PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Banyak apa yang kita ketahui adalah apa yang kita dengar dan dan kita lihat. Dari banyaknya kita
mendengar, maka banyak pula kita akan mengetahui isi dunia. Kita mengetahui suatu hal pastinya ada
seseorang yang memberitahu baik dengan cara apapun, bercerita, membaca karya seseorang, melihat
dan lain sebagainya. Akan menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga dan bahkan tak ternilai
harganya apabila kita mempelajari sebuah sejarah. Karena dari sejarah itu kita akan mendapatkan
berbagai informasi yang bisa memotifasi kita dalam berjuan dalam kehidupan.
Ir. Soekarno juga mengingatkan kepada kita dengan wejangan “ JAS MERAH” Jangan Sekali-kali
Melupakan Sejarah. Dari sejarah pula kita mengetahi akibat-akibat yang timbul dari suatu perbuatan
baik perbuatan itu buruk atau baik. Terutama kita sebagai mahluk yang hidup setelah para mahluk yang
terdahulu, tentunya sangat memerlukan pengetahuan tentang mereka yang telah sukses dalam
kehidupannya. Mereka adalah cermin bagi kita untuk panutan uamat selanjutnya.
Kholafaur Rosidin adalah para sahabat nabi yang setia mendampingi perjuangan Nabi, mereka
menggantikan perjuangan dengan tetap memegang ajaran Nabi Muhammad SAW. Terkhususkan pada
makalah ini Kholifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, Pada masa itu mereka mengembangkan
peradaban sebagai bentuk kemajuan agama islam yang telah dikembangkan kholifah sebelumnya yaitu
Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Maka kita sebagai umat yang hidup setelah mereka akan
mendapatkan jalan lurus apabila mengikuti perjalannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kholifah Ustman Bin Affan
Setelah Umar wafat karena ditikam oleh Abu Lu’luah, maka estafet kepemimpinannya akhirnya
dilanjutkan oleh Ustman bin affan. Namun kali ini system pengangkatan utsman berbeda dengan pada
masa Umar atau bakar. Utsman bin affan tidak diangkat melalui system penujukan atau wasiat ,
melainkan oleh dewan formatur yang terdiri dari lima dari enam orang yang ditunjuk oleh Umar
sebelum beliau meninggal dunia.
Penunjukan tersebut tidak berdasarkan perwakilan golongan, tetapi atas dasar pertimbangan kualitas
pribadi masing masing, yakni karena mereka menurut nabi adalah calon calon penghuni surga. Hingga
akhirnya Utsmanlah yang dipilih menggantikan Umar bin Khottob sebagai kholifah yang ketiga[1].
Utsman bin affan dikenal sebagai seorang pemimpin yang familier dan mhumanis. Namun gaya
kepimimpinan yang familier berdampak kurang baik, yaitu munculnya nepotisme dalam pemerintahan
Ustman, sebab Utsman kemudian banyak mengangkat pejabat-pejabat Negara dari kerabatnya sendiri
dan kurang mengkomodir pejabat di luar kerabat beliau. Inilah yang kemudian menyebabkan
munculnya kerusuhan dan pergolakan pemerintahannya.[2]
Pada kekholifahan Utsman banyak sebagian umat menganggap pejabat yang diangkat oleh utsman
bertindak tidak adil dan dholim, sehingga mereka meminta kepada Utsman agar mengganti pejabatnya
tersebut. Mereka adalah penduduk mesir, kufah dan basrah yang sepakat pergi ke madinah untuk
meminta secara langsung pencabutan pejabat yang diangkatnya atau mengundurkan diri dari
kekholifahan, tetapi Utsman menulaknya. Atas penolakan tersbeut mereka berdemo dan megepug
rumah beliau. Sebagian dari mereka menyusup kedalam rumah dan membunuh Utsman yang sedang
membaca Al-Qur’an bertepatan beliau sedag berpuasa[3]
1. Proses Pemilihan Kholifah Utsman
Setelah ditikam oleh abu Lu’luah dan merasa dirinya akan meninggal dunia, maka Umar bin Khottob
memilih tujuh orang yang terdiri dari enam orang yaitu Ali bin abi thalib, utsman bin affan, Sa’at bin
abi Waqosh, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwan dan tholhah bin Ubaidillah. Keenam orang
tersebut memiliki kewajiban memilih dan berhak untuk dipilih, dan satu orang yang hanya berhak
memilih yaitu putra beliau sendiri Abdullah bin Umar.
Setelah Umar wafat, maka mereka segera berunding untuk membahas siapa yang akan meneruskan
tongkat estafet kepemimpinan (kekholifahan). Ketika itu ada pemikiran dari abdurrahmanbin auf agar
mereka dengan suka rela mengundurkan diri dan memberikan kesempatan kepada orang yang benar-
benar paling memenuhi persyaratan untuk dipilih sebagai kholifah. Tetapi rupanya usul tersebut tidak
berhasil, dan ternyata tidak ada satupun yang mau mengundurkan diri. Kemudian Abdurrahman bin
Auf mengundurkan diri, tetapi yang lain enggan mengundurkan diri.
Ketika itu sempat terjadi oksi dukung mendukung antara kelompok Ali da kelompok Utsman. Namun
akhirnya, Utsman bin Affan terpilih menjadi kholifah mengantikan Umar bin Khottob. Dalam
pengankatan Utsman tampak bahwa musyawaroh itu dilaksanakan oleh tokoh-tokoh senior (tim
formatur) tetapi terkesan tidak ada peluang untuk berbeda pendapat, sebagaimana yang pernah
diwariskan oleh Umar bin Khattab, karena khawatir terjadi keributan.
[4] Setelah disepakati bersama, mereka membai’at Utsman dan diikuti oleh umat islam. Pada saat
pembaiatan telah selesai, Utsman berpidato di depan kaum muslimin diantara pidatonya adalah:
“ Alhamdulillah, wahai para manusia bertaqwalah kalian kepada allah!, sesungguhnya dunia yang telah
diberitahukan kepada kita oleh Allah bahwa ia hanyalah permainan, hiburan,penghias, keangkuhan
diantara kalian dan memperbanyak harta dan anak. Seperti hujan lebat yang membuat orang kafir
terlena kepada tumbuhan yang tumbuh dan dikemudian hari berubah menguning dan hancur
(membusuk), di akhirat nanti ada tiga hal, siksa Allah yang sangat pedih, pengampunan dan ridhoNya.
Tiada kehidupan dunia kecuali hanyalah kenikmatan yang menipu, hamba yang paling baik adalah
orang yang menyerah dan menyandarkan diri pada Allah dan kitabNya waktu di dunia”[5]
2. Gaya kepemimpinan
Utsman bin affan dikenal sebagai seorang pemimpin yang familier dan mhumanis. Namun gaya
kepimimpinan yang familier berdampak kurang baik, yaitu munculnya nepotisme dalam pemerintahan
Ustman, sebab Utsman kemudian banyak mengangkat pejabat-pejabat Negara dari kerabatnya sendiri
dan kurang mengkomodir pejabat di luar kerabat beliau. Inilah yang kemudian menyebabkan
munculnya kerusuhan dan pergolakan pemerintahannya. Namun demikian, semasa kepemimpinannya
Kholifah Utsman berhasil mengkodifikasikan mushaf Al-Qur’an yang merupakan salah satu
keberhasilan yang luar bisa[6]
3. Ekspansi Daerah Kekuasaan
Utsman bin Affan Menjabat sebagai khalifah semenjak 23-35 H atau 644-656 Masehi. Ia merupakan
khalifah yang memerintah terlama, yaitu 12 tahun. Dari segi politik, pada masa pemerintahannya ia
banyak melakukan perluasan daerah islam dan merupakan khalifah yang paling banyak melakukan
perluasan. Hal ini sebanding dengan lamanya ia menjabat sebagai khalifah. Pada masanya, Islam telah
berkembang pada seluruh daerah Persia, Tebristan, Azerbizan dan Armenia. Pesatnya perkembangan
wilayah Islam didasarkan karena tingginya semangat dakwah menyebarkan agama Islam. Selain itu,
sikap para pendakwah Islam yang santun dan adil membuat Islam mudah untuk diterima para penduduk
wilayah-wilayah tersebut.
Selain banyak melakukan perluasan daerah, dari segi politik, Utsman adalah khalifah pertama yang
membangun angkatan laut. Alasan pembuatan angkatan laut tersebut masih berhubungan dengan
keinginan untuk memperluas daerah Islam. Karena untuk mencapai daerah-daerah yang akan
ditaklukkan harus melalui perairan,[7] Utsman berinisiatif untuk membentuk angkatan laut. Selain itu,
pada saat itu banyak terjadi serangan-serangan dari laut Hal ini semakin memperkuat alasan Utsman
untuk membentuk angkatan laut dan Utsman memberkan kepercayaan tersebut kepada Muawiyah bin
Abi Sofyan[8]
4. Perekonomian
Dari segi ekonomi, yaitu tentang pelaksanaan baitul maal, Ustman hanya melanjutkan pelaksanaan
yang telah dilakukan pada masa sebelumnya, yaitu Abu Bakar dan Umar. Namun, pada masa Utsman,
Ia dianggap telah melakukan korupsi karena terlalu banyak mengambil uang dari baitul maal untuk
diberikan kepada kerabat-kerabatnya. Padahal, tujuan dari pemberian uang tersebut karena Utsman
ingin menjaga tali silaturahim. Selain itu, disamping dari segi baitul maal, Utsman juga meningkatkan
pertanian.Ia memerintahkan untuk menggunakan lahan-lahan yang tak terpakai sebagai lahan pertanian.
Dari segi pajak, Utsman, sama seperti dari segi baitul maal, melanjutkan perpajakan yang telah ada
pada masa Umar. Namun sayangnya, pada masa Utsman pemberlakuan pajak tidak berjalan baik
sebagaimana ketika masa Umar. Pada masa Utsman, demi memperlancar ekonomi dalam hal
perdagangan, ia banyak melakukan perbaikan fasilitas, seperti perbaikan jalan-jalan dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari sejarah peradaban pada masa kholifah Utsman di atas, kita melihat berbagai pengetahuan tentang
bagaimana agama islam berkembang pada masa itu. Ada berbagai perkembangan yang ada pada saat
itu, diantaranya perkembangan dari segi ekonomi, politik, pendidikan, dan lain sebagainya. Khoifah
utsman bin affan juga memiliki gaya kepemimpinan yang tersendiri, hal itu sesuai dengan karakter dan
pendirian beliau
Pada masa itu juga terjadi berbagai peristiwa yang menjadi sebuah sejarah penting bagi umat
setelahnya sebagai pelajaran yang berharga. Dari berbagai peristiwa itu kholifah utsman bin affan
menyikapi dengan penuh ikhlas dan perjuangan. Walaupu hingga akhirnya beliau terbunuh karena
agama Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Zainudin Muhadi, Abd. Mustaqim, Studi kepemimpinan Islam, Semarang, Toha putra, 2008.
Abdul Jabar Umar, khulasotun Nuril Yaqin juz 3, Surabaya, Maktabah Al Hikmah, 1965.
Santoso Agus, Modul Hikamah SKI kelas XII semester ganjil, Sragen, Akik Pusaka, 2009.
Abdurrahman Dudung, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Lesfi, 2009
Hj.Shafiah, Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Oktober 2008.
[1] Muhadi Zainudin dan Abd Mustaqim, “Studi Kepemimpinan Islam,” Putra Mediatama Press, 2008, hal. 69.
[5] Umar Abdul Jabbar, “Kholasotu Nuril Yaqin,” Maktabah Al Hikmah,1985, hal 44.
[6] Raja Roma mempersiapkan tentara yang sangat besar sekali untuk menyerang kaum muslimin, ia mengirim enam ratus perahu untuk melawan pasukan
muslim yang dipimpin oleh Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah. Mendengar hal tersebut Muawiyan bin Abi Sofyan datang membantu. Hingga akhirnya
pasukan roma dapat dikalahkan dan daerah tersebut menjadi kekuasaan Utsman yang akhirnya disebut dengan daulah bahriyyah.
[7] Ibid, hal47
[8] Abd Mustaqim, “Studi Kepemimpinan Islam,” Putra Mediatama Press, 2008, hal 73-74.
[9] Dudung Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Lesfi, 2009, hal.59..
[10] Ibid, hal.58.
[11] Ibid, hal. 48.
[12] Ibid, hal.