Oleh :
Cintya Ristimawarni 1102013064
Fawzia Devi Fitriani 1102013110
Khairul Huda 1102013148
Pembimbing :
RSUD ARJAWINANGUN
PRESENTASI KASUS
Mengetahui:
RSUD Arjawinangun
Cirebon.
2
DAFTAR ISI
CASE REPORT ...................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 4
BAB I ...................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN .................................................................................................. 5
BAB II ..................................................................................................................... 7
LAPORAN KASUS ................................................................................................ 7
BAB III ................................................................................................................. 25
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 25
BAB IV ................................................................................................................. 47
PEMBAHASAN ................................................................................................... 47
BAB V................................................................................................................... 50
KESIMPULAN ..................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 51
3
KATA PENGANTAR
4
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit ini terutama mengenai katup mitral (75%), aorta (25%), jarang
mengenai katup trikuspid dan tidak pernah menyerang katup pulmonal. Setiap
tahunnya rata-rata ditemukan 55 kasus dengan demam reumatik akut (DRA) dan
PJR. Diperkirakan prevalensi PJR di Indonesia sebesar 0,3-0,8 anak sekolah 5-15
tahun. DRA merupakan penyebab utama penyakit jantung didapat pada anak usia
5 tahun sampai dewasa muda di negara berkembang dengan keadaan sosio ekonomi
rendah dan lingkungan buruk.
Demam reumatik akut dan penyakit jantung reumatik adalah salah satu
penyebab utama masalah kesehatan di negara berkembang. Prevalensi penyakit
jantung reumatik di Indonesia masih cukup tinggi, di kalangan anak usia 5-14 tahun
adalah 0-8 kasus per 1000 anak usia sekolah. Sebagai perbandingan, prevalensi
penyakit jantung reumatik di negara-negara Asia: Kamboja 2,3 kasus per 1000 anak
usia sekolah, Filipina 1,2 kasus per 1000 anak usia sekolah, Thailand 0,2 kasus per
1000 anak usia sekolah, dan di India 51 kasus per 1000 anak usia sekolah.
5
rheumatic carditis akan meninggal pertahun. DRA dan PJR diperkirakan berasal
dari respon autoimun, tetapi patogenesa pastinya belum jelas. Di seluruh dunia
DRA diperkirakan terjadi pada 5-30 juta anak anak dan dewasa muda. 90.000 akan
meninggal setiap tahunnya. Mortalitas penyakit ini didunia adalah sebesar 1-10%.
6
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
ANAMNESIS
Keluhan utama : Demam sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit
Keluhan tambahan : Sesak nafas, nyeri perut, dan kaki sejak satu minggu
sebelum masuk rumah sakit
Pasien datang dibawa oleh kakak dan Ibu nya ke Poli Anak RSUD
Arjawinangun dengan keluhan demam sejak 1 minggu yang lalu dan tidak kunjung
sembuh. Keluhan lain disertai sesak nafas, nyeri perut, sehingga nafsu makan
menurun, dan kaki terasa nyeri sejak satu minggu yang lalu.
Menurut Ibu pasien, Pasien saat kecil sering terkena flu dan demam. Pasien
juga sering mengeluhkan kakinya sakit dan sempat bengkak. Pasien diimunisasi
lengkap. Pasien pun diberikan ASI sampai saat usia 1 tahun.
7
Tidak ada riwayat keturunan penyakit jantung pada keluarga. Namun, Ibu
pasien memiliki riwayat Hipertensi.
Riwayat Pengobatan
Riwayat alergi obat (-), alergi makanan (-), alergi dingin (-)
Menurut ibu pasien, pasien lahir cukup bulan dengan proses persalinan di
Bidan, dengan berat 3500 gram dan panjang 50 cm. Semasa kehamilan ibu pasien
memeriksakan kehamilannya di Bidan sebanyak 6x, tidak terdapat penyulit selama
kehamilan.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Suhu : 36,6oC.
8
Status Lokalis
Kepala :
- Ekspresi wajah : normal.
- Bentuk dan ukuran : normal.
- Rambut : hitam dan tidak mudah rontok.
- Udema (-).
- Malar rash (-).
- Hiperpigmentasi (-).
- Nyeri tekan kepala (-).
Mata :
- Alis : normal.
- Exopthalmus (-/-).
- Ptosis (-/-).
- Nystagmus (-/-).
- Strabismus (-/-).
- Udema palpebra (-/-).
- Konjungtiva: anemia (-/-), hiperemis (-/-).
- Sclera: icterus (-/-), hyperemia (-/-), pterygium (-/-).
- Pupil : isokor, bulat, miosis (-/-), midriasis (-/-).
- Kornea : normal.
- Lensa : normal, katarak (-/-).
- Pergerakan bola mata ke segala arah : normal
Telinga :
- Bentuk : normal simetris antara kiri dan kanan.
- Lubang telinga : normal, secret (-/-).
- Nyeri tekan (-/-).
- Peradangan pada telinga (-)
- Pendengaran : normal.
Hidung :
- Simetris, deviasi septum (-/-).
9
- Napas cuping hidung (-/-).
- Perdarahan (-/-), secret (-/-).
- Penciuman normal.
Mulut :
- Simetris.
- Bibir : sianosis (-).
- Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
- Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-),
kemerahan di pinggir (-), lidah kotor (-).
- Gigi : caries (-)
- Mukosa : normal.
- Faring dan laring : normal
Leher :
- Simetris (-).
- Kaku kuduk (-).
- Pemb.KGB (-).
- Trakea : di tengah.
- Pembesaran otot sternocleidomastoideus (-).
- Pembesaran thyroid (-).
Thorax
Pulmo :
Inspeksi :
- Bentuk: simetris.
- Ukuran: normal, barrel chest (-)
- Pergerakan dinding dada : simetris, retraksi sela iga (+)
10
- Permukaan dada : petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), spider nevi
(-), massa (-), sikatrik (-) hiperpigmentasi (-).
- Fossa supraclavicula dan fossa infraclavicula : cekungan simetris
- Penggunaan otot bantu napas: sternocleidomastoideus (+), otot
intercosta(-).
Palpasi :
- Sonor (+/+).
- Nyeri ketok (-).
- Batas paru hepar : ICS 6
Auskultasi :
Jantung :
Palpasi : Iktus cordis teraba ICS V linea midklavikula sinistra, thriil (+).
Abdomen
Inspeksi :
11
- Bentuk : datar, distensi (-),
- Permukaan Kulit : sikatrik (-), pucat (-), sianosis (-), vena kolateral (-
), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), luka bekas operasi (-),
hiperpigmentasi (-).
Auskultasi :
- Turgor : normal.
- Tonus : normal.
- Nyeri tekan (-)
- Hepar/lien/renal tidak teraba.
Perkusi :
12
- Deformitas : -/-
- Edema: -/-
- Sianosis : -/-
- Ptekie: -/-
- Clubbing finger: -/-
Waktu Follow Up
14/12/17 S : Demam (+) Batuk (+) Sakit Perut (+) BAB (-) 2 hari
10.00 O : Kesadaran: CM P: 110 x/menit , RR: 24x/menit S:38oC
konstipasi + ISPA
A : Obs Febris
P : KAEN3B 24 tpm
Cefotaxim 3x1 gram
Antrain 3x0,6 cc
15/12/17 S : Demam (+) Batuk (+) Sesak (+)
16.55 O : Kesadaran: CM P: 124 x/menit , RR: 23x/menit S: 37oC
Rh -/-, Wh -/-
A : Bronchitis
P : KAEN3B 24 tpm
Cefotaxim 3x1 gram
Antrain 3x0,6 cc
Vitamin B complex dan Vitamin C
Oksigen
13
Antrain 3x0,6 cc
Vitamin B complex dan Vitamin C
Oksigen
EKG (konsul Jantung)
20/12/17 S : Demam (+) Pucat (+) Sesak (+) Nyeri dada (+)
15.00 O : Kesadaran: CM P: 121 x/menit ,SpO2 RR: 34x/menit S:
37,9oC
Rh-/+ , Wh -/- PCH (+/+)
A : Susp. RHD
P : KAEN3B 24 tpm
Cefotaxim 3x1 gram
Antrain 3x0,6 cc
Vitamin B complex dan Vitamin C
Mikasin 2x300 mg
Cek ASTO
Terapi dari Spesialis Jantung
Digoksin 1x1/2 tab
Furosemid 1x1 amp
14
Spironolakton 1x ½ tab
Captopril 2x12,5 mg
Dexamethason 3x1 amp
15
A : RHD + DC + MS + MR
P : KAEN3B 24 tpm
Cefotaxim 3x1 gram
Antrain 3x0,6 cc
Vitamin B complex dan Vitamin C
Mikasin 2x300 mg
Cek ASTO
Terapi dari Spesialis Jantung
Digoksin 1x1/2 tab
Furosemid 1x1 amp
Spironolakton 1x ½ tab
Captopril 2x12,5 mg
Dexamethason 3x1 amp
16
Captopril 2x12,5 mg
Dexamethason 3x1 amp
17
P : KAEN3B 18 tpm
Cefotaxim 3x1 gram
Antrain 3x0,6 cc
Vitamin B complex dan Vitamin C
Mikasin 2x300 mg
Cek ASTO
Terapi dari Spesialis Jantung
Digoksin 1x1/2 tab
Furosemid 1x1 amp
Spironolakton 1x ½ tab
Captopril 2x12,5 mg
Dexamethason 3x1 amp
18
Dexamethason 2x1 amp
19
Antrain 3x0,6 cc
Vitamin B complex dan Vitamin C
Mikasin 2x300 mg
Cek ASTO
Terapi dari Spesialis Jantung
Digoksin 1x1/2 tab
Furosemid 1x1 amp
Spironolakton 1x ½ tab
Captopril 2x12,5 mg
Dexamethason 3x1 amp
Boleh duduk 15 menit pagi dan 15 menit sore
1. Status Gizi
Berat Badan 30 kg, tinggi badan cm, lingkar kepala cm, lingkar
lengan atas 12 cm.
Status gizi pada pasien ini dilihat dari berat badan atas dibandingkan dengan
umur berdasarkan kurva Center of Disease Control (CDC) :
10
𝐵𝐵 𝑋 100% = 18 X 100% = 55,5 %
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah
Darah Lengkap
Hemoglobin
11,6 11,2 9,9 gr/dL
Hematrokit
20
Lekosit 35,1 34,2 29,8 %
Trombosit 16,3 21,34 12,97 103/ uL
Eritrosit 588 663 404 103 / uL
Index Eritrosit 4,29 4,26 3,71 Mm3
MCV
MCH 82 90,4 80,2 fl
MCHC 27 26,2 26,7 pg
RDW 32,9 32,7 33,3 g/dL
MPV 14,6 15,9 14,3 %
PDW 7,2 7,7 7,3 fL
Hitung Jenis 43,7 46,7 40,2 %
Eosinofil
Basofil 0,5 0,2 0,9 %
Segmen 0,3 0,3 0,3 %
Limfosit 82,1 80,2 81,4 %
Monosit 12,4 15 11,1 %
Luc 3,6 3,5 5.0 %
1,1 0,9 1,3 %
21
Negatif Chromatography
IgM anti
salmonela
Negatif Chromatography
IgG anti salmonela
Urin Lengkap
Makroskopis
Warna
kuning Visual
Kekeruhan
jernih Visual
Kimia urin
6,5 Carik celup
PH reaksi
1020 Carik celup
Berat jenis
Negative Carik celup
Reduksi
Negative Carik celup
Bilirubin
Normal Carik celup
-
Negative Carik celup
Protein
Negative Carik celup
Purin
(+) 2 Carik celup
Keton
Mikroskopis
(+) 2-4 Mikroskopis
Epitel
(+) 2-4 Mikroskopis
Leukosit
(+) 0-2 Mikroskopis
Eritrosit
Negative Mikroskopis
Bakteri
Negative Mikroskopis
Jamur
Negative Mikroskopis
22
Silinder Negative Mikroskopis
Kristal
Feses Lengkap
Makroskopis
Warna
cokelat Makroskopis
Konsistensi
padat Makroskopis
Darah
negative Makroskopis
Lender
negative Makroskopis
Mikroskopis
Leukosit
(+) 3-5
Eritrosit
(+) 1-2
Amoeba
Negative
Bakteri
Negative
Telur cacing
Negative
23
Pemeriksaan EKG
24
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Etiologi
2.1.2. Patologi
25
lebih penting dibandingkan keterlibatan otot jantung maupun pericardium.
Pada miokarditis rematik, kontraktilitas miokard jarang mengalami kerusakan
dan kadar troponin serum tidak mengalami peningkatan. Pada penyakit jantung
rematik tidak hanya terjadi kerusakan pada daun katup akibat timbulnya
vegetasi pada permukaannya, namun seluruh katup mitral mengalami
kerusakan (dengan pelebaran annulus dan tertariknya korda tendineae).7,8
Katup mitral merupakan katup yang paling sering dan paling berat
mengalami kerusakan dibandingkan dengan katup aorta dan lebih jarang pada
katup trikuspid dan pulmonalis. Badan Aschoff yang ditemukan pada otot
jantung atrium merupakan salah satu tanda khas pada demam rematik. Badan
Aschoff terdiri dari lesi-lesi peradangan yang disertai dengan pembengkakan,
serat kolagen yang berfragmen, dan perubahan jaringan penyambung, yang
saat ini dianggap sebagai sel miokardium yang mengalami nekrosis.7
Gambar 2.1
26
Karditis
Poliartritis
Gejala Mayor Khorea
Eritema marginatum
Nodul subkutan
Temuan klinis :
Kriteria Mayor
27
kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif
biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat. 5
2. Poliartritis, ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan,
teraba panas, dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih.
Artritis pada demam rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar
anggota gerak bawah. Kelainan ini hanya berlangsung beberapa hari
sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga
dapat ditemukan artritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi
pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada satu
sendi, sendi yang lain mulai terlibat. Perlu diingat bahwa artritis yang
hanya mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai
suatu criteria mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu
kriteria mayor, poliartritis harus disertai sekurang-kurangnya dua kriteria
minor, seperti demam dan kenaikan laju endap darah, serta harus
didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi anti Streptokokus lainnya
yang tinggi.5
3. Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak
bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral,
meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam
rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidakstabilan emosi.
Korea jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau setelah
masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan. Korea Sydenham
merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting sehingga
dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik meskipun tidak
ditemukan kriteria yang lain. Korea merupakan manifestasi demam
rematik yang muncul secara lambat, sehingga tanda dan gejala lain
kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi pada saat korea mulai timbul.5,7
4. Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada
demam rematik dan tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat
di bagian tengah, tidak terasa gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang
bergelombang dan meluas secara sentrifugal. Eritema marginatum juga
28
dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan terutama timbul di daerah
badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak pernah
ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau
menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang
lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan.
Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat.5
5. Nodulus subkutan pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat
dan terdapat di daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta
kolumna vertebralis. Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa
nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya, dengan diameter dan
beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak
akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.5,7
29
Gambar 2.4 Manifestasi klinis demam rematik akut
Kriteria Minor
30
karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini
tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna.5
4. Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah,
kadar protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator
nonspesifik dan peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini
hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika korea
merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan. Perlu diingat
bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan gagal
jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia,
akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap
darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus
infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka
kemungkinan adanya infeksi Streptokokus akut dapat dipertanyakan. 5,8
5. Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya
keterlambatan abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan
meskipun sering dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran
EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu, interval P-R yang
memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan adanya
karditis rematik.5,7
Bukti yang mendukung
31
2.1.4. Diagnosis
32
pada sendi yang terkena, tidak ada bukti infeksi streptokokus, perjalanan
penyakit yang lebih indolen, dan tidak adanya respon awal terhadap terapi
salisilat selama 24 sampai 48 jam.7
2.1.6. Penatalaksanaan
33
mempunyai alergi penisilin, dapat diberikan eritromisin dengan dosis 40
mg/kgBB perhari dalam dua sampai empat dosis selama 10 hari. Terapi anti-
inflamasi atau supresi dengan salisilat atau steroid tidak boleh diberikan
sampai ditegakkannya diagnosis pasti.
Jangka waktu tirah baring bergantung pada tipe dan keparahan dari
gejala dan berkisar dari seminggu (untuk arthritis) hingga beberapa minggu
untuk karditis berat. Tirah baring diikuti periode untuk ambulasi di dalam
rumah dengan durasi bervariasi sebelum anak diperbolehkan untuk kembali
ke sekolah. Aktivitas bebas diperbolehkan bila laju endap darah sudah
kembali ke normal, kecuali pada anak dengan kerusakan jantung yang
cukup berat.
Terapi dengan agen anti inflamasi harus dimulai sedini mungkin saat
demam rematik akut sudah didiagnosis. Untuk karditis ringan hingga
sedang, penggunaan aspirin saja sebagai anti inflamasi direkomendasikan
dengan dosis 90-100 mg/kgBB perhari yang dibagi dalam 4 sampai 6 dosis.
Kadar salisilat yang adekuat di dalam darah adalah sekitar 20-25 mg/100
mL. Dosis ini dilanjutkan selama 4 sampai 8 minggu, tergantung pada
respon klinis. Setelah perbaikan, terapi dikurangi secara bertahap selama 4-
6 minggu selagi monitor reaktan fase akut. 7
34
mg/kgBB perhari dalam 4 dosis untuk 2 sampai 6 minggu ) diindikasikan
hanya pada kasus karditis berat. 5,7
2.1.7. Prognosis
35
3. Penyembuhan dari kerusakan jantung : terbukti bahwa kelainan jantung
pada serangan awal dapat menghilang pada 10-25% pasien. Penyakit katup
sering membaik ketika diikuti dengan terapi profilaksis.
2.1.8. Pencegahan
a. Pencegahan primer
b. Pencegahan sekunder
Kategori Durasi
Demam rematik dengan karditis tetapi Minimal 10 tahun atau hingga dewasa,
tanpa penyakit jantung residual (tidak yang mana lebih lama
ada kelainan katup)
36
Demam rematik dengan karditis dan Minimal 10 tahun sejak episode
penyakit jantung residual (kelainan terakhir dan minimal sampai usia 40
katup persisten) tahun, kadang-kadang selama seumur
hidup
2.2.1 Definisi
Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) merupakan
penyakit jantung didapat yang sering ditemukan pada anak. Penyakit jantung
reumatik merupakan kelainan katup jantung yang menetap akibat demam
reumatik akut sebelumnya, terutama mengenai katup mitral (75%), aorta (25%),
jarang mengenai katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang katup pulmonal.
Penyakit jantung reumatik dapat menimbulkan stenosis atau insufisiensi atau
keduanya.
Terkenanya katup dan endokardium adalah manifestasi paling penting
dari demam rematik. Lesi pada katup berawal dari verrucae kecil yang terdiri
dari fibrin dan sel-sel darah di sepanjang perbatasan dari satu atau lebih katup
jantung. Katup mitral paling sering terkena, selanjutnya diikuti oleh katup aorta;
manifestasi ke jantung-kanan jarang ditemukan. Sejalan dengan berkurangnya
peradangan, verrucae akan menghilang dan meninggalkan jaringan parut.
Dengan serangan berulang dari demam rematik, verrucae baru terbentuk di
bekas tempat tumbuhnya verrucae sebelumnya dan endokardium mural dan
korda tendinea menjadi terkena.8
37
Gambar 2.5 Vegetasi pada katup jantung
2.2.2 Patofisiologi
38
Gambar 2.3 Patofisiologi penyakit jantung rematik
1. Insufisiensi mitral
39
berkembang menjadi gagal jantung kanan. Insufisiensi mitral berat dapat berakibat
gagal jantung yang dicetuskan oleh proses rematik yang progresif, onset dari
fibrilasi atrium, atau endokarditis infekstif. 8,9
2. Stenosis Mitral
3. Insufisiensi Aorta
Pada insufisiensi aorta akibat proses rematik kronik dan sklerosis katup
aorta menyebabkan distorsi dan retraksi dari daun katup. Regurgitasi dari darah
menyebabkan volume overload dengan dilatasi dan hipertrofi ventrikel kiri.
Kombinasi insufisiensi mitral dengan insufisiensi aorta lebih sering terjadi daripada
insufisiensi aorta saja. Tekanan darah sistolik meningkat, sedangkan tekanan
diastolik semakin rendah. Pada insufisiensi aorta berat, jantung membesar dengan
apeks ventrikel kiri terangkat.Murmur timbul segera bersamaan dengan bunyi
jantung kedua dan berlanjut hingga akhir diastolik. Murmur tipe ejeksi sistolik
sering terdengar karena adanya peningkatan stroke volume. 8
Kelainan katup trikuspid sangat jarang terjadi setelah demam rematik akut.
Insufisiensi trikuspid lebih sering timbul sekunder akibat dilatasi ventrikel kanan.
Gejala klinis yang disebabkan oleh insufisiensi trikuspid meliputi pulsasi vena
jugularis yang jelas terlihat, pulsasi sistolik dari hepar, dan murmur holosistolik
yang meningkat selama inspirasi. 8,10
40
Insufisiensi pulmonal sering timbul pada hipertensi pulmonal dan
merupakan temuan terakhir pada kasus stenosis mitral berat. Murmur Graham
Steell hampir sama dengan insufisiensi aorta, tetapi tanda-tanda arteri perifer tidak
ditemukan. Diagnosis pasti dikonfirmasi oleh pemeriksaan ekhokardiografi dua
dimensi serta Doppler.8
a. Mitral stenosis
b. Insufisiensi Mitral
c. Stenosis Aorta
41
Pasien dengan gejala-gejala akibat stenosis aorta membutuhkan tindakan
operatif. Pasien tanpa gejala membutuhkan penanganan yang sangat hati-hati serta
follow up untuk menentukan kapan tindakan bedah dilakukan. Penanganan stenosis
dengan pelebaran katup aorta memakai balon mai diteliti. Pasien-pasien yang
dipilih adalah pasien yang tidak memungkinkan dilakukan penggantian katup
karena usia, adanya penyakit lain yang berat, atau menunjukkan gejala yang berat.
Pasien-pasien dengan gradien sistolik 75 mmHg harus dioperasi walaupun tanpa
gejala. Pasien tanpa gejala tetapi perbedaan tekanan sistolik kurang dari 75 mmhg
harus dikontrol setiap 6 bulan. Tindakan operatif harus dilaksanakan bila pasien
menunjukkan gejala terjadi pembesaran jantung, peningkatan tekanan sistolik aorta
yang diukur denagn teknik Doppler. Pada pasien muda bisa dilakukan valvulotomi
aorta sedangkan pada pasien tua membutuhkan penggantian katup. Risiko operasi
valvulotomi sangat kecil, 2% pada penggantian katup dan risiko meningkat menjadi
4% bila disertai bedah pintas koroner. Pada pembesaran jantung dengan gagal
jantung, risiko naik jadi 4 sampai 8%. Pada pasien muda yang tidak bisa dilakukan
valvulotomi penggantian katup perlu dilakukan memakai katup sintetis.
Keuntungan katup jaringan ini adalah kemungkinan tromboemboli jarang, tidak
diperlukan antikoagulan, dan perburukan biasanya lebih lambat bila dibandingkan
dengan memakai katup sintetis.5
d. Insufisiensi Aorta
42
2.2.5 Prognosis
DECOMPENSASI CORDIS
A. Definisi
B. Etiologi
43
temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling
mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada
gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau
fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995).
Meliputi :
44
tekanan vena pembuluh pulmonalis dan pebuluh darah kapiler di paru, karena
ventrikel kanan masih sehat memompa darah terus dalam atrium dalam jumlah
yang sesuai dalam waktu cepat tekanan hodrostatik dalam kapiler paru-paru akan
menjadi tinggi sehingga melampui 18 mmHg dan terjadi transudasi cairan dari
pembuluh kapiler paru-paru. Pada saat peningkatan tekanan arteri pulmonalis
dan arteri bronkhialis, terjadi transudasi cairanin tertisiel bronkus
mengakibatkan edema aliran udara menjadi terganggu biasanya ditemukan
adanya bunyi eksspirasi dan menjadi lebih panjang yang lebih dikenal asma
kardial fase permulaan pada gagal jantung, bila tekanan di kapiler makin
meninggi cairan transudasi makin bertambah akan keluar dari saluran limfatik
karena ketidaka mampuan limfatik untuk, menampungnya (>25 mmHg)
sehingga akan tertahan dijaringan intertissiel paru-paru yang makain lama akan
menggangu alveoli sebagai tempat pertukaran udara mengakibatkan udema paru
disertai sesak dan makin lama menjadi syok yang lebih dikenal dengan syak
cardiogenik diatandai dengan tekanan diatol menjadi lemah dan rendah serta
perfusi menjadi sangat kurang berakibat terdi asidosis otot-otot jantung yang
berakibat kematian.
2. Decompensasi Cordis Kanan
Kegagalan venrikel kanan akibat bilik ini tidak mampu memeompa
melawan tekanan yang naik pada sirkulasi pada paru-paru, berakibat
membaliknya kembali kedalam sirkulasi sistemik, peningkatan volume vena dan
tekanan mendorong cairan keintertisiel masuk kedalam (edema perifer) (long,
1996).
Kegagalan ini akibat jantung kanan tidak dapat khususnya ventrikel
kanan tidak bisa berkontraksi dengan optimal , terjadi bendungan diatrium kanan
dan venakapa superior dan inferiordan tampak gejal yang ada adalah
udemaperifer, hepatomegali, splenomegali, dan tampak nyata penurunan
tekanan darah yang cepat., hal ini akibaat vetrikel kanan pada saat sisitol tidak
mampu mempu darah keluar sehingga saat berikutnya tekanan akhir diatolik
ventrikel kanan makin meningkat demikin pula mengakibatkan tekanan dalam
atrium meninggi diikuti oleh bendungan darah vena kava supperior dan vena
45
kava inferior serta selruh sistem vena tampak gejal klinis adalah erjadinya
bendungan vena jugularis eksterna, vena hepatika (tejadi hepatomegali, vena
lienalis (splenomegali) dan bendungan-bedungan pada pada ena-vena perifer.
Dan apabila tekanan hidristik pada di pembuluh kapiler meningkat melampui
takanan osmotik plasma maka terjadinya edema perifer.
C. PATOFISIOLOGI
IV. Pasien dengan penyakit jantung yang sedikit saja bergerak langsung
menimbulkan sesak nafas atau istirahat juga menimbulkan sesak nafas.
46
BAB IV
PEMBAHASAN
47
Diagnosis pasien dengan rheumatic heart disease ditegakkan menggunakan
kriteria jones, yang terdiri dari gejala mayor : karditis, polartritis, khorea, eritema
marginatum, nodul subkutan, gejala minor : riwayat demam rematik atau penyakit
jantung rematik, arthralgia, demam, peningkatan LED, eritrosit, dan protein C-
reaktif, pemanjangan interval PR pada EKG, dan bukti yang mendukung adanya
infeksi streptokokus group A
Data yang didapatkan dari pasien berupa keluhan demam sejak satu minggu
yang lalu dan tidak kunjung sembuh. Keluhan lain disertai oleh nyeri perut,
sehingga nafsu makan menurun. Kaki terasa nyeri sejak satu minggu yang lalu.
Dada terasa sesak hingga susah saat bernafas.
Pada pemeriksaan jantung terlihat dan teraba iktus cordis pada sisi kiri. Pada
perkusi batas jantung, batas jantung kanan di ICS 5 linea sternalis dextra, batas
jantung kiri di ICS 5 linea midclavicula sinistra. Pada saat auskultasi terdengar
bunyi jantung tambahan yaitu murmur dicelah interkosta V linea mid klavikulris
sinistra.
48
Interval P-R yang memanjang, karena meskipun sering dijumpai pada demam
rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain
itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai
akan adanya karditis rematik
Pemeriksaan penunjang yang lain yaitu didapatkan hasil ASTO yang reaktif
pada pasien ini. Hal ini menunjukkan adanya bakteri streptococcus group A dalam
darah pasien.
49
BAB V
KESIMPULAN
Pada pasien ini hasil pemeriksaan klinis pasien ditemukan tanda-tanda yang
memenuhi satu kriteria mayor, yaitu karditis, serta dua kriteria minor yaitu demam
dan atralgia. Pada pemeriksaan fisik didapatkan bising jantung yaitu murmur yang
merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali muncul pertama kali,
sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif tidak
ditemukan. Pada pemeriksaan penunjang berupa foto thorax tidak menunjukkan
adannya pembesaran jantung serta pada pemeriksaan penunjang yang lain yaitu
didapatkan hasil ASTO yang reaktif. Namun pada pasien didapatkan Sesak nafas
dan berkurang saat pasien berbaring. Ini menunjukkan adanya ketidak mampuan
jantung memenuhi sirkulasi sistemik saat tidak berbaring.
50
DAFTAR PUSTAKA
51