium dan sindrom sick sinus.

41
3.4 DIAGNOSIS STROKE KARDIOEMBOLI5

Dengan Hasil :

>4-5 = Tersangka

>6-7 = Lebih mungkin

>8 = Sangat mungkin

42
3.5 PENATALAKSANAAN11

3.5.1 Stadium Hiperakut

Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan

tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak

tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan

kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.

Dilakukan pemeriksaan CT-scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah

perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah,

kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan

lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien

serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.

3.5.2 Stadium Akut

Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun

penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta

telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada

keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta

tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.

a. Stroke Iskemik

Terapi umum :

Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu

bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila

hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1- 2

liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan

43
intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari

penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan

kateter intermiten).

Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-

2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa

atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya

baik jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan

melalui slang nasogastrik.

Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah

sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari

pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah <60 mg% atau <80 mg% dengan

gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan

harus dicari penyebabnya.

Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-

obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila

tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood

Pressure (MAP) ≥130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30

menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal

ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang

direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat

ACE, atau antagonis kalsium.

Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90 mm Hg, diastolik ≤70

mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4

jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum

44
terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih <90 mmHg, dapat diberi dopamin

2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥110 mmHg. Jika kejang, diberi

diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari;

dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika

kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka

panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus

intravena 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena

rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit

setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320

mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau

furosemid.

Terapi khusus :

Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin

dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant

tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu

sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).

b. Stroke Perdarahan

Terapi umum :

Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma

30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis

cenderung memburuk.

Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau

15- 20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130

45
mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan

darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2

menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril

iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.

Jika didapatkan tanda tekanan intrakranialmeningkat, posisi kepala

dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat

penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).

Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung

diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton;

komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan

antibiotik spektrum luas.

Terapi khusus :

Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.

Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada

pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum

berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau

serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda

peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.

Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium

(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma

knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena

(arteriovenous malformation, AVM).

46
3.5.3 Stadium Subakut

Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi

wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit

yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit

dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program

preventif primer dan sekunder. Terapi fase subakut:

a. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,

b. Penatalaksanaan komplikasi,

c. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi

wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,

d. Prevensi sekunder

e. Edukasi keluarga dan Discharge Planning

47
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Dewanto, George. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit

Saraf. Jakarta : egc

2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan

Republik Indonesia (BPPK, DEPKES RI), 2013, Laporan Nasional Riset

Kesehatan Dasar, Depkes RI Jakarta, xiv-111

3. Kemenkes RI 2013. Panduan Peringatan Hari Kesehatan sedunia 7 April 2013

4. Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

5. Brown, 2006, Penyakit Aterosklerotik Koroner. Di dalam : Price and wilson,

2006, patofisiologi : konsep dasar dan klinis Proses – Proses Penyakit, Ed ke-6,

vol 1, EGC, Jakarta 576-612

6. Cohen SN. The Subacute stroke patient : Preventing recurent stroke. In Cohen

SN. Management of ishkemik stroke. Mc Graw Hill. 2000. Pp. 89-109

7. De Freitas GR, Christoph DDH, Bogousslavsky J. Topographic classification of

ischemic stroke, in Fisher M. (ed). Handbook of Clinical Neurology, vol. 93

(3rd series). Elsevier BV, 2009

8. Alfa AY, Soedomo A, Toyo AR, Aliah A, Limoa A, et all. Gangguan

Perdarahan Otak (GPDO) Dalam Harsono ed. Buku Ajar Neurologi klinis. Edisi

1. Yogyakarta : Gadjah Madya University. Press : 2009 hal 59 – 107

48
9. World Health Organization (WHO), 2011, Global Atlas on Cardiovascular

Disease Prevention and control, WHO, Press.Geneva ; 1 : 1-120

10. Go AS: Hylek EM; Philips KA; Chang Y, Henault LE; Selby JV, et al. 2011.

Prevalence of Diagnosa Atrial Fibrilation in Adult, National Implications for

Rhytm Management and stroke Prevention, the AnTicoagulation and Risk

Factors in Atrial Fibrilation (ATRIA) study, JAMA; 285(18);2370-2375.

11. PERDOSSI. Pedoman Penatalaksanaa Stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis

Saraf Indonesia. 2007

49

Anda mungkin juga menyukai