Anda di halaman 1dari 4

Selanjutnya adalah kejang parsial dengan

gangguan kesadaran atau disebut sebagai


kejang parsial kompleks dimana pasien
mengalami mengalami gejala yang sama
di setiap serangan kejang yang terjadi
dalam satu runtun tetapi dengan
hilangnya kesadaran atau responsivitas
disetiap bangkitan kejang. Sehingga
pasien mungkin tidak dapat mengingat
apa yang terjadi pada saat kejang.

Kejang dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara neurotransmitter


eksitatori dengan inhibitori. Kita tahu bahwa otak dalam mengirimkan impuls ke
seluruh tubuh akan melibatkan aktivasi neuron sehingga impuls akan dihantarkan
dari neuron ke neuron. Penghantaran dalam neuron ini sebenarnya hanyalah berupa
aliran ion-ion dalam protein channel masuk dan keluar. Aliran ini mempengaruhi
gerakan neurotransmitter dalam neuron. Neurotransmitter lalu akan melekat pada
reseptor dan pada saat berikatan dengan reseptor molekul neurotransmitter dapat
menyebabkan dua hal yaitu membuka atau menutup ion channel. Neurotransmitter
eksitatori akan membuka ion channel sedangkan neurotransmitter inhibitori akan
menutup ion channel sehingga impuls akan berhenti dihantarkan.

NEUROTRANSMITTER EKSITATORI SEPERTI GLUTAMAT DAN


ASPARTAT AKAN BERIKATAN DENGAN RESEPTOR NMDA
MENYEBABKAN ION CA2+ MASUK KE DALAM NEURON DAN
MEMBERI SINYAL UNTUK MENERUSKAN IMPULS. SEDANGKAN
NEUROTRANSMITTER INHIBITORI SEPERTI GABA AKAN
BERIKATAN DENGAN RESEPTOR GABA DAN MENYEBABKAN ION
CL- MASUK KE DALAM NEURON. ION NEGATIF INI AKAN
MEMBERI SINYAL UNTUK MENGHENTIKAN IMPULS. KEJANG
TERJADI KARENA NEUROTRANSMITTER EKSITATORI TERLALU
BANYAK DENGAN NEUROTRANSMITTER INHIBITORI TERLALU
SEDIKIT SEHINGGA IMPULS DITERUSKAN LAGI DAN LAGI.
ANAMNESIS
Anamnesis pada pasien yang kejang yang baik haruslah dapat menggali faktor pencetus
kejang dan deskripsi kejang yang terjadi. Penyebab atau faktor risiko kejang dapat berupa:

 Trauma kepala seperti fraktur depresi tengkorak atau hematoma subdural, perdarahan
intraserebral. Kondisi yang dapat menyebabkan peningkatan TIK. Tanyakan apakah
pasien mengalami kecelakaan atau terjatuh sebelum kejang terjadi baik yang baru saja
atau yang sudah lama terjadi jauh sebelum kejang muncul.
 Infeksi seperti meningitis, ensefalitis, abses
 Vaskuler seperti stroke atau malformasi vasuler, ensefalopati akibat hipertensi, atau
pada wanita hamil yang mengalami eklamsia
 Faktor lingkungan seperti hipertermia
 Toksik, tanyakan apakah pasien mengkonsumsi obat-obatan tertentu atau alkohol yang
terus-menerus karena overdosis atau sindrom putus-obat dapat menyebabkan kejang
 Neoplasma baik primer atau metastasis
 Metabolik seperti hipoglikemia, hipo atau hipernatremia, hipo atau hiperkalsemia,
uremia, ensefalopati hepatik, keadaan hiperosmolar
 Kongenital pada epilepsi idiopatik
 Hematologi pada keadaan porfiria yaitu gangguan akibat penumpukan bahan kimia
tertentu yang disebut porfirin yang terkait dengan protein sel darah merah
 Neurologis seperti kejang demam pada anak, ensefalopati akibat HIV, iskemia serebral
global
Selanjutnya pasien atau orang terdekatnya perlu ditanyakan mengenai hal yang terjadi pada
saat kejang terjadi:

 Bentuk bangkitan kejang apakah fokal, general, atau fokal lalu menjadi general
 Lama bangkitan
 Kesadaran apakah berubah/terganggu atau tidak
 Kapan terjadi kejang pagi, siang, atau saat tidur seperti jenis epilepsi pada anak
Tanyakan kondisi setelah kejang apakah terjadi gangguan kesadaran atau tidak dan apakah
terdapat paralisis kelompok otot tertentu setelah kejang yang disebut pula dengan Todd
paralysis. Todd paralysis ini dapat berlangsung selama 15 jam dan biasanya akan membaik
dengan sendirinya setelah 2 hari.
Bila pasien pernah mengalami kejang sebelumnya tanyakan secara mendetail dan perlu digali
mengenai kondisi medis lain untuk mencari faktor pencetus.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang pertama kali dilakukan dalah kondisi umum pasien, kesadaran pasien,
pemeriksaan tanda-tanda vital, dan carilah bukti adanya trauma. Selanjutnya sangat penting
untuk melakukan pemeriksaan neurologis secara mendetail seperti pemeriksaan saraf
kranialis, refleks fisiologis dan patologis, serta pemeriksaan kekuatan motorik untuk
mengetahui apakah terdapat defisit neurologis setelah kejang. Pemeriksaan peningkatan TIK
juga perlu dilakukan. Pemeriksaan-pemeriksaan ini dapat kamu pelajari di video docudemy
lainnya.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan seperti:

 Darah lengkap
 Glukosa darah
 Elektrolit
 Urea kreatinin
 EKG
 EEG yang merupakan gold standar untuk epilepsi
 CT scan
 MRI
Ingatlah bahwa pemeriksaan penunjang harus dilakukan seefektif mungkin dan mengarah
pada diagnosis yang dicurigai. Pilihlah beberapa pemeriksaan penunjang yang tepat yang
dapat memperkuat dugaan atau menyingkirkan kemungkinan lainnya.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kejang pada prinsipnya seperti patofisiologi yang telah kita ketahui adalah
untuk mengurangi neurotransmitter eksitatori dan meningkatkan neurotransmitter
inhibitori, serta menginhibisi ion channel natrium dan kalsium pada neuron.
Obat lini pertama pada kejang adalah diazepam atau lorazepam yang termasuk dalam
golongan benzodiasepin. Obat ini memiliki onset kerja cepat dan bersifat lipofilik sehingga
dapat menembus sawar darah otak dengan cepat. Dapat diberikan secara intravena, per
rektal, atau oral. Diazepam memiliki durasi anti epilepsi lebih singkat daripada lorazepam.
Namun, lorazepam bersifat kurang larut dalam lemak tetapi onset kerja hampir serupa
dengan diazepam dan durasinya lebih lama hingga 12-24 jam setlah pemberian.
Obat lini kedua diberikan bila lini pertama tidak berhasil menghentikan kejang. Kita dapat
memberikan fenitoin yang merupakan obat anti epilepsi dengan masa kerja panjang.
Obat lini ketiga adalah fenobarbital yaitu golongan barbiturat dengan masa kerja panjang.
Apabila kejang tidak juga berhenti setelah memberikan dosis yang adekuat dari ketiga lini
obat maka kita sebut sebagai kejang refrakter. Pada kejang refrakter pemberian obat
vasopressor diperlukan pada keadaan hipotensi, yaitu seperti midazolam, propofol, atau
pentobarbital.
Terapi ajuvan seperti piridoksin (vitamin B6) dan magnesium
Edukasi
Pasien dengan status epileptikus atau aktivitas kejang persisten yang berlangsung selama 30
menit atau kejang berulang tanpa pemmulihan sempurna antar serangan perlu dirawat di
ICU. Pasien perlu diedukasi agar menghindari faktor pencetus yang telah diketahui dan
apabila diagnosis yang ditegakkan adalah epilepsi pasien perlu diberitahu bahwa pengobatan
epilepsi dapat berlangsung lama hingga 10 tahun dan benar-benar harus dipatuhi oleh pasien.
Restriksi dapat berbeda antar pasien karena masing-masing individu dapat memiliki derajat
kontrol terhadap kejang yang berbeda.
Kompetensi
Untuk dokter umum, setiap kasus kejang yang terjadi haruslah mampu memberikan
tatalaksana awal untuk kemudian dirujuk sebagai kasus gawat darurat, tetapi untuk kejang
demam pada anak, dokter umum harus mampu memberikan penanganan hingga tuntas.
Kasus kejang pada status epileptikus juga merupakakan kasus gawat darurat yang perlu
dirujuk dan diberikan tatalaksana awal. Sedangkan pada epilepsi dokter umum harus
memberikan tatalaksana awal kemudian dirujuk tetapi bukanlah kasus kegawatdaruratan.

Anda mungkin juga menyukai