Anda di halaman 1dari 6

BATU MENANGIS

Alkisah, di sebuah desa terpencil di daerah Kalimantan Barat, Indonesia, hiduplah seorang janda
tua yang bernama ibu Darmi seorang anak yang cantik jelita, ia bernama Laras, Mereka tinggal di sebuah
gubuk yang terletak di ujung desa. Sejak ayah mereka meninggal, kehidupan mereka menjadi susah.
Ayah mereka tidak meninggalkan harta warisan sedikit pun. Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka,
ibu Darmi bekerja di sawah atau ladang orang lain sebagai buruh upahan..

Sementara, putri sulungnya Laras, ia bersifat sangat buruk. Dia bersifat sombong, congkak dan
durhaka. Selain itu, ia juga seorang gadis yang malas. Kerjanya hanya merias diri dan mengagumi
kecantikannya di depan cermin. Ia sama sekali tidak mau membantu ibunya mencari nafkah. Setiap kali
ibunya mengajaknya pergi ke sawah, ia selalu menolak.

Laras : “hmmmmm… Aku memang perempuan tercantik di negri ini !!! (sambil berkaca )
hahahah tidak akan ada yang bisa menandingi ku bahkan di planet ini. (sambil menatap sinis ke kaca)

Dewi : “Iya kak, kakak sangatlah cantik, andai kakak lebih bisa membantu ibu, pasti kakak
akan terlihat lebih cantik.( duduk, dan berhenti menyapu)

Laras : “Apa maksudmu??(melotot) …Katakan sekali lagi !!!(menjambak)..

Dewi : “Adduhh!! (kesakitan) Iya kak,maafkan aku.. Kakak memang cantik, bahkan tetap
cantik meski kakak tak membantu ibu, maafkan aku kak…(masih di jambak oleh laras)

Laras : “(melepaskan jambakannya)” hhuhhh…ya aku maafkan!! Tapi, ingatt!! Jika kau
mengulanginya lagi, aku akan lebih daripada ini..!!!(membentak , kembali berkaca)

Kemudian laras meninggalkan adiknya, dan kembali mengagumi kecantikannya di depan cermin. Ia sama
sekali tidak mau membantu ibunya mencari nafkah. Setiap kali ibunya mengajaknya pergi ke sawah, ia
selalu menolak.

Ibu : “”Nak! Ayo bantu Ibu bekerja di sawah,(”ajak sang ibu.)


Binjo : iya ayo kak ikut kami ke sawah, disana lebih asyik daripada dirumah, kita bisa bermain
sekalian membantu ibu kak.

Laras : “Ke sawah?? Aku tidak mau, nanti kuku dan kulitku kotor terkena lumpur. Pergi saja sana
kalian . Aku tidak mau.

Binjo : Kasar sekali kakak, sok cantik pula. Dasar kakak pemalas, tidak bisa jadi panutan.

Laras : Sialan kamu Binjo, berani sekali kau sama kakakmu , ku injak kamu!!!

Ibu :”Laras, memangnya kenapa kalau kuku dan kulitmu terkena lumpur? Dewi dan Binjo saja
yang setiap hari membantu ibu pergi kesawah terkena lumpur, Alhamdulillah sampai sekarang ia baik
baik saja.

Laras : “Aku bilang tidak , ya tidak !!! aku tidak mau pergi ke sawah .. ibu tidak usah samakan aku
dengan si Dewi dan Binjo. Sudah sudah Ibu saja yang pergi sana sama si Dewi dan binjo , karena tidak
mungkin lagi ada laki-laki yang tertarik pada wajah Ibu yang sudah keriput itu,”

Ibu : (duduk sambil mengusap dada,lemas)

Dewi : “ Kakak, tidak seharusnya kakak bicara seperti itu, jika kakak tidak ingin ikut pergi membantu ibu
ke sawah.ya sudahh tidak usah bicara seperti itu.

Laras : “Kauuu …!!!!! ( menunjuk, mendorong Dewi dan pergi meninggalkan semuanya)..

Dewi : “Ibu, ibu tidak apa apa,,, ?? (merangkul )

Binjo : kenapa ibu melahirkan kakak seperti dia sih bu, mengecewekan sekali.

Ibu : “Sudah, sudah, ibu tidak apa-apa, ayo kita pergi kesawah..nanti keburu siang.. (berdiri)

Dewi :”Ibu, kalau ibu tidak kuat biar kami saja yang pergi ke sawah, ibu istirahat saja di rumah, ,,
(mengajak duduk)

Ibu : “Tidak Dewi, (mengusap kepala Dewi )Ibu baik baik saja.. Ayo kita pergi(berdiri kembali, dan
pergi kesawah)

Setelah ibu dan kedua adiknya pergi ke sawah, Laras pun kembali ke rumah, saat ia ingin
kembali mempercantik wajahnya, ternyata alat alat kecantikan yang ia miliki sudah habis, Laras merasa
kesal, yang ia lakukan hanya mondar mandir tak karuan, ia pun terlelah sampai tertidur.
Laras :” Huuggghhh… Alat-alat kecantikan ku sudah habis,(memeriksa alat kecantikannya) kalo begini,
bagaimana bisa aku menjadi wanita tercantik di negri ini.. aku harus segera membelinya,

Hari sudah menjelang siang,Laras pun terbangun dari tidurnya,, ia teringat dengan alat-alat
kecantikannya yang sudah habis, tak lama kemudian ibu dan kedua adiknya datang. Tanpa basi basi
Laras langsung menghampiri ibunya yang baru sampai di pintu dan masih terlihat lelah.

Laras :”Bu!! Alat alat kecantikan ku sudah habis, ibu harus segera membelikan yang baru, ??

Dewi :”Kak, ibu baru saja pulang dari sawah

Binjo : hey kakak ku, seharusnya kakak bisa lebih menghargai ibu.

Ibu :”Laras, ibu masih lelah, besok saja ya, pasti ibu belikan…(duduk menghela nafas)

Laras :”Tidak bu !! ( membentak ibu ) aku ingin sekarang…

Binjo : Dasar kakak kurang ajar, lebih baik kakak hilan dari muka bumi ini!

Dewi : Terserah, siapa suruh ibu kalian miskin, aku juga tidak pernah mau hidup bersama kalian!

Dewi :”Kakak.. !!!( kesal terhadap kakaknya )

Ibu :”Sudah Tak apa apa Dewi, biar ibu beli sekarang(bicara kepada dewi) tapi Laras, ibu tak tahu alat
kecantikan seperti apa yang kamu maksud,kamu harus ikut.

Laras :”Ya..aku mau ikut ke pasar,tapi dengan syarat yang hanya boleh ikut hanya ibu dan Dewi, dan
juga, ibu dan Dewi harus berjalan di belakangku”.(menunjuk satu persatu orang yang di sebutnya)

Dewi :”Maksud kakak??” (heran)

Laras :”Iya..kalian berjalan di belakangku. aku malu berjalan sejajar bersama kalian”.

Dewi :”Kenapa harus malu, Kak? Bukankah kita ini keluarga kandung?”

Laras :”kalian seharusnya berkaca. lihat saja wajah kalian yang tak terurus dan pakaian kalian pun
sangat kotor sekali.apalagi ibu,sudah keriput,bau.jelas aku malu!” (sombong )

Walaupun sedih, sang Ibu pun menuruti permintaan putrinya. Setelah itu, berangkatlah mereka
ke pasar secara beriringan. Laras berjalan di depan, sedangkan Ibunya mengikuti dari berlakang dengan
membawa keranjang. Meskipun mereka satu keluarga, penampilan mereka kelihatan sangat berbeda.
Seolah-olah mereka bukan keluarga yang sama. Laras mengenakan pakaian yang bagus dan high class,
sedangkan sang Ibu dan kedua adiknya kelihatan sangat kusut , dengan pakaian yang sangat kotor.Di
tengah perjalanan, Laras bertemu dengan temannya yang tinggal di kampung lain.
Juned :”Hai laras…hendak kemana kamu? ( berjabat tangan kepada Laras)”

Laras :”ke pasar..(jawab laras pelan)”

Juned :”Lalu, siapa orang di belakangmu itu? Apakah dia ibumu?” (sambil menunjuk orangtua yang
membawa keranjang”).

Laras :”Tentu saja bukan ibuku! Dia dan Mereka adalah pembantu pembantuku,” (jawab Laras deign
nada sinis ).

Juned :”Laras, sudah cantik, baik pula, mau membawa pembantu pembantunya belanja…” ( seolah olah
percaya deign jawaban Laras tadi).

Laras : (tersenyum dan kembali berjalan )

Dewi :”Sabar ya bu..”(memeluk ibu)

Kakak!! Kenapa kakak bicara seperti itu pada dia. kami bukan pembantu! Dan ini ibu kak,bukan
pembantu.” (sambil berjalan bicara pada kakaknya sejajar )

Laras :”Ssssyyuuutttt….jangan mempermalukanku!!” (menutup mulut Dewi dengan telunjuknya)

Terasa disambar petir ibu Darmi itu mendengar ucapan putrinya. Tapi dia hanya terdiam sambil
menahan rasa sedih. Setelah itu, mereka pun melanjutkan perjalanan menuju ke pasar.Sesampainya di
pasar,seorang pedagang buah buahan menawarkan dagangannya kepada Laras, dengan ucapannya yang
sedikit merayu.

pedagang buah:”Ayo neng..buahnya..buahnya..!! ( menawari) buahnya


manis maniiiis ko neng seperti neng”…. ( merayu)

Laras :”Oh terima kasih…”( sambil memilih buah dan membelinya


)..

Pedagang :”silakan,,,,silakan….buahnya dijamin ko neng… Pasti manis seperti


pembelinya”.

Laras :”Hai..pembantu pembantuku…bawalah buah ini “

Pedagang :”Terima kasih neng…semoga neng tambah cantik…”


Laras :”Ayo pembantu ku sekarang giliran ke tempat alat kecantikan..” (sambil menepuk bahu
ibunya))

Ibu : ( diam sejenak dan terjatuh )

Dewi :”Ibuuu…ibu kenapa….??” (memeluk ibu )

Ada apa dengan ibu??” Ibu, ibu tidak apa apa??

Sang Ibu tetap saja tidak menjawab pertanyaan anaknya. Ternyata ia sedang berdoa kepada Tuhan agar
menghukum anaknya yang durhaka itu. Laras melihat mulut ibunya komat-komit sambil
menengadahkan kedua tangannya ke atas.

Laras :”Heii !! ibu sedang apa?” (dengan nada


membentak,menoleh kepada ibunya)

Doa sang ibu :”Ya, Tuhan! Ampunilah hambamu yang lemah ini.Hamba sudah tidak sanggup lagi
menghadapi sikap anak hamba yang durhaka ini. Berikanlah hukumanyang setimpal kepadanya!”

Kemudian tak disangka dan semua yang ada di kejadian tersebut terkejut. Pelan-pelan, kaki Laras
berubah menjadi batu. Laras pun mulai panik.

Laras :”Ibu...! Ibu... ! Apa yang terjadi dengan kakiku, Bu,? Adduuhhh kerass sekali bu”(tanya
Laras sambil berteriak.)”Maafkan Laras, Maafkan Laras Bu! Bu Laras tidak akan mengulanginya
lagi, Bu!”(seru Laras semakin panik).

Sang ibu dan adiknya menangis melihat anak dan kakaknya berubah menjadi batu. Namun, apa hendak
dibuat, nasi sudah menjadi bubur. Hukuman itu tidak dapat lagi dihindari. Gadis durhaka itu hanya bisa
menangis dan menangis menyesali perbuatannya. Sebelum kepala anaknya berubah menjadi batu, sang
Ibu masih melihat air menetes dari kedua mata anaknya. Semua orang yang lewat di tempat itu juga ikut
menyaksikan peristiwa itu. Tidak berapa lama, cuaca pun kembali terang seperti sedia kala. Seluruh
tubuh Laras telah menjelma menjadi batu. Batu itu kemudian mereka letakkan di pinggir jalan bersandar
ke tebing. Oleh masyarakat setempat, batu itu mereka beri nama Batu Menangis.

Anda mungkin juga menyukai