Anda di halaman 1dari 16

1.

PENGENALAN
1.1 Latar Belakang
Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (TPH) merupakan salah satu
jurusan yang ada di Sekolah Tinggi Perikanan (STP). Untuk mendukung
efektifnya pembelajaran, STP mengadakan kerjasama dengan salah satu instansi
dari negara Belanda. Dalam kerjasama ini, STP membuat gedung Teaching
Factory (TEFA) yang didalamnya mengolah produk ekado dan bakso dengan
bimbingan dari CV. Sakana Indo Prima. Kerjasama ini diterapkan pada taruna/i
TPH semester VI untuk mengelola TEFA. Sehingga pada saat ini taruna/i TPH
semester VI dibagi dalam tiga kelompok kecil. Masing-masing kelompok
mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus diselesaikan dalam waktu 6
minggu (1,5 bulan). Tiga kelompok tersebut yaitu kelompok : 1) Perkuliahan, 2)
Keahlian dan 3) Teaching Factory (TEFA).
TEFA merupakan salah satu program yang dirancang dari jurusan
Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (TPH) untuk mengenalkan taruna/i
semerter VI dengan dunia kerja dengan cara terjun langsung pada industri
pengolahan skala kecil. Selain itu dengan adanya TEFA ini, taruna/i dapat lebih
terampil dalam mengolah produk khususnya ekado dan bakso. Sebelum mulai
praktik di TEFA, sejumlah 18 taruna/i STP jurusan TPH semester VI diberikan
pengarahan tentang bagaimana melakukan produksi yang baik dan tentunya
higienis.

1.2 Tujuan
Para siswa mendapatkan pengalaman dalam merencanakan dan
mengoperasikan industri Unit Pengolahan Ikan (UPI).

1.3 Waktu Pelaksanaan


Praktik TEFA ini dilaksanakan dari 29 Mei 2017 sampai 10 Juli 2017.
Praktik ini dilaksanakan di TEFA Pengolahan Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta.
2. ANALISA PASAR DAN RENCANA PEMASARAN
2.1 Analisa Pasar
Produk yang diolah di TEFA Pengolahan STP ini berupa bakso ikan dan
ekado ikan. Bakso merupakan makanan yang sudah sangat dikenal oleh
masyarakat di berbagai kalangan. Bahan yang digunakan dalam pengolahan bakso
ikan adalah lumatan daging ikan tuna, bawang bombay, tepung tapioka, minyak,
telur, bumbu bakso, tepung maizena dan bawang goreng. Semua bahan dicampur
sehingga terbentuk adonan yang nantinya akan dicetak bulat menggunakan mesin
pencetak bakso yang akan langsung jatuh ke perebusan pertama dengan suhu
400C-600C dan perebusan kedua dengan suhu 700C-900C. Kemudian dikemas
dengan kemasan plastik yang didesain sebaik mungkin untuk dapat melindungi
produk dan menarik konsumen. Produk yang sudah dikemas kemudian disimpan
dalam freezer dengan suhu - 20°C untuk kemudian dilakukan pendistribusian atau
pemasaran. Produk yang dikemas dan disimpan dengan benar akan mampu
bertahan sampai ± 1 tahun. Dalam penyimpanan, perlu diperhatikan jumlah
tumpukan untuk memudahkan menghitung produk hasil akhir dan menatanya agar
tersusun rapi.
Produk bakso berbentuk bulat dan relatif berwarna putih susu. Rasa dari
produk ini gurih dan teksturnya kenyal. Berat bakso ± 18 gram per butir. Produk
ini dikemas dalam suatu kemasan dengan berat bersih 500 gram setiap kemasan.
Isi setiap kemasan berkisar antara 27 – 30 butir. Harga dari CV. Sakana untuk
setiap kemasan produk bakso yaitu Rp.20000,- sedangkan di TEFA, produk ini
dijual dengan harga Rp. 22.000,- setiap bungkus. Produk ini cocok dipasarkan
pada semua kalangan dari kalangan menengah ke atas maupun menengah ke atas
karena harganya terjangkau dan pengolahannya yang mudah dan praktis. Dapat
juga dikonsumsi dari anak-anak hingga dewasa sehingga sasaran pemasarannya
sangat luas.
Penetapan harga di CV. Sakana dilakukan sesuai dengan pernyataan
Suharjito yaitu dengan hitungan baku. Bahan baku dikenakan porsi 60 – 70%.
Kemudian 15% - 20% biaya operasional dan listrik. Sedangkan sekitar 10% - 15%
untuk laba bersih diluar potongan pajak. Untuk mendapatkan keuntungan yang
semaksimal mungkin, perusahaaan tidak melakukan perubahan resep dengan
mengurangi komposisi ikan karena akan merubah rasa yang menyebabkan
perusahaan kehilangan pelanggannya. Selain itu penetapan harga juga dilakukan
dengan membandingkan harga produk dari pesaing. Untuk produk baru agar dapat
memperoleh pelanggan perlu dilakukan promosi produk dengan menetapkan
harga jual yang rendah untuk mendorong penjualan.

2.2 Rencana Pemasaran


Produk yang dihasilkan di TEFA ini kemudian di pasarkan di area sekitar
kampus STP Jakarta yaitu pada para dosen, taruna/i, tenaga pendidik dan
kependidikan, seluruh karyawan dan staf STP, serta warga sekitar STP Jakarta.
Namun pengetahuan warga sekitar tentang adanya produk ini masih sangat
minim, sehingga diperlukan adanya promosi atau sosialisasi pada publik untuk
mengenalkan produk pada masyarakat sekitar.
Promosi adalah kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan sebagai salah
satu usahanya dalam mempengaruhi konsumen untuk dapat menciptakan
permintaan. Sosialisasi tentang produk bakso yang diproduksi di TEFA
diperlukan dalam rangka mengenalkan produk pada masyarakat. Sosialisasi ini
dapat dilaksanakan dengan pembuatan brosur, melaksanakan teras kampus dan
mengikuti expo (marketday) dengan tema perikanan. Selain sosialisasi produk,
promosi produk juga berperan penting dalam tahap pengenalan produk kepada
masyarakat. Sistem penjualan yang dilakukan yaitu sistem pinjam produk. Produk
yang menumpuk dan belum terjual akan dibawa kembali ke CV. Sakana Indo
Prima untuk dipasarkan pada agen-agen dan distributor lain yang telah menjadi
konsumen tetap perusahaan tersebut.
Untuk mencapai sasaran pasar yang dituju dan meningatkan kemampuan
bersaing CV. Sakana memproduksi produk jelly fish tidak hanya bakso, melainkan
ada produk lain dengan variasi yang bermacam-macam dan inovatif. Selain iu
kemasannya juga didesain semenarik mungkin guna menarik konsumen untuk
mencoba produknya.
Mutu produk juga terjamin dengan adanya izin dari BPOPM RI dan
sertifikat halal serta berbagai sertifikat pendukung lainnya. Selain itu ia membagi
dua sisi pemasaran yaitu dengan merk sendiri yaitu sakana dan dengan mitra kerja
yang akan mengambil produk dari sakana dan menjualnya dengan merk masing-
masing. Meskipun sebenarnya perusahaan dapat menjual produknya langsung ke
konsumen, namun perusahaan lebih memilih menyalurkan produknya melalui
pedagang besar atau distributor dan seterusnya ke pengecer. Tujuannya agar
perusahaan dapat fokus ke proses produksi, sedangkan pihak ketiga sebagai mitra
fokus pada pemasaran produknya.

3. RENCANA PRODUKSI
3.1 Flow sheet
Bakso dibuat dengan bahan baku lumatan daging halus yang ditambah
dengan bumbu sesuai resep, dengan proses pencetakan berbentuk bulat kemudian
direbus dengan perebusan sebanyak dua kali untuk memastikan kematangannya.
Alur proses pembutan bakso dapat dilihat pada Gambar 1.

Penimbangan bahan baku

Pelumatan daging

Marketing
Penambahan bawang bombay, tepung
tapioka, minyak, telur, bumbu bakso,
tepung maizena dan bawang goreng
Metal detecting

Pengadonan (mixing)
Packing

Pencetakan dengan mesin pencetak


bakso Perebusan

Gambar 1. Alur Proses Pembuatan Bakso


Proses pengolahan dimulai dengan penimbangan adonan sesuai resep dari
CV. Sakana di ruang bahan baku. Kemudian dilanjutkan dengan pelumatan
daging dengan sebelum dilakukan pengadonan dengan tujuan mempercepet proses
pengadonan dan mempermudah kerja mesin pengadonan. Pencampuran seluruh
bahan dan penambahan es dilakukan agar adonan menjadi homogen dan untuk
mempertahankan kekenyalan dari adonan bakso. Setelah itu adonan dimasukkan
ke dapam mesin pencetak bakso yang dibawahnya merupakan tempat perebusan
dan dilanjutkan dengan 2 (dua) kali perebusan. Perebusan pertama dengan suhu
400C-600C dan perebusan kedua dengan suhu 700C-900C.
Pembuatan adonan ekado dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari
dengan bahan baku sebanyak 10 kg dengan tepung tapioka 2,5 kg. Pengadonan
dilakukan dua kali karena kapasitas mesin yang tidak memadai untuk melakukan
sekali pengadonan. Kapasitas mesin pengadonan di TEFA hanya sebanyak 19 kg
bahan.

3.2 Tenaga Kerja


Tenaga kerja di TEFA berjumlah 18 orang taruna/i Sekolah Tinggi
Perikanan dan dibantu dengan 3 karyawan dari CV. Sakana. Seluruh tenaga kerja
diwajibkan menggunakan masker, sarung tangan, sepatu boots, penutup kepala
dan pakaian kerja. Masing-masing taruna mempunyai tanggung jawab pada satu
proses produksi mulai dari bahan baku sampai pengemasan. Sedangkan untuk
karyawan Sakana, bertugas untuk membimbing dan membina taruna/i untuk dapat
membuat produk bakso sesuai dengan spesifikasi perusahaan dan mempelajari
masalah-masalah serta kendala dalam berwirausaha Pembagian tugas tiap taruna
diatur sebagai berikut:
 Manager produksi 1 orang
 Bahan baku 2 orang
 Pengadonan 3 orang
 Pencetakan ekado 4 orang
 Pencetakan bakso 3 orang
 Pengemasan 3 orang
 Tim sanitasi 2 orang
Pelaksanaan tugas digilir setiap dua kali produksi dengan tujuan agar
semua taruna memahami alur proses pembuatan ekado dan bakso. Manager
produksi bertugas mengatur seluruh kegiatan secara global. Mengkondisikan
karyawan lain untuk bekerja sesuai dengan aturan yang ditetapkan (penggunaan
sarung tangan, pakaian kerja,dll). Pada bagian bahan baku, taruna/i
bertanggungjawab pada bahan baku yang datang dan menimbang sesuai dengan
rencana produksi hari tersebut.
Bagian pengadonan bertugas dalam mencampurkan semua bahan sesuai
dengan urutan agar didapat adonan yang sesuai dengan spesifikasi sehingga
dihasilkan bakso yang kekenyalan, warna, tekstur, serta kenampakannya sesuai
dengan spesifikasi perusahaan. Bagian pencetakan bakso bertugas untuk
mengawasi bentuk bakso yang dihasilkan oleh mesin pencetak bakso. Jika bakso
yang dihasilkan bentuk atau ukurannya belum sesuai dengan yang diinginkan,
maka bakso yang sudah dicetak dan baru keluar dari mesin pencetak
dikembalikan kembali untuk dicetak dan diatur bentuk dan ukurannya sesuai yang
diinginkan. Selain mengawasi mesin pencetak bakso, juga mengawasi proses
perebusan bakso yang berlangsung 2 kali dalam tempat yang berbeda namun
berdampingan, serta bertanggung jawab pada bagian penirisan bakso yang sudah
matang.
Bagian pengemasan bertanggung jawab pada proses pengemasan produk
pada penimbangan produk sesuai dengan netto pada kemasan dan memastikan
kemasan rapat sehingga produk dapat tahan lebih lama. Pendeteksian logam pada
metal detector masih termasuk pada tugas karyawan bagian packing.

3.3 Pengendalian Mutu


Mutu harus bisa dikendalikan dan dipertahankan selama produksi. Selain
untuk menjaga sanitasi produk, juga menjaga kesehatan konsumen dan
kepercayaan konsumen untuk terus membeli produk yang dihasilkan.
Pengendalian mutu ini dilakukan salah satunya dengan cara menentukan titik
kritis proses pembuatan bakso, seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Penentuan Titik Kritis Proses Pembuatan Bakso
Hasil
Tahapan Proses Q1 Q2 Q3 Q4
CCP Bukan CCP
Bahan baku Ya Ya - - √
Pengadonan Ya Tidak Tidak - √
Pencetakan Ya Ya - - √
Perebusan Ya Ya - - √
Pengemasan Ya Tidak Ya Tidak √
Metal detecting Ya Tidak Ya Tidak √
Analisa bahaya pada produk ekado dilakukan dengan menggunakan
decition tree untuk menentukan titik kritis suatu proses pada suatu produk.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode random sampling dengan syarat
sampel yang diambil dapat mewakili dari seluruh slot yang ada. Bahaya potensial
yang mungkin ada pada produk yaitu bahaya mikrobiologis yang disebabkan oleh
bakteri patogen pada proses pengemasan. Hal ini dikarenakan sebelum dilakukan
pengemasan, ada proses pemanasan yaitu pengukusan yang dapat membunuh
semua bakteri. Sehingga pada saat pengemasan apabila produk terkontaminasi
bakteri seperti Staphylococcus sp, maka akan sangat berbahaya karena bakteri ini
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik ketika tidak ada bakteri lain yang
tumbuh disana. Kita ketahui bahwa bakteri Staphylococcus sp banyak terdapat
pada tangan, sehingga jika pekerja tidak mencuci tangan sebelum melakukan
pengemasan serta tidak menggunakan sarung tangan maka bahaya ini sangat
mungkin terjadi.
Oleh karena itu proses pengemasan termasuk dalam titik kritis yang harus
diamati dan dikontrol secara intensif. Selain dari bahaya mikrobiologi pada tahap
pengemasan juga berpotensi menimbulkan bahaya berupa kerugian ekonomi baik
oleh konsumen maupun oleh produsen. Bahaya ini disebabkan kurang atau
lebihnya pengisian produk dalam kemasan. Oleh karena itu perlu ditetapkan
batasan dalam pengisian produk pada kemasan yaiu sebesar 500 gram – 520 gram.
Dalam setiap titik kritis suatu proses perlu diterapkannya batas kritis. Batasan ini
merupakan toleransi diperbolehkannya suatu hazard ada pada produk selama idak
menyebabkan terjadinya bahaya terhadap kesehatan konsumen. Pada tahap
pengemasan batas untuk cemaran mikrobiologi maksimal adalah 3 x 103 koloni/
gram dan tanpa bakteri pathogen.
Selain bahaya mikrobiologi, terdapat juga hazard fisik berupa metal atau
logam yang bisa berasal dari peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan
ekado banyak melibatkan mesin yang terbuat dari logam sehingga memungkinkan
adanya logam pada produk. Tidak hanya dari peralatan saja melainkan bisa juga
berasal dari pekerja yang berupa rambut atau potongan kuku dan masih banyak
hazard fisik lainnya yang mungkin terdapat pada produk. Apabila pada produk
terdapat benda asing (filth) maka akan menyebabkan penyakit pada konsumen dan
kerugian ekonomi pada perusahaan karena produk yang terdeteksi logam tidak
dapat didistribusikan. Sehingga proses metal detecting ini merupakan salah satu
titik kritis yang harus dikendalikan agar jangan sampai ada yang terdeteksi logam
namun tetap beredar dipasaran. Sama seperti pengemasan, pada tahap ini juga
ditetapkan batasan untuk filth yang diperbolehkan pada produ yaitu maksimal 0.
Artinya untuk filth sama sekali tidak boleh ada pada produk karena apabila sampai
ada akan dapat menyebabkan terjadinya bahaya pada kesehatan konsumen
maupun kerugian ekonomi perusahaan.
Tahapan proses lainnya tetap harus dikendalikan namun tidak seketat pada
proses pengemasan dan metal detecting karena hazard yang ditimbulkan pada
proses lainnya masih dapat diperbaiki atau diminimalkan dengan cara-cara
tertentu atau dengan proses yang akan dilakukan selanjutnya.

3.4 Rencana Pembersihan


Proses pembersihan di teaching facktory pengolahan hasil perikanan,
dilakukan setiap akan berlangsungnya produksi, sedang berlangsungnya produksi,
dan setelah melakukan produksi. Pembersihan dilakukan diseluruh ruangan
produksi dan seluruh peralatan yang digunakan selama proses produksi. Namun
pada ruang percetakan dan ruang adonan, frekuensi pembersihan berlangsung
lebih giat, karena ruang percetakan dan adonan merupakan ruang yang paling
rentan menjadi sumber kontaminasi. Ruang pengadonan menjadi titik kritis
pembersihan karena diruangan ini akan banyak digunakan air dan banyak kotoran
dari sisa adonan yang tercecer dilantai sehingga pembersihan akan lebih sering
dilakukan dan perlu dikendalikan dengan baik agar tidak mengkontaminasi
adonan yang sudah jadi.
Pembersihan ruangan pengolahan teaching factory, dilakukan setiap waktu
selama proses produksi. Pembersihan dilakukan dengan tujuan mencegah
kontaminasi material dan produk. Metode pembersihan dilakukan dengan
menggunakan air bersih untuk membersihkan seluruh ruangan produksi.
Pembersihan dengan sabun dilakukan pada setiap akhir proses produksi.
Dalam proses pembersihan, agen khusus ditunjuk sebagai team sanitasi,
yang bekerja membersihkan seluruh ruangan produksi mulai dari sebelum
melaksanakan produksi, selama produksi, dan setelah melakukan produksi.
Tujuannya adalah agar ruang proses produksi tetap bersih dan tidak ada genangan
air serta kotoran apapun yang menyebabkan terjadinya kontaminasi pada produk
yang dihasilkan. Dalam pembersihan perlu diperhatikan bahan jenis serta
komposisi bahan kimia yang digunakan agar semuanya terukur dan jelas.
Penggunaan bahan kimia untuk mencuci kaki, tangan dan peralatan perlu
dibedakan konsentrasinya sesuai dengan standar yang berlaku. Bak cuci kaki
dibagian depan TEFA dibersihkan dan diisi dengan air klorin dengan konsentrasi
200 ppm oleh team sanitasi sejak sebelum proses produksi berlangsung.
Disamping itu petugas sanitasi juga perlu menyiapkan sabun cuci tangan pada
setiap washtafel dan kamar mandi.
Pembersihan peralatan dilakukan setiap selesai proses dengan
menggunakan detergen. Tujuannya yaitu untuk membunuh bakteri yang ada pada
alat-alat yang telah digunakan dan menghilangkan sisa-sisa minyak dan adonan
yang tersisa pada peralatan. Sedangkan sebelum proses pembersihan peralatan
hanya menggunakan air saja tanpa bahan kimia. Selama proses produksi
berlangsung pembersihan yang dilakukan lebih terfokus pada lantai karena
kemiringan lantai yang hanya 0,45° sehingga terdapat banyak genangan air yang
harus segera dibersihkan.
3.5 Pengendalian Pest
Pengendalian hama dilakukan dengan cara meletakkan insect killer
diseluruh ruangan produksi. Pengendalian hama adalah pengaturan makhluk-
makhluk atau organisme pengganggu. Tujuan dari pengendalian hama ini adalah
melindungi kesehatan konsumen dan produsen, mencegah adanya kontaminasi
silang, meningkatkan efisiensi factor produksi, dan meningkatkan kesejahteraan
karyawan.
Pengendalian hama menggunakan alat (Insekiller) yang diletakkan di
seluruh ruang produksi. Penggunaan insekiller bahkan telah menjadi bagian dari
prosedur food safety management yang terdapat dalam HACCP. Alat ini memiliki
sinar Ultraviolet (UV) dibagian dalam untuk menarik perhatian serangga, namun
bagian luar alat ini adalah rajutan kawat bertegangan listrik.
Pengendalian pest juga dilakukan dengan pemasangan jeruji besi pada
setiap aliran air guna menghambat masuknya hama seperti tikus yang biasa
tinggal pada got-got yang kotor. Serta ada pula tirai disetiap pintu masuk ruang
proses yang berguna untuk mencegah masuknya hama pada ruang proses
produksi. Namun pada ruang pengemasan terdapat jendela yang sering terbuka
dan tidak ada insect killer maupun tirai plastik yang mencegah masuknya hama.
Sehingga hama dari luar dapat bebas masuk ke dalam ruangan. Oleh karena itu,
jendela pada ruang pengemasan sebaiknya tidak sering dibuka guna mencegah
masuknya hama ke ruang proses, atau dipasang tirai plastik pada jendela sehingga
jendela tetap dapat dibuka sewaktu-waktu.
4 BAHAN BAKU
Bakso merupakan makanan yang berasal dari lumatan daging dengan
penambahan tepung tapioka, tepung maizena dan bumbu lain sebagai penambah
citarasa. Lumatan daging yang dimaksud juga bisa berupa daging seafood.
Adapun bahan – bahan yang digunakan sebagai pembuatan bakso dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Harga Biaya Bahan Pembuatan Bakso
No Bahan Harga (per kg)
1 TETELAN IKAN TUNA Rp.27.500,-
2 TEPUNG TAPIOKA Rp.10.000,-
3 TEPUNG MAIZENA Rp.25.000,-
4 BAWANG BOMBAY Rp.40.000,-
5 MINYAK GORENG Rp.13.000,-
6 TELUR Rp.20.000,-
7 BAWANG GORENG Rp.30.000,-
8 BUMBU Rp.20.000,-

Untuk dapat memasok bahan baku untuk produksi pembuatan bakso


diperlukan sumber pengadaan bahan baku yang akurat dan memiliki harga yang
relative stabil. Diperlukan beberapa survei pasar dengan harga pasar yang paling
rendah untuk skala produksi yang besar. Pengadaan bahan baku untuk produksi
biasanya berasal dari daerah penangkapan Makasar, Bitung, Ambon, Bali dan
Tegal. Namun bahan baku diambil dari para pengepul di kawasan Muara Baru,
Jakarta Utara. Untuk menjaga kualitas bahan baku ikan yang dibeli, perusahaan
membeli dari pemasok besar yang sudah memiliki kontrol kualitas atas
produknya. Bahan baku yang telah dibeli kemudian disimpan pada gudang
dimuara baru.
Bahan-bahan lainnya juga didapat dengan memasok dari pabriknya
langsung sehingga mendapatkan harga yang lebih murah dibandingkan jika
membeli di pasar. Pembelian dalam jumlah banyak akan disimpan pada gudang di
CV. Sakana. Sedangkan untuk TEFA, bahan baku yang datang berasal dari CV.
Sakana beserta dengan bahan-bahan lainnya. Biasanya bahan baku diantar dari
sakana sore hari sehingga perlu disimpan terlebih dahulu pada freezer untuk
kemudian paginya diolah menjadi bakso.
Untuk menekan biaya transportasi dalam pengadaan bahan baku dan
pendistribusian perlu adanya rencana pengadaan yang akurat sehingga tidak
menyebabkan biaya transportasi yang membengkak. Untuk transportasi digunakan
mobil box untuk mendistribusikan bahan baku dari muara baru ke tempat tujuan
produksi. Sedangkan pada TEFA pengolahan pengangkutan bahan baku dilakukan
bersama dengan kedatangan karyawan sakana sehingga dapat menekan biaya
transportasi.
Bahan baku yang dibeli biasanya sebanyak 200 ton sekali pembelian dan
dikirim ke sakana sebanyak 50 ton setiap satu minggu. Penggunaan bahan baku di
sakana sebanyak 6 – 7 ton per hari. Frekuensi pengiriman bahan baku dari sakana
ke TEFA pengolahan yaitu seminggu 2 kali dengan 15 kg gram bahan baku untuk
sekali pengiriman.
5 ANALISIS FINANSIAL
Perhitungan ekonomi ini dilakukan secara sederhana dan menganggap bahwa
peralatan yang digunakan sudah tersedia di Teaching Factory. Pada perhitungan
ekonomi akan dihitung jumlah produksi per bulan, dimana kita tidak untung dan
tidak rugi yang dikenal dengan istilah Break Even Point (BEP). Jadi, jika ingin
mendapatkan untung maka kita harus memproduksi lebih dari nilai BEP tersebut.
Berikut tahap perhitungan BEP. Total pengeluaran bahan per bulan selama
produksi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Total cost bahan per bulan (Total Variable)
Penentuan Biaya Tidak Tetap
Jumlah pemakaian
Bahan Harga (per kg)
(per adonan)
Lumatan daging
10 kg Rp.27.500,-
tetelan ikan tuna
Tepung tapioka 2,25 kg Rp.10.000,-
Tepung maizena 0,25kg Rp.25.000,-
Bawang bombay 0,25 kg Rp.40.000,-
Telur 0,25 kg Rp.20.000,-
Minyak goreng 0,25 kg Rp.13.000,-
Bawang goreng 0,125 kg Rp.30.000,-
Bumbu – bumbu 0,75 kg Rp.20.000,-
Jumlah cost per produksi Rp.185.500,-
Penentuan Biaya tetap (Per hari)
Konsumsi karyawan Rp. 10.000,-
Sewa tempat Rp.10.000,-
Perawatan peralatan Rp.5.000,-
Jumlah Rp.25.000,-

Total cost bahan = kg bahan/hari x frekuensi produksi/hari x 1 bulan

Total cost bahan x Harga bahan/ kg


a) Lumatan daging tetelan ikan tuna :
( 10 kg x 2 x 30 ) = 6000 kg/bln x Rp 27.500 = Rp. 16.500.000
b) Tepung tapioka:
( 2,25 x 2 x 30 ) = 135 kg/bln x Rp. 10.000 = Rp. 1.350.000
c) Tepung maizena :
( 0,25kg x 2 x 30 ) = 15 kg/bln x Rp.25.000 = Rp. 350.000
d) Bawang bombay :
( 0,25 kg x 2 x 30 ) = 15 kg/bln x Rp. 40.000 = Rp. 600.000
e) Telur
( 0,25 kg x 2 x 30) = 15 kg/bln x Rp. 20.000 = Rp. 300.000
f) Minyak goreng
( 0,25 kg x 2 x 30 ) = 15 kg/bln x Rp. 13.000 = Rp. 195.000
g) Bawang goreng
( 0,125 kg x 2 x 30 ) = 7,5 kg/bln x Rp. 30.000 = Rp. 225.000
h) Bumbu- bumbu
( 0,75 kg x 2 x 30) = 45 kg/bln x Rp. 20.000 = Rp.900.000

Dari formula diatas akan dihasilkan 16,5 kg adonan bakso. Maka biaya tidak
tetap untuk kebutuhan pembuatan 16,5 kg adonan bakso akan menjadi 33 pack
bakso dengan masing-masing satu kemasan bobotnya 500 gr. Setiap kemasan
bakso 500 gr dijual seharga Rp 25.000,- maka menurut Koswara ,2009 nilai BEP
dapat dihitung dengan rumus berikut :

A x B = (A x C) + D

Keterangan :
A = Jumlah produksinya per hari pada keadaan BEP
B = Harga jual bakso per 500 gr
C = Biaya tidak tetap untuk 16,5 kg bakso
D = Biaya tetap per hari
A x ( 29.000 x 33) = (A x 185.500) + 25.000
957.000 A= 185.500 A + 25.000
825.000 A – 185.500 A = 25.000
771.500
A = = 26,6 = 27 bungkus
25.000

Dengan demikian, untuk mendapatkan keuntungan maka jumlah produksi


bakso setiap hari harus melebihi 27 bungkus perhari. Dapat disimpulkan bahwa
produksi yang telah diterapkan sudah melebihi dari BEP, yaitu 33 bungkus
perhari.
PENGAMATAN PROSES PENGOLAHAN BAKSO DAN
ANALISIS USAHA DI TEACHING FACTORY
SEKOLAH TINGGI PERIKANAN

Disusun oleh :
1. Ni Putu Sri Candra Bawanti/ 50143210698
2. Rahima/ 50143210704
3. Usrinawati/ 50143210719
4. Yanuarius Antonius Bolo/ 50143110723
5. Nurfadillah Almuhaera/ 50143210701
6. Muhammad Samsi/ 50143110694
7. Syahrial Affandi Siregar/ 49123110321
8. Tita Novitasari/ 501432107
9. Rezaldi Hidayat/ 50143110706

LAPORAN TEACHING FACTORY

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN


JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
SEKOLAH TINGGI PERIKANAN
JAKARTA
2017

Anda mungkin juga menyukai