Anda di halaman 1dari 13

REHABILITASI JANTUNG POST SINDROME KORONER AKUT UNTUK

MEMPERBAIKI HEMODINAMIK DAN EKG DI WILAYAH TAMAN


SIDOARJO

Fatin Lailatul Badriyah1, Sri Kadarsih2, Yuni Permatasari I3


Program Studi Ners Universitas Muhammadiyah Surabaya1
Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta2,3
Email: fatin_lb@yahoo.co.id

Acute coronary syndrome (ACS) was one of the most frightening cardiovascular
disease. It was currently one of the leading causes of death in developed and developing
countries, including Indonesia. ACS can be both acute myocardial infarction, including
ST-segment elevation MI (STEMI) and non-segment elevation MI (NSTEMI), and
unstable angina. Globally, it’s become the first major cause of death in developing
countries, superseding g the mortality rates due to infection. Systematic effort was
needed intensively to prevent the increasing cases of morbidity which could be managed
with the cardiac rehabilitation program. One of the cardiac rehabilitation programs
which could be established was directed physical exercise.The aim of this study was To
determine the influence of directed physical exercise on the function of cardiac muscle
which assessed based on blood pressure, pulses and ECG results.The study uses a
quasi-experiment design, 64 people were become the research subject divided into 32
peoples as intervention group and 32 peoples as control group, carried out in
cardiology clinic of Siti Khodijah hospital, Surabaya. Wilcoxon test and Mann Whitney
test, obtained results that there was a significant influence on blood pressure with p-
value of 0.001 (p <0.05), there was no significant influence on the pulse change with the
p-value of 1.000> (p <0.05), and significantly influence the ECG changes with P-value
0.000 <(P <0.05). The results of the Nagelkerke test and Chi-square, showed that
directed physical exercise has contribution to the blood pressure of 16.4%, OR = 9.552,
while the ECG changes of 47.0%, OR = 27.617. In sum, Directed physical exercise has
a significant influence on blood pressure and ECG, where the directed physical exercise
has a more significant effect on blood pressure than on the ECG.

Key word : Directed physical exercise and Coronary acute syndrome (ACS)

PENDAHULUAN aktivitas otot jantung lapisan tengah dari


Sindrom Koroner Akut (SKA) jaringan otot yang tebal, dan bertanggung
atau penyakit kardiovaskular saat ini jawab untuk kegiatan utama pemompaan
merupakan salah satu penyebab utama ventrikel, indikator yang terlihat meliputi
dan pertama kematian di negara maju dan tekanan darah, frekuensi nadi dan
berkembang, termasuk Indonesia¹. SKA gambaran EKG².
merupakan penumpukan plaque baik total Menurut laporan badan kesehatan
maupun sebagian yang disebabkan oleh sedunia PBB (WHO), hasil revisi laporan
terbentuknya bekuan darah yang menutupi 2008-2010 estimasi penyebab kematian
dinding pembuluh darah yang sudah penduduk dunia yang terbit tahun 2010
pecah, plaque ini mengurangi ruang gerak menyebutkan bahwa distribusi penyebab
dari aliran darah. Hal ini tidak lepas dari kematian untuk masing-masing wilayah di

34
dunia meliputi Afrika penyumbang masih sangat tinggi. Diperkirakan angka
kematian terbesar Pneumonia, sedangkan ini akan terus meningkat dan bisa
Oceania, Asia, Eropa dan Amerika mencapai 53,5 per 100.000 penduduk5.
penyumbang kematian terbesar adalah Prevalensi kunjungan di poli
penyakit jantung. Lebih lanjut dijelaskan jantung rumah sakit siti khodijah
setiap tahun sekitar 50% penduduk dunia sepanjang sidoarjo dari bulan April
meninggal akibat penyakit jantung dan sampai Juni 2013 jumlah pasien jantung
pembuluh darah yang diperkirakan angka sebanyak 600 orang yang kontrol pada
ini akan meningkat terus hingga 2030 dokter ahli kardiologi, sebanyak 100
menjadi 23,4 juta kematian di dunia³. orang merupakan pasien SKA, sehingga
Organisasi Kesehatan Sedunia tiap bulan sekitar 33 orang.
(WHO) dan Organisasi Federasi Jantung Program rehabilitatif yang
Sedunia (World Heart Federation) komprehensif diperlukan untuk
memprediksi penyakit jantung menjadi mengembalikan kemampuan fisik paska
penyebab utama kematian di negara- serangan serta mencegah terjadinya
negara Asia pada tahun 2010. Saat ini, serangan ulang. Program rehabilitasi
sedikitnya 78% kematian global akibat tersebut meliputi perubahan gaya hidup
penyakit jantung terjadi pada kalangan yang antara lain meliputi pengaturan pola
masyarakat miskin dan menengah. Di makan, manajemen stress, latihan fisik.
negara berkembang dari tahun 1990 Pada dasarnya,program rehabilitasi pada
sampai 2020, angka kematian akibat penderita gangguan jantung bertujuan
penyakit jantung koroner akan meningkat untuk : (1) mengoptimalkan kapasitas
137 % pada laki-laki dan 120% pada fisik tubuh, (2) memberi penyuluhan
perempuan, sedangkan di negara maju pada pasien dan keluarga dalam
peningkatannya lebih rendah yaitu 48% mencegah perburukan dan (3) membantu
pada laki-laki dan 29% pada perempuan. pasien untuk kembali dapat beraktivitas
Oleh karena itu sindrom koroner akut fisik seperti sebelum mengalami
6
menjadi penyebab kematian dan gangguan jantung .
kecacatan nomor satu di dunia4. Penderita post sindrom koroner
Penyakit jantung koroner di akut perlu direhabilitasi jantung,
Indonesia pada tahun 2006 sampai dengan sehingga dapat kembali kepada suatu
2011 mengalami peningkatan, dari data kondisi yang optimal secara fisik, medik,
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) psikologik, sosial, emosional, seksual,
Kementerian Kesehatan tahun 2007 dan vokasional, rehabilitasi jantung juga
diketahui bahwa, 31,9% kematian di berguna untuk melatih mobilitasi dan
Indonesia disebabkan oleh penyakit kerja jantung dan memulihkan kondisi
kardiovaskular. Tingginya angka dalam memenuhi kebutuhan hidup
kematian di Indonesia akibat penyakit sehari-hari. Bila tidak dilakukan
jantung koroner (PJK) mencapai 26%. rehabilitasi jantung maka otot-otot
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga jantung penurunan aktifitas secara
Nasional (SKRTN), menunjukkan bahwa periodik, memperluas iskemia/ infark
dalam 18 tahun terakhir angka tersebut serta memicu terjadinya serangan
cenderung mengalami peningkatan. Pada berulang, hal ini bisa berlanjut kematian.
tahun 1991, angka kematian akibat SKA Program latihan fisik didasarkan pada
adalah 16 %. kemudian di tahun 2001 tingkat kesadaran pasien dan kebutuhan
angka tersebut melonjak menjadi 26,4 %, individual. Hal yang penting untuk
dan pada tahun 2009 meskipun terjadi diperhatikan adalah bahwa program
penurunan menjadi 23,8%, angka ini latihan sebaiknya dimonitor berdasarkan

35
target frekuensi denyut nadi, perceived kesiapan staf pelaksana dalam
9
exertion maupun prediksi METs. Apabila penanganan pasien SKA .
terjadi gejala gangguan jantung, Dengan demikian program
ortopedik maupun neuromuskular, perlu rehabilitasi kardiovaskuler ini dapat
dilakukan peninjauan ulang terhadap dibagi menjadi: Program yang membantu
program latihan7. mengurangi kejadian infark miokard
Penderita penyakit jantung dapat pada kelompok penderita risiko tinggi
kembali menjadi orang-orang yang ”cardiac prone”. Program rehabilitasi
produktif dilingkungannya sehingga jantung untuk orang-orang yang baru
diperlukan pendekatan baru sebagai mengalami serangan jantung. Program
metode tambahan yang dapat penderita yang sudah berobat jalan (out
memperbaiki perawatan penderita patient) yang sudah mengalami
“coronary prone”, penderita pasca infark “physical conditioning” dapat
miokard, dan penderita pasca bedah pintas mengurangi kejadian infark miokard
koroner. Program pengobatan tambahan berulang, dan mengurangi angka
ini dikenal dengan “ Cardiac kematian bila terjadi serangan jantung
Rehabilitation”. Hal ini tentu sangat kedua. Melalui program rehabilitasi yang
sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional terencana maka secara fisik dan mental
(SKN) yang menyatakan bahwa upaya akan menjadi lebih kuat. Hal ini
kesehatan harus mencakup aspek-aspek mengurangi kemungkinan serangan
promotif, preventif, kuratif, dan infark kedua dan memperbaiki
rehabilitative. kesempatan hidup (survival).
Program rehabilitasi jantung Pada penderita yang sedang dalam
merupakan salah satu penatalaksanaan perawatan sebaiknya diputuskan oleh
non farmakologis pasien SKA. Pasien dokter yang merawatnya, yang mengenal
SKA merupakan indikasi utama kondisi penderita. Secara garis besar
dianjurkan melaksanakan program terdapat 3 fase bagi penderita yang sedang
rehabilitasi jantung8. Lebih lanjut Deaner dalam perawatan yaitu: Rehabilitasi dini
menjelaskan program rehabilitasi jantung di rumah sakit selama 1-2 minggu.
terdiri dari empat fase, yaitu fase I Rehabilitasi di rumah, mempersiapkan
selama pasien di rumah sakit, fase II penderita untuk kembali bekerja (return to
segera setelah pasien keluar rumah sakit, work) selama 2- 6 minggu. Rehabilitasi
fase III segera setelah fase II masih lanjutan (out patient) selama hidup.
dalam pengawasan tim rehabilitasi Program rehabilitasi jantung di Indonesia
jantung, dan fase IV merupakan fase sudah berjalan dengan baik dengan
pemeliharaan jangka panjang. Program adanya pusat-pusat rehabilitasi jantung
rehabilitasi pada pasien SKA bertujuan seperti di Rumah Sakit Jantung dan
untuk memulihkan kondisi fisik, mental, Pembuluh Darah Harapan Kita, RSUPN
sosial serta vokasional seoptimal Cipto Mangunkusumo Jakarta. Secara
mungkin. kualitas dan kuantitas perlu terus di
Tujuan program rehabilitasi akan kembangkan, karena rehabilitasi jantung
tercapai bila terdapat tiga komponen mempunyai peranan penting untuk
penting dalam perencanaan dan atau pemulihan fisik dan psikologis pasien
menjalankan program. Komponen SKA dengan mengikutsertakan
tersebut adalah penerapan konsep keluarga10.
rehabilitasi dini, pendidikan kesehatan Sebuah penelitian menemukan
bagi pasien beserta keluarganya, dan bahwa meskipun program rehabilitasi
jantung terbukti membantu pasien SKA

36
setelah pulang dari rumah sakit, hampir Rancangan penelitian ini
separuh pasien SKA tidak dirujuk untuk menggunakan rancangan Non-Equivalent
mengikuti program rehabilitasi jantung11. Control Group dengan ada kelompok
Hal ini didukung dengan data 13 % angka pembanding (kontrol), kelompok ini tidak
kekambuhan pasien gagal jantung sebagai diberikan latihan fisik terarah, tetapi pada
manifestasi SKA di RSJPD-HK tahun kelompok perlakuan diberi latihan fisik
2005-2006, salah satu penyebabnya terarah sesuai modul. Pada tahap awal
adalah tidak efektifnya penatalaksanaan semua sample dilakukan pemeriksaan
regimen terapeutik termasuk latihan (Tensi, Nadi dan rekam EKG) (01)
aktifitas yang harus dilaksanakan oleh kemudian kelompok intervensi diberikan
pasien dan keluarga dalam perawatan di latihan fisik terarah sesuai modul (X).
rumah (Pusdalit RSJPD-HK, 2006)11. Pada kelompok kontrol hanya diberikan
Dengan demikian perlu dilakukan obat. Setelah diberi perlakuan, semua
penelitian terkait topik rehabilitasi jantung sample dilakukan lagi pemeriksaan
untuk meyakinkan pentingnya program (Tensi,Nadi, dan rekam EKG) (02).
rehabilitasi jantung. Responden kelompok perlakuan diteliti
Dari studi pendahuluan yang pada waktu dirumah dan kelompok
penulis lakukan di, didapatkan bahwa pembanding/kontrol diteliti di poli jantung
belum dilaksanakannya rehabilitasi rumah sakit siti khodijah Sidoarjo dan
jantung (latihan fisik) secara benar dan herart clinic Surabaya.
kontinu sehingga penulis ingin melakukan
penelitian tentang latihan fisik terarah Hasil Penelitian
penderita post sindrom koroner akut Pada analisis bivariat peneliti
dalam memperbaiki otot jantung di poli menggunakan dua pendekatan uji statistik,
jantung rumah sakit siti khodijah pendekatan pertama dengan uji Wilcoxon
sepanjang sidoarjo. test, bertujuan untuk mengetahui pengaruh
latihan fisik terarah sebelum dilakukan
METODE PENELITIAN latihan fisik terarah dan setelah diberikan
Jenis penelitian ini adalah latihan fisik terarah (pre dan post test),
penelitian eksperimental yaitu penelitian terhadap tensi, nadi dan gambaran EKG
yang dikenakan pada masyarakat sebagai pasien post SKA, baik kelompok
kesatuan himpunan subjek12. Penelitian ini intervensi maupun kelompok kontrol.
memberikan perlakukan dengan Pada pendekatan kedua adalah dengan
pendekatan subyek secara individual menggunakan uji Mann Whitney Test,
diklinik, Perlakuan diberikan dalam bertujuan untuk mengetahui intervensi
latihan fisik terarah pada subyek. Efek latihan fisik terarah terhadap tensi, nadi
perlakuan diamati dengan menggunakan dan gambaran EKG pasien post SKA pada
satuan anlisis keaktifan otot jantung kelompok intervensi dan kelompok
individu dengan indikator hemodinamik kontrol secara bersama-sama. Hasil uji
ukuran tekanan darah, frekuensi nadi dan statistik dapat dilihat pada table 4.1 dan
gambaran EKG. 4.2.

Tabel 4.1. Hasil uji pengaruh latihan fisik terarah terhadap tekanan darah, nadi dan gambaran
EKG pada pasien Sindrom Koroner Akut pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di RS
Siti Kodijah dan Klinik Jantung Surabaya dengan uji Wilcoxon test

PRE POST
Total Total Wilc.
VAR Abnormal Normal Abnormal Normal
F % F % F % F % F % F %

37
Tensi
Intervensi 12 37,5 20 62,5 32 100 1 3,1 31 96,9 32 100
0,001
Kontrol 15 46,9 17 53,1 32 100 15 46,9 17 53,1 32 100
27 37 64 16 48 64
Nadi
Intervensi 0 0 32 100 32 100 0 0 32 100 32 100
1,000
Kontrol 2 6,3 30 93,7 32 100 3 9,4 29 90,6 32 100
2 62 64 3 61 64
Ekg
Intervensi 29 90,6 3 9,4 32 100 1 3,4 31 96,6 32 100
0,000
Kontrol 30 93,7 2 6,3 32 100 22 68,8 10 31,1 32 100

59 5 64 23 41 64
Sumber : Data primer 2013.* Uji wilcoxon test

Tabel 4.1 uji statistik dengan (61,29%), pada kelompok kontrol tidak
wilcoxon tets, menggambarkan hasil dijumpai adanya perubahan (pre dan post
analisis bivariat pengaruh latihan fisik intervensi) dari responden dengan tensi
terarah terhadap tensi pasien post SKA, abnormal keresponden yang tensi normal.
dengan penjelasan sebagai berikut; Hasil uji statistik menggunakan chi square
sebelum dilakukan latihan fisik terarah, test diperoleh nilai P-Value 0,001 < (p-
jumlah responden dengan tensi abnormal <0,05), artinya latihan fisik terarah
pada kelompok intervensi (pre test berpengaruh terhadap tensi pasien post
kelompok intervensi) sebanyak 12 orang sindrom koroner akut.
(37,5%) dan jumlah responden dengan Hasil analisis variabel latihan
tensi normal sebanyak 20 orang (62,5%). fisik terarah terhadap nadi pasien post
Pada kelompok kontrol (pre test kelompok SKA, dapat dijelaskan sebagai berikut;
kontrol), jumlah responden dengan tensi sebelum dilakukan latihan fisik terarah,
abnormal sebanyak 15 orang (46,9%) dan jumlah responden dengan nadi abnormal
responden dengan tensi normal sebanyak pada kelompok intervensi (pre test
17 orang (53,1%). kelompok intervensi) sebanyak 0 (0,00%)
Setelah dilakukan intervensi dan responden dengan nadi normal
latihan fisik terarah pada kelompok sebanyak 32 orang (100%). Pada
intervensi (post test kelompok intervensi), kelompok kontrol (pre test kelompok
jumlah responden dengan tensi abnormal kontrol), jumlah responden dengan nadi
1 orang (3,1%) dan responden dengan abnormal sebanyak 2 orang (6,3%) dan
tensi normal berjumlah 31 orang (96,9%). responden dengan nadi normal sebanyak
Sedangkan pada kelompok kontrol, 30 orang (93,7%). Setelah dilakukan
setelah empat minggu dievaluasi (post test intervensi latihan fisik terarah pada
kelompok kontrol), jumlah responden kelompok intervensi (post test kelompok
dengan tensi abnormal sebanyak 15 orang intervensi), jumlah responden dengan nadi
(46,9%) dan responden dengan tensi abnormal 0 (0,00%) dan responden
abnormal berjumlah 17 orang (53,1%). dengan nadi normal berjumlah 32 orang
Dari uraian tersebut dapat dikatakan (100%), lain halnya pada kelompok
bahwa pada kelompok intervensi terdapat kontrol, setelah empat minggu dievaluasi
perubahan (pre ke post intervensi) dari (post test kelompok kontrol), jumlah
jumlah responden dengan tensi abnormal responden dengan nadi abnormal
menjadi normal sebanyak 19 orang sebanyak 3 orang (9,4%) dan responden

38
dengan nadi normal berjumlah 29 orang intervensi (post test kelompok intervensi),
(90,6%). Dari uraian tersebut jumlah responden dengan gambaran EKG
menunjukkan bahwa pada kelompok abnormal sebanyak 1 orang (3,4%) dan
intervensi tidak terdapat perubahan (pre responden dengan EKG normal berjumlah
ke post intervensi) dari jumlah responen 31 orang (96,6%). Adapun pada kelompok
dengan nadi abnormal menjadi normal, kontrol, setelah empat minggu dievaluasi
sedangkan pada kelompok kontrol (post test kelompok kontrol), jumlah
dijumpai adanya perubahan (pre dan post) responden dengan gambaran EKG
dari responden dengan nadi abnormal abnormal sebanyak 22 orang (68,8%) dan
sebanyak 2 orang (6,3%) menjadi 3 orang responden dengan EKG normal berjumlah
(6,4%), dan responden dengan nadi 10 orang (31,2%). Dari uraian tersebut
normal sebelumnya sebanyak 30 orang dapat diketahui bahwa pada kelompok
(93,7%) menjadi 29 orang (90,6%). Hasil intervensi terdapat perubahan (pre ke post
uji statistik menggunakan chi square test intervensi) dari jumlah responden dengan
diperoleh nilai P-Value 1,000 > (p-<0,05), gambaran EKG abnormal menjadi normal
artinya latihan fisik terarah tidak merubah sebanyak 29 orang (90,6%), Adapun pada
frekuensi nadi pasien post sindrom kelompok kontrol dijumpai adanya
koroner akut. perubahan (pre dan post intervensi) dari
Untuk variabel pengaruh latihan responden dengan EKG
fisik terarah terhadap gambaran EKG abnormal ke normal, akan tetapi
pasien post SKA, dapat dijelaskan sebagai jumlahnya hanya 10 orang (33,33%).
berikut; sebelum dilakukan latihan fisik Hasil uji statistik menggunakan chi square
terarah, jumlah responden dengan test diperoleh nilai P-Value 0,000 < (p-
gambaran EKG abnormal pada kelompok <0,05), artinya latihan fisik terarah
intervensi (pre test kelompok intervensi) merubah gambaran EKG pasien post
sebanyak 29 orang (90,6%) dan responden sindrom koroner akut dari abnormal ke
dengan EKG normal sebanyak 3 orang normal.
(9,4%). Pada kelompok kontrol (pre test Pada table 4.2 menjelaskan
kelompok kontrol), jumlah responden pengaruh intervensi latihan fisik terarah
dengan gambaran EKG abnormal terhadap gambaran tingkat perubahan dari
sebanyak 30 orang (93,7%) dan responden fungsi otot jantung, dilihat dari tensi, nadi
dengan EKG normal sebanyak 2 orang dan EKG pasien. Gambaran tingkat
(6,3%). Setelah dilakukan intervensi perubahan meliputi memburuk, tetap dan
latihan fisik terarah pada kelompok membaik.
Tabel 4.2. Latihan fisik terarah terhadap tingkat perubahan tensi, nadi dan EKG (memburuk, tetap dan
membaik) pada pasien Sindrom Koroner Akut pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di RS Siti
Kodijah
dan Klinik Jantung Surabaya dengan uji Mann Whitney Test
Gambaran Perubahan Kel.
Gambaran Perubahan Kel. Kontrol p-
Varia Intervensi
value
bel Memburuk Tetap Membaik Memburuk Tetap Membaik
f % f % f % f % f % f %
2
Tensi 0 0 65,6 11 34,4 3 9,4 26 81,2 3 9,4 0,005
1
3
Nadi 0 0 100 0 0 1 3,1 30 93,8 1 3,1 1,000
2
25,
EKG 0 0 4 12,5 28 87,5 0 0 24 75,0 8 0,000
0

Untuk variabel tensi pada kelompok intervensi, 21 orang (65,6%) tidak

39
mengalami perubahan (tetap), dan 11 melanjutkan uji bivariat ke uji multivariat
orang (34,4%) mengalami perubahan ke salah satu syaratnya adalah signifikansi uji
arah membaik. Pada kelompok kontrol, tes tidak > dari 0,25. Dengan kriteria
responden mengalami perubahan tensi tersebut variabel yang memenuhi syarat
kearah memburuk sebanyak 3 orang untuk analisis multivariat adalah variabel
(9,4%), tetap 26 orang (81,2%) dan tensi dan gambaran EKG, yang masing-
membaik 3 orang (9,4%). Hasil uji chi masing memiliki nilai signifikansi p-
square menunjukkan p-value 0,005 < (p- Value 0,005 dan 0,000.
0,05), artinya terdapat perubahan tensi Uji simultan dengan metode Cox
kearah membaik dengan nilai yang and Snell dan Nagelkerke. Uji simultan
signifikan. bertujuan untuk estimasi besaran
Untuk variabel nadi pada kelompok kontribusi yang didapatkan oleh variabel
intervensi, sebanyak 32 orang (100%) dependen (Tensi dan gambaran EKG) dari
tidak mengalami perubahan (tetap). Pada variabel independen (latihan fisik terarah),
kelompok kontrol responden mengalami dapat dilihat pada tabel dibawah ini
perubahan nadi ke arah memburuk Dari tabel 4.3 diatas dapat digambarkan
sebanyak 1 orang (3,1%), tetap 30 orang bahwa uji simultan dengan Nagelkerke
(93,8%) dan membaik 1 orang (3,1%). antara latihan fisik terarah terhadap tensi
Hasil uji chi square menunjukkan p-value memiliki kontribusi sebesar 16,4%
1,005 > (p-0,05), artinya tidak terjadi sedangkan latihan fisik terarah terhadap
perubahan yang signifikan. Untuk variabel perubahan EKG kontribusinya sebesar
EKG pada kelompok intervensi, 4 orang 47,0%, artinya dari uji simultan tersebut
(12,5%) tidak mengalami perubahan diketahui latihan fisik terarah lebih
(tetap), dan 28 orang (87,5%) mengalami berpengaruh terhadap gambaran EKG
perubahan ke arah membaik. Pada dibanding perubahan Tensi.
kelompok kontrol, responden yang tidak Uji Regresi Nomial/Ordinal. Uji
mengalami perubahan EKG (tetap) regresi nomial/ordinal ini bertujuan untuk
sebanyak 24 orang (75,0%), dan mengetahui signifikansi dan Odd Ratio
mengalami perubahan EKG ke arah dari variabel bebas terhadap variabel
membaik sebanyak 8 orang (25,0%). Hasil terikat, serta efek yang ditimbulkan oleh
uji chi square menunjukkan p-value 0,000 faktor yang berpengaruh, dimana efeknya
< (p-0,05), artinya terdapat perubahan adalah perubahan tensi dan gambaran
gambaran EKG ke arah membaik dengan EKG, sedangkan faktor yang berpengaruh
nilai yang signifikan. Analisis multivariat adalah latihan fisik terarah. Penjelasan uji
dalam penelitian ini untuk mengetahui statistik terhadap kedua variabel tersebut
hubungan lebih dari satu variabel dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
dependen dengan variabel independen, Pada table 4.4 diatas dapat diketahui odd
serta variabel dependen mana yang paling ratio untuk latihan fisik terarah terhadap
dipengaruhi oleh variabel independen. tensi adalah OR=9,552, sedangkan
Variabel independen pada penelitian ini terhadap gambaran EKG OR=27,617,
adalah latihan fisik terarah, sedangkan artinya pada orang dengan sindrom
variabel dependennya adalah tekanan koroner akut bila diberikan latihan fisik
darah (tensi) dan gambaran kelistrikan terarah berpengaruh terhadap perubahan
jantung (EKG). Analisis multivariat pada gambaran EKG sebesar 27,617 sedangkan
penelitian ini hanya dilakukan terhadap perubahan yang terjadi pada tensi hanya
variabel tensi dan EKG, karena untuk 9,552.

Tabel 4.3. Uji statistic Cox & Snell dan Nagelkerke untuk mengetahui variabel yang memiliki
signifikansi paling besar oleh pemberian intervensi latihan fisik terarah pasien Sindrom Koroner Akut

40
di RS Siti Khodijah dan Klinik Jantung Surabaya.

Kontribusi pengaruh
Variabel
Cox and Snell Nagelkerke
Tensi 12,4% 16,4%
Gambaran EKG 35,0% 47,0%
Sumber: Data primer uji Nagelkerke 2013.

Tabel 4.4. Uji Regresi Nomial/Ordinal untuk mengetahui variabel yang memiliki signifikansi paling besar
oleh pemberian intervensi latihan fisik terarah pasien Sindrom Koroner Akut di RS Siti Kodijah dan
Klinik Jantung Surabaya.
Besaran Pengaruh
Variabel
Odd Ratio Sign. Chi Square
Tensi 9,552 0,004
Gambaran EKG 27,617 0,000
Sumber : Data primer Uji Regresi Nomial/ordinal

Hasil sebaliknya bila latihan fisik terarah dengan tensi abnormal sebelum test
diberikan pada orang tanpa SKA (orang sebanyak 15 orang (46,9%) setelah test
normal), maka tidak berpengaruh terhadap jumlah responden dengan tensi tetap
gambaran EKG (P-value 0,000), abnormal sebanyak 15 orang (100%).
sedangkan pada tensi terdapat perubahan Sedangkan responden dengan tensi
sebesar 4 kali (P-value 0,004) normal sebelum test sebanyak 17 orang
dibandingkan gambaran EKG. (53,1%) dan sesudah test jumlah
Berdasarkan uraian kedua tabel diatas responden tetap normal sebanyak 17
dapat disimpulkan bahwa latihan fisik orang (100%). Dari diskripsi ini bisa
terarah yang diberikan kepada pasien Post dikatakan bahwa latihan fisik terarah
Syndrome Corener Acut lebih memiliki hubungan terhadap perbaikan
berpengaruh terhadap perubahan tekanan darah pasien sindrom koroner
gambaran EKG dibandingkan dengan akut dari abnormal menjadi normal.
perubahan yang terjadi pada tensi. Penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh latihan yang
DISKUSI terprogram terhadap tekanan tekanan
Latihan fisik terarah terhadap fungsi otot sistolik dan diastolic diperoleh hasil
jantung dilihat dari tekanan darah. setelah latihan terprogram selama 12
Latihan fisik terarah memiliki hubungan minggu tekanan sistolik pada kelompok
yang signifikan terhadap perubahan fungsi perlakuan lebih rendah secara bermakna
otot jantung (dilihat dari tensi, nadi dan dibandingkan dengan kelompok kontrol (p
EKG). Hal ini dapat dilihat dari uji = 0.022). Sedangkan tekanan diastolik
Wilcoxon test dimana diperoleh p-value setelah 12 minggu antara kelompok
0,001 (p < 0,05), artinya ada hubungan kontrol dan kelompok perlakuan tidak
yang signifikan antara latihan fisik terarah berbeda secara bermakna (p = 0.614)20.
terhadap tekanan darah. Hal ini juga dapat Menurut WHO (2000), siklus
dijelaskan dari seberapa jauh perubahan jantung diastolic filling ditentukan oleh
yang terjadi pada pasien dengan sindrom effective filling pressure dan tahanan di
koroner akut sebelum dilakukan intervensi dalam dinding otot-otot ventrikel
latihan fisik terarah dan setelah diberikan (preload), sedangkan kemampuan ejeksi
intervensi latihan fisik terarah. Pada sistolik tergantung kepada kekuatan
kelompok kontrol jumlah responden kontraksi otot-otot jantung (myocardium)

41
dalam melawan tekanan darah (afterload). memiliki nadi tidak normal sebelum test
Latihan fisik dapat mempengaruhi sebanyak 2 orang (6,3%) dan nadi normal
tekanan darah dikarenakan efisiensi kerja sebanyak 30 orang (93,7%). Setelah
jantung ataupun kemampuan jantung akan dilakukan test jumlah responden dengan
meningkat sesuai dengan perubahan- nadi abnormal menjadi 3 orang (9,4%),
perubahan yang terjadi. Perubahan yang sedangkan yang menjadi normal menjadi
terjadi bisa berupa frekuensi jantung, isi 29 orang atau 96% dari responden yang
sekuncup, dan curah jantung. Saat sebelumnya normal. Pada kelompok
melakukan latihan fisik, tekanan darah kontrol terdapat pemburukan nadi dari
akan naik cukup banyak, tekanan darah yang tadinya normal sebanyak 30 orang
sistolik dapat naik menjadi 150 - 200 menjadi 29 orang setelah test. Dari
mmHg dari tekanan sistolik ketika penjelasan ini dapat diambil kesimpulan
istirahat sebesar 110 - 120 mmHg. bahwa latihan fisik terarah tidak memilki
Sebaliknya, segera setelah latihan fisik pengaruh terhadap perbaikan nadi
selesai, tekanan darah akan turun sampai penderita sindrom koroner akut.
di bawah normal dan berlangsung selama Untuk mengetahui hubungan naik
30 - 120 menit. Latihan fisik secara teratur turun tangga dengan perubahan nadi,
akan dapat menurunkan tekanan darah. rerata denyut nadi awal adalah 72,09 dan
Frekuensi latihan yang dianjurkan 3 - 5 rerata denyut nadi setelah naik turun
kali seminggu, dengan lama latihan 20 - tangga adalah 74,49 dengan uji t-
60 menit sekali latihan. berpasangan didapatkan perbedaan yang
Penurunan tekanan darah antara bermakna antara denyut nadi awal dan
lain terjadi karena pembuluh darah denyut nadi setelah naik turun tangga
mengalami pelebaran dan relaksasi yaitu p = 0,000. Dari uraian tersebut dapat
(melemaskan pembuluh-pembuluh darah) disimpulkan bahwa terjadi peningkatan
sama halnya dengan melebarnya pipa air bermakna dari denyut nadi awal dan
akan menurunkan tekanan air. Dalam hal denyut nadi setelah aktivitas naik turun
ini, olahraga dapat mengurangi tahanan tangga. Semakin besar perubahan denyut
perifer. Penurunan tekanan darah juga nadi maka penyesuaian terhadap fungsi
dapat terjadi akibat aktivitas memompa kardiorespirasi termasuk buruk21.
jantung berkurang. Otot jantung pada Denyut jantung dihasilkan oleh
orang yang rutin berolahraga sangat kuat, kontraksi otot jantung saat memompakan
maka otot jantung juga kuat, latihan fisik darah. Kecepatan denyut jantung yang
terprogram selama 12 minggu lebih normal mempunyai periode kontraksi
cenderung mengakibatkan perubahan sebesar 0,40 dari siklus jantung.
bermakna pada efisiensi kerja jantung Pengaturan kardiovaskular terlihat dengan
dibandingkan dengan tahanan perifer. segera setelah latihan. Kerja ini juga
Hasil uji Wilcoxon test diperoleh berfungsi untuk mengangkut O2 yang
angka p-value sebesar 1,000 > (p < 0,05), dibutuhkan oleh otot untuk melakukan
artinya latihan fisik terarah tidak memiliki kontraksi selama latihan. Saat jantung
pengaruh yang signifikan terhadap dalam keadaan istirahat, denyut nadinya
perubahan nadi responden. Hasil ini juga akan lebih sedikit. Denyut nadi normal
sesuai dengan diskripsi yang tertuang adalah 60-80 kali per menit. Konsumsi O2
pada tabel 4.2, dimana responden pada oleh otot jantung dapat dihitung dengan
kelompok intervensi dengan nadi normal mengalikan denyut nadi dan tekanan
pre test sebanyak 32 orang (100%) dan darah sistolik. Otot jantung yang terlatih
setelah intervensi tetap 32 orang (100%). membutuhkan lebih sedikit O2 untuk
Pada kelompok kontrol responden yang sesuatu beban tertentu dan membutuhkan

42
jumlah O2 yang kurang pula untuk menjadi normal sebanyak 10 orang
pekerjaan fisik atau aktivitas. Olahraga (31,3%).
aerobik merupakan bentuk olahraga yang Sejauh ini tidak ditemukan
baik untuk kebugaran kardiorespirasi. penelitian yang menfokuskan pada latihan
Peningkatan denyut nadi saat aktivitas fisik terarah pada gambaran EKG
sebaiknya antara 70-75 % dari denyut penderita post SKA. Penelitian-penelitian
nadi maksimal. Sedangkan denyut nadi yang sudah ada hanya berfokus pada
maksimal adalah 220 sebagai angka factor-faktor yang berpengaruh pada
absolut dikurangi umur. Latihan fisik kejadian PJK. Hasil penelitian yang
sangat dianjurkan dalam mempengaruhi bertujuan untuk mengetahui pengaruh
dan memperbaiki kerja jantung22. aktivitas terhadap kejadian PJK. Hasil uji
Dari penjelasan diatas dapat statistik terhadap kelompok perempuan
disimpulkan bahwa latihan fisik terarah yang melakukan aktivitas sedang (kurang
tidak berpengaruh terhadap nadi 2,5 jam perminggu) diperoleh hasil p-
seseorang yang menderita SKA, karena value 0,416 (p->0,05), artinya aktivitas
pada prinsipnya setiap ada kenaikan fisik tidak berpengaruh terhadap kejadian
aktivitas seseorang akan diikuti dengan PJK23.
kenaikan nadi, karena dengan kenaikan Salah satu faktor risiko PJK adalah
aktivitas membutuhkan metabolism tubuh. aterosklerosis yang selalu dikaitkan
Dengan demikian maka untuk memenuhi dengan pertambahan umur dan seluruh
kebutuhan metabolism tersebut faktor-faktor yang menyertainya. Fatty
dibutuhkan oksigen yang tinggi pula, streak muncul di aorta pada akhir dekade
kebutuhan ini akan terpenuhi dengan cara awal umur seseorang, dengan
meningkatkan denyut jantung untuk bertambahnya umur terdapat progresi
memompakan darah ke seluruh tubuh berupa pengerasan dari aterosklerosis
yang membutuhkannya. pada sebagian besar arteri. Saat ini konsep
Hasil uji wilcoxon test pathogenesis aterosklerosis dinyatakan
menyebutkan bahwa latihan fisik terarah bahwa, terdapat respon inflamasi
berpengaruh terhadap gambaran EKG fibroproliferatif terhadap suatu injury,
penderita sindrom koroner akut, dimana dalam proses degeneratif yang
24
p-value sebesar 0,000 < (p <0,05), artinya berhubungan dengan usia .
latihan fisik terarah memiliki pengaruh Kontraksi otot jantung disebabkan
terhadap perubahan gambaran EKG pada oleh adanya perubahan-perubahan
pasien post SKA. Diskripsi dari uji potensial aksi jantung dalam system
Wilcoxon test tersebut adalah, pada kelistrikan jantung dan disebut sebagai
responden kelompok intervensi, sebelum fenomena listrik. Perubahan-perubahan
test jumlah pasien dengan EKG tidak tadi dapat direkam dengan metode
normal sebesar 29 orang (90,6%) dan elektrokardiogram. Faktor yang
normal 3 orang (9,4%). Setelah diberikan berpengaruh terhadap potensial aksi ini
latihan fisik terarah jumlah responden antara lain; permeabilitas membrane sel
yang memiliki EKG normal menjadi 31 terhadap ion, kemampuan pompa kalium
orang (96,9%), sedangkan yang tetap dan natrium serta faktor anion organik di
tidak normal menjadi 1 orang (3,1%). dalam sel. Semakin baik permeabilitas
Pada kelompok kontrol, jumlah responden membrane sel terhadap anion, kalium dan
sebelum test dengan EKG tidak normal natrium, akan semakin baik pula terhadap
sebanyak 30 orang (93,7%), setelah test kelistrikan jantung yang terlihat pada
jumlah responden yang tetap abnormal gambaran EKG25.
sebanyak 22 orang (68,7%) dan yang Pada penelitian ini latihan fisik

43
terarah yang diberikan kepada pasien post akhirnya mengakibatkan kerusakan bagi
sindrom koroner akut memiliki hubungan otot jantung. Secara garis besar faktor-
yang signifikan terhadap perubahan faktor yang berpengaruh terhadap
gambaran EKG kearah normal (positif). kejadian penyakit jantung koroner, terdiri
Merujuk pada uraian diatas dapat atas faktor risiko yang tidak dapat diubah
dijelaskan bahwa latihan yang diberikan (non modifiable) meliputi umur, jenis
secara terarah memiliki pengaruh terhadap kelamin, keturunan dan faktor risiko yang
penurunan faksi lipid darah, dengan dapat diubah (modifiable) meliputi
penurunan ini berdampak pada hipertensi, dislipidemia, merokok,
peningkatan membrane sel terhadap geografis, diet, obesitas, diabetes melitus,
permeabilitas dinding sel untuk transport aktivitas dan latihan yang kurang, serta
anion, pompa kalium dan natrium yang penyebab lain yang berpengaruh pula
berpengaruh pada meningkatnya potensial terhadap kejadian penyakit jantung
aksi. Dengan demikian perubahan koroner sepert stres, penggunaan alkohol,
gambaran EKG bermula karena dan penggunaan kontrasepsi pada
perubahan fungsi permeabilitas sel yang wanita5,26.
sudah tidak mengandung faksi lipid darah Sindroma Koroner Akut adalah
yang tinggi. penyakit jantung dan pembuluh darah
Pada uji simultan dengan yang disebabkan karena penyempitan
Nagelkerke antara latihan fisik terarah arteri koroner. Penyempitan pembuluh
terhadap tensi memiliki kontribusi sebesar darah terjadi karena proses aterosklerosis
16,4% sedangkan latihan fisik terarah atau spasme atau kombinasi keduanya.
terhadap perubahan EKG kontribusinya Aterosklerosis terjadi karena timbunan
sebesar 47,0%, artinya dari uji simultan kolesterol dan jaringan ikat pada dinding
tersebut diketahui bahwa latihan fisik pembuluh darah secara perlahan-lahan.
terarah lebih berpengaruh terhadap Kondisi ini menyebabkan arteri koronaria,
gambaran EKG dibanding perubahan yaitu pembuluh darah yang mensuplai
Tensi. darah kaya oksigen ke organ jantung
Hasil serupa juga diperoleh dari uji menyempit atau tersumbat oleh adanya
regresi ordinal bahwa odd ratio untuk suatu plaque27.
latihan fisik terarah terhadap tensi adalah Latihan fisik yang teratur
OR=9,552, sedangkan terhadap gambaran merupakan intervensi yang sangat penting
EKG OR=27,617, artinya pada orang karena dapat meningkatkan kadar lemak
dengan sindrom koroner akut bila darah, terutama meningkatkan High-
diberikan latihan fisik terarah berpengaruh Density Lipoprotein Cholesterol (HDL-
terhadap perubahan gambaran EKG C). Tingkat HDL-C yang tinggi
sebesar 27,617 sedangkan perubahan yang dihubungkan dengan penurunan resiko
terjadi pada tensi hanya 9,552. Hasil artheosclerosis. Kadar HDL kolesterol
sebaliknya bila latihan fisik terarah dapat memperbaiki kolaterol koroner,
diberikan pada orang tanpa SKA, maka mengurangi lemak tubuh yang berlebihan
gambaran EKG tidak mengalami bersama-sama dengan menurunkan LDL
perubahan (p-0,000) sedangkan pada tensi kolesterol.sehingga resiko PJK dapat
mengalami perubahan 4 kali, dikurangi.
dibandingkan yang terjadi pada EKG (P- Dari uraian ini dapat dijelaskan,
0,004). bahwa hubungan yang terjadi oleh latihan
Terdapat faktor tertentu yang fisik terarah tidak langsung pada
diduga kuat sebagai awal munculnya perubahan gambaran EKG, melainkan
kelainan pembuluh darah koroner yang lebih tertuju pada perbaikan kadar faksi

44
lipid di vaskularisasi. Dengan penurunan besar adalah terhadap gambaran EKG
faksi lipid akan mengurangi risiko dibandingkan tekanan darah.
seseorang mengalami aterosklerosis yang
disebabkan sistem vaskularisasi menjadi DAFTAR PUSTAKA
kaku. Elastisitas pembuluh darah akan 1. Depkes RI. (2006) Pharmaceutical
meningkatkan transport O2, kemampuan care untuk pasien penyakit jantung
pompa anion, kalium dan natrium pada koroner : fokus sindrom koroner
fase depolarisasi dan repolarisasi yang akut, Jakarta.
juga dipengaruhi oleh pembukanya 2. Hayes, S. C., Strosahl, K., &
saluran kalsium (Ca²+) yang membawa Wilson, K. G. (1999). Acceptance
muatan listrik positif ke dalam membrane and Commitment Therapy: An
sel, dengan demikian akan meningkatkan experiential approach to behavior
potensial aksi otot jantung. Gambaran change. New York: Guilford Press.
potensial aksi ini akan terekam oleh EKG, 3. Scarborough P, Bhatnagar P,
sehingga perubahan yang terjadi adalah Wickramasinghe K, Smolina K,
membaiknya gambaran EKG29. Mitchell C, Ragner M,. (2010)
Peran perawat dalam penelitian Coronary hearth disease statistics
yang terkait dengan rehabilitasi jantung 2010 edition. British heart
salah satunya latihan fisik terarah ini foundation health promotion
adalah sebagai rehabilitator dimana research group. Departement of
perawat harus mempunyai kompetensi public health University of oxford.
khusus melalui pelatihan dalam 4. Smith S C, Allen J, Blair S N,
melaksanakan rehabilitasi jantung pada Bonow R O, Brass L M, Fonarow
pasien dengan post SKA, perawat GC, Grundy S M, Hiratzka L, Jones
berperan mengembalikan kondisi pasien D, KrumholzH M, Mosca L,
paska sakit jantung baik dari segi bio, Pasternak R C, Pearson T, Pfeffer M
psiko, sosial, spiritual dan vokasional A, Taubert K A. AHA/ACC
seperti sebelum sakit jantung sehingga Guidelines for Secondary
tercapai derajat kesehatan yang optimal Prevention for Patients With
dan mencegah serangan berulang Coronary and Other Atherosclerotic
sehingga dapat menurunkan resiko Vascular Disease: 2006 Update:
kematian. Peran lain adalah sebagai Endorsed by the National Heart,
komunikator dimana perawat berperan Lung, and Blood Institute.
mengkomunikasikan program rehabilitasi Circulation 2006;113;2363-2372.
jantung kepada semua lini yang terkait, 5. Susiana C, Lantip R & Thianti
yaitu dinas kesehatan, rumah sakit, poli S,(2006) Kadar malondiadehid
klinik jantung, dokter jantung, (MDA) penderita penyakit jantung
masyarakat, keluarga dan pasien itu koroner di RSUP Dr. Sardjito
sendiri tentang tujuan dan manfaat Yogyakarta, Mandala of Health, a
rehabilitasi jantung. Scientific Journal, Vol 2, 47-54.
6. Jolliffe, J. A., K. Rees, R. S. Taylor,
KESIMPULAN D. Thompson, N. Oldridge and S.
Latihan fisik terarah memiliki Ebrahim. (2001) "Exercisebased
pengaruh yang signifikan terhadap fungsi rehabilitation for coronary heart
otot jantung berdasarkan hasil disease." Sports Medicine Journal
pemeriksaan tekanan darah dan gambaran 1: 87.
EKG. Dimana signifikansi yang paling 7. Lavie, C. J., R. V. Milani and A. B.
Littman (1993). "Benefits of cardiac

45
rehabilitation and exercise training kedokteran universitas diponegoro
in secondary coronary prevention in semarang.
the elderly." Journal of the 15. Sylvia A. Price, Lorraine M.
American College of Cardiology Wilson,(1994) Patofisiologi –
22(3): 678. konsep klinis proses-proses
8. Deaner, S.L. (1999). Depresive penyakit, Edisi 4, Penerbit Buku
Symptoms And Problem Solving As Kedokteran EGC, Jakarta, , 528-
Predictor Of Adherence To The 556.
Cardiac Medical Regimen. 16. Yusnidar, 2007. Faktor – Faktor
http://proquest.umi.com/pqdweb?in Risiko Penyakit Jantung Koroner
dex=7&did=730298831&SrchMode pada Wanita Usia > 45 Tahun.
=2&sid=5&Fmt=6&VInst=PROD& Program Pascasarjana Universitas
VType=PQD&RQT=309&VName= Diponegoro Semarang. Tesis S-2
PQD&TS=1239704214&clientId=4 Magister Epidemiologi.
5625, diperoleh 14 April 2009. 17. Jawaharlal W.B. Senaratne and
9. Rokhaeni, H., Purnamasari, E. & Green FR. (2000) Pathobiology of
Rahayoe, A.U. (2001). Buku Ajar atherosclerosis. In: Peter J. Morris,
Keperawatan Kardiovaskuler, William C. Wood editor. Oxford
Jakarta: Bidang Diklat PK.Jantung Textbook of Surgery. 2nd edition.
dan Pembuluh Darah Harapan Kita. US: Oxford press;: Vol. 3.
10. Sani, A. (2008). Spesialis Jantung 18. Masud Ibnu. (1989), Dasar-dasar
Yang Bersahaja, http://www.tokoh Fisiologi Cardiovaskuler.EGC
indonesia.com /ensiklopedi/a/aulia- Jakarta.
sani/index.php, diperoleh 1 Maret 19. Stamler J, Epidemiology of
2013. coronary heart disease, Med Clin
11. Halimuddin. (2006) Pengaruh North Am 1973; 57:5-46.
Model Aktivitas Dan Latihan Klien 20. Anwar Djohan T. Bahri,. (2009)
Gagal Jantung Terhadap Fraksi Dislipidemia Sebagai Faktor Resiko
Ejeksi dan Tekanan Darah ( bulan Penyakit Jantung Koroner Fakultas
November-Desember 2006), Tesis Kedokteran Universitas Sumatera
Fakultas Ilmu Keperawatan Utara.
Universitas Indonesia tidak 21. Rahmatina. (2012) Buku ajar
dipublikasikan. Fisiologi Jantung.EGC Jakarta
12. Notoatmodjo. (2010). Metodologi
Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi,
2003. Balai Pustaka, Jakarta.
13. Arsdiani syatria. (2006) Pengaruh
olahraga terprogram terhadap
tekanan darah pada mahasiswa
fakultas kedokteran universitas
diponegoro yang mengikuti
ekstrakurikuler basket. fakultas
kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang.
14. Irenne Elly MS. (2006) Perubahan
denyut nadi pada mahasiswa setelah
aktivitas naik turun tangga fakultas

46

Anda mungkin juga menyukai