Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

CONDYLOMA ACUMINATA

Disusun untuk memenuhi tugas Dokter Muda


di SMF Obstetrik dan Ginekologi RSSA Malang

OLEH:
Hasan 160070201011042
Safira Rosalina 160070200011084
Dimas Prakoso 160070201111003

Pembimbing
dr. Nugrahanti P., Sp.OG(K)

PPDS Pendamping
dr.ZAT

LABORATORIUM OBSTETRI-GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG
2018

1
DAFTAR ISI

Halaman Judul .............................................................................................. 1

Daftar Isi ........................................................................................................ 2

Bab 1 Pendahuluan ...................................................................................... 3

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 3


1.2 Tujuan .......................................................................................... 4
1.3 Manfaat ........................................................................................ 4
Bab 2 Laporan Kasus ................................................................................... 5

2.1 Identitas......................................................................................... 5

2.2 Subyektif ....................................................................................... 5

2.3 Obyektif ......................................................................................... 7

2.4 Assessment ................................................................................... 10

2.5 Planning ........................................................................................ 11

Bab 3 Tinjauan Pustaka................................................................................ 13

3.1 Definisi .......................................................................................... 13


3.2 Epidemiologi .................................................................................. 14
3.3 Etiologi .......................................................................................... 14
3.4 Patofisiologi ................................................................................... 14
3.5 Klasifikasi ...................................................................................... 15
3.6 Diagnosis ...................................................................................... 16
3.7 Deteksi Awal Komplikasi................................................................ 18
3.8 Komplikasi ..................................................................................... 18
3.9 Tatalaksana ................................................................................... 19
Bab 4 Pembahasan ....................................................................................... 23

Bab 5 Kesimpulan dan Saran....................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 26

2
BAB 1
PENDAHULUAN

Kondiloma akuminata merupakan penyakit menular seksual yang diakibatkan


oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Human Papilloma Virus memiliki
berbagai genotipe pada setiap manifestasi. Genotipe yang variatif dari HPV ini
berasosiasi dengan beragam manifestasi klinis serta potensi terjadinya
keganasan. Tipe HPV yang mengakibatkan kondiloma akuminata diklasifikasikan
berdasarkan potensi onkogenik menjadi tipe risiko rendah dan risiko tinggi.
Human Papilloma Virus tipe 6, 11, 40, 42, 43, 44, 53, 54, 61, 72, 73, dan 81
termasuk dalam kelompok risiko rendah, sedangkan tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39,
45, 51, 52, 56, 58, 59, dan 68 termasuk dalam risiko tinggi (Androphy dan
Kirnbauer, 2014).
Kehamilan menurut Federasi Obstetri Ginekologi International adalah
fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan
dengan nidasi atau implantasi (Prawirohardjo, 2009). Masa kehamilan dimulai
dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40
minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir (Sarwono,
2005). Pada kehamilan, perubahan-perubahan fisiologis pada maternal dapat
menyebabkan kondisi anti-inflamasi yang memudahkan terjadinya infeksi
ataupun perubahan tahap subklinis menjadi klinis (Cunningham et al., 2014).
Kondiloma akuminata didapatkan terutama pada daerah tubuh yang lembab
seperti genitalia eksterna. Pada wanita, predileksi dari kondiloma akuminata
antara lain di daerah vulva, introitus vagina, dan porsio uteri. Lesi kondiloma
akuminata berupa vegetasi yang betangkai dan berwarna kemerahan atau agak
kehitaman. Permukaannya bersifat papil. Pada wanita hamil, pertumbuhan
penyakit ini akan berjalan lebih cepat (Handoko, 2009).
Kondiloma akuminata merupakan kejadian yang cukup sering ditemui pada
fasilitas kesehatan, sehingga menjadi penting bagi calon dokter-dokter pelayanan
fasilitas kesehatan untuk mengetahui kejadian kondiloma akuminata secara
menyeluruh.

3
1.1 Tujuan
Laporan kasus ini membahas mengenai kondiloma akuminata, yang
dikhususkan pada ibu hamil, sehingga dapat diketahui:
1. Mengetahui definisi kondiloma akuminata pada kehamilan
2. Mengetahui epidemiologi kondiloma akuminata pada kehamilan
3. Mengetahui etiologi kondiloma akuminata pada kehamilan
4. Mengetahui patofisiologi kondiloma akuminata pada kehamilan
5. Mengetahui faktor resiko kondiloma akuminata pada kehamilan
6. Mengetahui tanda dan gejala kondiloma akuminata pada kehamilan
7. Mengetahui diagnosis kondiloma akuminata pada kehamilan
8. Mengetahui penatalaksanaan kondiloma akuminata pada kehamilan
9. Mengetahui komplikasi kondiloma akuminata pada kehamilan
10. Mengetahui prognosis kondiloma akuminata pada kehamilan.

1.2 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Menambah pemahaman dan pengetahuan dokter muda mengenai definisi
kondiloma akuminata pada kehamilan
2. Menambah pemahaman dan pengetahuan dokter muda mengenai
epidemiologi kondiloma akuminata pada kehamilan
3. Menambah pemahaman dan pengetahuan dokter muda mengenai
etiologi kondiloma akuminata pada kehamilan
4. Menambah pemahaman dan pengetahuan dokter muda mengenai
patofisiologi kondiloma akuminata pada kehamilan
5. Menambah pemahaman dan pengetahuan dokter muda mengenai faktor
resiko kondiloma akuminata pada kehamilan
6. Menambah pemahaman dan pengetahuan dokter muda mengenai tanda
dan gejala kondiloma akuminata pada kehamilan
7. Menambah pemahaman dan pengetahuan dokter muda mengenai
diagnosis kondiloma akuminata pada kehamilan
8. Menambah pemahaman dan pengetahuan dokter muda mengenai
penatalaksanaan kondiloma akuminata pada kehamilan
9. Menambah pemahaman dan pengetahuan dokter muda mengenai
komplikasi dan prognosis kondiloma akuminata pada kehamilan

4
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
No Reg : 11217397
Nama : Ny. AMS
Usia : 14 tahun
Alamat : Jl.Sidomulyo RT 11/RW07 Sukun Malang
Pendidikan : Sarjana Teknik Pertanian
Agama : Islam
Pekerjaan : Siswa
Kehamilan : pertama
Status Menikah : 1x
Riwayat KB : tidak pernah menggunakan KB
Tanggal MRS : 15 Januari 2018

Suami
Nama : Tn. S.
Usia : 26 tahun
Alamat : Jl. Mayjend Panjaitan XV/33 Malang
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Pekerjaan : Kuli Bangunan
Status : Menikah 1x
Lama Menikah : 1,5 tahun

2.2 Subyektif (14-01-2015)


2.2.1 Keluhan utama
Pasien rencana SC.

2.2.2 Perjalanan Penyakit


Pasien berencana melakukan operasi SC di RSSA. Pasien baru
mengetahui dirinya memiliki condyloma saat usia kehamilan 7 bulan.

5
Pasien mengeluhkan ada benjolan adanya bintil seperti kutil sejak 2
bulan terakhir (7 bulan). Awalnya bintil muncul sedikit, lama-kelamaan
bertambah banyak dan membesar dengan ukuran rata-rata 3 cm. Bintil
tidak gatal dan tidak nyeri serta tidak pernah berdarah. Keluhan ini tidak
pernah dialami oleh pasien sebelumnya.
Pasien menyangkal riwayat kontak seksual dengan pria selain suami.
Setiap melakukan hubungan seksual, suami pasien tidak menggunakan
kondom dan hubunga seksual dilakukan secara genito-genital. Pasien tidak
menggunakan obat-obatan terlarang dan tidak ditato. Pasien juga tidak
mengalami penurunan berat badan, tidak menderita penyakit internal, dan
tidak dalam pengobatan steroid untuk jangka waktu lama.
Suami pasien juga mengalami keluhan yang sama yaitu adanya bintil
pada organ kemaluannya (penis) sejak 5 bulan yang lalu dan mengaku
pernah melakukan hubungan seksual dengan wanita lain sebelum
menikah. Keluhan tersebut terjadi pertama kalinya pada suami pasien dan
tidak ada riwayat pengobatan kutil sebelumnya.
Didapatkan riwayat koitus 2 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat keputihan tidak ada.
Riwayat anyang-anyangan (+) saat usia kehamilan 2 bulan.
Riwayat trauma/jatuh disangkal.
Riwayat minum jamu-jamuan dan obat-obatan disangkal. Pasien hanya
mengkonsumsi tablet kalsium dari bidan.
Riwayat alergi obat-obatan dan makanan disangkal.
Hari pertama haid terakhir (HPHT) : 26 Oktober 2014
Taksiran Partus : 3 Agustus 2015
Usia Kehamilan : 11 minggu

2.2.3 Riwayat Kehamilan/Persalinan


Riwayat Antenatal Care, pasien melakukan ANC sebanyak 1 kali selama
kehamilan. ANC dilakukan di Bidan.

2.2.4 Riwayat Kontrasepsi


Pasien tidak menggunakan kontrasepsi apapun.

2.2.5 Riwayat Pernikahan


Pasien menikah 1 kali dengan usia pernikahan 1,5 tahun.

6
2.2.6 Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat sesak sebelumnya (-)
 Riwayat maag (-)
 Riwayat penyakit seperti tekanan darah tinggi, gula, penyakit jantung,
dan asma disangkal.

2.2.7 Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit pada anggota keluarga pasien seperti tekanan darah
tinggi, gula, penyakit jantung, asma, dan alergi disangkal.

2.2.8 Riwayat Pengobatan


Selama mual dan muntah, pasien tidak melakukan pengobatan sama
sekali. Riwayat konsumsi obat-obatan dan jamu-jamuan selama kehamilan
disangkal. Pasien hanya mengkonsumsi tablet kalsium dari bidan.
Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan, hanya minum banyak air untuk
mengobati anyang-anyangannya.
Pasien belum pernah mengobati bintil yang muncul pada kemaluannya.

2.2.9 Riwayat Sosial


Pasien seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari berada di rumah.
Pekerjaan terbatas pada pekerjaan rumah tangga seperti mencuci pakaian,
menyapu, dan mengepel. Pasien tinggal bersama suami, ibu kandung, dan
anak pertamanya yang berusia 1,5 tahun. Sanitasi, ventilasi, dan
kebersihan rumah cukup. Pasien tidak memelihara hewan peliharaan.

2.3 Obyektif
2.3.1 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
- Keadaan umum : baik
- Kesadaran : compos mentis
- Tinggi badan : 153 cm
- Berat badan : 63 kg
- BMI : 26,9
- Tekanan darah : 110/70 mmHg

7
- Nadi : 88x/menit, reguler
- RR : 18x/menit, sesak (-)
- Suhu rectal : 36,8° C
- Suhu axilla : 36,6° C
- Kepala : Normal
- Mata : Anemis (-)/(-), ikterus (-)/(-), cowong (-)/(-)
- Telinga : Tidak ada kelainan
- Hidung : Tidak ada kelainan
- Leher : Tidak ada kelainan
- Thorax
 Cor : S1S2 Tunggal, Reguler, Murmur (-)
 Pulmo : Vesikuler (+)/(+), Rhonki (-)/(-), Wheezing
(-)/(-)
- Abdomen : soefl, BU (+) Normal
- Ekstremitas : Oedem (superior -/inferior -), Hangat (+/+)
Status Obstetri
- Tinggi fundus uteri : pada prosesus xiphoideus
- Detak jantung janin : 145x/menit
- HIS : (-)
- Genetalia eksterna : v/v flux (-), fluor (-) benjolan berukuran 1x2cm
- Inspekulo : tidak dilakukan
- VT : tidak dilakukan

2.3.2 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium (10-01-2018)
NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
RUJUKAN
Hemoglobin 12.80 11.4 – 15.1 Gr / dl
Eritrosit 4.88 4-5 106 / MikroL
Leukosit 11.20 4.7-11.3 103 / MikroL
Hematokrit 38.20 38-42 %
Trombosit 350 142-424 103 / MikroL
MCV 78.30 80-93 fL
MCH 26.20 27-51 pg

8
MCHC 33.50 32-36 Gr / dl
RDW 14.80 11.5-14.5 %
PDW 11.6 9-13 fL
MPV 10,1 7.2-11.1 fL
P-LCR 26.6 15-25 %
PCT 0.35 0.150-0.400 %
LED - - Mm / jam
Hitung Jenis
Eosinofil 2 0-4 %
Basofil 0.2 0-1 %
Neutrofil 76.3 51-67 %
Limfosit 14.3 25-33 %
Monosit 7.1 2-5 %
Lain Lain - - %
PPT 9.30 Detik
aPTT 28.10 Detik
AST 15 0-32 U/L
ALT 16 0-33 U/L
Albumin 3.33 3,63 g/dL
GDA 83 <200 mg/dL
Ureum 13.90 16,6-48,5 Mg/dL
Kreatinin 0.37 <1,2 Mg/dL
Natrium 128 136-145 Mmol/L
Kalium 3.40 3.5-5 Mmol/L
Klorida 105 98-106 Mmol/L

Hasil Urinalisis (10-01-2017)

Hasil Satuan Hasil rujukan


dewasa normal
Kekeruhan Agak keruh
Warna Kuning
pH 6 4,5-8
Berat Jenis 1,025 1,005-1,030
Glukosa Negatif Negatif

9
Protein +1 Negatif
Keton +3 Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Nitrit + Negatif
Leukosit +3 Negatif
Darah +3 Negatif
10x
Epitel 0,3 ≤1
Silinder - LPK
Hialin - LPK ≤2
Berbutir - LPK Negatif
Lain-lain - LPK
40x
Eritrosit 10,1 LPB ≤3
Eumorfik - LPB
Dismorfik - LPB
Leukosit 190,6 LPB ≤5
Kristal - LPB
Bakteri 1428,4 x 10 3
LPB ≤23 x 103 / ml
Lain-lain -
Tes Kehamilan +

HASIL USG (14-01-2015)


- G2P1001Ab000
- Tampak janin intra uterine
- CRL 50,4 (11w2d)

2.4 Assessment
- G1P0000Ab000, gr 37-38 minggu, T/H
- Condyloma accuminata
- Primi muda
- Imbalance electrolytes
- PSR

10
2.5 Planning
PDx : DL
PTx : O2
IVFD RL 20tpm
Drip oksitoksin 20IU dalam RL 500cc ~ 28 tpm s/d 12 jam post op
Tidak boleh angkat kepala s/d 12 jam post op
Injeksi Cephazolin 2x1
Injeksi Ranitidine 2x1 amp
Inj ketorolac 3x30mg
Inj Kalnex 3x500mg

PMo : Keadaan umum, vital signs, subjective.


PEd : KIE (Komunikasi, Infomasi, Edukasi) pasien dan keluarga tentang:
1. Kondisi pasien saat ini
2. Diagnosis pasien
3. Prosedur tindakan medis yang akan dilakukan
4. Efek samping dan komplikasi dari tindakan yang dilakukan
5. Prognosis
6. Diet makanan sedikit tapi sering

11
BAB III

PERMASALAHAN

3.1 Diagnosa
Bagaimana penegakan diagnosa pada kasus ini?

3.2 Penatalaksanaan
Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini?

3.3 Komplikasi
Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada kasus ini?

3.4 Prognosis
Bagaimana prognosis pada kasus ini?

12
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Definisi Kondiloma Akuminata pada Kehamilan


Kondiloma akuminata merupakan vegetasi oleh Human Papilloma Virus
(HPV) tipe tertentu, bertangkai, dan permukaannya berjonjot (Handoko, 2009).
Kondiloma akuminata termasuk suatu penyakit menular seksual (Androphy dan
Kirnbauer, 2014). Sementara kehamilan adalah fertilisasi atau penyatuan dari
spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi
(Prawirohardjo, 2009). Maka, kondiloma akuminata pada kehamilan merupakan
suatu manifestasi dari infeksi HPV tipe tertentu pada seorang wanita yang tengah
mengandung hasil fertilisasi.

4.2 Epidemiologi Kondiloma Akuminata pada Kehamilan


Kondiloma akuminata merupakan penyakit menular seksual yang paling
banyak terjadi yang disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV). The
National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) pada tahun 2003
sampai 2006 menyatakan keseluruhan kejadian HPV 43% pada wanita usia 14-
59 tahun (Hariri, 2011). Kejadian tertinggi terjadi pada usia muda. National
Longitudinal Study of Adolescent Health juga melaporkan sebanyak 27%
seroprevalensi terjadi pada wanita usia 18 sampai 25 tahun (Manhart, 2006).
Angka serupa pada penderita positive HPV juga terjadi pada wanita hamil (Aydin,
2010). Kondiloma akuminata tersebar kosmopolit dan transmisinya melalui
kontak kulit langsung (Handoko, 2009).

4.3 Etiologi Kondiloma Akuminata pada Kehamilan


Kondiloma akuminata sering meningkat dalam jumlah dan ukuran selama
kehamilan, namun alasannya belum diketahui secara pasti. Percepatan replikasi
virus oleh perubahan fisiologis kehamilan dapat menyebabkan pertumbuhan lesi
perineum dan pada beberapa orang dapat berkembang menjadi neoplasma
serviks (Fife, 1999).

13
Tipe HPV yang mengakibatkan kondiloma akuminata terdiri atas tipe 6, 11,
40, 42, 43, 44, 53, 54, 61, 72, 73, dan 81 yang termasuk dalam kelompok risiko
rendah dalam menyebabkan kanker, sedangkan tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45,
51, 52, 56, 58, 59, dan 68 yang termasuk dalam risiko tinggi dalam menyebabkan
kanker (Androphy dan Kirnbauer, 2014)

4.4 Patofisiologi Kondiloma Akuminata pada Kehamilan


Kondiloma akuminata sebagai suatu manifestasi dari infeksi HPV pada
lapisan epidermis merupakan konsekuensi dari inokulasi virus melalui celah pada
lapisan epitel. Virion HPV ditemukan berikatan dengan proteoglikan heparin
sulfat pada membrana basalis sebagai tahap awal dari infeksi. Virus kemudian
masuk ke dalam sel yang terinfeksi. Di dalam sel terinfeksi, beberapa kopi dari
genom virus dipertahankan sebagai plasmid ekstrakromosom. Saat sel
membelah, genom virus juga ikut bereplikasi dan membelah sehingga dapat
berpindah ke lapisan epitel lain. Kapsid virus selanjutnya terbentuk saat sel
terinfeksi mencapai stratum epitel yang lebih tinggi. Protein-protein pada virus,
khususnya protein E1-E4 dapat menginduksi kolaps dari koneksi filamen keratin
sitoplasmik (Androphy dan Kirnabuer, 2014).
Waktu rata-rata timbulnya lesi pada kulit setelah infeksi dari HPV adalah 2-9
bulan. Hal ini dihubungkan dengan infeksi subklinis yang mungkin mengambil
peran (Androphy dan Kirnabuer, 2014). Pada kehamilan sendiri, terdapat
perubahan-perubahan fisiologis pada tubuh ibu. Pada pertengahan kehamilan,
tubuh ibu secara otomatis berada dalam kondisi anti-inflamasi untuk mendukung
pertumbuhan janin yang cepat. Kondisi anti-inflamasi ini dapat memicu kondisi
subklinis infeksi HPV menjadi tahap klinis dan menimbulkan lesi (Cunningham et
al., 2014).

4.5 Faktor Resiko Kondiloma Akuminata pada Kehamilan


Faktor risiko kutil kelamin meliputi banyaknya pasangan seksual, frekuensi
hubungan seksual, pasangan orang asing, penyalahgunaan kondom, infeksi IMS
lainnya, memiliki pasangan seksual dengan kutil kelamin eksternal, jumlah kutil
kelamin eksternal dari pasangan seksual, aktivitas seksual dini dan negara asal
(karena dianggap bahwa di negara-negara miskin/berkembang prevalensinya
lebih tinggi 15 kali) (Rodríguez, 2015).

4.6 Tanda dan Gejala Kondiloma Akuminata pada Kehamilan

14
Keluhan dan gejala-gejala berupa lesi lunak bertangkai pada setiap
permukaan mukosa atau kulit yang bervariasi dalam ukuran dan bentuk. Lesi
biasanya tidak menimbulkan keluhan kecuali kalau terluka atau terkna infeksi
sekunder, menyebabkan perdarahan, nyeri, atau keduanya (Prawirohardjo,
2013). Pada penderita kondiloma akuminata dengan kehamilan pertumbuhan
kondiloma sangat cepat apabila dibandingkan dengan penderita yang tidak hamil
(Müllegger, 2016).

Predileksi dari kondiloma akuminata adalah di daerah lipatan yang lembab


seperti genitalia eksterna. Kondiloma akuminata dapat berupa vegetasi yang
besar disebut sebagai giant condyloma (Buschke) yang dilaporkan menimbulkan
degenerasi maligna (Handoko, 2009).

4.7 Diagnosis Kondiloma Akuminata pada Kehamilan


Diagnosis lesi kondilomatosa didasarkan manifestasi klinis, dan biopsi hanya
dilakukan dalam kasus khusus, seperti kurang respons atau eksaserbasi lesi
selama atau setelah perawatan, keraguan diagnostik, dan pasien dengan
imunitas rendah. Pengaplikasian larutan asam asetat 0,05 ke lokasi lesi
memungkinkan visualisasi daerah berwarna keputihan di permukaan lesi. Bila
lesi ada di kulit tapi tidak sampai menembus di mukosa atau semi mukosa,
pengamatan terhadap daerah berwarna keputihan lebih sulit dan hasil tesnya
harus dibaca dengan saksama. Identifikasi virus mungkin dilakukan melalui
metode hybrid capture dimana larutan garam diaplikasikan pada permukaan lesi
dan bahannya dikumpulkan dengan sikat yang tepat (Costa, 2010).

Beberapa tes yang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis


kondiloma akuminata secara umum adalah:

a. Pap smear: Tes ini digunakan untuk mencari papillomatosis, acanthosis,


kelainan koilositik, dan kelainan inti sel ringan.
b. Filter hybridization (Southern blot and slot blot hybridization), hybridisasi
in situ, dan polymerase chain reaction (PCR): Tes ini dapat digunakan
untuk diagnosis dan typing HPV.
c. Hybrid capture
d. Acetowhitening: Lesi subklinis dapat divisualisasikan mengaplikasikan
kain kasa yang direndam dengan 5% asam asetat selama 5 menit pada

15
lesi. Dengan menggunakan lensa tangan 10-X atau kolposkop, kutil
muncul sebagai papula putih kecil. Tampilan kulit putih mengkilap
mewakili fokus hiperplasia epitel (infeksi subklinis).
e. Biopsi: Biopsi diindikasikan untuk lesi yang atipikal, berulang setelah
keberhasilan terapi awal, atau tahan terhadap pengobatan atau pada
pasien dengan risiko tinggi neoplasia atau imunosupresi (Ghadishah,
2017).

Gambar 2.1 Kondiloma Akuminata pada Perempuan (Cunningham et al., 2014)

4.8 Penatalaksanaan Kondiloma Akuminata pada Kehamilan


Tujuan utama tatalaksana kondiloma akuminata pada kehamilan adalah
meminimalkan toksisitas ibu dan anak akibat pengobatan. Ada beberapa
pengobatan yang biasa digunakan pada kasus kondiloma akuminata, namun
penggunaannya terbatas pada ibu hamil. Tidak ada bukti yang pasti bahwa salah
satu pengobatan lebih unggul dibandingkan dengan pengobatan yang lain
(Centers for Disease Control and Prevention, 2010).
Salah satu pengobatan yang dapat dipilih sebagai terapi kondiloma
akuminata pada ibu hamil adalah obat topikal trichloroacetic acid 80-90%
dioleskan satu kali dalam seminggu. Pengobatan ini efektif untuk kondiloma
akuminata pada genitalia eksterna. Pengobatan lain yang dapat dipilih adalah
cryotherapy, laser ablation, atau pembedahan eksisi. Sedangkan pengobatan

16
yang tidak direkomendasikan untuk kondiloma akuminata pada ibu hamil karena
mempengaruhi keamanan pada janin adalah podophyllin resin, podofilox 0,5%
solusio atau gel, krim imiquimod 5%, terapi interferon dan sinecatechins (Arena,
2001).

4.8.1 Trichloroacetic acid 80-90% (TCA)


TCA adalah agen yang dapat menghancurkan benjolan kondiloma
akuminata dengan cara mengkoagulasi protein. Pengobatan dengan
metode ini cocok untuk benjolan yang kecil dan lembab. Pengolesan TCA
dilakukan oleh dokter dan harus ditunggu hingga kering sebelum pasien
dipersilahkan duduk atau berdiri. Nyeri yang dirasakan selama pengolesan
TCA dapat dinetralisir menggunakan sabun dan sodium bicarbonate. TCA
mempunyai viskositas yang rendah sehingga jika pengolesan TCA yang
berlebihan dapat merusak bagian kulit yang normal (New Zealand Sexual
Health Society, 2013).
4.8.2 Cryotherapy
Cryotherapy adalah salah satu metode pengobatan kondiloma
akuminata dengan cara membekukan benjolan yang akhirnya benjolan
akan luruh dan hancur. Metode ini cocok untuk digunakan pada benjolan
kondiloma akuminata yang kering dan lembab, ekternal maupun internal.
Dibutuhkan pelatihan dan keahlian khusus untuk melakukan pengobatan
menggunakan cryotherapy. Cryotherapy menggunakan cryoprobe atau
semprotan nitrogen cair. Benjolan yang tebal harus dibekukan hingga
memperlihatkan warna keputihan area sekitar kurang lebih 2 mm.
Pengobatan diulang setiap minggu sampai benjolan hilang (New Zealand
Sexual Health Society, 2013).
Efek samping yang paling sering dari penggunaan metode
pengobatan cryotherapy adalah nyeri dan nekrosis jaringan. Blister juga
dapat terjadi. Pengobatan pada benjolan yang besar dalam satu waktu
dapat menyebabkan masalah dalam perawatan luka. Efek samping
lainnya adalah iritasi, edema lokal, nekrosis, ulserasi dan nyeri, terutama
jika daerah yang diobati lebih lembab. Hipopigmentasi maupun
hiperpigmentasi jarang terjadi. Pengobatan cryotherapy yang
menggunakan anestesi lokal jarang dibutuhkan tetapi dapat membantu
menurunkan rasa nyeri pada pengobatan benjolan yang besar (New
Zealand Sexual Health Society, 2013).

17
4.8.3 Laser ablation

Pengobatan menggunakan metode ini cocok untuk benjolan


kondiloma akuminata daerah vulva, vagina, cervix dan perianal. Untuk
benjolan yang besar hingga menutup jalan rahim, pengobatan metode ini
dapat dipertimbangkan. Metode ini tidak disarankan untuk menjadi lini
pertama pengobatan dikarenakan biayanya yang cukup mahal.
Dibutuhkan pelatihan yang khusus untuk menggunakan pengobatan
metode ini. Efek samping yang biasa ditemukan dari pengobatan metode
laser ablation adalah rasa nyeri. Jaringan parut dan hipopigmentasi atau
hiperpigmentasi dapat diminimalisir dengan mengontrol kedalaman dan
menghindari pengobatan diluar papila dermis (New Zealand Sexual
Health Society, 2013).
4.8.3 Pembedahan eksisi
Metode pembedahan eksisi dilakukan pada benjolan berbentuk
eksofitik. Metode ini tidak dapat dilakukan pada pasien dengan riwayat
kelainan perdarahan. Pengangkatan dilakukan secara langsung pada
benjolan dengan perluasan hanya pada bagian atas dermis. Tindakan
penjahitan jarang dilakukan apabila pengangkatan benjolan dilakukan
secara tepat. Efek samping dari pengobatan metode ini adalah nyeri lokal
dan perdarahan (New Zealand Sexual Health Society, 2013).

4.9 Komplikasi dan Prognosis Kondiloma Akuminata pada Kehamilan


Benjolan kondiloma akuminata pada vagina umumnya tidak nyeri, tetapi
dapat menjadi sumber iritasi dan rasa malu bagi beberapa perempuan. Beberapa
benjolan dapat menyebabkan perdarahan, terutama pada saat berhubungan
seksual. Selain itu, benjolan kondiloma akuminata pada vagina juga dapat
menyebabkan komplikasi pada persalinan pervaginam, dikarenakan benjolan
tersebut dapat mencegah peregangan vagina dan vulva. Beberapa benjolan
kondiloma akuminata pada daerah anogenital dapat bertambah buruk selama
kehamilan dikarenakan perubahan dari imunitas tubuh dan peningkatan suplai
darah (Nigam dan Mishra, 2011).
Kondiloma akuminata sering membesar dan proliferasi selama masa
kehamilan dan biasanya mengalami regresi setelah melahirkan. Transmisi
vertikal biasanya terjadi pada 30% kasus, tapi infeksi yang menetap pada
neonatus jarang terjadi. Resiko dari neonatal laryngeal papillomatosis setelah

18
persalinan pervaginam adalah 1:400 hingga 1:1.000 kasus. Belum ada bukti
bahwa pengobatan kondiloma akuminata ekterna dapat menurunkan angka
kejadian transmisi ke bayi atau neonatal laryngeal papillomatosis. Caesarean
section tidak direkomendasikan dengan tujuan pencegahan terhadap transmisi
vertikal dan lebih ditujukan untuk kasus benjolan kondiloma akuminata ukuran
besar yang mungkin dapat menyebabkan obstruksi saat persalinan atau
perdarahan yang masif (Roy, 2007).

19
BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Penegakan Diagnosis


Penegakan diagnosis pada kasus hiperemesis gravidarum diperoleh
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis
digali dari pasien untuk memperoleh informasi tentang gejala klinis yang dialami
pasien sekaligus menggali informasi untuk menyingkirkan diagnosis banding dari
hiperemesis gravidarum. Begitu juga pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, dilakukan untuk menemukan gejala dan tanda yang mengacu pada
hiperemesis gravidarum sekaligus untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Identitas pasien Ny EK, usia 36 tahun, dengan G2P10001Ab000,
menikah 1x selama 4,5 tahun, dengan anak terakhir berusia 3,5 tahun, tidak
pernah menggunakan KB sebelumnya, dan Hari Pertama Haid Terakhir pada
tanggal 26 Oktober 2014. Dari anamnesis, gejala klinis yang mendukung
hiperemesis gravidarum adalah didapatkan pasien datang ke RSSA dengan
keluhan mual muntah dimana pasien sudah mengalami amenorea sejak 3 bulan
yang lalu dengan HPHT tanggal 26 Oktober 2014. Pasien mengeluh mual
muntah sejak awal kehamilan dan memberat 2 bulan terakhir dengan disertai
sesak. Mual muntah dipicu oleh bau amis atau bau tidak sedap dengan rata-rata
muntah sebanyak 4x/hari, ±1/2 gelas, dengan isi muntahan adalah makanan dan
minuman yang dimakan/diminum. Riwayat penyakit dahulu disangkal, pasien
mengaku hanya menderita sakit maag dan sesak. Riwayat konsumsi obat-obatan
disangkal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, dengan tekanan
darah 110/70 mmHg, nadi 92x/menit reguler, respiratory rate 20x/menit dan tidak
ditemukan sesak, serta suhu aksilla 36,6o. Dari pemeriksaan kepala dan leher,
didapatkan mata cowong, dengan thorax dan abdomen dalam batas normal. Dari
status obstetri didapatkan tinggi fundus uteri satu jari di atas simfisis pubis.
Dari hasil laboratorium didapatkan leukositosis dengan neutrofilia,
monositosis dan limfositopenia yang menunjukkan adanya suatu infeksi,
penurunan hematokrit, peningkatan AST/ALT (transaminitis), hipoalbuminemia,
hiponatremia, dan hipokalemia. Dari hasil urinalisis didapatkan protein +1, badan

20
keton +3, leukosit +3, darah +3, bakteri, dan dengan tes kehamilan (+). Dari USG
mendukung adanya janin dengan UK 11 minggu 2 hari.

4.2 Penatalaksanaan
Tatalaksana pada pasien ini dilakukan berdasarkan penemuan dari hasil
penegakan diagnosis diatas, dimana pada pasien didapatkan beberapa
permasalahan antara lain, hiperemesis gravidarum, imbalance elektrolit,
transaminitis, asymptomatic UTI, dan usia kehamilan > 35 tahun. Oleh karena itu,
penatalaksanaan dilakukan secara holistik dan bantuan dari teman sejawat Ilmu
Penyakit Dalam.
Untuk tatalaksana hiperemesis gravidarum pada pasien Ny. Eka,
diharuskan rawat inap di rumah sakit untuk mengatasi dehidrasi yang dialami
pasien. Pasien diinfus dengan RL 1000cc dilanjutkan dengan KAEN Mg 3+.
Injeksi ondansentron dan ranitidin sebagai anti muntah, peroral antasida. Untuk
tatalaksana lain diberikan oleh teman sejawat IPD.
Selain tatalaksana medikamentosa, perlu juga dilakukan tatalaksana
mengenai diet pasien dimana pengaturan pola diet mampu mengurangi insiden
mual muntah dan mencegah mual muntah selanjutnya, antara lain dianjurkan
untuk makan dalam jumlah yang sedikit tapi dengan frekuensi yang lebih sering,
waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk
makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat, menghindari makanan yang
berminyak dan berbau lemak, dan memakan makanan yang banyak
mengandung gula dan tinggi protein untuk menghindari kekurangan karbohidrat.

ANALISIS KASUS DAN TEORI

KASUS TEORI

Anamnesis

Wanita/36 tahun/menikah 1x, Anamnesis Hiperemesis gravidarum :


4,5tahun/P1001Ab000/KB(- Amenorea  HPHT
)/HPHT 26 Oktober 2014. Tanda kehamilan muda

Keluhan Utama : Mual dan Mual-muntah dengan karakteristik :


Muntah - biasanya dimulai 8minggu setelah
HPHT
- Terus menerus (segala yg dimakan

21
dimuntahkan)
- dirangsang oleh jenis makanan
tertentu
- mengganggu aktivitas
Gejala tidak khas : demam, nyeri perut,
sakit kepala
Gejala sist. Urinaria : disuria, frekuensi,
nyeri suprapubik
Riw. Sakit sebelumnya : hipertiroid,
gastritis, penyakit hepar, DM, tumor serebri
Riw. Operasi pembedahan
Riw. Psikiatri
Riw. Pengobatan
Riw. Alergi
Riwayat Penyakit Sekarang
:
Pasien mengeluhkan mual
muntah sejak awal kehamilan
dan dirasakan semakin
memberat 2 bulan terakhir Karakteristik mual dan muntah hiperemesis

ini. Mual muntah dipicu oleh gravidarum :

bau-bau tertentu seperti bau - Mual dan muntah biasanya dimulai

amis atau bau tidak sedap. dalam delapan minggu setelah hari

Tanggal 13 Januari : Pukul pertama haid terakhir sampai UK 20

21.00 pasien mengeluh mual minggu

muntah semakin memberat - Mual dan muntah terus menerus

disertai badan lemas, tetapi - Dirangsang oleh jenis makanan

pasien masih di rumah. tertentu

Pukul 23.00 pasien mengeluh - Mengganggu aktivitas sehari-hari

sudah 2x muntah, ±1/2 gelas,


isi muntahan berupa
makanan atau minuman yang
dimakan, disertai sesak dan
pasien pergi ke UGD RSSA

22
Riwayat Penyakit Dahulu
Untuk mencari diagnosa banding dari
 Riwayat sesak
hiperemesis gravidarum, antara lain :
sebelumnya (+)
a. Ulkus peptikum
 Riwayat maag (+)
b. Kolestasis obstetrik
 Riwayat penyakit
c. Perlemakan hati akut
seperti tekanan darah
d. Apendiksitis akut
tinggi, gula, penyakit
e. Diare akut
jantung, dan asma
f. Infeksi H. Pylori
disangkal.

Status generalis :
Mata cowong, lain-lain dalam
batas normal
Status Obstetri
- Tinggi fundus uteri :
satu jari diatas Status generalis dilakukan untuk
symphisis pubis mengetahui tanda-tanda dehidrasi seperti,
- Detak jantung janin : mata cowong, turgor kulit lambat, pucat,
tidak terdengar BAK sedikit.
dengan Doppler Status Obstetri dilakukan sebagai
- Taksiran berat janin : pemeriksaan fisik kehamilan untuk
(-) mengetahui perkiraan usia kehamilan
- His : (-) melalui pengukuran tinggi fundus uteri..
- Genetalia eksterna :
v/v flux (-), fluor (-)
- Inspekulo : tidak
dilakukan
- VT : tidak dilakukan
Pada pasien dewasa yang tidak hamil, hasil
Leukosist 12,70 laboratorium tersebut bisa menjadi indikator
Hct 34,80% adanya tanda-tanda infeksi, tetapi pada
Hitung jenis : Neutrofil 78,6 ; pasien yang sedang hamil, hasil
Linfosit 12,60; Monosi 8,0 laboratorium tersebut masih dalam kondisi
normal.
Serum Elektrolit Tampak tanda-tanda Dehidrasi  bisa

23
Natrium :128 (136-145) mempengaruhi tumbuh kembang janin,
Kalium : 3,20 ( 3,5-5) gangguan keseimbangan elektrolit (
Klorida : 105 (98-106) penurunan kadar natrium, klor dan
kalium) alkalosis metabolik hipokloremik
disertai hiponatremia dan hipokalemia.

Salah satu komplikasi dari hiperemesis


Urinalisis : keton +3
gravidarum adalah ketosis

Sebelum didiagnosis sebgai asymptomatic


UTI, Hasil laboratorium tersebut perlu
Urinalisis : bakteri 1425. 103 diklarifikasi bagaimana cara pengambilan
sampel untuk menyingkirkan kemungkinan
kesalahan dalam mengambil sampel urin.
HASIL USG (14-01-2015) Pemeriksaan USG : untuk mengetahui
- G2P1001Ab000 kehamilan ganda atau mola hidatidosa dan
- Tampak janin intra uterine mengetahui usia kehamilan.
- CRL 50,4 (11w2d
IVFD RL 1000 cc  lanjut drip KAEN Mg 3+
diberikan sebagai terapi rehidrasi.
Neurobion seharusnya diberikan secara
intramuskular, tidak di drip.
IVFD RL 1000 cc  lanjut Ondansentron : merupakan serotonin
drip KAEN Mg 3+ + neurobion antagonis, cukup efektif dalam menurunkan
20 tpm keluhan mual dan muntah. Obat ini bekerja
Injeksi ondansentron 3x1 menurunkan rangsangan pusat muntah
ampul dimedula
Injeksi Ranitidine 2x1 amp Ranitidin : Untuk menghambat secara
Per oral antasida 3x1 langsung kerja histamin pada reseptor H1
Per oral amoxycilin 3x500mg dan secara tidak langsung mempengaruhi
sistem vestibular, menurunkan rangsangan
di pusat muntah
Tidak ada indikasi pemberian amoxycilin
untuk pasien ini, sehingga amoxycilin
sebaiknya dihentikan pemberiannya.

24
Pemberian antasida pada pasien ini
dikarenakan pasien memiliki riwayat maag
sebelumnya, dan antasida dipilih karena
termasuk obat kategori B, yakni dapat
digunakan pada ibu hamil

4.3 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi baik pada ibu dan janinnya antara lain : dehidrasi
: Ketidakseimbangan elektrolit, Gagal ginjal, Ensephalopati Wernicke (defisiensi
tiamin, defisiensi vitamin K dan pada janin dapat terjadi kematian janin,
pertumbuhan janin terhambat, preterm, berat badan lahir rendah, kelainan
kongenital.

25
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kondiloma akuminata merupakan suatu penyakit menular seksual yang


diakibatkan oleh infeksi dari HPV melalui transmisi kontak kulit langsung. Lesi
dari kondiloma akuminata berupa lesi kemerahan atau agak kehitaman,
bertangkai, dengan permukaan berjonjot. Kondiloma akuminata yang terjadi pada
saat kehamilan cenderung tumbuh lebih cepat jika dibandingkan dengan
kondiloma akuminata pada pasien yang tidak hamil akibat perubahan fisiologis
maternal.
Hal yang perlu diperhatikan pada kondiloma akuminata saat kehamilan
adalah menghindari toksisitas janin dan ibu akibat pengobatan, maka
pengobatan yang dinilai efektif untuk kondisi tersebut dan lokasi lesi pada
genitalia eksterna adalah obat topikal trichloroacetic acid 80-90% dioleskan satu
kali dalam seminggu. Resiko transmisi infeksi secara vertikal dengan persalinan
per vaginam kecil, sehingga tidak direkomendasikan untuk dilakukan sectio
cesaria, kecuali bila lesi yang terdapat pada ibu mengakibatkan obstruksi pada
jalan lahir.

3.2 Saran
Sebagai dokter umum pada fasilitas pelayanan kesehatan, kondiloma
akuminata sudah dapat didiagnosis. Penanganan kondiloma akuminata pada
kehamilan harus terus ditingkatkan, baik dari segi keilmuan maupun dalam
praktiknya.Edukasi mengenai penularan dan cara pencegahannya kepada
masyarakat baik untuk dilaksanakan dengan target wanita-wanita usia produktif.

26
DAFTAR PUSTAKA

Arena S, Marconi M, Frega A, et al: Pregnancy and condyloma. Evaluation about


therapeutic effectiveness of laser CO2 on 115 pregnant women. Minerva
Ginecol 53:389, 2001

Aydin Y, Atis A, Tutaman T, ET AL : Prevalence of human papilloma virus


infection in pregnant Turkish women compated with non pregnant women.
Eur J Gynaecol Oncol 31(1):72,2010

Androphy EJ, Kirnbauer R. 2012. Human Papilloma Virus Infections. In


Goldsmith LA, et al. (eds): Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine,
8th edition. New York: The McGraw-Hill Companies.

Cunningham, F Gary. et all. 2014. Obstetri Williams 24th ed. USA : The
McGrawHill Companies, Inc Rodríguez A, Guirado A. 2015. Condyloma
Acuminatum and pregnancy. Considerations of the prenatal attention. GME
Vol.17, No.2

Centers for Disease Control and Prevention: Sexually transmitted disease


treatment guidelines, 2010. MMWR 59(12):12, 2010

Costa M, Demarch E, Azualy D, Périssé A, Dias M, Nery J. Sexually transmitted


diseases during pregnancy: a synthesis of particularities. An Bras
Dermatol. 2010;85(6):767-85

Fife KH, Kate BP, Brizendine EJ, et al : Cervical human


papillomavirusdeoxyribonucleic acid persists throughout pregnancy and
decreases in the postpartum period. M J Obstet Gynecol 180:1110 , 1999

Ghadishah, Delaram. 2017. Condyloma Acuminatum. (online)


http://emedicine.medscape.com/article/781735-overview diakses pada 4
September 2017

Handoko RP. 2009. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (Edisi
Kelima). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

27
Hariri S, Unger ER, SternberG M, et al : Prevalence of genital human papilloma
virus among females in the United States, the National Health and Nutrition
Examination Survey, 2003-2006. J Infect Dis 204(4):566,2011

Manhart LE, Holmes KK, Koatsky, et al : Human pappilomavirus infection among


sexually acive young women in the United States : implications for
developing a vaccination strategy. Sex Transm Dis 33:502, 2006

Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Sinopsis Obstetry Jilid I. EGC. Jakarta.

Müllegger R, Häring N, Glatz M. Skin infections in pregnancy. Clinics in


Dermatology (2016) 34, 368–377

Nigam A dan Mishra A. Condyloma acuminatum: typical presentation during


pregnancy. International Journal of STD & AIDS, 2011, 22: 534-535

New Zealand Sexual Health Society, 2013. Sexually Transmitted Infections


Summary of Guidelines. 7th ed., Professional Advisory Board, New
Zealand.

Pallipuram SB, Maria C, Ajit S, Anantharam R, Priya A, Anitha T, Abraham P;


Human papilloma virus-16 causing giant condyloma acuminata, Journal of
Surgical Case Reports, Volume 2014, Issue 1, 2014

Prawirohardjo, Sarwono. 2013. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo

Roy, Michel, Bryson, Peter. Treatment of External Genital Warts and Pre-invasive
Neoplasia of the Lower Tract. Journal of Obstretics and Gynaecology
Canada, 2007, 29(8): S39

Sarwono P. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Sarwono P. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Schmader KE and Oxman MN. Varicella and Herpes Zooster. In Goldsmith LA, et
al. (eds): Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 8th edition. New
York: The McGraw-Hill Companies; 2012.

28
29

Anda mungkin juga menyukai