Anda di halaman 1dari 33

1

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sesuai dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional menurut Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pasal 2), berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi

siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab (pasal 3).

Kegiatan pembelajaran adalah suatu proses pendidikan yang memberikan

kesempatan bagi siswa agar dapat mengembangkan segala potensi yang mereka

miliki menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dilihat dari aspek

sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor). Sehingga

suatu kegiatan pembelajaran seharusnya   mempunyai   arah   yang   menuju

pemberdayaan semua potensi siswa agar dapat menjadi kompetensi yang diharapkan.

Saat ini kecerdasan dinilai menjadi hal yang utama dalam menentukan

keberhasilan seseorang. Kecerdasan yang dimaksudkan ialah dengan menilai

seberapa tinggi Intellingences Quotient (IQ) seseorang, karena seseorang yang

memiliki IQ yang tinggi dianggap bahwa memiliki kecerdasan yang tinggi pula.

Kecerdasan yang dimaksudkan adalah kemampuan intelektual (IQ) yang lebih


2

menekankan pada logika matematika untuk memecahkan suatu masalah, sehingga

tidak jarang bahwa selama ini kecerdasan diukur melalui kemampuan menjawab soal-

soal tes standar di ruang kelas yang notabene hanya mengukur pada kecerdasan

linguistik verbal dan logika-matematika (kognitif).

Pernyataan tersebut tidaklah sependapat dengan Munif Chatib (2009) bahwa

kecerdasan itu tidak hanya diartikan sebagai IQ saja seperti yang berlaku selama ini,

namun kecerdasan itu menyangkut kemampuan seseorang untuk memecahkan atau

menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk mode yang merupakan

konsekuensi dalam suasana budaya atau masyarakat tertentu.

Gardner dalam Munif Chatib (2009) setidaknya telah membagi kecerdasan

menjadi sembilan jenis kecerdasan. Adapun kecerdasan tersebuat antara lain:

kecerdasan linguistic, kecerdasan matematis logis, kecerdasan ruang visual (spasial),

kecerdasan kinestetik, kecerdasan musikal, kecerdasan antar pribadi, kecerdasan intra

pribadi, kecerdasan naturalis dan kecerdasan eksistensial. Dari kesembilan jenis

kecerdasan tersebut seorang pendidik haruslah memperhatikan masing-masing

kecerdasan yang dimiliki oleh siswa agar potensi kecerdasan mereka dapat

dikembangkan secara maksimal, karena pada dasarnya manusia memiliki semua

kecerdasan itu namun hanya beberapa kecerdasan saja yang menonjol dari dirinya.

IPA merupakan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, yang menekankan

pada proses pembelajaran yang mempelajari lingkungan atau alam yang ada disekitar

siswa. Sehingga diharapkan agar pendidikan IPA di SD bukan hanya menekankan

hal-hal yang bersifat kognitif tetapi juga membelajarkan siswa untuk dapat
3

melakukan suatu percobaan dengan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sarana

untuk memperoleh pengetahuan serta meningkatkan potensi yang dimiliki siswa.

Sehingga untuk mengoptimalkan Pendidikan IPA di SD dalam proses pembelajaran

guru dituntut menggunakan strategi-strategi, pendekatan-pendekatan, model

pembelajaran hingga menggunakan taktik yang sesuai dengan materi pembelajaran

agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan baik dan pembelajaran dapat

bermakna bagi siswa.

Namun pada kenyataannya proses pembelajaran IPA di sekolah dasar (SD)

masih lebih terfokus pada materi yang bersifat hafalan serta siswa kurang terlibat

aktif selama proses pembelajaran. Selain itu, dalam proses pembelajaran siswa masih

terlihat pasif sementara guru lebih mendominasi dalam setiap pembelajaran. Hal ini

terlihat dengan masih banyaknya siswa yang hanya duduk diam mendengarkan

penjelasan dari guru. Selain itu, guru kurang dalam mengngembangkan strategi

pembelajaran yang menyenangan untuk menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar

sehingga pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered).

Selain itu, pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih belum bermakna

bagi siswa. Hal ini dikarenakan guru masih belum maksimal dalam memberdayakan

potensi siswa dalam belajar. Seorang guru dituntut untuk memahami diri setiap siswa

dengan baik. Pemahaman pada diri siswa disini mempunyai makna bahwa guru

mengenal betul kelebihan dan kelemahan pada setiap jenjang usia yang ada pada

siswa. Sehingga perlu dikembangakan strategi pelayanan pendidikan alternatif untuk


4

menghasilkan   siswa   yang   unggul   melalui   pemberian   perhatian,   perlakuan,   dan

layanan pendidikan berdasarkan bakat, minat, dan kemampuannya. Agar pelayanan

pendidikan yang selama ini diberikan kepada siswa mencapai sasaran yang optimal

maka pembelajaran harus diselaraskan dengan potensi siswa. Karena itu, guru perlu

melakukan pelacakan potensi siswa.

Berpijak dari hal tersebut, suatu pembelajaran idealnya dilakukan sesuai gaya

belajar masing-masing siswa. Dengan diterapkannya strategi pembelajaran berbasis

multiple intelligences yang menarik serta disesuaikan dengan kecerdasan yang

dimiliki, siswa merasa dihargai kemampuannya sehingga dapat meningkatkan hasil

belajar

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan   latar   belakang   masalah   yang   telah   diuraikan,  maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah   pengaruh   penerapan   strategi

pembelajaran berbasis multiple intelligences terhadap hasil belajar siswa kelas V SD ?”

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan pengaruh penerapan   strategi   pembelajaran   berbasis  multiple

intelligences terhadap hasil belajar siswa kelas V SD.


5

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Manfaat Teoretis
a. Guru dapat menjadikan bahan referensi dalam merangcang pembelajaran di kelas

khususnya dalam pembelajaran IPA.


b. Siswa dapat memiliki pengetahuan IPA dengan baik.
c. Peneliti memiliki wawasan tentang penerapan strategi   pembelajaran   berbasis

multiple intelligences dalam pembelajaran IPA.


2. Manfaat Praktis
a. Guru mendapat acuan untuk memperbaiki proses pembelajaran dengan

menerapkan strategi pembelajaran berbasis multiple intelligences
b. Siswa mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensi yang

dimilikinya.
c. Peneliti mendapatkan tambahan wawasan mengenai keefektifan penerapan

strategi pembelajaran berbasis multiple intelligences.

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS


A. Kajian Pustaka
1. Hakikat Strategi Pembelajaran Multipel Intelegensi

a. Pengertian Multiple Intelligences 
6

Gardner (Reza dan Yeni, 2009: 1) menyebutkan bahwa inteligensi bukanlah

suatu   kesatuan   tunggal   yang   bisa   diukur   secara   sederhana   dengan   tes   IQ.   Ia

mendefinisikan inteligensi sebagai suatu kapasitas untuk memecahkan permasalahan

atau membentuk produk yang bernilai dalam satu atau lebih latar budaya. Inteligensi

dapat   ditingkatkan   dan   berkembang   sepanjang   sejarah   hidup   seseorang.   Senada

dengan   pendapat   Munif   Chatib   (2009:   65)   kecerdasan   seseorang   tidak   mungkin

dibatasi   oleh   indikator­indikator   yang   ada   dalam   tes   formal.   Sebab,   berddaarkan

penelitian  kecerdasan  seseorang itu  selalu berkembang (dinamis), tidak statis. Tes

yang   dilakukan   untuk   menilai   kecerdasan   seseorang,   praktis   hanya   menilai

kecerdasan pada saat itu, tidak untuk satu bulan lagi apalagi sepuluh tahun lagi. Oleh

karena   itu   kecerdasan   dapat   berkembang   sepanjang   hidup,   asal   dibina   dan

ditingkatkan.

Dari beberapa pendapat ahli di atas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa

inteligensi   tidak   dapat   diukur   dengan   IQ   yang   tinggi,   namun   kecerdasan   sebagai

kapasitas   untuk   memecahkan   masalah   yang   dihadapinya   dengan   tepat   dan   benar.

Kecerdasan dapat diartikan sebagai keberhasilan yang dapat dicapai individu dalam

pengembangan   dan   penggunaan   kemampuannya   yang   mempengaruhi   penyesuaian

emosional,   hubungan   antar   pribadi,   serta   konsep   diri   yang   dimiliki   seseorang.

Kecerdasan dapat berkembang sepanjang hidup, asal dibina dan ditingkatkan.

b. Jenis-Jenis Multiple Intelligences
7

Howard   Gardner   selalu   memaparkan   tiga   hal   yang   berkaitan   dengan

multiple intelligences  seseorang, yaitu komponen inti, kompetensi, dan  kondisi

akhir terbaik  (Chatib, 2009: 69). Menurut Gardner dalam Chatib, 2009: 49)

terdapat delapan jenis multiple intelligences yang dimiliki seseorang yaitu: 

No Komponen Inti Kompetensi Kecerdasan Area Otak


Kepekaan kepada
1. bunyi, Kemampuan Linguistik 1. Lobus
struktur, makna,
fungsi membaca, menulis, temporal
kata, dan bahasa. berdiskusi, kiri
berargumentasi, 2. Lobus
berdebat. frontal
(Broca dan
Wernicle)
2. Kepekaan memahami Kemampuan Matematis- 1. Lobus
pola-pola logis atau berhitung, bernalar logis frontal kiri
numerik dan dan berfikir logis, 2. Parietal
kemampuan mengolah memecahkan kanan
alur pemikiran yang masalah.
panjang.
3. Kepekaan merasakan Kemampuan Visual-spasial Bagian
dan membayangkan menggambar, belakang
dunia gambar dan memotret,
ruang membuat hemisfer
secara akurat. patung, mendesain. kanan
Kepekaan
4. menciptakan Kemampuan Musik Lobus
dan mengapresiasi menciptakan lagu, temporal
irama, pola titik nada, membentuk irama, kanan
dan warna nada, serta mendengar nada
apresiasi bentuk-
bentuk dari sumber bunyi
ekspresi emosi atau alat-alat
musikal. musik.
5. Kepekaan mengontrol Kemampuan gerak Kinestetis 1. Serebelum
gerak tubuh dan motorik dan 2. Basal
kemahiran mengelola keseimbangan. ganglia
8

objek, respon, dan 3. Motor


reflek. korteks

Kepekaan mencerna Kemampuan


6. dan bergaul Interpersonal 1. Lobus
merespon secara tepat dengan orang lain, frontal
suasana hati, memimpin, 2. Lobus
temperamen, motivasi, kepekaan sosial temporal
dan keinginan orang yang tinggi, 3. Hemisfer
lain. negosiasi, bekerja kanan
sama, punya
empati 4. Sistem
yang tinggi. limbik

7. Kepekaan memahami Kemampuan Intrapersonal 1. Lobus


perasaan sendiri dan mengenali diri frontal
kemampuan sendiri secara 2. Lobus
membedakan emosi, mendalam, parietal
kemampuan
pengetahuan tentang intuitif 3. Sistem
kekuatan dan dan motivasi diri, limbik
kelemahan diri. penyendiri, sensitif
terhadap nilai diri
dan tujuan hidup.
Kepekaan
8. membedakan Kemampuan Naturalis Lobus
spesies, mengenali meneliti gejala- parietal kiri
eksistensi spesies lain, gejala alam,
dan memetakan mengklasifikasi,
hubungan antar identifikasi.
beberapa spesies.

c. Cara Mengetahui Kecenderungan Kecerdasan 

Untuk mengetahui kecenderungan kecerdasan siswa di kelas, dapat diketahui

melalui   indikator­indikator   tertentu   sesuai   dengan   jenis   kecerdasan.   Menurut

Thobroni dan Mustofa (2007: 247) setiap guru dapat menggunakan catatan­catatan

kecil praktis yang dapat digunakan untuk memantau kecenderungan perkembangan
9

kecerdasan siswa di kelas.

Selain   itu,   untuk   mengetahui   jenis   kecerdasan   seseorang   dapat   dilakukan

melalui  Multiple  Intelligences  Research  (MIR). Menurut Chatib (2013: 101) MIR

adalah   instrumen   riset   yang   dapat   memberikan   deskripsi   tentang   kecenderungan

kecerdasan seseorang. Instrumen ini disusun berdasarkan indikator dari kompetensi

dan kompetensi inti dari masing­masing jenis kecerdasan.

Sementara Reza dan Yeni (2009: 7) menyebutkan ada dua macam skala atau

alat   pengukuran  multiple   intelligences  yang   dapat   digunakan   secara   paralel   atau

sendiri­sendiri. Alat pengukuran ini disebut  multiple  intelligences scale  tipe A dan

tipe B. Multiple intelligences scale  tipe A  merupakan lembar kuesioner atau angket

yang   memuat   urutan   prioritas   atau  rating­scale.   Sedangkan  multiple   intelligences

scale tipe B merupakan lembar kuesioner atau angket yang sifatnya lebih sederhana

yaitu hanya menentukan satu diantara dua pilihan. Masing­masing alat pengukuran

ini   memiliki   tujuan   akhir   yang   sama   yaitu   mengetahui   tingkat   masing­masing

kecerdasan multiple intelligences.

Berdasarkan   pendapat   di   atas,   dalam   penelitian   ini   peneliti   menggunakan

rating­scale berupa lembar kuesioner atau angket berisi pernyataan­pernyataan untuk

mengetahui   kecenderungan   jenis   inteligensi   dalam  multiple   intelligences  yang

dimiliki  masing­masing  siswa.  Tekhnik   ini  dilakukan   dengan  cara  self­monitoring

atau penilaian diri sendiri.

d. Strategi Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences 
10

Esensi   teori  multiple   intelligences  menurut   Gardner   adalah   menghargai

keunikan setiap individu dengan mewujudkan variasi strategi belajar yang bertujuan

menilai   siswa   melalui   cara   yang   hampir   tidak   terbatas   untuk   mengaktualisasikan

dirinya   (Uno   &   Umar,   2010:   45).   Chatib   (2009)   berpendapat   bahwa   strategi

pembelajaran sebagai istilah yang tepat untuk penerapan teori  multiple intelligences

dalam bidang pendidikan. Strategi mengajar erat kaitannya dengan kreativitas guru

sehingga jumlah dan nama strategi itu luas dan tak terbatas. Jadi, apa pun namanya,

strategi  multiple  intelligences  akan   menjadi   wadah   yang   sangat   luas   dan   dapat

menampung semua istilah metode pembelajaran. 

Menurut   Armstrong  (2005:  21),  teori  multiple   intelligences  dapat  memperluas

perbendaharaan   teknik,   alat,   dan   strategi   yang   digunakan   guru   sehingga   dapat

disesuaikan   dengan   karakteristik   siswa   yang   beragam.   Strategi   pengajaran   yang

disesuaikan   dengan   ragam   kecerdasan   yang   dimiliki   siswa   sedikit   banyak   dapat

memunculkan semangat belajar dan rasa percaya diri pada setiap siswa. 

Dari   pemaparan   di   atas   dapat   disimpulkan   bahwa   strategi   pembelajaran

berbasis  multiple intelligences  merupakan suatu strategi perencanaan pembelajaran

dengan rangkaian kegiatan pembelajaran yang didesain disesuaikan dengan multiple

intelligences  siswa   untuk   mencapai   tujuan   yang   telah   ditentukan.   Strategi   ini

menghargai   keunikan   setiap   individu.   Setiap   siswa   memiliki   perbedaan

kecenderungan   dalam   perkembangan   kecerdasan   gandanya.   Oleh   karena   itu,   guru

perlu   menggunakan   strategi   umum   maupun   khusus   dalam   pembelajaran   untuk


11

mengembangkan seluruh kecerdasan siswa secara optimal.

e. Langkah­langkah Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences 

John F. Herbert (Chatib, 2013: 86) membagi filosofi apersepsi dalam tiga tahap

pembelajaran, yaitu: 

1) Penerimaan   rangsangan,   yang   lebih   menitikberatkan   pada   kualitas   informasi

dan stimulus khusus yang harus ada pada proses pembelajaran; 

2) Ingatan,   yang   menghasilkan   kembali   apa   yang   diketahui   sebagai   bahan

pembentuk konsep­konsep pembelajaran berikutnya; 

3) Pemahaman, yaitu hasil pemikiran konsep dan generalisasi dari informasi yang

sudah diterima oleh otak. 

Chatib (2013: 87) mencoba menggali sumber­sumber apersepsi berdasarkan

teori Herbert yang harus dikuasi oleh guru yaitu zona alfa, warmer, pre­teach, scane

setting, dan multiple strategy.

1) Zona Alfa 

Zona alfa  (alpha zone)  adalah salah satu gelombang  otak. Kondisi alfa  adalah

tahap   paling   iluminasi   (cemerlang)   proses   kreatif   aktif   seseorang.   Kondisi   ini

dikatakan paling baik untuk belajar sebab neuron (sel saraf) sedang berada dalam

suatu   harmoni   (keseimbangan);   yaitu   ketika   sel­sel   saraf   seseorang   melakukan

tembakan impuls listrik secara bersamaan dan juga beristirahat secara bersamaan

sehingga timbul keseimbangan yang mengakibatkan kondisi releksasi seseorang. 
12

Pada saat ini seseorang dikatakan dalam kondisi peralihan antara sadar dan tidak.

Hal ini menimbulkan adanya efisiensi pada jalur saraf sehingga kondisi tersebut

dipercaya   oleh   para   ahli   sebagai   kondisi   yang   tepat   untuk   melakukan   sugesti,

diantaranya proses belajar mengajar. Tanda­tanda siswa sudah masuk zona alfa

adalah  jika  hati  mereka  senang,  yang   ditandai  dengan   wajah  ceria,  tersenyum,

bahkan tertawa. Ada empat cara yang membawa siswa ke zona alfa, yaitu  ice

breaking, fun story, musik, dan brain gym. 

2) Warmer 

Warmer  atau   pemanasan   adalah   mengulang   materi   yang   sebelumnya  diajarkan

oleh guru. Biasanya, warmer baik dilakukan pada pertemuan kedua sebuah materi.

Selain  warmer, juga sering digunakan istilah  review, feedback,  atau tinjau ulang.

Pada awal pembelajaran guru mencoba melakukan tinjauan ulang terlebih dahulu

terhadap materi yang lalu, sebelum materi hari itu diteruskan. Pengulangan atau

rehaerseal  adalah   aktivitas   yang   membuat   informasi   masuk   dalam  memori

jangkan panjang.

Warmer  dalam apersepsi ini dapat berupa  games  pertanyaan dan  penilaian diri.

Games  pertanyaan   dapat   berupa   pertanyaan   berantai,   mencocokkan   pertanyaan

dan jawaban, atau berbaur (mangling/mingle). Dalam penilaian diri siswa diminta

menuliskan   dalam   sebuah  form  yang   sudah   disediakan   sampai   dimana

pemahamannya   terhadap   materi   yang   sudah   diterima   kemarin,   apa   saja   yang
13

belum dipahami, dan cara apa yang harus guru lakukan agar siswa tersebut paham.

3) Pre­teach 

Pre­teach  adalah   aktivitas   yang   harus   dilakukan   sebelum   aktivitas   inti

pembelajaran.   Biasanya,   jika   tidak   di   lakukan  pre­teach,  proses   belajar   akan

menjadi terganggu. 

4) Scane Setting 

Scane setting adalah aktivitas yang dilakukan guru atau siswa untuk membangun

konsep awal pembelajaran.  Scane setting  ini berupa gambaran akibat dari tidak

patuh   terhadap   instruksi.   Misalnya   guru   memulai   sebuah   cerita   korban   tewas

ketiga   orang   yang   melakukan   perjalanan   pendakian   gunung   Himalaya   yang

dikarenakan  tidak taat terhadap instruksi, sehingga dibangun pemahaman  siswa

tentang pentingnya taat pada instruksi pembelajaran. Fungsi scane setting yaitu 1)

membangun   konsep   pembelajaran   yang   akan   diberikan   dengan   membangun

kembali   bekal   pengetahuan   awal   dalam   sebuah   pengalaman   belajar   menuju   ke

materi   inti   pembelajaran,   2)   pemberian   pengalaman   belajar   sebelum   masuk   ke

materi inti, 3) sebagai pereduksi instruksi, dan 4) sebagai pembangkit minat siswa

dan penasaran.

Sumber   ide­ide  scane   setting  dapat   berupa   keselamatan   hidup,   kegunaan   atau

manfaat,   sebab   akibat,   penyampaian   informasi   atau   sumber   berita,   cerita

imajinatif,   pertanyaan,   dan   film.   Pola  scane   setting  yaitu   bercerita,   visualisasi,
14

simulasi, pantomim, dan mendatangkan tokoh. 

5) Multiple Strategy 

Dalam hal ini kita dapat memilih berbagai strategi dalam merancang pembelajaran

disesuaikan dengan materi yang akan dibahas. Seorang guru harus pandai dalam

menganalisa strategi yang digunakan sehingga hasil belajar siswa dapat maksimal.

Beberapa   strategi   pembelajaran   yang   digunakan   dalam   pembelajaran   berbasis

multiple intelligences antara lain : environment learning, diskusi, action research,

klasifikasi,   analogi,   identifikasi,   sosiodrama,   penokohan,  flash   card,   gambar

visual, papan (karton) permainan, wayang, applied learning, movie learning, dan

service learning.

Beberapa strategi pembelajaran yang telah dijelaskan di atas merupakan sebagian

contoh   strategi   yang   diterapkan   oleh   guru,   sementara   strategi   itu   sendiri   tidak

membatasi guru kreatif dalam merancang pembelajaran. Pemilihan strategi dapat

ditentukan   berdasarkan   materi   yang   akan   disampaikan   sehingga   hasil   belajar

menjadi efektif dan efisien. Dalam penelitian ini digunakan strategi pembelajaran

yaitu penokohan, diskusi, sosiodrama dan movie learning.

2. Hakikat Hasil Belajar


a. Pengertian Belajar

Belajar adalah sebuah proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh

kemampuan atau kompetensi yang diinginkan. Melalui proses belajar seseorang akan
15

memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk melakukan

sebuah tugas dan pekerjaan. Dengan kata lain, seseorang seseorang akan memiliki

kemampuan dan kompetensi yang lebih baik setelah menempu proses belajar. Smith

dan Ragan (Pribadi, 2011: 12) memaknai belajar sebagai “perubahan yang bersifat

relatif permanen dalam pengetahuan dan perilaku seseorang yang diakibatkan oleh

pengalaman”.

Menurut Gagne (Pribadi, 2011: 12) “belajar adalah sebuah proses yang

mendorong terjadinya perubahan disposisi dan kapabilitas siswa. Perubahan ini dapat

tercermin melalui perilaku yang diperlukan seseorang”.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu

proses yang dilakukan oleh individu dengan ditandai adanya perubahan tingkah laku

secara keseluruhan yang bersifat relatif permanen.

b. Prinsip-Prinsip Belajar

Adapun prinsip-prinsip dalam belajar menurut Suprijono (2009: 4) antara


lain:
Pertama, prinsip belajar adalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku
sebagai hasil belajar memiliki ciri-ciri: (1) sebagai hasil tindakan rasional
instrumental yaitu perubahan yang disadari. (2) kontinu atau
berkesinambungan dengan perilaku lainnya. (3) fungsional atau
bermanfaat sebagai bekal hidup. (4) positif atau berakumulasi. (5) aktif
atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan. (6) permanen atau
tetap, sebagaimana dikatakan oleh Wittig, belajar sebagai any relatively
permanent change in an organism’s behavioral reperoire that occurs as a
result of experience.(7) bertujuan dan terarah. (8) mencakup keseluruhan
potensi kemanusiaan. Kedua, belajar merupakan proses. Belajar terjadi
karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah
proses sistemik yang dinamis, konstruktif, dan organik. Belajar merupakan
kesatuan fungsional dari berbagai kompenen belajar. Ketiga, belajar
16

merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil


dari interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya. William Burton
mengemukakan bahwa A good learning situation consist of a rich and
varied series of learning exprerience unified around a vigorous purpose
and carried on in interaction with a rich varied and propocative
environtment.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip dalam

belajar terdapat tiga yaitu belajar adalah perubahan perilaku, belajar merupakan

sebuah proses, dan belajar merupakan bentuk pengalaman.

c. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Menurut Abdurrahman (Jihad dan Haris,

2008: 14) “hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui

kegiatan belajar”. Menurut Sudjana (Jihad dan Haris, 2008) “ hasil belajar adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa yang diperoleh selama proses

belajarnya yang bersifat relatif permanen”.

Hasil belajar dapat dilihat dan diukur dari prestasi belajar seseorang maupun

pada saat proses belajarnya. Hasil belajar tidak dapat diketahui tanpa adanya tingkah

laku selama proses pembelajaran yang sedang dilakukan dengan berbagai bentuk

interaksi sosial didalam kelas. Namun, setiap orang mempunyai tingkat pemahaman

yang berbeda sehingga sangat berpengaruh terhadap hasil belajarnya.

Untuk memperoleh hasil belajar, dilakukan evaluasi atau penilaian yang

merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa.
17

Kemajuan prestasi belajar siswa tidak hanya diukur dari tingkat penguasaan ilmu

pengetahuan tetapi juga sikap dan keterampilan. Dengan demikia, penilaian hasil

belajar siswa mencakup segala hal yang dipelajari di sekolah, baik itu menyangkut

tentang pengetahuan, sikap dan keterampilan.

Menurut Bloom (Suprijono, 2009: 6) tentang hasil belajar sebagai berikut:


Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan ingatan), comprehension
(pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan),
analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis
(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan
evaluation (menilai). Domain afektif adanya receiving (sikap menerima),
responding (memberikan respons), valuing (nilai), organization
(organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi
initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup
keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.

Berdasarkan uraian dan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan

bahwa hasil belajar adalah sebuah perubahan perilaku secara keseluruhan tanpa

terpisahkan dari salah satu aspek potensi kemanusiaan dalam proses pembelajaran.

3. Hakikat Pembelajaran IPA di SD


a. Pengertian IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang

dipelajari di sekolah-sekolah terutama di sekolah dasar. IPA salah satu mata pelajaran

yang sangat penting untuk dipelajari karena berhubungan langsung dengan kehidupan

manusia. Pada pembelajaran IPA membahas tentang gejala-gejala alam untuk disusun

secara sistematis yang berdasarkan pada hasil pengamatan yang dilakukan oleh

manusia. Menurut Trianto (2007: 100) “Ilmu Pengetahuan Alam merupakan


18

pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah mengalami uji kebenaran melalui

metode ilmiah, dengan ciri: objektif, metodik, sistematis, universal dan tentatif”.

Menurut Carin dan Sund (Trianto, 2007: 100) mendefinisikan IPA sebagai

“pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal),

dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan

Alam adalah ilmu pengetahuan tentang alam atau yang mempelajari berbagai

peristiwa-peristiwa alam dengan menggunakan metode ilmiah tertentu.

b. Karakteristik Pembelajaran IPA


IPA merupakan salah satu disiplin ilmu yang memiliki karaktersitik tersendiri

sebagaimana disiplin ilmu lainnya. Adapun karakteristik pembelajaran IPA menurut

Jacobson & Bergman (Susanto, 2013: 170) sebagai berikut:


1) IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori. 2) Proses
ilmiah dapat berupa fisik dan mental, serta mencermati fenomena alam,
termasuk juga penerapannya. 3) Sikap keteguhan hati, keingintahuan,
dan ketekunan dalam menyingkap rahasia alam. 4) IPA tidak
membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian atau beberapa saja. 5)
Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat
objektif.

Sesuai dengan karakteristik IPA, IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi

wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta

pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.

c. Tujuan Pembelajaran IPA


19

Konsep IPA di sekolah dasar merupakan konsep yang msih terpadu, karena

belum dipisahkan secara tersendiri seperti mata pelajaran kimia, biologi, dan fisika.

Mata pelajaran IPA di SD/MI berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(Mulyasa, 2007: 111) bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa


berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat. 4) Mengembangkan keterampilan prosesn
untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat
keputusan. 5) Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam
memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7) Memperoleh bekal
pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk
melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Guru hendaknya menciptakan situasi dan kondisi pembelajaran yang

memungkinkan siswa aktif dalam proses belajar mengajar, sehingga siswa dapat

mencapai tujuan pembelajaran IPA.

d. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA

Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI berdasarkan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (Mulyasa, 2007: 112) meliputi aspek-aspek berikut:

1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,


tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. 2)
Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana. 4) Bumi dan alam semesta meliputi:
tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
20

Keempat kelompok bahan kajian IPA SD/MI tersebut disajikan secara spiral,

artinya setiap bahan kajian disemua tingkat kelas tetapi dengan tingkat kedalaman

yang berbeda, semakin tinggi tingkat kelas semakin dalam bahasanya.

B. Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan kesimpulan untuk mengetahui adanya hubungan

antara variabel-variabel yang ada dalam penelitian. Berdasarkan pengalaman

pmbelajaran di sekolah masih banyak pembelajaran yang berpusat pada guru, hal ini

menyebabkan siswa kurang aktif. Pembelajaran di sekolah masih menekankan pada

gaya guru mengajar bukan gaya siswa belajar. Oleh karena itu diperlukan sebuah

inovasi dalam pembelajaran. Strategi pembelajaran berbasis multiple intelligences

merupakan strategi pembelajaran yang menekankan pada gaya mengajar guru

disesuaikan dengan gaya belajar siswa, sehingga pembelajaran lebih menarik, dan

menyenangkan, serta siswa lebih aktif dalam pembelajaran.

Teori multiple intelligences memandang bahwa semua anak cerdas. Setiap

siswa pasti memiliki kecenderungan kecerdasan tertentu. Kecenderungan kecerdasan

ini mencerminkan gaya belajar yang dimiliki siswa tersebut. Dengan mengetahui

gaya belajar siswa, guru dapat menyesuaikan gaya mengajarnya sehingga transfer

informasi yang disampaikan guru dapat diterima dengan baik oleh siswa.
21

Peneliti menyakini bahwa dengan penerapan strategi pembelajaran berbasis

multiple intelligences dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Hasil belajar

tersebut mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta melihat

pengaruhnya pada keseluruhan ranah terhadap hasil belajar IPS siswa.

Berdasarkan pemirikan di atas, maka peneliti akan membandingkan dan

mencobakan strategi pembelajaran berbasis multiple intelligences dengan

pembelajaran ceramah yang memiliki pengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa.

Hubungan antar variabel-variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada diagram

kerangka pikir sebagai berikut:

X1 Y X2

K A P K + A +P

Keterangan :
X1 = Strategi pembelajaran berbasis multiple intelligences
X2 = Pembelajaran ceramah
Y = Hasil belajar IPA siswa yang mencangkup keseluruhan ranah yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotorik
→ = pengaruh
22

C. Hipotesis

Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang, kajian pustaka,

maupun kerangka pikir, maka hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

1. Hipotesis nol ( ) : Tidak ada perbedaan yang signifikan pada penerapan strategi

pembelajaran berbasis multiple intelligences terhadap hasil belajar IPA siswa

kelas IV SD
2. Hipotesis alternatif ( ) : Ada perbedaan yang signifikan pada penerapan strategi

pembelajaran berbasis multiple intelligences terhadap hasil belajar IPA siswa

kelas IV SD
23

III. METODE PENELITIAN


A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pada pendekatan ini data

akan dianalisis secara kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang

telah disiapkan.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. Objek

penelitian adalah pengaruh penerapan strategi pembelajaran berbasis multiple

intelligences (X1) dan pembelajaran ceramah (X2) terhadap hasil belajar IPA siswa

(Y).

B. Variabel dan Desain Penelitian


1. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian yang bervariasi. Sugiyono (2014) mengatakan

bahwa variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang memiliki variasi

serta dapat diukur yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh

informasi tentang hal tersebut. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu:
a. Variabel Bebas
Variabel bebas (independent Variabel) adalah Variabel yang menjadi sebab

atau mempengaruhi timbulnya atau berubahnya variabel terikat. Dalam penelitian ini

yang menjadi Variabel bebas adalah p penerapan strategi pembelajaran berbasis

multiple intellegences (X1) dan tanpa penerapan strategi pembelajaran berbasis

multiple intellegences yaitu pembelajaran ceramah (X2).


b. Variabel Terikat
24

Variabel terikat (dependent Variabel) adalah variabel yang dipengaruhi

atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang

menjadi variabel terikat adalah hasil belajar IPA pada siswa kelas IV SD (Y).

2. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain non-equivalent control group design.

Desain ini menggunakan 2 kelompok, yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen.

Kelas eksperimen adalah kelas yang mendapat perlakuan berupa penerapan

pembelajaran berbasis multiple intelligences sedangkan kelas kontrol adalah

kelompok pengendali dengan menggunakan pembelajaran ceramah.

C. Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi yang didasarkan pada sifat-sifat

yang didefinisikan dan diamati. Untuk memberikan penjelasan mengenai variabel-

variabel yang dipilih dalam penelitian, berikut ini akan diberikan definisi oprasional

variabel penelitian sebagai berikut:

1. Strategi Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences

Strategi pembelajaran berbasis multiple intelligences adalah strategi

pembelajaran yang menekankan cara mengajar yang dilakukan oleh guru disesuaikan

dengan cara belajar siswa sehingga strategi ini dapat membuat siswa tertarik dan

berhasil dalam belajar dengan waktu yang relatif cepat. Adapun tahapan penerapan

strategi pembelajaran berbasis multiple intelligences yaitu; guru mengenali potensi

siswa, merancang strategi pembelajaran berbasis multiple intelligences, melaksanakan


25

proses pembelajaran, membuat hasil belajar, serta guru melakukan penilaian hasil

belajar. Langkah-langkah pembelajaran strategi pembelajaran berbasis multiple

intelligences meliputi : alpha zone, warmer, preteach, scane setting dan multiple

strategy.

2. Strategi Pembelajaran Ceramah

Pembelajaran menggunakan metode ceramah adalah proses pembelajaran

yang berpusat pada guru (teacher centered). Siswa memperhatikan apa yang

dijelaskan guru dan mencatat. Dalam hal ini, peneliti akan membandingkan

keefektifan penerapan strategi pembelajaran berbasis multiple intelligences dengan

pembelajaran ceramah terhadap hasil belajar IPA.

3. Hasil Belajar

Hasil belajar dalam penelitian ini adalah hasil yang dicapai siswa pada saat

berlangsung dan setelah proses pembelajaran, yang menggambarkan penguasaan

siswa pada bidang pengetahuan dan pemahaman. Indikator hasil belajar meliputi

ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Nilai yang diperoleh siswa pada ranah

kognitif dilakukan setelah mengikuti tes pada akhir pembelajaran. Tes yang

digunakan berupa soal pilihan ganda yang berjumlah 10 soal. Sedangkan ranah

afektif, nilai diperoleh melalui pengamatan guru saat proses pembelajaran

berlangsung menggunakan lembar observasi. Sementara itu, untuk ranah psikomotor

nilai diperoleh melalui tes praktik.


26

D. Populasi Dan Sampel


1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila sesorang ingin

meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya

merupakan penelitian populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa

kelas IV.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Teknik pengambilan

sampel dalam penelitian menggunakan teknik total sampling yaitu teknik

pengambilan sampel secara keseluruhan, dimana seluruh sampel menjadi populasi

penelitian.

E. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data


1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik   yang   digunakan   dalam   pengumpulan   data   berupa   angket   atau

kuesioner,   observasi   dan   tes.   Metode   angket   atau   kuesioner   digunakan   untuk

mengetahui jenis kecenderungan kecerdasan yang dimiliki siswa. Metode obeservasi

digunakan   untuk   menilai   instrumen   hasil   belajar   ranah   afektif   dan   psikomotorik.

Sedangkan untuk menguji kemampuan belajar ranah kognitif menggunakan metode

tes
a Angket atau kuesioner
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh

informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal­hal yang

ia ketahui (Arikunto, 2006: 151). Dalam hal ini peneliti menggunakan kuesioner
27

dipandang dari bentuknya yaitu berbentuk  rating­scale  yang berisi pernyataan­

pernyataan.
b Observasi
Teknik   pengumpulan   data   dengan   observasi   ini   digunakan   bila   penelitian

berkenaan   dengan   perilaku   manusia,   proses   kerja,   gejala­gejala   alam   dan   bila

responden   yang   diamati   tidak   terlalu   besar   (Sugiyono,   2013:   203).   Teknik

pengumpulan ini dilakukan menggunakan indera secara langsung menggunakan

format   lembar   observasi   berisi   sejumlah   indikator   perilaku   yang   diamati.

Observasi ini digunakan untuk menilai aspek sikap dan psikomotor siswa.
c Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk

mengukur   keterampilan,   pengetahuan   inteligensi,   kemampuan   atau   bakat   yang

dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto, 2006: 150). 
2. Prosedur Pengumulan Data

Pembelajaran dilaksanakan selama empat kali pertemuan. Pertemuan pertama

sebagai pretest. Pertemuan kedua,dan ketiga sebagai treatment (tindakan). Pertemuan

keempat sebagai postest. Setiap pertemuan dilakukan dalam waktu 3 x 35 menit.

Waktu yang dipergunakan tersebut disesuaikan dengan pembelajaran IPA di sekolah

bersangkutan. Adapun rincian dari prosedur tersebut adalah sebagai berikut.

a. Pretest

Kegiatan pretest dilakukan sebelum treatment dengan tujuan mengetahui

kemampuan dan hasil belajar IPA siswa sebelum diberikan tindakan.


a. Pemberian Treatment
28

Pemberian treatment berupa kegiatan proses belajar mengajar yang dilakukan

dengan menggunakan strategi Multiple intellegences


b. Posttest

Pada tahap ini, siswa diberikan sejumlah soal yang terstruktur untuk

membandingkan hasil belajar IPA siswa kelas IV

F. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah teknik

analisis data kuantitatif. Analisis data digunakan untuk mengetahui perbedaan dari

pengaruh penerapan strategi pembelajaran berbasis multiple intelligences dengan

pembelajaran ceramah terhadap hasil belajar IPA siswa.

1. Analisis Data Jenis Kecerdasan

Kecerdasan majemuk setiap siswa dapat diketahui dari hasil tes kecerdasan

majemuk dengan langkah-langkah perhitungan sebagai berikut:

a. Mengubah data kualitatif menjadi data kuantitatif.

Tabel 1.2 Skor Alternatif Jawaban Tes Multiple Intelligences

Alternatif Jawaban Skor


sangat setuju (SS) 5
setuju (S) 4
agak setuju (AS) 3
tidak setuju (TS) 2
sangat tidak setuju (STS) 1

b. Menjumlahkan skor untuk setiap kecerdasan, yaitu linguistik, musikal, logis­

matematis,   spasial,   kinestik,   intrapersonal,   interpersonal,   dan   natural   pada


29

setiap siswa. 

c. Menentukan   kecerdasan   dominan   berdasarkan   skor   tertinggi   yang   diperoleh

siswa. 

d. Menjumlahkan kecerdasan dominan siswa dalam satu kelas. 

2. Analisis Data Hasil Belajar

a. Pengetahuan

Menghitung hasil belajar siswa secara individu

NA = Nilai akhir
SP = Skor perolehan/item yang dijawab benar
SM = Skor maksimum dari tes
100 = Bilangan tetap

b. Sikap (afektif)

Hasil belajar siswa secara individu

Keterangan :
NS =  Nilai sikap
NK = Nilai kerjasama
NPD = Nilai percaya diri
IAP  = Jumlah item aspek penilaian

c. Keterampilan (Psikomotor)
Hasil belajar siswa secara individu

Keterangan :
NS = Nilai Siswa
NPD = Nilai percaya diri
NBP = Nilai ber main peran
30

IAP = Jumlah item aspek penilaian

Sugiyono, 2012:197
2.
Keterangan :

: rata-rata sebelum perlakuan

: rata-rata setelah perlakuan

: Simpangan baku sebelum perlakuan

: Simpangan baku setelah perlakuan

: jumlah sampel sebelum perlakuan

: jumlah sampel setelah perlakuan

r : nilai korelasi sebelum dan sesudah perlakuan

DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, Thomas. 2005.  Sekolah Para Juara: Menerapkan Multiple  Intelligences


di Dunia Pendidikan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
31

Chatib, Munif. 2009.  Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple  Intelligences


di Indonesia. Kaifa. Bandung.

CHatib,   Munif.   2013.  Gurunya   Manusia:  Menjadikan   Semua   Anak   Istimewa   dan
Semua Anak Juara. Kaifa. Bandung.

Departemen  Pendidikan   Nasional.   2003.  Undang­Undang  Nomor  20  Tahun 2003,


Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdiknas. Jakarta.

Mulyasa. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Rosda.

Reza, Prasetya & Yeni andriani, 2009,  Multiply Your Multiple Intelligences, Andi.
Yogyakarta.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
Kencana.

Thobroni,   Muhammad   dan   Arif   Mustofa.   2007.  Belajar   dan   Pembelajaran:


Pengembangan   Wacana   dan   Praktik   Pembelajaran   Dalam   Pembangunan
Nasional. Ar­Ruzz Media.Yogyakarta.

Angket disusun dalam bentuk pernyataan­pernyataan, masing­masing pernyataan

memiliki   5   (lima)   alternatif   jawaban   dengan   pilihan   yang   berbeda.   Untuk

memberikan pilihan pada setiap butir soal dalam angket dengan cara menuliskan

pilihan sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), agak setuju (AS), setuju (S)

dan sangat setuju (SS). Adapun bentuk angket yang digunakan adalah berbentuk

pilihan yang terdiri dari 5 butir untuk setiap jenis kecerdasan atau keseluruhan

sebanyak 40 pernyataan dengan 5 (lima) alternatif pilihan jawaban untuk setiap
32

butir.   Siswa   diharapkan   menjawab   pernyataan   sesuai   dengan   keadaan   yang

sebenarnya.   Skor  dari   pernyataan   diklasifikasikan   jika   siswa   memilih   alternatif

sebagai berikut: 

a) jawaban sangat setuju (SS) diberi skor 5. 

b) jawaban setuju (S) diberi skor 4. 

c) jawaban agak setuju (AS) diberi skor 3.

d) jawaban tidak setuju (TS) diberi skor 2. 

e) jawaban sangat tidak setuju (STS) diberi skor 1. 

G. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah teknik

analisis data kuantitatif. Analisis data digunakan untuk mengetahui perbedaan dari

pengaruh penerapan strategi pembelajaran berbasis multiple intelligences dengan

pembelajaran ceramah terhadap hasil belajar IPA siswa.

Kecerdasan majemuk setiap siswa dapat diketahui dari hasil tes kecerdasan

majemuk dengan langkah-langkah perhitungan sebagai berikut:

b. Mengubah data kualitatif menjadi data kuantitatif.

Tabel 3.2 Skor Alternatif Jawaban Tes Multiple Intelligences

Alternatif Jawaban Skor


sangat setuju (SS) 5
setuju (S) 4
33

agak setuju (AS) 3


tidak setuju (TS) 2
sangat tidak setuju (STS) 1

e. Menjumlahkan skor untuk setiap kecerdasan, yaitu linguistik, musikal, logis­

matematis,   spasial,   kinestik,   intrapersonal,   interpersonal,   dan   natural   pada

setiap siswa. 

f. Menentukan   kecerdasan   dominan   berdasarkan   skor   tertinggi   yang   diperoleh

siswa. 

g. Menjumlahkan kecerdasan dominan siswa dalam satu kelas. 

Anda mungkin juga menyukai