Anda di halaman 1dari 51

CASE REPORT

RHEUMATIC HEART DISEASE AND CORDIS


DECOMPENSATION

Oleh :
Cintya Ristimawarni 1102013064
Fawzia Devi Fitriani 1102013110
Khairul Huda 1102013148
Pembimbing :

dr.H. Bambang Suharto, Sp.A, MH.Kes

KEPANITERAAN KLINIK POLI ANAK

RSUD ARJAWINANGUN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

PERIODE 20 NOVEMBER – 26 JANUARI 2017


LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

NAMA DOKTER MUDA:


Cintya Ristimawarni 1102013064
Fawzia Devi Fitriani 1102013110
Khairul Huda 1102013148

Telah diajukan dan disahkan oleh dr.H. Bambang Suharto, SpA,


M.HKes di RSUD Arjawinangun, Cirebon pada tanggal….., bulan…..,
tahun 2018

Mengetahui:

Kepala SMF Ilmu Kesehatan Anak Dosen Pembimbing

RSUD Arjawinangun

Cirebon.

dr. H. Isyanto, Sp.A dr. H. Bambang Suharto, Sp.A, M.HKes

2
DAFTAR ISI
CASE REPORT ...................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 4
BAB I ...................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN .................................................................................................. 5
BAB II ..................................................................................................................... 7
LAPORAN KASUS ................................................................................................ 7
BAB III ................................................................................................................. 25
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 25
BAB IV ................................................................................................................. 47
PEMBAHASAN ................................................................................................... 47
BAB V................................................................................................................... 50
KESIMPULAN ..................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 51

3
KATA PENGANTAR

4
BAB I

PENDAHULUAN

Demam reumatik akut adalah konsekuensi autoimun dari infeksi


streptokokus grup A. Demam reumatik akut menyebabkan respon inflamasi umum
dan penyakit yang mengenai jantung, sendi, otak dan kulit secara selektif. Penyakit
jantung reumatik adalah lanjutan dari demam reumatik akut. Kerusakan katup
jantung, khususnya katup mitral dan aorta setelah demam reumatik akut dapat
menjadi persisten setelah episode akut telah mereda. Keterlibatan katup jantung
tersebut dikenal dengan penyakit jantung reumatik / rheumatic heard disease
(RHD).

Penyakit ini terutama mengenai katup mitral (75%), aorta (25%), jarang
mengenai katup trikuspid dan tidak pernah menyerang katup pulmonal. Setiap
tahunnya rata-rata ditemukan 55 kasus dengan demam reumatik akut (DRA) dan
PJR. Diperkirakan prevalensi PJR di Indonesia sebesar 0,3-0,8 anak sekolah 5-15
tahun. DRA merupakan penyebab utama penyakit jantung didapat pada anak usia
5 tahun sampai dewasa muda di negara berkembang dengan keadaan sosio ekonomi
rendah dan lingkungan buruk.

Demam reumatik akut dan penyakit jantung reumatik adalah salah satu
penyebab utama masalah kesehatan di negara berkembang. Prevalensi penyakit
jantung reumatik di Indonesia masih cukup tinggi, di kalangan anak usia 5-14 tahun
adalah 0-8 kasus per 1000 anak usia sekolah. Sebagai perbandingan, prevalensi
penyakit jantung reumatik di negara-negara Asia: Kamboja 2,3 kasus per 1000 anak
usia sekolah, Filipina 1,2 kasus per 1000 anak usia sekolah, Thailand 0,2 kasus per
1000 anak usia sekolah, dan di India 51 kasus per 1000 anak usia sekolah.

Penderita PJR akan berisiko untuk kerusakan jantung akibat infeksi


berulang dari DRA dan memerlukan pencegahan. Morbiditas akibat gagal jantung,
stroke dan endokarditis sering pada penderita PJR dengan sekitar 1.5% penderita

5
rheumatic carditis akan meninggal pertahun. DRA dan PJR diperkirakan berasal
dari respon autoimun, tetapi patogenesa pastinya belum jelas. Di seluruh dunia
DRA diperkirakan terjadi pada 5-30 juta anak anak dan dewasa muda. 90.000 akan
meninggal setiap tahunnya. Mortalitas penyakit ini didunia adalah sebesar 1-10%.

Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan


kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa
jantung. Pada pasien RHD hal ini terjadi karena kerusakan katup mitral,
menyebabkan adanya stenosis dan regurgitasi, sehingga pemompaan darah oleh
jantung keseluruh tubuh kurang maksimal atau terjadinya penurunan suplai oleh
jantung. Pada awalnya jantung berusaha mengompensasi dengan cara
meningkatkan detak jantung, namun jika dalam waktu lama jantung akan
mengalami kelelahan dan menyebabkan suplai darah keseluruh tubuh tidak bisa
dipenuhi (dekompensasi kordis).

6
BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Pasien anak Nabila, umur 14 tahun 11 bulan, jenis kelamin perempuan,


beralamat di Tegal Gubug, Kabupaten Cirebon. Pasien datang ke Poli Anak RSUD
Arjawinangun dengan keluhan demam berkepanjangan hari ke 7 pada tanggal 13
Desember 2017.

ANAMNESIS

Keluhan utama : Demam sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit

Keluhan tambahan : Sesak nafas, nyeri perut, dan kaki sejak satu minggu
sebelum masuk rumah sakit

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang dibawa oleh kakak dan Ibu nya ke Poli Anak RSUD
Arjawinangun dengan keluhan demam sejak 1 minggu yang lalu dan tidak kunjung
sembuh. Keluhan lain disertai sesak nafas, nyeri perut, sehingga nafsu makan
menurun, dan kaki terasa nyeri sejak satu minggu yang lalu.

Riwayat penyakit dahulu :

Menurut Ibu pasien, Pasien saat kecil sering terkena flu dan demam. Pasien
juga sering mengeluhkan kakinya sakit dan sempat bengkak. Pasien diimunisasi
lengkap. Pasien pun diberikan ASI sampai saat usia 1 tahun.

Riwayat peyakit keluarga :

7
Tidak ada riwayat keturunan penyakit jantung pada keluarga. Namun, Ibu
pasien memiliki riwayat Hipertensi.

Riwayat Pengobatan

Riwayat alergi obat (-), alergi makanan (-), alergi dingin (-)

Riwayat Pribadi dan Sosial

Pasien tinggal di rumah bersama keluarga, Pasien menggunakan asuransi


BPJS

Riwayat tumbuh kembang

Menurut ibu pasien, pasien lahir cukup bulan dengan proses persalinan di
Bidan, dengan berat 3500 gram dan panjang 50 cm. Semasa kehamilan ibu pasien
memeriksakan kehamilannya di Bidan sebanyak 6x, tidak terdapat penyulit selama
kehamilan.

PEMERIKSAAN FISIK

1. Pemeriksaan Umum (Follow Up)

Keadaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 120/80 mmHg.

Nadi : 130 kali per menit, reguler.

Pernafasan : 32 kali per menit

Suhu : 36,6oC.

8
Status Lokalis

 Kepala :
- Ekspresi wajah : normal.
- Bentuk dan ukuran : normal.
- Rambut : hitam dan tidak mudah rontok.
- Udema (-).
- Malar rash (-).
- Hiperpigmentasi (-).
- Nyeri tekan kepala (-).
 Mata :
- Alis : normal.
- Exopthalmus (-/-).
- Ptosis (-/-).
- Nystagmus (-/-).
- Strabismus (-/-).
- Udema palpebra (-/-).
- Konjungtiva: anemia (-/-), hiperemis (-/-).
- Sclera: icterus (-/-), hyperemia (-/-), pterygium (-/-).
- Pupil : isokor, bulat, miosis (-/-), midriasis (-/-).
- Kornea : normal.
- Lensa : normal, katarak (-/-).
- Pergerakan bola mata ke segala arah : normal
 Telinga :
- Bentuk : normal simetris antara kiri dan kanan.
- Lubang telinga : normal, secret (-/-).
- Nyeri tekan (-/-).
- Peradangan pada telinga (-)
- Pendengaran : normal.
 Hidung :
- Simetris, deviasi septum (-/-).

9
- Napas cuping hidung (-/-).
- Perdarahan (-/-), secret (-/-).
- Penciuman normal.

 Mulut :
- Simetris.
- Bibir : sianosis (-).
- Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
- Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-),
kemerahan di pinggir (-), lidah kotor (-).
- Gigi : caries (-)
- Mukosa : normal.
- Faring dan laring : normal

 Leher :
- Simetris (-).
- Kaku kuduk (-).
- Pemb.KGB (-).
- Trakea : di tengah.
- Pembesaran otot sternocleidomastoideus (-).
- Pembesaran thyroid (-).

 Thorax
Pulmo :

Inspeksi :

- Bentuk: simetris.
- Ukuran: normal, barrel chest (-)
- Pergerakan dinding dada : simetris, retraksi sela iga (+)

10
- Permukaan dada : petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), spider nevi
(-), massa (-), sikatrik (-) hiperpigmentasi (-).
- Fossa supraclavicula dan fossa infraclavicula : cekungan simetris
- Penggunaan otot bantu napas: sternocleidomastoideus (+), otot
intercosta(-).
Palpasi :

- Pergerakan dinding dada : simetris


- Fremitus taktil : simetris
- Nyeri tekan (-), edema (-), krepitasi (-).
Perkusi :

- Sonor (+/+).
- Nyeri ketok (-).
- Batas paru hepar : ICS 6
Auskultasi :

- Suara napas vesikuler (-/-)


- Suara tambahan rhonki (+/+).
- Suara tambahan wheezing inspirasi dan ekspirasi (-/-).

Jantung :

Inspeksi: Iktus cordis tampak.

Palpasi : Iktus cordis teraba ICS V linea midklavikula sinistra, thriil (+).

Perkusi : - batas kanan jantung : ICS II linea sternalis dextra.

batas kiri jantung : ICS V linea midklavikula sinistra.

Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (+), gallop (-).

 Abdomen
Inspeksi :

11
- Bentuk : datar, distensi (-),
- Permukaan Kulit : sikatrik (-), pucat (-), sianosis (-), vena kolateral (-
), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), luka bekas operasi (-),
hiperpigmentasi (-).

Auskultasi :

- Bising usus (+) normal.


- Metallic sound (-).
- Bising aorta (-).
Palpasi :

- Turgor : normal.
- Tonus : normal.
- Nyeri tekan (-)
- Hepar/lien/renal tidak teraba.
Perkusi :

- Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen


- Nyeri ketok CVA: -/-
 Extremitas :
Ekstremitas atas :

- Akral hangat : +/+


- Deformitas : -/-
- Edema: -/-
- Sianosis : -/-
- Ptekie: -/-
- Clubbing finger: -/-
- Infus terpasang -/+
Ekstremitas bawah:

- Akral hangat : +/+

12
- Deformitas : -/-
- Edema: -/-
- Sianosis : -/-
- Ptekie: -/-
- Clubbing finger: -/-

Waktu Follow Up
14/12/17 S : Demam (+) Batuk (+) Sakit Perut (+) BAB (-) 2 hari
10.00 O : Kesadaran: CM P: 110 x/menit , RR: 24x/menit S:38oC
konstipasi + ISPA
A : Obs Febris
P : KAEN3B 24 tpm
Cefotaxim 3x1 gram
Antrain 3x0,6 cc
15/12/17 S : Demam (+) Batuk (+) Sesak (+)
16.55 O : Kesadaran: CM P: 124 x/menit , RR: 23x/menit S: 37oC
Rh -/-, Wh -/-
A : Bronchitis
P : KAEN3B 24 tpm
Cefotaxim 3x1 gram
Antrain 3x0,6 cc
Vitamin B complex dan Vitamin C
Oksigen

18/12/17 S : Demam (+) Batuk (+) Sesak (+)


14.56 O : Kesadaran: CM P: 136 x/menit , RR: 23x/menit S: 38,6oC
Rh-/+ , Wh -/-
A : Obs Febris + Bronchitis + Takikardi
P : KAEN3B 24 tpm
Cefotaxim 3x1 gram

13
Antrain 3x0,6 cc
Vitamin B complex dan Vitamin C
Oksigen
EKG (konsul Jantung)

19/12/17 S : Demam (+) Batuk (+) Sesak (+)


16.20 O : Kesadaran: CM P: 120 x/menit , RR: 34x/menit S: 37,4oC
Rh-/+ , Wh -/-
A : Obs Febris + Takikardi
P : KAEN3B 24 tpm
Cefotaxim 3x1 gram
Antrain 3x0,6 cc
Vitamin B complex dan Vitamin C
Oksigen
EKG (konsul Jantung)

20/12/17 S : Demam (+) Pucat (+) Sesak (+) Nyeri dada (+)
15.00 O : Kesadaran: CM P: 121 x/menit ,SpO2 RR: 34x/menit S:
37,9oC
Rh-/+ , Wh -/- PCH (+/+)
A : Susp. RHD
P : KAEN3B 24 tpm
Cefotaxim 3x1 gram
Antrain 3x0,6 cc
Vitamin B complex dan Vitamin C
Mikasin 2x300 mg
Cek ASTO
Terapi dari Spesialis Jantung
Digoksin 1x1/2 tab
Furosemid 1x1 amp

14
Spironolakton 1x ½ tab
Captopril 2x12,5 mg
Dexamethason 3x1 amp

21/12/17 S : Demam (-) Sesak (+) Nyeri dada (+)


13.45 O : Kesadaran: CM P: 121 x/menit ,SpO2: 98% RR: 34x/menit S:
37,9oC
Rh-/+ , Wh -/- PCH (+/+)
Bising Jantung (+)
A : RHD + DC + MS + MI
P : KAEN3B 24 tpm
Cefotaxim 3x1 gram
Antrain 3x0,6 cc
Vitamin B complex dan Vitamin C
Mikasin 2x300 mg
Cek ASTO
Terapi dari Spesialis Jantung
Digoksin 1x1/2 tab
Furosemid 1x1 amp
Spironolakton 1x ½ tab
Captopril 2x12,5 mg
Dexamethason 3x1 amp

22/12/17 S : Demam (-) Sesak (+) Nyeri dada (-)


11.00 O : Kesadaran: CM P: 110 x/menit ,SpO2: 98% RR: 24x/menit S:
36,7oC
Rh-/- , Wh -/- PCH (+/+)
Bising Jantung (+)

15
A : RHD + DC + MS + MR
P : KAEN3B 24 tpm
Cefotaxim 3x1 gram
Antrain 3x0,6 cc
Vitamin B complex dan Vitamin C
Mikasin 2x300 mg
Cek ASTO
Terapi dari Spesialis Jantung
Digoksin 1x1/2 tab
Furosemid 1x1 amp
Spironolakton 1x ½ tab
Captopril 2x12,5 mg
Dexamethason 3x1 amp

27/12/17 S : Demam (-) Sesak (+) Nyeri dada (+)


11.00 O : Kesadaran: CM P: 110 x/menit ,SpO2: 98% RR: 24x/menit S:
36,5oC
Rh-/- , Wh -/- PCH (+/+)
Bising Jantung (+)
A : RHD + DC + MS + MR
P : KAEN3B 24 tpm
Cefotaxim 3x1 gram
Antrain 3x0,6 cc
Vitamin B complex dan Vitamin C
Mikasin 2x300 mg
Cek ASTO
Terapi dari Spesialis Jantung
Digoksin 1x1/2 tab
Furosemid 1x1 amp
Spironolakton 1x ½ tab

16
Captopril 2x12,5 mg
Dexamethason 3x1 amp

29/12/17 S : Demam (-) Sesak (+) berkurang


15.00 O : Kesadaran: CM P: 110 x/menit ,SpO2: 98% RR: 24x/menit S:
36,5oC
Rh-/- , Wh -/- PCH (+/+)
Bising Jantung (+)
A : RHD + DC + MS + MR
P : KAEN3B 18 tpm
Cefotaxim 3x1 gram
Antrain 3x0,6 cc
Vitamin B complex dan Vitamin C
Mikasin 2x300 mg
Cek ASTO
Terapi dari Spesialis Jantung
Digoksin 1x1/2 tab
Furosemid 1x1 amp
Spironolakton 1x ½ tab
Captopril 2x12,5 mg
Dexamethason 3x1 amp

03/01/18 S : Demam (-) Sesak (-)


15.00 O : Kesadaran: CM P: 120 x/menit ,SpO2: 98% RR: 24x/menit S:
36,7oC
Rh-/- , Wh -/- PCH (+/+)
Bising Jantung (+)
A : RHD + DC + MS + MR

17
P : KAEN3B 18 tpm
Cefotaxim 3x1 gram
Antrain 3x0,6 cc
Vitamin B complex dan Vitamin C
Mikasin 2x300 mg
Cek ASTO
Terapi dari Spesialis Jantung
Digoksin 1x1/2 tab
Furosemid 1x1 amp
Spironolakton 1x ½ tab
Captopril 2x12,5 mg
Dexamethason 3x1 amp

4/01/18 S : Demam (-) Sesak (+) berkurang


15.00 O : Kesadaran: CM P: 98 x/menit ,SpO2: 98% RR: 24x/menit S:
36,5oC
Rh-/- , Wh -/- PCH (+/+)
Bising Jantung (+)
A : RHD + DC + MS + MR
P : KAEN3B 18 tpm
Cefotaxim 3x1 gram
Antrain 3x0,6 cc
Vitamin B complex dan Vitamin C
Mikasin 2x300 mg
Cek ASTO
Terapi dari Spesialis Jantung
Digoksin 1x1/2 tab
Furosemid 1x1 amp
Spironolakton 1x ½ tab
Captopril 2x12,5 mg

18
Dexamethason 2x1 amp

4/01/18 S : Demam (-) Sesak (+) berkurang


15.00 O : Kesadaran: CM P: 98 x/menit ,SpO2: 98% RR: 24x/menit S:
36,5oC
Rh-/- , Wh -/- PCH (+/+)
Bising Jantung (+)
A : RHD + DC + MS + MR
P : KAEN3B 18 tpm
Cefotaxim 3x1 gram
Antrain 3x0,6 cc
Vitamin B complex dan Vitamin C
Mikasin 2x300 mg
Cek ASTO
Terapi dari Spesialis Jantung
Digoksin 1x1/2 tab
Furosemid 1x1 amp
Spironolakton 1x ½ tab
Captopril 2x12,5 mg
Dexamethason 2x1 amp

5/01/18 S : Demam (-) Sesak (+) berkurang


14.00 O : Kesadaran: CM P: 98 x/menit ,SpO2: 98% RR: 24x/menit S:
36,5oC
Rh-/- , Wh -/- PCH (+/+)
Bising Jantung (+)
A : RHD + DC + MS + MR
P : KAEN3B 18 tpm
Cefotaxim 3x1 gram

19
Antrain 3x0,6 cc
Vitamin B complex dan Vitamin C
Mikasin 2x300 mg
Cek ASTO
Terapi dari Spesialis Jantung
Digoksin 1x1/2 tab
Furosemid 1x1 amp
Spironolakton 1x ½ tab
Captopril 2x12,5 mg
Dexamethason 3x1 amp
Boleh duduk 15 menit pagi dan 15 menit sore

1. Status Gizi
Berat Badan 30 kg, tinggi badan cm, lingkar kepala cm, lingkar
lengan atas 12 cm.
Status gizi pada pasien ini dilihat dari berat badan atas dibandingkan dengan
umur berdasarkan kurva Center of Disease Control (CDC) :
10
𝐵𝐵 𝑋 100% = 18 X 100% = 55,5 %

Kesimpulan status gizi ini adalah gizi kurang

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Darah

Hasil Hasil Hasil Satuan


Jenis Pemeriksaan
13/12/17 03/01/18 20/12/17

Darah Lengkap
Hemoglobin
11,6 11,2 9,9 gr/dL
Hematrokit

20
Lekosit 35,1 34,2 29,8 %
Trombosit 16,3 21,34 12,97 103/ uL
Eritrosit 588 663 404 103 / uL
Index Eritrosit 4,29 4,26 3,71 Mm3
MCV
MCH 82 90,4 80,2 fl
MCHC 27 26,2 26,7 pg
RDW 32,9 32,7 33,3 g/dL
MPV 14,6 15,9 14,3 %
PDW 7,2 7,7 7,3 fL
Hitung Jenis 43,7 46,7 40,2 %
Eosinofil
Basofil 0,5 0,2 0,9 %
Segmen 0,3 0,3 0,3 %
Limfosit 82,1 80,2 81,4 %
Monosit 12,4 15 11,1 %
Luc 3,6 3,5 5.0 %
1,1 0,9 1,3 %

Pemeriksaan Serologi (21-12-2017)


Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Metode

Reaktif IU/ml Aglutinase


ASTO kuantitatif

Pemeriksaan Imunologi (18-12-2017)


Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Metode

21
Negatif Chromatography
IgM anti
salmonela
Negatif Chromatography
IgG anti salmonela

Pemeriksaan Urin Lengkap (13-12-2017)

Jenis Pemeriksaan Hasil Metode

Urin Lengkap
Makroskopis
Warna
kuning Visual
Kekeruhan
jernih Visual

Kimia urin
6,5 Carik celup
PH reaksi
1020 Carik celup
Berat jenis
Negative Carik celup
Reduksi
Negative Carik celup
Bilirubin
Normal Carik celup
-
Negative Carik celup
Protein
Negative Carik celup
Purin
(+) 2 Carik celup
Keton
Mikroskopis
(+) 2-4 Mikroskopis
Epitel
(+) 2-4 Mikroskopis
Leukosit
(+) 0-2 Mikroskopis
Eritrosit
Negative Mikroskopis
Bakteri
Negative Mikroskopis
Jamur
Negative Mikroskopis

22
Silinder Negative Mikroskopis
Kristal

Pemeriksaan Feses Lengkap (16-12-2017)


Jenis Pemeriksaan Hasil Metode

Feses Lengkap
Makroskopis
Warna
cokelat Makroskopis
Konsistensi
padat Makroskopis
Darah
negative Makroskopis
Lender
negative Makroskopis
Mikroskopis
Leukosit
(+) 3-5
Eritrosit
(+) 1-2
Amoeba
Negative
Bakteri
Negative
Telur cacing
Negative

23
Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan Rontgen Thorax

24
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Rematik Akut


Demam reumatik akut adalah konsekuensi autoimun dari infeksi
streptokokus grup A. Demam reumatik akut menyebabkan respon inflamasi
umum dan penyakit yang mengenai jantung, sendi, otak dan kulit secara
selektif. Penyakit jantung reumatik adalah lanjutan dari demam reumatik akut.
Kerusakan katup jantung, khususnya katup mitral dan aorta setelah demam
reumatik akut dapat menjadi persisten setelah episode akut telah mereda.
Keterlibatan katup jantung tersebut dikenal dengan penyakit jantung reumatik/
rheumatic heart disease (RHD).3

2.1.1 Etiologi

Demam rematik akut disebabkan oleh respon imunologis yang terjadi


sebagai sekuel dari infeksi streptokokus grup A pada faring tetapi bukan pada
kulit. Tingkat serangan demam rematik akut setelah infeksi streptokokus
bervariasi tergantung derajat infeksinya, yaitu 0,3 sampai 3 persen. Faktor
predisposisi yang penting meliputi riwayat keluarga yang menderita demam
rematik, status sosial ekonomi rendah (kemiskinan, sanitasi yang buruk), dan
usia antara 6 sampai 15 tahun (dengan puncak insidensi pada usia 8 tahun).7

2.1.2. Patologi

Lesi peradangan dapat ditemukan di berbagai bagian tubuh,


terutama pada jantung, otak, sendi dan kulit. Karditis akibat rematik sering
disebut sebagai pankarditis, dengan miokarditis sebagai bagian yang paling
utama. Saat ini, diketahui bahwa komponen katup yang mungkin sama atau

25
lebih penting dibandingkan keterlibatan otot jantung maupun pericardium.
Pada miokarditis rematik, kontraktilitas miokard jarang mengalami kerusakan
dan kadar troponin serum tidak mengalami peningkatan. Pada penyakit jantung
rematik tidak hanya terjadi kerusakan pada daun katup akibat timbulnya
vegetasi pada permukaannya, namun seluruh katup mitral mengalami
kerusakan (dengan pelebaran annulus dan tertariknya korda tendineae).7,8

Katup mitral merupakan katup yang paling sering dan paling berat
mengalami kerusakan dibandingkan dengan katup aorta dan lebih jarang pada
katup trikuspid dan pulmonalis. Badan Aschoff yang ditemukan pada otot
jantung atrium merupakan salah satu tanda khas pada demam rematik. Badan
Aschoff terdiri dari lesi-lesi peradangan yang disertai dengan pembengkakan,
serat kolagen yang berfragmen, dan perubahan jaringan penyambung, yang
saat ini dianggap sebagai sel miokardium yang mengalami nekrosis.7

Gambar 2.1

2.1.3. Manifestasi Klinis

Demam rematik akut didiagnosis dengan menggunakan kriteria Jones.


Kriteria tersebut dibagi menjadi tiga bagian : (1) lima gejala mayor, (2) empat
gejala minor, dan (3) bukti pemeriksaan yang mendukung adanya infeksi
streptokokus grup A.

26
 Karditis
 Poliartritis
Gejala Mayor  Khorea
 Eritema marginatum
 Nodul subkutan
Temuan klinis :

 Riwayat demam rematik atau penyakit jantung


rematik
 Arthralgia
Gejala Minor  Demam
Temuan laboratorium:

 Peningkatan reaktan fase akut ( laju


pengendapan eritrosit, protein C-reaktif)
 Pemanjangan interval PR
Bukti yang  Kultur tenggorok atau pemeriksaan antigen
mendukung adanya streptokokus hasilnya (+)
infeksi streptokokus  Peningkatan titer antibodi streptokokus
grup A

Kriteria Mayor

1. Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat


karena merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan
kematian penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup
sehingga terjadi penyakit jantung rematik. Diagnosis karditis rematik
dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya salah satu tanda
berikut: (a) bising baru atau perubahan sifat bising organik, (b)
kardiomegali, (c) perikarditis, dan gagal jantung kongestif. Bising jantung
merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali muncul pertama

27
kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif
biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat. 5
2. Poliartritis, ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan,
teraba panas, dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih.
Artritis pada demam rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar
anggota gerak bawah. Kelainan ini hanya berlangsung beberapa hari
sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga
dapat ditemukan artritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi
pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada satu
sendi, sendi yang lain mulai terlibat. Perlu diingat bahwa artritis yang
hanya mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai
suatu criteria mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu
kriteria mayor, poliartritis harus disertai sekurang-kurangnya dua kriteria
minor, seperti demam dan kenaikan laju endap darah, serta harus
didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi anti Streptokokus lainnya
yang tinggi.5
3. Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak
bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral,
meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam
rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidakstabilan emosi.
Korea jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau setelah
masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan. Korea Sydenham
merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting sehingga
dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik meskipun tidak
ditemukan kriteria yang lain. Korea merupakan manifestasi demam
rematik yang muncul secara lambat, sehingga tanda dan gejala lain
kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi pada saat korea mulai timbul.5,7
4. Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada
demam rematik dan tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat
di bagian tengah, tidak terasa gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang
bergelombang dan meluas secara sentrifugal. Eritema marginatum juga

28
dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan terutama timbul di daerah
badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak pernah
ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau
menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang
lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan.
Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat.5

Gambar 2.2 Eritema marginatum

5. Nodulus subkutan pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat
dan terdapat di daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta
kolumna vertebralis. Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa
nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya, dengan diameter dan
beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak
akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.5,7

Gambar 2.3 Nodul Subkutan

29
Gambar 2.4 Manifestasi klinis demam rematik akut

Kriteria Minor

1. Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah


satu kriteria minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis
yang didasarkan pada kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat
demam rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang pernah diidap
seorang penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit
dipastikan kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis.5,7
2. Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai
peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus
dibedakan dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau
dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal.
Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis
sudah dipakai sebagai kriteria mayor.5
3. Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun adakalanya
mencapai 39°C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim
berlangsung sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa
minggu. Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan

30
karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini
tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna.5
4. Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah,
kadar protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator
nonspesifik dan peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini
hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika korea
merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan. Perlu diingat
bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan gagal
jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia,
akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap
darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus
infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka
kemungkinan adanya infeksi Streptokokus akut dapat dipertanyakan. 5,8
5. Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya
keterlambatan abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan
meskipun sering dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran
EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu, interval P-R yang
memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan adanya
karditis rematik.5,7
Bukti yang mendukung

Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik


standar untuk demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung
adanya infeksi Streptokokus. Titer ASTO dianggap meningkat apabila
mencapai 250 unit Todd pada orang dewasa atau 333 unit Todd pada anak-
anak di atas usia 5 tahun, dan dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai 80%
kasus demam rematik akut.5

Infeksi Streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan


usapan tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam rematik
akut. Bagaimanapun, biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan
kemungkinan adanya infeksi Streptokokus akut.5

31
2.1.4. Diagnosis

Demam rematik akut didiagnosis berdasarkan kriteria Jones dimana


didapatkan minimal dua gejala mayor atau satu gejala mayor dan dua gejala
minor, ditambah adanya bukti pemeriksaan yang menunjukkan adanya infeksi
streptokokus. Dua gejala mayor selalu lebih kuat dibandingkan satu gejala
mayor dengan dua gejala minor. Arthralgia atau pemanjangan interval PR tidak
dapat digunakan sebagai gejala minor ketika menggunakan karditis dan
arthritis sebagai gejala mayor. Tidak adanya bukti yang mendukung adanya
infeksi streptokokus grup A merupakan peringatan bahwa demam rematik akut
mungkin tidak terjadi pada pasien (kecuali bila ditemukan adanya khorea).
Murmur innocent (Still’s) sering salah interpretasi sebagai murmur dari
regurgitasi katup mitral (MR) dan oleh karenanya merupakan penyebab yang
sering dari kesalahan diagnosis dari demam rematik akut. Murmur dari MR
merupakan tipe regurgitan sistolik (berawal dari bunyi jantung I) sedangkan
murmur innocent merupakan murmur dengan nada rendah dan tipe ejeksi.7

Pengecualian dari kriteria Jones meliputi tiga keadaan berikut ini:

1. Khorea mungkin timbul sebagai satu-satunya gejala klinis dari demam


rematik.
2. Karditis indolen mungkin satu-satunya gejala klinis pada pasien yang
datang ke tenaga medis setelah berbulan-bulan dari onset serangan demam
rematik.
3. Kadang-kadang, pasien dengan demam rematik rekuren mungkin tidak
memenuhi kriteria Jones.

2.1.5. Diagnosis Banding

Arthritis reumatoid juvenile sering didiagnosis sebagai demam


rematik akut. Temuan klinis yang mengarah ke arthritis reumatoid juvenile
antara lain : keterlibatan dari sendi-sendi kecil di perifer, sendi-sendi besar
terkena secara simetris tanpa adanya arthritis yang berpindah, kepucatan

32
pada sendi yang terkena, tidak ada bukti infeksi streptokokus, perjalanan
penyakit yang lebih indolen, dan tidak adanya respon awal terhadap terapi
salisilat selama 24 sampai 48 jam.7

Penyakit vaskular kolagen (systemic lupus erythematosus ; SLE,


penyakit jaringan penyambung campuran); arthritis yang reaktif, termasuk
arthritis poststreptococcal; serum sickness; dan infeksius arthritis (seperti
gonokokus), kadang-kadang perlu dibedakan.7

Infeksi virus yang disertai arthritis akut (rubella, parvovirus, virus


hepatitis B, herpesvirus, enterovirus) lebih sering terjadi pada orang dewasa.
Penyakit-penyakit hematologi seperti anemia sel sabit dan leukemia,
dianjurkan untuk tetap dipikirkan sebagai diagnosis banding. 7

Hanya karditis yang dapat menyebabkan kerusakan permanen pada


jantung. Tanda klinis ringan dari karditis menghilang secara cepat dalam
jangka waktu mingguan, tetapi pada pasien dengan karditis berat baru hilang
setelah 2-6 bulan. Khorea secara bertahap berkurang setelah 6 sampai 7
bulan atau lebih lama dan biasanya tidak menimbulkan sekuel neurologis
yang permanen.7

2.1.6. Penatalaksanaan

Ketika demam rematik akut ditemukan secara anamnesis dan


pemeriksaan fisik, selanjutnya dilakukan pemeriksaan laboratorium antara
lain : pemeriksaan darah lengkap, reaktan fase akut (LED, protein C-
reaktif), kultur tenggorok, titer anti streptolisin O (dan titer antibodi kedua,
terutama pada pasien dengan khorea), foto Rontgen, dan elektrokardiografi.
Konsultasi ke ahli jantung diindikasikan untuk menjelaskan apakah terjadi
kerusakan pada jantung : pemeriksaan ekhokardiografi dua dimensi dan
Doppler yang biasa dilakukan.5,7

Penisilin benzathine G 0,6 sampai 1,2 juta unit disuntikkan secara


intramuskular, diberikan untuk eradikasi streptokokus. Pada pasien yang

33
mempunyai alergi penisilin, dapat diberikan eritromisin dengan dosis 40
mg/kgBB perhari dalam dua sampai empat dosis selama 10 hari. Terapi anti-
inflamasi atau supresi dengan salisilat atau steroid tidak boleh diberikan
sampai ditegakkannya diagnosis pasti.

Ketika diagnosis demam rematik akut ditegakkan, diperlukan


edukasi kepada pasien dan orang tuanya tentang perlunya pemakaian
antibiotik secara berkelanjutan untuk mencegah infeksi streptokokus
berikutnya. Adanya keterlibatan jantung, diperlukan pemberian profilaksis
untuk menangani endokarditis infektif.5,7,9

Jangka waktu tirah baring bergantung pada tipe dan keparahan dari
gejala dan berkisar dari seminggu (untuk arthritis) hingga beberapa minggu
untuk karditis berat. Tirah baring diikuti periode untuk ambulasi di dalam
rumah dengan durasi bervariasi sebelum anak diperbolehkan untuk kembali
ke sekolah. Aktivitas bebas diperbolehkan bila laju endap darah sudah
kembali ke normal, kecuali pada anak dengan kerusakan jantung yang
cukup berat.

Terapi dengan agen anti inflamasi harus dimulai sedini mungkin saat
demam rematik akut sudah didiagnosis. Untuk karditis ringan hingga
sedang, penggunaan aspirin saja sebagai anti inflamasi direkomendasikan
dengan dosis 90-100 mg/kgBB perhari yang dibagi dalam 4 sampai 6 dosis.
Kadar salisilat yang adekuat di dalam darah adalah sekitar 20-25 mg/100
mL. Dosis ini dilanjutkan selama 4 sampai 8 minggu, tergantung pada
respon klinis. Setelah perbaikan, terapi dikurangi secara bertahap selama 4-
6 minggu selagi monitor reaktan fase akut. 7

Untuk arthritis, terapi aspirin dilanjutkan selama 2 minggu dan


dikurangi secara bertahap selama lebih dari 2 sampai 3 minggu. Adanya
perbaikan gejala sendi dengan pemberian aspirin merupakan bukti yang
mendukung arthritis pada demam rematik akut. Pemberian prednisone ( 2

34
mg/kgBB perhari dalam 4 dosis untuk 2 sampai 6 minggu ) diindikasikan
hanya pada kasus karditis berat. 5,7

Penanganan gagal jantung kongestif meliputi istirahat total dengan


posisi setengah duduk (orthopneic) dan pemberian oksigen. Prednison
untuk karditis berat dengan onset akut. Digoksin digunakan dengan hati-
hati, dimulai dengan setengah dosis rekomendasi biasa, karena beberapa
pasien dengan karditis rematik sangat sensitif terhadap pemberian digitalis.
Furosemid dengan dosis 1 mg/kgBB setiap 6 sampai 12 jam, jika terdapat
indikasi. 7

Penanganan khorea Sydenham dilakukan dengan mengurangi stres


fisik dan emosional. Terapi medikamentosa antara lain pemberian benzatin
penisilin G 1,2 juta unit, sebagai awalan eradikasi streptokokus dan juga
setiap 28 hari untuk pencegahan rekurensi, seperti pada pasien dengan
gejala rematik lainnya. Tanpa profilaksis sekitar 25% pasien dengan khorea
(tanpa adanya karditis) berkembang menjadi penyakit katup jantung rematik
pada follow-up 20 tahun berikutnya. Pada kasus yang berat, obat-obatan
berikut dapat diberikan : fenobarbital (15-30 mg setiap 6-8 jam), haloperidol
(dimulai dengan dosis 0,5 mg dan ditingkatkan setiap 8 jam sampai 2 mg
setiap 8 jam), asam valproat, klorpromazine, diazepam, atau steroid.5,7

2.1.7. Prognosis

Ada maupun tidak adanya kerusakan jantung permanen menentukan


prognosis. Perkembangan penyakit jantung sebagai akibat demam rematik
akut diperngaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

1. Keadaan jantung pada saat memulai pengobatan. Lebih parahnya kerusakan


jantung pada saat pasien pertama datang, menunjukkan lebih besarnya
kemungkinan insiden penyakit jantung residual.
2. Kekambuhan dari demam rematik : Keparahan dari kerusakan katup
meningkat pada setiap kekambuhan.

35
3. Penyembuhan dari kerusakan jantung : terbukti bahwa kelainan jantung
pada serangan awal dapat menghilang pada 10-25% pasien. Penyakit katup
sering membaik ketika diikuti dengan terapi profilaksis.

2.1.8. Pencegahan

a. Pencegahan primer

Pencegahan primer dari demam rematik dimungkinkan dengan


terapi penisilin selama 10 hari untuk faringitis karena streptokokus. Namun,
30% pasien berkembang menjadi subklinis faringitis dan oleh karena itu
tidak berobat lebih lanjut. Sementara itu, 30% pasien lainnya berkembang
menjadi demam rematik akut tanpa keluhan dan tanda klinis faringitis
streptokokus.

b. Pencegahan sekunder

Pasien dengan riwayat demam rematik, termasuk dengan gejala


khorea dan pada pasien dengan tidak adanya bukti pemeriksaan yang
menunjukkan pasien menderita demam remati akut harus diberikan
profilaksis. Sebaiknya, pasien menerima profilaksis dalam jangka waktu
tidak terbatas. Lihat tabel 2.3

Kategori Durasi

Demam rematik tanpa karditis Minimal selama 5 tahun atau sampai


usia 21 tahun, yang mana lebih lama

Demam rematik dengan karditis tetapi Minimal 10 tahun atau hingga dewasa,
tanpa penyakit jantung residual (tidak yang mana lebih lama
ada kelainan katup)

36
Demam rematik dengan karditis dan Minimal 10 tahun sejak episode
penyakit jantung residual (kelainan terakhir dan minimal sampai usia 40
katup persisten) tahun, kadang-kadang selama seumur
hidup

Tabel 2.3 Durasi profilaksis untuk demam rematik

2.2 PENYAKIT JANTUNG REMATIK

2.2.1 Definisi
Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) merupakan
penyakit jantung didapat yang sering ditemukan pada anak. Penyakit jantung
reumatik merupakan kelainan katup jantung yang menetap akibat demam
reumatik akut sebelumnya, terutama mengenai katup mitral (75%), aorta (25%),
jarang mengenai katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang katup pulmonal.
Penyakit jantung reumatik dapat menimbulkan stenosis atau insufisiensi atau
keduanya.
Terkenanya katup dan endokardium adalah manifestasi paling penting
dari demam rematik. Lesi pada katup berawal dari verrucae kecil yang terdiri
dari fibrin dan sel-sel darah di sepanjang perbatasan dari satu atau lebih katup
jantung. Katup mitral paling sering terkena, selanjutnya diikuti oleh katup aorta;
manifestasi ke jantung-kanan jarang ditemukan. Sejalan dengan berkurangnya
peradangan, verrucae akan menghilang dan meninggalkan jaringan parut.
Dengan serangan berulang dari demam rematik, verrucae baru terbentuk di
bekas tempat tumbuhnya verrucae sebelumnya dan endokardium mural dan
korda tendinea menjadi terkena.8

37
Gambar 2.5 Vegetasi pada katup jantung

2.2.2 Patofisiologi

Demam reumatik merupakan kelanjutan dari infeksi faring yang


disebabkan Streptokokus beta hemolitik grup A. Reaksi autoimun terhadap
infeksi Streptokokus secara hipotetif akan menyebabkan kerusakan jaringan
atau manifestasi demam reumatik, sebagai berikut (1) Streptokokus grup A
akan menyebabkan infeksi pada faring, (2) antigen Streptokokus akan
menyebabkan pembentukan antibodi pada hospes yang hiperimun, (3)
antibodi akan bereaksi dengan antigen Streptokokus, dan dengan jaringan
hospes yang secara antigenik sama seperti Streptokokus ( dengan kata lain
antibodi tidak dapat membedakan antara antigen Streptokokus dengan
antigen jaringan jantung), (4) autoantibodi tesebut bereaksi dengan jaringan
hospes sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.

38
Gambar 2.3 Patofisiologi penyakit jantung rematik

Adapun kerusakan jaringan ini akan menyebabkan peradangan pada lapisan


jantung khususnya mengenai endotel katup, yang mengakibatkan pembengkakan
daun katup dan erosi pinggir daun katup. Hal ini mengakibatkan tidak sempurnanya
daun katup mitral menutup pada saat sistolik sehingga mengakibatkan penurunan
suplai darah ke aorta dan aliran darah balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri, hal ini
mengakibatkan penurunan curah sekuncup ventrikel sehingga jantung
berkompensasi dengan dilatasi ventrikel kiri, peningkatan kontraksi miokardium,
hipertrofi dinding ventrikel dan dinding atrium sehingga terjadi penurunan
kemampuan atrium kiri untuk memompa darah hal ini mengakibatkan kongesti
vena pulmonalis dan darah kembali ke paru-paru mengakibatkan terjadi edema
intertisial paru, hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga
dapat mengakibatkan gagal jantung kanan.

2.2.3 Pola Kelainan Katup

1. Insufisiensi mitral

Insufisiensi mitral merupakan akibat dari perubahan struktural yang


biasanya meliputi kehilangan beberapa komponen katup dan pemendekan serta
penebalan korda tendineae. Selama demam rematik akut dengan karditis berat,
gagal jantung disebabkan oleh kombinasi dari insufisiensi mitral yang berpasangan
dengan peradangan pada perikardium, miokardium, endokardium dan epikardium.
Oleh karena tingginya volume pengisian dan proses peradangan, ventrikel kiri
mengalami pembesaran. Atrium kiri berdilatasi saat darah yang mengalami
regurgitasi ke dalam atrium. Peningkatan tekanan atrium kiri menyebabkan
kongesti pulmonalis dan gejala gagal jantung kiri. 8,10

Perbaikan spontan biasanya terjadi sejalan dengan waktu, bahkan pada


pasien dengan insufisensi mitral yang keadaannya berat pada saat onset. Lebih dari
separuh pasien dengan insufisiensi mitral akut tidak lagi mempunyai murmur mitral
setelah 1 tahun. Pada pasien dengan insufisiensi mitral kronik yang berat, tekanan
arteri pulmonalis meningkat, ventrikel kanan dan atrium membesar, dan

39
berkembang menjadi gagal jantung kanan. Insufisiensi mitral berat dapat berakibat
gagal jantung yang dicetuskan oleh proses rematik yang progresif, onset dari
fibrilasi atrium, atau endokarditis infekstif. 8,9

2. Stenosis Mitral

Stenosis mitral pada penyakit jantung rematik disebabkan adanya fibrosis


pada cincin mitral, adhesi komisura, dan kontraktur dari katup, korda dan muskulus
papilaris. Stenosis mitral yang signifikan menyebabkan peningkatan tekanan dan
pembesaran serta hipertrofi atrium kiri, hipertensi vena pulmonalis, peningkatan
rersistensi vaskuler di paru, serta hipertensi pulmonal. Terjadi dilatasi serta
hipertrofi atrium dan ventrikel kanan yang kemudian diikuti gagal jantung kanan.8

3. Insufisiensi Aorta

Pada insufisiensi aorta akibat proses rematik kronik dan sklerosis katup
aorta menyebabkan distorsi dan retraksi dari daun katup. Regurgitasi dari darah
menyebabkan volume overload dengan dilatasi dan hipertrofi ventrikel kiri.
Kombinasi insufisiensi mitral dengan insufisiensi aorta lebih sering terjadi daripada
insufisiensi aorta saja. Tekanan darah sistolik meningkat, sedangkan tekanan
diastolik semakin rendah. Pada insufisiensi aorta berat, jantung membesar dengan
apeks ventrikel kiri terangkat.Murmur timbul segera bersamaan dengan bunyi
jantung kedua dan berlanjut hingga akhir diastolik. Murmur tipe ejeksi sistolik
sering terdengar karena adanya peningkatan stroke volume. 8

4. Kelainan Katup Trikuspid

Kelainan katup trikuspid sangat jarang terjadi setelah demam rematik akut.
Insufisiensi trikuspid lebih sering timbul sekunder akibat dilatasi ventrikel kanan.
Gejala klinis yang disebabkan oleh insufisiensi trikuspid meliputi pulsasi vena
jugularis yang jelas terlihat, pulsasi sistolik dari hepar, dan murmur holosistolik
yang meningkat selama inspirasi. 8,10

5. Kelainan Katup Pulmonal

40
Insufisiensi pulmonal sering timbul pada hipertensi pulmonal dan
merupakan temuan terakhir pada kasus stenosis mitral berat. Murmur Graham
Steell hampir sama dengan insufisiensi aorta, tetapi tanda-tanda arteri perifer tidak
ditemukan. Diagnosis pasti dikonfirmasi oleh pemeriksaan ekhokardiografi dua
dimensi serta Doppler.8

2.2.4 Penatalaksanaan Operatif

a. Mitral stenosis

—Prinsip dasar pengelolaan adalah melebarkan lubang katup mitral yang


menyempit, tetapi indikasi intervensi ini hanya untuk penderita kelas fungsional III
ke atas. Intervensi dapat bersifat bedah (valvulotomi, rekonstruksi aparat sub
valvular, kommisurotomi atau penggantian katup.8

b. Insufisiensi Mitral

Penentuan waktu yang tepat untuk melakukan pembedahan katup pada


penderita insufisiensi mitral masih banyak diperdebatkan. Namun kebanyakan ahli
sepakat bahwa tindakan bedah hendaknya dilakukan sebelum timbul disfungsi
ventrikel kiri. Jika mobilitas katup masih baik, mungkin bisa dilakukan perbaikan
katup (valvuloplasti, anuloplasti). Bila daun katup kaku dan terdapat kalsifikasi
mungkin diperlukan penggantian katup (mitral valve replacement). Katup biologik
(bioprotese) digunakan terutama digunakan untuk anak dibawah umur 20 tahun,
wanita muda yang masih menginginkan kehamilan dan penderita dengan kontra
indiksi pemakaian obat-obat antikoagulan. Katup mekanik misalnya Byork Shiley,
St.Judge dan lain-lain, digunakan untuk penderita lainnya dan diperlukan
antikoagulan untuk selamanya.5,8

c. Stenosis Aorta

41
Pasien dengan gejala-gejala akibat stenosis aorta membutuhkan tindakan
operatif. Pasien tanpa gejala membutuhkan penanganan yang sangat hati-hati serta
follow up untuk menentukan kapan tindakan bedah dilakukan. Penanganan stenosis
dengan pelebaran katup aorta memakai balon mai diteliti. Pasien-pasien yang
dipilih adalah pasien yang tidak memungkinkan dilakukan penggantian katup
karena usia, adanya penyakit lain yang berat, atau menunjukkan gejala yang berat.
Pasien-pasien dengan gradien sistolik 75 mmHg harus dioperasi walaupun tanpa
gejala. Pasien tanpa gejala tetapi perbedaan tekanan sistolik kurang dari 75 mmhg
harus dikontrol setiap 6 bulan. Tindakan operatif harus dilaksanakan bila pasien
menunjukkan gejala terjadi pembesaran jantung, peningkatan tekanan sistolik aorta
yang diukur denagn teknik Doppler. Pada pasien muda bisa dilakukan valvulotomi
aorta sedangkan pada pasien tua membutuhkan penggantian katup. Risiko operasi
valvulotomi sangat kecil, 2% pada penggantian katup dan risiko meningkat menjadi
4% bila disertai bedah pintas koroner. Pada pembesaran jantung dengan gagal
jantung, risiko naik jadi 4 sampai 8%. Pada pasien muda yang tidak bisa dilakukan
valvulotomi penggantian katup perlu dilakukan memakai katup sintetis.
Keuntungan katup jaringan ini adalah kemungkinan tromboemboli jarang, tidak
diperlukan antikoagulan, dan perburukan biasanya lebih lambat bila dibandingkan
dengan memakai katup sintetis.5

d. Insufisiensi Aorta

Pilihan untuk katup buatan ditentukan berdasarkan umur, kebutuhan, kontra


indikasi untuk koagulan, serta lamanya umur katup. Penderita dengan katup
jaringan, baik porsin atau miokardial mungkin tidak membutuhkan penggunaan
antikoagulan jangka panjang. Risiko operasi kurang lebih 2% pada penderita
insufisiensi kronik sedang dengan arteri koroner normal. Sedangkan risiko operasi
pada penderita insufisiensi berta dengan gagal jantung, dan pada penderita penyakit
arteri, bervariasi antara 4 sampai 10%. Penderita dengan katup buatan mekanis
harus mendapat terapi antikoagulan jangka panjang.5,7

42
2.2.5 Prognosis

Demam rematik tidak akan kambuh bila infeksi Streptokokus diatasi.


Prognosis sangat baik bila karditis sembuh pada permulaan serangan akut demam
rematik. Selama 5 tahun pertama perjalanan penyakit demam rematik dan penyakit
jantung rematik tidak membaik bila bising organik katup tidak menghilang.
Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan ternyata demam
rematik akut dengan payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan
40% setelah 10 tahun. Dari data penyembuhan ini akan bertambah bila pengobatan
pencegahan sekunder dilakukan secara baik. 5

DECOMPENSASI CORDIS

A. Definisi

Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk


mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad
ramali.1994)

Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan


kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa
jantung ( Tabrani, 1998; Price ,1995).

B. Etiologi

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi


kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau
yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan
beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir
meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik.
Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau
kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai
pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ),
gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan

43
temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling
mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada
gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau
fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995).

Penyebab Kegagalan jantung dikategori kepada tiga penyebab :

 Stroke volume : isi sekuncup


 Kontraksi Kardiak
 Preload dan afterload

Meliputi :

1. Kerusakan langsung pada jantung (berkurang kemampuan


berkontraksi), infark myocarditis, myocardial fibrosis, aneurysma
ventricular.
2. Ventricular Overload terlalu banyak pengisian dari ventricle
 Overload tekanan ( Kebanyakan pengisian akhir: stenosis aorta
atau arteri pulmonal, hipertensi pulmonary
 Keterbatasan pengisian sistolik ventricular
 Pericardistis konstriktif atau cardiomyopati atau aritmia
kecepatan yang tinggi, tamponade, mitra stenosis
 Ventricular overload (kebanyakan preload) regurgitasi dari
aorta , defek septum ventricular

Decompensasi cordis terbagi atas dua macam meliputi :


1. Decompensasi cordis kiri/gagal jantung kiri
Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung
mengakibatkan pada akhir sistol terdapat sisa darah yang lebih banyak dari
keadaan keadaan normal sehingga pada masa diatol berikutnya akan bertambah
lagi mengakibatkan tekanan distol semakin tinggi, makin lama terjadi
bendungan didaerah natrium kiri berakibat tejadi peningkatan tekanan dari batas
normal pada atrium kiri (normal 10-12 mmHg) dan diikuti pula peninggian

44
tekanan vena pembuluh pulmonalis dan pebuluh darah kapiler di paru, karena
ventrikel kanan masih sehat memompa darah terus dalam atrium dalam jumlah
yang sesuai dalam waktu cepat tekanan hodrostatik dalam kapiler paru-paru akan
menjadi tinggi sehingga melampui 18 mmHg dan terjadi transudasi cairan dari
pembuluh kapiler paru-paru. Pada saat peningkatan tekanan arteri pulmonalis
dan arteri bronkhialis, terjadi transudasi cairanin tertisiel bronkus
mengakibatkan edema aliran udara menjadi terganggu biasanya ditemukan
adanya bunyi eksspirasi dan menjadi lebih panjang yang lebih dikenal asma
kardial fase permulaan pada gagal jantung, bila tekanan di kapiler makin
meninggi cairan transudasi makin bertambah akan keluar dari saluran limfatik
karena ketidaka mampuan limfatik untuk, menampungnya (>25 mmHg)
sehingga akan tertahan dijaringan intertissiel paru-paru yang makain lama akan
menggangu alveoli sebagai tempat pertukaran udara mengakibatkan udema paru
disertai sesak dan makin lama menjadi syok yang lebih dikenal dengan syak
cardiogenik diatandai dengan tekanan diatol menjadi lemah dan rendah serta
perfusi menjadi sangat kurang berakibat terdi asidosis otot-otot jantung yang
berakibat kematian.
2. Decompensasi Cordis Kanan
Kegagalan venrikel kanan akibat bilik ini tidak mampu memeompa
melawan tekanan yang naik pada sirkulasi pada paru-paru, berakibat
membaliknya kembali kedalam sirkulasi sistemik, peningkatan volume vena dan
tekanan mendorong cairan keintertisiel masuk kedalam (edema perifer) (long,
1996).
Kegagalan ini akibat jantung kanan tidak dapat khususnya ventrikel
kanan tidak bisa berkontraksi dengan optimal , terjadi bendungan diatrium kanan
dan venakapa superior dan inferiordan tampak gejal yang ada adalah
udemaperifer, hepatomegali, splenomegali, dan tampak nyata penurunan
tekanan darah yang cepat., hal ini akibaat vetrikel kanan pada saat sisitol tidak
mampu mempu darah keluar sehingga saat berikutnya tekanan akhir diatolik
ventrikel kanan makin meningkat demikin pula mengakibatkan tekanan dalam
atrium meninggi diikuti oleh bendungan darah vena kava supperior dan vena

45
kava inferior serta selruh sistem vena tampak gejal klinis adalah erjadinya
bendungan vena jugularis eksterna, vena hepatika (tejadi hepatomegali, vena
lienalis (splenomegali) dan bendungan-bedungan pada pada ena-vena perifer.
Dan apabila tekanan hidristik pada di pembuluh kapiler meningkat melampui
takanan osmotik plasma maka terjadinya edema perifer.

C. PATOFISIOLOGI

Berdasarkan hubungan antara aktivitas tubuh dengan keluhan


dekompensasi dapat dibagi berdasarkan klisifikasi sebagai berikut:

I. Pasien dg P. Jantung tetapi tidak memiliki keluhan pd kegiatan sehari-hari


II. Pasien dengan penyakit jantung yang menimbulkan hambtan aktivitas
hanya sedikit, akan tetapi jika ada kegaiatn berlebih akan menimbulkan
capek, berdebar, sesak serta angina
III. Pasien dengan penyakit jantung dimana aktivitas jasmani sangat terbatas
dan hanya merasa sehat jika beristirahat.

IV. Pasien dengan penyakit jantung yang sedikit saja bergerak langsung
menimbulkan sesak nafas atau istirahat juga menimbulkan sesak nafas.

Konsep terjadinya gagal jantung dan efeknya terhadap pemenuhan


kebutuhan dasar dapat dilihat pada gambar berikut

46
BAB IV

PEMBAHASAN

47
Diagnosis pasien dengan rheumatic heart disease ditegakkan menggunakan
kriteria jones, yang terdiri dari gejala mayor : karditis, polartritis, khorea, eritema
marginatum, nodul subkutan, gejala minor : riwayat demam rematik atau penyakit
jantung rematik, arthralgia, demam, peningkatan LED, eritrosit, dan protein C-
reaktif, pemanjangan interval PR pada EKG, dan bukti yang mendukung adanya
infeksi streptokokus group A

Data yang didapatkan dari pasien berupa keluhan demam sejak satu minggu
yang lalu dan tidak kunjung sembuh. Keluhan lain disertai oleh nyeri perut,
sehingga nafsu makan menurun. Kaki terasa nyeri sejak satu minggu yang lalu.
Dada terasa sesak hingga susah saat bernafas.

Pada pemeriksaan jantung terlihat dan teraba iktus cordis pada sisi kiri. Pada
perkusi batas jantung, batas jantung kanan di ICS 5 linea sternalis dextra, batas
jantung kiri di ICS 5 linea midclavicula sinistra. Pada saat auskultasi terdengar
bunyi jantung tambahan yaitu murmur dicelah interkosta V linea mid klavikulris
sinistra.

Pada pemeriksaan foto thorax terlihat corakan paru bertambah, penebalan


pleura kanan. Besar jantung normal, dan tidak tampak spesifik proses aktif.

Pada pemeriksaan EKG di dapatkan hasil sinus takikardi

Pada hasil pemeriksaan klinis pasien juga ditemukan tanda-tanda yang


memenuhi kriteria mayor, yaitu karditis. Memenuhi kriteria minor yaitu demam,
dan arthralgia. Pada pemeriksaan fisik didapatkan bising jantung yaitu murmur
yang merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali muncul pertama kali,
sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif biasanya baru
timbul pada keadaan yang lebih berat.

Pemeriksaan penunjang berupa foto thorax tidak menunjukkan adannya


pembesaran jantung. Hal ini dapat dikarenakan perjalanan penyakit pasien ini
belum mencapai gagal jantung kongestif. Dari pemeriksaan EKG tidak didaptkan

48
Interval P-R yang memanjang, karena meskipun sering dijumpai pada demam
rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain
itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai
akan adanya karditis rematik

Pemeriksaan penunjang yang lain yaitu didapatkan hasil ASTO yang reaktif
pada pasien ini. Hal ini menunjukkan adanya bakteri streptococcus group A dalam
darah pasien.

49
BAB V

KESIMPULAN

Demam reumatik akut adalah konsekuensi autoimun dari infeksi


streptokokus grup A. Demam reumatik akut menyebabkan respon inflamasi umum
dan penyakit yang mengenai jantung, sendi, otak dan kulit secara selektif.
Demam rematik akut didiagnosis dengan menggunakan kriteria Jones.
Kriteria tersebut dibagi menjadi tiga bagian : (1) lima gejala mayor ( karditis,
poloatritis, khorea, eritema marginatum, nodul subkutan) , (2) empat gejala minor
(demam, riwayat PJR, atralgia), dan (3) bukti pemeriksaan yang mendukung
adanya infeksi streptokokus grup A. Jika didapatkan minimal dua gejala mayor atau
satu gejala mayor dan dua gejala minor, ditambah adanya bukti pemeriksaan yang
menunjukkan adanya infeksi streptokokus maka sudah bisa didagnosa sebagai
Demam Rematik.

Penyakit jantung reumatik adalah lanjutan dari demam reumatik akut.


Kerusakan katup jantung, khususnya katup mitral dan aorta setelah demam
reumatik akut dapat menjadi persisten setelah episode akut telah mereda.
Keterlibatan katup jantung tersebut dikenal dengan penyakit jantung reumatik/
rheumatic heart disease (RHD).

Pada pasien ini hasil pemeriksaan klinis pasien ditemukan tanda-tanda yang
memenuhi satu kriteria mayor, yaitu karditis, serta dua kriteria minor yaitu demam
dan atralgia. Pada pemeriksaan fisik didapatkan bising jantung yaitu murmur yang
merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali muncul pertama kali,
sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif tidak
ditemukan. Pada pemeriksaan penunjang berupa foto thorax tidak menunjukkan
adannya pembesaran jantung serta pada pemeriksaan penunjang yang lain yaitu
didapatkan hasil ASTO yang reaktif. Namun pada pasien didapatkan Sesak nafas
dan berkurang saat pasien berbaring. Ini menunjukkan adanya ketidak mampuan
jantung memenuhi sirkulasi sistemik saat tidak berbaring.

50
DAFTAR PUSTAKA

51

Anda mungkin juga menyukai