Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN KASUS

BATU SALURAN KEMIH

OLEH:

M. Insanul Kamil Rery 110100303


Marco A.S. Tambunan 110100279
Khalishaturrahmi Nasution 110100269
Reyhana Gathari 110100103
Tririn Rinanti 110100244
Rezky Pamaska 110100005
Neila Fawza Putri S. 110100002
Rhea Tiara Dinata 110100029
M. Alfarisyi Zamzami 110100145
Kobinath A/L Nandakumar 100100317

DEPARTEMEN ILMU BEDAH UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Batu Saluran Kemih”. Tujuan penulisan laporan
kasus ini adalah untuk melengkapi persyaratan kepanitraan klinik di Departemen
Ilmu Bedah Umum RSUP H. Adam Malik Medan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara..
Penulis menyadari laporan kasus ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
kita semua terutama untuk pengembangan ilmu kedokteran.

Medan, Juli 2016

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar...................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................... 1
ii

1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 4


2.1 Batu Saluran Kemih.............................................................. 4
2.1.1 Definisi ....................................................................... 4
2.2 Anatomi Saluran Kemih ....................................................... 4
2.2.1 Saluran Kemih Atas .................................................... 5
2.2.2 Saluran Kemih Bawah................................................. 5
2.3 Epidemiologi penyakit Batu Saluran Kemih......................... 7
2.3.1 Jenis Kelamin ............................................................. 9
2.3.2 Ras dan Etnis .............................................................. 9
2.3.3 Usia.............................................................................. 10
2.3.4 Distribusi Geografi...................................................... 16
2.3.5 Iklim ........................................................................... 9
2.3.6 Pekerjaan .................................................................... 9
2.3.7 Riwayat Keluarga........................................................ 10
2.3.8 Status Ekonomi............................................................ 16
2.4 Faktor Metabolik .................................................................. 9
2.4.1 Diabetes ...................................................................... 9
2.4.2 Hiperurikosuria ........................................................... 9
2.4.3 Derajat Keasaman (pH)............................................... 10
2.4.4 Infeksi Saluran Kemih................................................. 16
2.5 Teori Pembentukan Batu Saluran Kemih ............................. 9
2.6 Klasifikasi Batu Sakuran Kemih........................................... 9
2.6.1 Batu Kalsium .............................................................. 9
2.6.2 Batu Struvit.................................................................. 9
2.6.3 Batu Asam Urat........................................................... 10
2.7 Gejala Klinis Batu Saluran Kemih ....................................... 9
2.8. Pemeriksaan Radiologi.........................................................
2.9 Penatalaksanaan Medis Penderita Batu Saluran Kemih........ 9
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT .................................................. 24
BAB 4 DISKUSI ................................................................................... 37
BAB 5 KESIMPULAN ......................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 43
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan masa
keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih
atas (ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra),
yang dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan
infeksi.1
Penyakit batu saluran kemih diduga telah ada sejak peradaban manusia
yang tua karena ditemukan batu diantara tulang panggul kerangka mumi dari
seorang berumur 16 tahun. Mumi ini diperkirakan berumur sekitar 7000 tahun.1
Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit batu
mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahtreraan masyarakat dan berubah
sesuai dengan perkembangan kehidupan suatu bangsa. Berdasarkan data
epidemiologi batu saluran kemih di berbagai negara, dapat disimpulkan bahwa
dinegara yang mulai berkembang terdapat banyak batu saluran kemih bagian
bawah, terutama terdapat dikalangan anak. Dinegara yang sedang berkembang
insidensi batu saluran kemih relatif rendah, baik dari batu saluran kemih bagian
bawah maupun dari batu saluran kemih bagian atas. Dinegara yang telah
berkembang, terdapat banyak batu saluran kemih bagian atas, terutama dikalangan
orang dewasa. 1
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar
dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari
penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti.2
Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan
jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto
Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi
847 pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai
tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock
wave lithotripsy) yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan (ESWL,
PCNL, dan operasi terbuka).2
2

Dari data di luar negeri didapatkan bahwa resiko pembentukan batu


sepanjang hidup (life time risk) dilaporkan berkisar 5-10% (EAU Guidelines).
Laki-laki lebih sering dibandingkan wanita (kira-kira 3:1) dengan puncak
insidensi antara dekade keempat dan kelima, hal ini kurang lebih sesuai dengan
yang ditemukan di RSUPN-CM.2
Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2013 didapatkan di Indonesia
prevalensi Batu Saluran Kemih 0,2 % sementara Provinsi Sumatera Utara
prevalensi penyakit Batu saluran kemih 0,3% dengan karakteristik responden
diatas usia 15 tahun. Prevalensi tertinggi pada kelompok usia 55-64 tahun yaitu
1,3%. Jenis kelamin laki-laki 2 kali lebih sering menderita batu saluran kemih
dibanding wanita.3
Penyakit batu saluran kemih dapat menyerang penduduk seluruh dunia
tidak terkecuali penduduk indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di
berbagai belahan bumi. Di negara-negara berkembang termasuk Indonesia lebih
banyak dijumpai pasien batu buli-buli, berbeda dengan negara maju lebih banyak
dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas, hal ini karena adanya pengaruh
status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. 4
Salah satu batu saluran kemih yang diderita adalah Batu kandung kemih
atau batu buli. Batu buli-buli sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan
miksi atau terdapat benda asing dibuli-buli. Gangguan miksi terjadi pada pasien
hiperplasia prostat, striktur uretra, divertikel buli-buli, atau buli-buli neurogenik.
Kateter yang terpasang pada buli-buli dalam waktu yang lama, adanya benda
asing lain yang secara tidak sengaja dimasukkan kedalam buli-buli seringkali
menjadi inti terbentuknya batu buli-buli. Selain itu batu buli-buli dapat berasal
dari batu ginjal atau batu ureter. Karena batu menghalangi aliran kemih akibat
penutupan leher buli, aliran yang mula-mula lancar tiba-tiba terhenti dan menetes
disertai dengan nyeri. Pada anak, nyeri menyebabkan anak bersangkutan menarik
penisnya sehingga tidak jarang dilihat penisnya agak panjang. Bila pada saat sakit
tersebut penderita berubah posisi, suatu saat alira kemih akan dapat keluar karena
letak batu yang berpindah. Bila selanjutnya terjadi infeksi sekunder, selain nyeri
sewaktu miksi dapat juga dijumpai nyeri menetap di regio suprapubik. 1,5
3

Di negara berkembang seperti Indonesia masih sering dijumpai batu


endermik pada buli-buli yang lebih sering dijumpai pada anak-anak yang
menderita kurang gizi atau yang sering menderita dehidrasi atau diare.4
Kekambuhan pembentukan batu merupakan masalah yang sering muncul
pada semua jenis batu dan oleh karena itu menjadi bagian penting perawatan
medis pada pasien dengan batu saluran kemih.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4

2.1 Batu Saluran Kemih


2.1.1 Definisi
Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan masa
keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih
atas (ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra),
yang dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan
infeksi. Batu saluran kemih merupakan penyakit ketiga terbanyak yang terdapat
pada saluran kemih, setelah infeksi saluran kemih dan pembesaran kelenjar
prostat. 1
Batu saluran kemih merupakan agregat polycrystalline yang terbentuk dari
berbagai macam kristaloid dan matriks organik. Terbentuknya batu dipengaruhi
oleh saturasi urin. Saturasi urin bergantung pada pH urin, ion-ion, konsentrasi zat
terlarut, dan lain-lain.5
Batu saluran kemih terbentuk karena adanya pengendapan dari garam
kalsium, magnesium, asam urat, sistin dan lainnya. Komposisi terbanyak untuk
batu saluran kemih yaitu batu yang mengandung kalsium yang didapati hampir
mencapai sekitar 80% dari kasus batu saluran kemih yang ada. Batu calsium
oxalate ditemukan sekitar 60% dari segala jenis batu, campuran calcium oxalate
dan hydroxyapatite sekitar 20% dan batu brushite sekitar 2%. Untuk batu asam
urat dan struvit (magnesium amonium phospate) ditemukan masing-masing
sekitar 7% kasus, dan batu sistin hanya ditemukan sekitar 1% dari kasus batu
saluran kemih yang ada.6

2.2. Anatomi Saluran Kemih


Sistem urogenitalia atau genitourinaria terdiri atas sistem organ reproduksi
dan saluran kemih. Keduanya dijadikan satu kelompok sistem urogenitalia, karena
mereka saling berdekatan, berasal dari embriologi yang sama, dan menggunakan
saluran yang sama sebagai alat pembuangan, misalkan uretra pada pria.4
Sistem saluran kemih atau disebut juga sebagai sistem ekskretori adalah
sistem organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan air kemih. Pada
manusia normal, organ ini terdiri ginjal beserta sistem pelvikalises, ureter, buli-
5

buli, dan uretra. Sistem organ genitalia atau reproduksi pria terdiri atas testis,
epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan penis. Pada
umumnya organ urogenitalia terletak di rongga retroperitoneal dan terlindungi
oleh organ lain yang berada di sekitarnya, kecuali testis, epididimis, vas deferens,
penis dan uretra.4

Gambar 2.1. Sistem Saluran Kemih Pada Manusia

2.2.1. Saluran Kemih Atas


a. Ginjal
Ginjal berasal dari metanefros yang terdiri atas bagian dorsal mesonefros
dan tonjolan ureter. Metanefros ini membentuk ureter, pielum, kaliks ginjal, dan
jaringan parenkim ginjal. Struktur ini naik ke arah dorsokranial sewaktu
perkembangannya sekitar minggu ke delapan menyatu dengan blastema dan
mengalami rotasi, sehingga akhirnya pielum dan hilusnya terletak disebuah
medial.1,7
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya
menghadap ke medial. Cekungan ini disebut sebagai hilus renalis, yang di
dalamnya terdapat apeks pelvis renalis dan struktur lain yang merawat ginjal,
yakni pembuluh darah, sistem limfatik, dan sistem saraf.4,7
6

Gambar 2.2. Gambaran batu pada ginjal dan saluran kemih

Fungsi ginjal adalah mengatur komposisi dan volume cairan ekstrasel.


Secara spesifik fungsi ginjal mempertahankan cairan ekstrasel dengan cara
mempertahankan keseimbangan air seluruh tubuh dengan mempertahankan
volume plasma yang tepat melalui pengaturan eksresi garam dan air yang
berdampak pada pengaturan tekanan darah jangka panjang dan membuang hasil
akhir dari proses metabolisme seperti ureum, kreatinin, dan asam urat yang bila
kadarnya meningkat di dalam tubuh dapat bersifat toksik.7,9
Ginjal memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi
kehidupan, yakni menyaring (filtrasi) sisa hasil metabolisme dan toksin darah,
serta mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit tubuh, yang kemudian
dibuang melalui air kemih. Fungsi tersebut diantaranya: (1) mengontrol sekresi
hormon aldosteron dan ADH (anti diuretic hormone) yang berperan dalam
mengatur jumlah cairan tubuh; (2) mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin
D; serta (3) menghasilkan beberapa hormon, antara lain: eritropoietin yang
berperan dalam pembentukan sel darah merah, renin yang berperan dalam
mengatur tekanan darah, serta hormon prostaglandin yang berguna dalam
berbagai mekanisme tubuh.4,9

b. Ureter
7

Ureter adalah organ berbentuk saluran kecil yang berfungsi mengalirkan


air kemih dari pielum (pelvis) ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang dewasa
panjangnya lebih kurang 25-30 cm, dan diameternya 3-4 mm. Dindingnya terdiri
atas: (1) mukosa yang dilapisi oleh sel transisional, (2) otot polos sirkuler, dan (3)
otot polos longitudinal. Kontraksi dan relaksasi kedua otot polos itulah yang
memungkinkan terjadinya gerakan peristaltik ureter guna mengalirkan air kemih
ke dalam buli-buli. Jika karena suatu sebab terdapat sumbatan pada lubang ureter
sehingga menyumbat aliran air kemih, otot polos ureter akan berkontraksi secara
berlebihan, yang bertujuan untuk mendorong atau mengeluarkan sumbatan itu dari
saluran kemih. Kontraksi itu dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara
berkala, sesuai dengan irama peristaltik ureter.4,7

2.2.2. Saluran Kemih Bawah


a. Buli-buli
Buli-buli atau vesika urinaria adalah organ berongga yang terdiri atas 3
lapis otot detrusor yang saling beranyaman, yakni (1) terletak paling dalam adalah
otot longitudinal, (2) ditengah merupakan otot sirkuler, dan (3) paling luar
merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas sel transisional yang
sama seperti pada mukosa pelvis renalis, ureter, dan uretra posterior. Buli-buli
berfungsi menampung air kemih dari ureter dan kemudian mengeluarkannya
melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam menampung air kemih,
buli-buli mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa
lebih kurang adalah 300-450 ml.4,7

b.Uretra
Uretra merupakan saluran yang menyalurkan air kemih ke luar dari buli-
buli melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian, yaitu
uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam
menyalurkan cairan mani. Uretra dilengkapi dengan katup uretra interna yang
terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta katup uretra eksterna yang
terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Mukosa uretra yang
8

meliputi dari glans penis dibentuk oleh lapisan skuamos epithelium. Pada bagian
proksimalnya dibentuk oleh tipe lapisan transisional. 4,7
Katup uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem
simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh, katup ini terbuka. Katup uretra
eksterna terdiri atas otot bergaris yang dipersarafi oleh sistem somatik. Aktivitas
katup uretra eksterna ini dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada
saat berkemih katup ini terbuka dan tetap terutup pada saat menahan rasa ingin
berkemih. Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria
dewasa kurang lebih 23-25 cm.4,7

2.3 Epidemiologi Penyakit Batu Saluran Kemih


2.3.1. Jenis Kelamin
Batu saluran kemih biasanya terjadi pada pria dewasa daripada wanita
dewasa dengan perbandingan 3:1. Namun, saat ini terdapat perbedaan yang
semakin sempit antara angka kejadian pada pria dengan wanita. Data dari
Amerika menunjukkan bahwa meskipun angka kejadian dari tahun 1997-2002
terdapat peningkatan pada wanita sebesar 17%.6
2.3.2. Ras dan etnis
Batu saluran kemih lebih sering terjadi pada ras Kaukasia berkulit putih
daripada kulit hitam, terlepas dari daerah tempat tinggal geografinya. Di Amerika
dan Brasil, terdapat perbandingan 4:1 antara ras Kaukasia dengan Kulit Hitam.
Memang benar perbedaan ini tidak akan membawa langsung kepada kesimpulan
bahwa ras tertentu memiliki hubungan langsung terhadap risiko batu saluran
kemih. Penelitian yang sama menunjukkan bahwa ketika orang kulit hitam
mengadopsi gaya hidup orang Kaukasia, terdapat peningkatan prevalensi yang
signifikan pada orang kulit hitam.6,10
2.3.3. Usia
Angka kejadian batu saluran kemih sangat jarang sebelum usia 20 tahun
dan meningkat pada usia 40-60 tahun. Ilmuwan telah mengamati bahwa wanita
memiliki model distribusi ganda kejadian batu saluran kemih pada usia 60 tahun
berkaitan dengan menopause. Temuan ini mungkin ada hubungannya dengan efek
estrogen yang dapat menghalangi pembentukan batu saluran kemih karena
9

hormon ini dapat meningkatkan penyerapan kalsium dan mencegah saturasi


kalsium di urin. Selain itu, batu saluran kemih lebih jarang pada wanita
dibandingkan dengan pria hingga mencapai usia 50 tahun.6
2.3.4. Distribusi Geografi
Distribusi geografi batu saluran kemih cenderung terjadi sesuai dengan
keadaan lingkungan. Prevalensi BSK yang tinggi sering ditemukan pada
lingkungan yang panas, gersang, atau iklim yang kering seperti pegunungan,
padang gurun, dan daerah tropis. Namun, faktor genetik dan pengaruh makanan
dapat mengalahkan efek faktor risiko geografi.6
Ilmuwan berhasil mengungkapkan daerah dengan prevalensi terbanyak di
dunia. Daerah itu adalah: Amerika Serikat, Kepulauan Britania, Skandinavia dan
Mediterania, India Utara dan Pakistan, Australia Utara, Eropa Tengah, sebagian
Selat Malaya, dan Cina. Daerah-daerah di seluruh dunia yang memiliki prevalensi
batu saluran kemih yang tinggi dikenal dengan istilah sabuk batu (stone belt).10

Gambar 2.3. Sabuk Batu Afrika-Asia

2.3.5. Iklim
10

Insidensi batu ssaluran kemih lebih tinggi pada negara yang memiliki
iklim hangat dan panas. Kemungkinan besar hal ini disebabkan karena
pengeluaran urin yang rendah dan kurangnya asupan cairan. Faktor inilah yang
menyebabkan pola geografi di Amerika Utara dan sabuk batu Afro-Asia.10
Selain itu, perbedaan musim juga berhubungan dengan suhu dan hilangnya
cairan tubuh akibat presipitasi dan juga mungkin karena peningkatan produksi
vitamin D akibat induksi dari sinar matahari. Angka kejadian batu saluran kemih
lebih tinggi pada musim panas dan gugur dibandingkan musim dingin dan semi.
Di Amerika Utara, prevalensi batu saluran kemih cenderung meningkat ketika
rerata suhu tahunan (5.2°C di Dakota Utara hingga 22°C di Florida) dan indeks
ahaya matahari (14.6 di Washington hingga 39.7 di Florida) meningkat.6,10

Gambar 2.4. Sabuk Batu Amerika Utara

2.3.6. Pekerjaan
Paparan panas dan dehidrasi yang dapat mengakibatkan batu saluran
kemih dapat terjadi pada pekerjaan. Juru masak dan ahli mesin, sering terkena
paparan suhu yang tinggi, memiliki tingkat kejadian batu saluran kemih tertinggi
dibandingkan personel lain. Orang yang bekerja di peleburan baja juga memiliki
tingkat insidensi yang tinggi karena terpapar dengan suhu tinggi dibanding dengan
11

orang yang bekerja di suhu normal. Pemeriksaan metabolik yang lebih dalam
selanjutnya mengungkapkan bahwa pekerja yang terpapar suhu tinggi memilliki
volume urin yang rendah dan hipositraturia. Penelitian lain yang dilakukan pada
pekerja pabrik kaca menunjukkan bahwa pekerja yang terpapar dengan suhu
tinggi dalam jangka panjang mengalami persipitasi yang besar. Akibatnya, pekerja
yang terkena paparan suhu tinggi memiliki volum urin dan pH yang rendah, level
asam urat yang tinggi, massa jenis urin yang tinggi, sehingga menyebabkan
supersaturasi asam urat. Hal ini menyebabkan 38% pekerja di pabrik tersebut
mengalami batu asam urat. Individu yang memiliki pekerjaan kantoran seperti
manager atau pegawai profesional memiliki risiko tinggi terkena batu saluran
kemih, namun penyebabnya masih belum jelas.6
2.3.7. Riwayat Keluarga
Orang dengan riwayat keluarga yang memiliki batu saluran kemih
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita batu saluran kemih yang
berulang, terlebih lagi jika orang tersebut memiliki riwayat gangguan saluran
cerna (terutama yang menyebabkan diare kronik), osteoporosis, infeksi saluran
kemih atau gout artritis.6
Insidensi batu saluran kemih akan meningkat sebanyak dua kali pada
pasien dengan riwayat keluarga tingkat pertama yang memiliki riwayat batu
saluran kemih. Pasangam dari orang yang memiliki riwayat batu kalsium oksalat
juga memiliki risiko yang lebih tinggi menderita batu saluran kemih dikarenakan
adanya pengaruh lingkungan dan faktor makanan.5
Selain pengaruh lingkungan dan faktor makanan, genetik juga memiliki
peran besar.5 Peran genetik seperti defek pada pengasaman urin, cystinuria,
ataupun defek pada gen yang mengatur jalur metabolisme kalsium sehingga
terjadi hiperkalsiuria menyumbangkan faktor risiko signifikan dalam riwayat
keluarga.5,11,12

2.3.8. Status Ekonomi


12

Dalam beberapa dekade terakhir ini, telah terjadi peningkatan kualitas


pangan dan asupan protein yang pararel terhadap peningkatan perekonomian
dunia sehingga standard hidup masyarakat juga mengalami perubahan. Perubahan
perilaku dan gaya hidup ini mengakibatkan pergeseran kecendrungan lokasi
terbentuknya batu dari kandung kemih menjadi batu ginjal terutama pada negara
berkembang.13
Penelitian secara epidemiologi dari berbagai negara telah menunjukkan
bahwa insidensi batu ginjal lebih tinggi pada populasi dengan konsumsi protein
hewani yang tinggi. Asupan protein dapat meningkatkan level kalsium urin,
oksalat, dan eksresi asam urat yang pada akhirnya dapat meningkatkan
probabilitas pembentukan batu saluran kemih bahkan pada orang yang normal
sekalipun.6

2.4. Faktor Metabolik


2.4.1. Diabetes
Hubungan antara diabetes melitus dan batu saluran kemih telah diketahui
sejak 15 tahun terakhir ini. Namun, studi epidemiologi yang detail masih sedikit
dilakukan. Pada studi yang dilakukan oleh Meydan (2003) di Turki menunjukkan
bahwa pasien yang mengalami diabetes lebih sering terkena batu saluran kemih
dan memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi. Penelitian prospektif telah
menunjukkan bahwa riwayat diabetes memiliki hubungan independen dengan
kejadian batu saluran kemih baik pada wanita usia muda dan tua, tapi tidak pada
pria. Penelitian lebih lanjut mengungkapkan pasien diabetes yang mengalami batu
ginjal lebih sering terkena batu jenis asam urat dibandingkan dengan jenis batu
lain. Hal ini disebabkan pasien yang mengalami diabetes, khususnya diabetes
melitus tipe II, memiliki pH yang rendah. Hal ini menyebabkan batu dapat mudah
terbentuk. Selain itu, pasien dengan diabetes melitus mengeksresikan oksalat urin
lebih banyak daripada orang yang tidak menderita diabetes.14,15
Diabetes nefropati, ditandai dengan akumulasi matriks ekstraselular di
matrik glomerular, tubulus interstisium, dan penebalan hyalin pembuluh darah
ginjal, sering dikenal sebagai komplikasi diabetes. Nefropati dimulai dengan
13

hiperglikemi. Glukosa dimetabolisme melalui berbagai jalur kaskade yang akan


mengaktifkan jalur lainnya. Molekul seperti advance glycation end products
(AGE), Protein Kinase C (PKC), dan RAS akan diaktifkan. Hal ini akan
menghasilkan reactive oxygen species (ROS) yang pada akhirnya akan
mengaktifkan jalur mitogen activated protein kinase (MPK), transforming growth
factor-b (TGF-b), berbagai macam kemokin dan faktor transkripsi. Hal ini akan
menyebabkan ekspresi berlebih dari gen yang menyandi matriks ekstraselular
sehingga menyebabkan fibrosis. Kelainan ini disebut fibrosis kolagen tipe IV
yang ditandai dengan peningkatan marker reaksi inflamasi dan terjadi pada pasien
diabetes tipe II.15,16

Gambar 2.5. Patofisiologi Diabetes dan Mekanisme Inflamasi

2.4.2. Hiperurikosuria
14

Batu asam urat dapat terjadi akibat gout artritis atau pada penyebab
sekunder dari kelebihan produksi purin. Penyebab sekunder dari batu ini termasuk
diare kronik yang diakibatkan oleh ileostomi, kolitis ulserasi, dan penyakit Chron.
Diare kronik ini menyebabkan orang tersebut terpapar dengan kondisi pH urin
yang rendah akibat hilangnya bikarbonat, berkurangnya eksresi amonia, dan
rendahnya volume urin.6

Tabel 2.1 Faktor-Faktor yang Dapat Menyebabkan Pembentukan Batu Akibat


Hiperurikosuria
No Faktor
1 Kelaparan yang menyebabkan keadaan oliguria kronik
2 Gout primer (25% populasi)
3 Gout sekunder (50% populasi)
4 Obat-obatan yang menyebabkan kerusakan sel dengan cepat. Sering
pada pasien yang menjalani pengobatan penyakit neoplastik
5 Leukemia akut
6 Anemia hemolitik/ penyakit mieloproliperatif
7 Olahraga yang berlebihan

2.4.3. Derajat Keasaman (pH)


Pada pH urin yang rendah (pH<5,5), asam urat yang belum berdisosiasi
masih mendominasi urin sehingga dapat menyebabkan pembentukan batu asam
urat dan/atau kalsium. Batu kalsium oksalat terbentuk akibat nukleasi heterogen
dengan kristal asam urat. Setiap kelainan yang dapat menyebabkan rendahnya pH
urin akan menjadi faktor predisposisi terhadap pembentukan batu. Penderita
metabolik asidosis kronik dapat menyebabkan rendahnya pH urin, hiperkalsiuria,
dan hipositraturia. Asidosis dapat menyebabkan peningkatan resorpsi kalsium dari
tulang dan menyebabkan peningkatan kalsium urin.6

2.4.4. Infeksi Saluran Kemih


Batu magnesium amonium fosfat (struvite) sangat erat kaitannya dengan
batu infeksi. Batu ini sering dihubungkan dengan infeksi dari organisme seperti
Proteus, Pseudomonas, Providencia, Klebsiella, Staphylococcus, dan E. Coli.
Kalsium fosfat adalah varian terbanyak kedua yang dihubungkan dengan infeksi.
15

Kalsium fosfat terbentuk ketika pH urin berada <6,4 dan sering disebut sebagai
batu brusit, sedangkan batu infeksi apatit dihubungkan dengan pH urin >6,4.5
Infeksi juga dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi urin dan keadaan
statis pada bagian kalkulus proksimal. Infeksi juga dapat menjadi faktor penyebab
persepsi rasa nyeri pada pasien karena bakteri dapat menghasilkan eksotoksin
maupun endotoksin yang akan mengubah aktivitas peristaltik otot saluran kemih.
Inflamasi lokal dapat menyebabkan aktivasi kemoreseptor dan persepsi nyeri yang
mengikuti pola referal.5

2.5 Teori Pembentukan Batu Saluran Kemih


Proses pembentukan batu merupakan suatu proses yang kompleks. Ini
berawal dari urin yang menjadi jenuh yang diakibatkan garam-garam pembentuk
batu, sehingga ion atau molekul terlarut membentuk kristal atau inti. Setelah
terbentuk, kristal dapat terbuang melalui urin atau tetap bertahan pada ginjal yang
dapat mendorong pertumbuhan dan agregasi, yang pada akhirnya menyebabkan
pembentukan batu. Berikut ini akan dibahas proses-proses pembentukan batu
secara lebih rinci.

1. Tingkat Kejenuhan

Cairan mengandung ion-ion atau molekul-molekul terlarut di dalamnya,


yang digambarkan dengan concentration product (CP). Semakin besar konsentrasi
ion atau molekulnya, maka semakin besar pulalah CP-nya. Semakin
meningkatnya konsentrasi ion terlarut ini, lama-kelamaan akan mencapai suatu
titik jenuh yang disebut Thermodynamic Solubility Product (Ksp). Apabila
konsentrasinya melebihi Ksp, maka akan dimulailah proses pembentukan batu.

Kelarutan ion atau molekul dalam suatu larutan dibedakan menjadi tiga
bagian besar, yaitu undersaturation, metastable, dan unstable. Undersaturation
merupakan keadaan dimana konsentrasinya masih dibawah titik Ksp. Pada situasi
ini Kristal masih belum terbentuk. Metastable merupakan keadaan dimana
konsentrasi larutannya sudah diatas Ksp, namun masih belum mencapai titik
formation product. Pada situasi ini sudah mulai terjadi pertumbuhan kristal dan
16

agregasi kristal. Unstable merupakan keadaan dimana konsentrasi larutannya


sudah berada di atas titik formation product. Pada situasi inilah terjadi proses
pengintian (nucleation).6

Gambar 2.6. Tingkat Saturasi

2. Teori Nukleasi

Pada teori ini menjelaskan bahwa batu saluran kemih berasal dari kristal
atau benda asing terbenam dalam urin yang konsentrasinya jenuh. Batu saluran
kemih tidak selalu terbentuk pada pasien dengan hiperekskresi atau pasien yang
beresiko menderita dehidrasi.5

3. Teeori Inhibitor Kristal

Teori ini menyatakan bahwa batu saluran kemih terbentuk akibat ketiadaan
ata rendahnya konsentrasi dari inhibitor batu yang alami, mencakup magnesium,
sitrat, piropospat, dan lain sebagainya. Namun teori ini masih banyak diragukan,
dikarenakan banyak orang yang menderita batu saluran kemih walaupun dia
memiliki faktor inhibitori, dan adanya orang yang tidak menderita penyakit batu
saluran kemih walaupun dia tidak memiliki faktor inhibitori.5
17

2.6 Klasifikasi Batu Saluran Kemih


Batu saluran kemih dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yakni:
menurut sifatnya terhadap sinar X, menurut etiologinya, dan menurut komponen
penyusunnya.17 Berikut ini adalah tabel pengelompokan batu saluran kemih:

Tabel 2.2 Jenis Batu Menurut Komposisi


Komposisi Kimia Mineral
Kalsium oksalate monohidrate Whewellite
Kalsium oksalate dihidrat Wheddelite
Asam urat dihidrat Uricite
Amonium urat
Magnesium amonium fosfat Struvite
Carbonate apatite (phospate) Dahllite
Calcium hydrogenphospate Brushite
Cystine
Xanthine
2,8-dihydroxyadenine
“Batu obat”
Komposisi tidak diketahui

Tabel 2.3 Jenis Batu Menurut Etiologi


Batu Non-infeksi Batu Infeksi Batu Genetik Batu Obat
Kalsium oksalate Magnesium amonium fosfat Sistin (Cystine) Indinavir
Kalsium fosfat Apatit Xanthine
Asam urat Amonium urat 2,8-
dihydroxyadenine

Tabel 2.4 Jenis Batu Menurut Karakteristik Sinar X


Radioopak Semi-Radioopak Radiolusen
Kalsium oksalate dihidrat Magnesium amonium Asam urat
fosfat
Kalsium oksalate Apatit Amonium urat
monohidrat
Kalsium fosfat Sistin (Cystine) Xanthine
2,8-dihydroxyadenine
Batu akibat obat-obatan

2.6.1. Batu Kalsium


a) Hiperkalsiuria
18

Hiperkalsiuria adalah kelainan yang paling sering dijumpai pada penderita


batu kalsium. Konsentrasi kalsium urin yang tinggi menyebabkan peningkatan
saturasi garam kalsium dan mengurangi aktivitas senyawa inhibitor seperti sitrat
dan sulfat. Hiperkalsiuria didefiniskan sebagai jumlah kalsium yang dikeluarkan
melalui urin lebih besar dari 4 mg/kg/hari atau lebih dari 7 mmol/hari pada pria
dan 6 mmol/hari pada wanita.6
Kalsium yang berasal dari makanan diabsorpsi dari usus halus sebanyak
30-40 % dan 10% melalui usus besar setiap harinya. Penyarapan kalsium dapat
bervariasi tergantung dari jumlah kalsium yang dimakan. Ketika asupan kalsium
sedikit, penyerapan meningkat, sedangkan ketika asupan kalsium banyak,
penyerapan berkurang. Jalur transelular yang bergantung pada vitamin D (vitamin
D-dependent trancellular pathway) mengatur jalur utama penyerapan kalsium
melalui saluran cerna ketika asupan kalsium sedikit dan menerima feedback
negatif ketika asupan kalsium melimpah.6
Saluran cerna, tulang, dan ginjal memainkan peranan penting dalam
metabolisme kalsium yang dipengaruhi oleh makanan, forsfor, cairan,
keseimbangan elektrolit, hormon paratiroid, dan calcitonin. Penyerapan kalsium
dari lumen usus secara transelular diperantarai oleh 1,25(OH)2D3(calcitriol), yang
berfungsi meningkatkan permeabilitas kalsium di brush border sel epitel.
Calcitriol adalah bentuk aktif vitamin D yang telah mengalami transformasi dari
bentuk inaktif (provitamin) dengan bantuan sinar matahari, hormon paratiroid,
dan hipofosfatemia. Hormon paratiroid berfungsi meningkatkan absorpsi kalsium
dan mengurangi reabsorpsi fosfat di tubulus ginjal.6,18
Jadi, keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan eksresi kalsium dalam
urin adalah:(1) penyerapan kalsium dari saluran cerna yang berlebihan (idiopatik
kelebihan vitamin D), (2) kerusakan reabsorpsi di tubulus ginjal (tubular asidosis,
loop diuretik), (3) resorpsi tulang (imobilisasi, hiperparatiroid, penggunaan
steroid, neoplasma). (4) kebocoran fosfat dari tubulus ginjal, (5) peningkatan
sintesis 1,25(OH)2D3(calcitriol) (sarkoidosis, neoplasma), (6) peningkatan
produksi prostaglandin E2 di ginjal (idiopatik, sindrom Barterr), dan (7) kelebihan
asupan garan dan kekurangan asupan kalium.6,18
19

b) Hiperoksaluria
Hiperoksaluria adalah keadaan oksalat yang terdapat di urin lebih dari 40
mg/hari yang dapat menyebabkan saturasi kalsium-oksalat di urin sehingga dapat
menyebabkan pembentukan batu kalsium oksalat.5 Kerusakan di sel tubulus ginjal
yang diakibatkan oleh lipid peroxidation dan radikal bebas memiliki peran dalam
pembentukan kristal oksalat. Kerusakan membran membantu fiksasi dan
pertumbuhan kristal kalsium oksalat.6
Diare kronik dapat mengubah metabolisme oksalat. Malabsorpsi
menyebabkan peningkatan lemak dan empedu di saluran cerna. Kalsium yang
terdapat di saluran cerna dapat mengikat lemak sehingga menyebabkan reaksi
penyabunan (saponifikasi). Hal ini akan menyebabkan jumlah kalsium yang
berikatan dengan oksalat di saluran cerna menurun. Oksalat yang tidak terikat ini
akan diabsorpsi melalui dinding saluran cerna secara pasif, terlebih lagi dengan
adanya garam empedu. Peningkatan kecil dalam penyerapan oksalat akan
menyebabkan pembentukan kalsium oksalat secara signifikan di ginjal. Hal ini
akan menyebabkan potensi nukleasi heterogen dan pertumbuhan kristal.5
Orang yang mengalami peningkatan kadar oksalat urin tidak secara
otomatis membentuk batu kalsium oksalat. Ada faktor lain yang
mempengaruhinya seperti kelainan metabolisme, peran bakteri Oxalobacter
formigenes,anion transporter Slc26a6,dehidrasi, hipositraturia, kadar inhibitor
yang rendah, dan malabsorpsi.5
c) Hipositraturia
Hipositraturia adalah sebuah keadaan dimana kadar sitrat urin kurang dari
320 mg/hari atau kurang dari 0,6 mmol/hari pada pria atau 1,03 mmol/hari pada
wanita. Keseimbangan asam basa memiliki peranan penting dalam mengatur
eksresi sitrat. Pada keadaan metabolik asidosis, terjadi penurunan kadar sitrat urin
akibat peningkatan penyerapan tubulus dan penurunan sintesis sitrat di sel
peritubular.6
20

Sitrat dapat membentuk senyawa dengan kalsium sehingga menurunkan


konsentrasi ion kalsium dan menurunkan aktivitas produk sehingga dapat
menurunkan potensi pembentukan kristal. Sitrat dapat menurunkan agglomerasi,
nukleasi spontan, dan pertumbuhan kristal kalsium oksalat. Sitrat juga dapat
menurunkan kadar mononatrium urat, suatu substansi yang dapat menyerap
inhibitor dan membantu nukleasi heterogen, sehingga dapat mengecilkan batu
kalsium oksalat.5
Penurunan kadar sitrat dapat diakibatkan oleh berbagai keadaan patologis
yang berhubungan dengan asidosis. Distal renal tubular acidosis (RTA) memiliki
ciri pH urin yang tinggi (>6,8), serum klorida yang tinggi, dan serum bikarbonat
dan kalium yang sendah. Ketidakmampuan mengasamkan urin ketika diberikan
asupan oral amonium klorida menegakkan diagnosis RTA. 6 Diare kronik juga
dapat menyebabkan tubuh kehilangan basa dari saluran cerna yang akan
membawa ke asidosis sistemik dan hipsitraturia. Asupan protein hewani yang
berlebihan dan diet rendah karbohidrat menyebabkan penurunan kadar sitrat
secara signifikan di urin. Diuretik seperti thiazide dapat menyebabkan
hipokalemia dan intraselular asidosis.5,6
2.6.2. Batu Struvit
Batu struvit terdiri atas magnesium, amonium, dan fosfat (MAP) dengan
rumus kimia magnesium ammonium phosphate hexahydrate (MgNH4PO4•
6H2O) dan terdapat pula serpihan kalsium fosfat dalam bentuk karbonat apatit
(Ca10[PO4]6• CO3). Batu ini sering ditemukan pada wanita dan dapat terbentuk
dengan cepat.5,6
Teori yang berkembang saat ini berawal dari Brown (1901) yang
menyatakan bahwa terdapat suatu bakteri yang dapat memecah urea sehingga
mampu menimbulkan keadaan yang mendukung terbentuknya batu. Beliau
kemudian menemukan bajteru yang disebut Proteus vulgaris dari batu tersebut.
Teori ini terus berkembang dan ditemukanlah suatu enzim pada bakteri yang
mampu menghidrolisa urea. Nama enzim ini adalah urease dan pertama kali
diisolasi dari bakteri Canavalia ensiformis. Kini, ilmuwan menyimpulkan bahwa
21

batu MAP hanya dapat jika terdapat hubungan dengan infeksi saluran kemih yang
diakibatkan oleh bakteri pemecah urea.5,6

2.6.3. Batu Asam Urat


Batu asam urat hanya terjadi pada <5% kasus batu saluran kemih dan
biasanya terdapat pada pria. Pasien dengan rematik, penyakit myeloproliferatif,
atau penurunan berat badan yang cepat, dan pasien yang mendapat terapi obat
sitotoksik memiliki insiden yang tinggi terjasinya batu asam urat. Sebagian besar
pasien yang mengalami batu asam urat tidak mengalami hiperuricemia.
Peningkatan asam urat lebih disebabkan karena dehidrasi dan memakan makanan
yang mengandung banyak purin. Pasien yang mengalami batu asam urat memiliki
pH<5,5. Ketika pH urin berada di atas konstanta disosiasi (pKa 5,75), asam urat
akan berdisosiasi menjadi ion urat yang lebih larut dalam air. Oleh karena itu,
pengobatan lebih ditekankan pada pemberian cairan (volume urin >2L) dan pH
urin diusahakan di atas 6.5

2.7. Gejala Klinis Batu Saluran Kemih


2.8. Pemeriksaan
2.9 Penatalaksanaan Medis Penderita Batu Saluran Kemih
22

BAB 3
LAPORAN KASUS

No. Reg. RS : 00.67.39.45

Nama Lengkap : Erita br Hasibuan


Jenis Kelamin :
Tanggal Lahir : 24 Maret 1965 Umur : 51 Thn
Perempuan
Alamat : Dsn III Kel. Sukajadi Kec.
No. Telepon : 085277289438
Meranti Asahan
Pekerjaan : Petani Status: Menikah
Pendidikan : Tamat SLTA Agama : Islam

Tanggal Masuk: 28 April 2016

ANAMNESIS

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Keluhan Utama : Benjolan di Perut


23

Deskripsi : Hal ini dialami pasien sejak 6 bulan ini, benjolan semakin
lama semakin membesar, dan semakin memberat dalam 3
bulan ini. Mual dan muntah setelah makan dijumpai dalam 3
bulan ini. Pasien juga mengeluhkan perut terasa penuh
setelah makan Batuk dan demam tidak dijumpai. Riwayat
penurunan berat badan dijumpai dalam 2 bulan ini. Riwayat
keluarga menderita kanker dijumpai yaitu adik kandung
pasien dan telah meninggal. Os sebelumnya sudah dirawat
dirumah sakit luar dengan diagnosis Carcinoma Gaster.
RPT : Tidak Jelas

RPO : Tidak Jelas

STATUS PRESENS
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 130/90
Denyut Nadi : 98 x/menit
Temperatur : 36,60C

PEMERIKSAAN FISIK

Kepala; Mata : konj. Palpebre anemis (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor(+/+),
diameter pupil (3cm/3cm)

T/H/M : Dalam batas normal

Leher : TVJ : R-2 cmH2O

Toraks : Inspeksi : Simetris Fusiformis

Palpasi : SF ka = ki

Perkusi: sonor

Auskultasi: SP: vesikuler ST: -


24

Abdomen : Inspeksi : Simetris Normal

Auskultasi ; Peristaltik (+)

Perkusi ; Timpani

Palpasi : Soepel, teraba massa di regio epigastrium 10 X 5 cm,

Nyeri tekan (+)

Genitalia : Dalam batas normal, DRE: perineum biasa

Ekstremitas ; -Inferior : edema -/-, dalam batas normal

-Superior: edema -/-, dalam batas normal

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 18 Mei 2016

PEMERIKSAAN HASIL RUJUKAN

Darah Lengkap
Hb 8,7 12-16
Ht 28 36-47
Leukosit 4,030 4,5-11,0
Trombosit 248 150-450
Waktu trombin
Pt 1,04
Aptt 0,76
TT 17,5
INR 1,51
FUNGSI HATI
ALBUMIN 2,3 3,5-5,0
HATI
25

SGOT 28 5-34
SGPT 13 0-55
FUNGSI GINJAL
UREUM 28 18-55
KREATININ 0,42 0,7-1,3
ELEKTROLIT
NATRIUM 135 135-155
KALIUM 1,9 3,6-5,5
KLORIDA 99 96-106
TUMOR MARKER
CEA 3,10 ≤5
CA 19-9 891,5 ‹ 37,0

Hasil MSCT Scan Whole Abdomen (12 Mei 2016)

Telah dilakukan MSCT scan Abdomen dengan kontras IV, potongan Axial, tebl
irisan 5 cm dengan hasil sebagai berikut:

 Hepar : Bentuk dan ukuran baik, tepi reguler, sistem bilier


intrahepatik baik, tak tampak lesi fokal. Fluid collection di perihepatik.
 Gall Blader : Sulit dinilai.
 Pankreas : Sulit dinilai.
 Gaster : Ukuran membesar, tampak massa densitas hetrerogen,

batas tidak tegas, tepi irreguler di hemiabdoen tengah ukuran 4,1 X 3,8 cm

proyeksi pyloric gaster. Tampak massa hiperdens batas tegas, tepi reguler

ukuran 3,7 X 2,2 cm di gaster.


 Spleen : Bentuk dan ukuran baik, tepi reguler, parenkim homogen,
tak tampak lesi fokal.
26

 Ginjal Kanan : Ukuran normal, sistem pelviokalikses tidak melebar, tak


tampak batu
 Ginjal Kiri : Terdorong ke inferior, ukuran normal sistem pelviokalikses tidak
melebar, tak tampak batu
 Vesica Urinaria : Dinding tipis, reguler, tidak tampak batu. Tampak fluid
collection di rongga pelvic
 Uterus dan Adnexa:Ukuran normal, tepi reguler, tak tampak lesi fokal
27

Kesimpulan Radiologis:

 Sugestif massa maligna di poyeksi pyloric gaster dan suspek massa di corpus
gaster disertai dengan dilatasi gaster
 Ascites

Hasil Pemeriksaan Gastroskopi 3 Mei 2016

Pada Corpus dan Antrum dijumpai massa protruded, masih berdarah

Pylorus ditutupi massa, scope tidak bisa diteruskan

Kesimpulan : Ca Gaster

Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi 10 Mei 2016


28

Makroskopik
Diterima 3 buah jaringan masing-masing seujung beras, kenyal, warna abu-abu

Mikroskopik

Sediaan jaringan tampak permukaan mukosa dan kelenjar dengan pelapis epitel
torak. Inti bulat monoton, kromatin halus merata, sitoplasma eosinofilik, struma
terdiri dari jaringan ikat, tidakdijumpai tanda-tanda keganasan pada sediaan inti

Kesimpulan

Proses radang kronis non spesifik

Pemeriksaan USG Abdomen tanggal 11 Mei 2016


29

Hepar :
Permukaan : Reguler, Normal
Pinggir : Tumpul
Ukuran : Normal
Parenkim : Tampak Kasar, massa(+),
Ascites : Tidak Dijumai
Pemb. Darah : Vena Porta Bizzare
Vena Hepatica Normal

Limpa :
Ukuran : Normal
Vena Lienalis : Normal

Kandung Empedu :
Ukuran : Normal
Dinding : Normal

Pankreas : Normal

Ginjal : Normal

Gaster : Tampak Massa

Kesimpulan Sonogram : HCC + Tumor Gaster


30

FOLLOW UP

P
Tanggal S O A
Terapi Rencana
01/05/2016 Mual (+), dada Sens : Compos Mentis -Susp tumor gaster - Tirah Baring -USG Abdomen
terasa panas, TD : 110/70 mmHg, - Diet M2 - feces rutin
mencret (+) HR : 80 x/menit, - IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i - Gastroskopi + Biopsi
RR : 20 x/menit, T 36.8°C - Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam - Ct- Scan Abdomen
- Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam - Anemia Profil
Mata : - PCT 3 x 500 mg KP - Urinalisa
- konj. Anemis +/+ - KSR 1x 600 mg - LFT, RFT, Viral
- Sklera ikterik -/- - Dulcolac tab 3 tab I Marker
Leher : - CRP
-JVP R-2 cm H2O - CEA, Ca 19-9
Thorak
-SP : Vesikuler
-ST : Rh -/-
Abdomen :
Inspeksi : Simetris, tampak
masa diregio epigastrium
Palpasi : teraba massa
diepigastrium, mobile, tidak
bergranul dengan tepi
reguler, ukuran +/- 10 cm x3
cm
Perkusi : tympani
Auskultasi : peristaltik (+)

Ekstremitas : edema (-/-)


17/05/2016 Makan sedikit Sens : Compos Mentis -Susp tumor gaster Tirah Baring - Pro assesment:
terasa penuh, TD : 120/90 mmHg, - Diet M2 ACC ambil alih oleh
31

HR : 82 x/menit, - Pasang cvc untuk parenteral bedah digestif


RR : 20 x/menit, T :36.6°C feedeng
- IVFD Clinimix + Ivelip / 12
Abdomen : jam
Inspeksi : Simetris, tampak - Ranitidin 50 mg/12 jam
masa diregio epigastrium -cefotaxim 1 gr/ 12 jam
Palpasi : teraba massa
diepigastrium, mobile, tidak
bergranul dengan tepi
reguler, ukuran +/- 10 cm x3
cm
Perkusi : tympani
Auskultasi : peristaltik (+)

Ekstremitas : edema (-/-)


18/05/2016 - Sens : Compos Mentis Susp tumor gaster -Tirah Baring - Cek Darah lengkap
TD : 120/80 mmHg, - IVFD Clinimix + Ivelip / 12 - Na, K, Cl
HR : 84 x/menit, jam - HST
RR : 20 x/menit, T :36.6°C - Ranitidin 50 mg/12 jam - Albumin
-cefotaxim 1 gr/ 12 jam - Ur, Creatinin
Abdomen : - SGPT, SGOT
Inspeksi : Simetris, tampak - CEA
masa diregio epigastrium
Palpasi : teraba massa Koreksi Albumin :
diepigastrium, mobile, tidak (2,5-2,3) x 0,8 x 55 =
bergranul dengan tepi 8,8 gr/ 1 Fls albumin
reguler, ukuran +/- 10 cm x3 20% 100cc/sekali
cm Koreksi Kalium
Perkusi : tympani (3,5-1,9) x 0,4 x 55 ) +
Auskultasi : peristaltik (+) 55
68,2 meq Kcl 40 meq
32

Ekstremitas : edema (-/-) + D5%  500cc/24 jam


Transfusi
(10-8,7) x 4 x 55
286cc = 2 bag PRC
R/ Cek CEA

19/05/2016 - Sens : Compos Mentis Susp tumor gaster -Tirah Baring Assasment digestif :
TD : 120/80 mmHg, - IVFD Clinimix + Ivelip/12 Rencana operasi angkat
HR : 76 x/menit, jam lambung atau dilakukan
RR : 20 x/menit, T :36.8°C - Ranitidin 50 mg/12 jam biopsi ulang dengan
-cefotaxim 1 gr/ 12 jam gastroskopi
Abdomen :
Inspeksi : Simetris, tampak Pasien setuju dilakukan
masa diregio epigastrium operasi
Palpasi : teraba massa
diepigastrium, mobile, tidak
bergranul dengan tepi
reguler, ukuran +/- 10 cm x3
cm
Perkusi : tympani
Auskultasi : peristaltik (+)

Ekstremitas : edema (-/-)


33

21/05/2016 - Sens : Compos Mentis Susp tumor gaster -Tirah Baring Hasil Lab 21/05/2016
TD : 110/80 mmHg, -TPN Clinimix + Hb 11.6
HR : 84 x/menit, Ivelip/24jam Eri 4.45
RR : 20 x/menit, T :36.7°C - Ranitidin 50 mg/12 jam Leu 3.800
-cefotaxim 1 gr/ 12 jam Ht 37
Abdomen : PLT 227.000
Inspeksi : Simetris, tampak MCV 82
masa diregio epigastrium MCH 26.1
Palpasi : teraba massa MCHC 31.1
diepigastrium, mobile, tidak RDW 20.4
bergranul dengan tepi MPV 9.0
reguler, ukuran +/- 10 cm PCT 0.200
x3 cm PDW 9.0
Perkusi : tympani
Auskultasi : peristaltik (+) HATI
Albumin 2.6
Ekstremitas : edema (-/-)
Elektrolit
Na 132
K 2.2
Cl 95
37

BAB 4

DISKUSI

TEORI KASUS
FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kanker lambung antara Pada kasusu ini, faktor resikonya adalah
lain infeksi Helicobakterpilori, diet pasien berusia di atas 50 tahun dan
tinggi nitrat (nitrosamine) sebagai riwayat keluarga menderita kanker
pengawet, makanan yang diasap dan dijumpai.
diasinkan, perokok, atrofi lambung. Di
samping itu ada juga factor-faktor
resiko yang mempermudah
1. Seks, kanker lambung pada pria dua
kali lebih sering dari pada perempuan.
2. Umur, kebanyakan kanker
lambung pada umur 50-70 tahun dan
jarang dibawah umur 40 tahun.
3. Alkohol
4. Operasi lambung sebelumnya.
5. Polip lambung
6. Sindrom Kanker familial
GAMBARAN KLINIS
Pada stadium awal, kanker lambung Pada pasien dijumpai:
sering tidak menimbulkan gejala karena - mual dan muntah setelah makan
- perut terasa penuh setelah
lambung masih berfungsi normal.
makan.
Gejala biasanya baru timbul setelah
- Teraba massa atau benjolan di
massa tumor cukup besar sehingga
perut
menimbulkan gangguan aktivitas - Riwayat penurunan berat badan
motorik pada segmen lambung, dijumpai
gangguan pasase, infiltrasi tumor
disekitar lambung, atau terjadi
metastasis.
Tanda dan gejala kanker gaster sebagai
38

berikut:
• Penurunan nafsu makan
• Penurunan berat badan
• Nyeri perut, nyeri ulu hati
• Perut terasa penuh setelah
makan
• Mual
• Muntah dengan atau tanpa darah
• Teraba massa atau benjolan di
perut
DIAGNOSIS Anamnesis:
Diagnosis pada kanker lambung dapat Benjolan pada perut dialami pasien
ditegakkan dengan melakukan sejak 6 bulan ini, benjolan semakin
anamnesis, pemeriksaan pemeriksaan lama semakin membesar, dan semakin
fisik dan pemeriksaan penunjang yang memberat dalam 3 bulan ini.
Mual dan muntah setelah makan
adekuat.
dijumpai dalam 3 bulan ini. Perut terasa
Dari anamnesis dapat ditemukan gejala
penuh setelah makan dijumpai.
–gejala dan adanya factor risiko yang
Riwayat penurunan berat badan
mencurigai kearah kanker lambung.
dijumpai dalam 2 bulan ini. Riwayat
Antara pemeriksaan penunjang yang
keluarga menderita kanker dijumpai
dilakukan adalah:
yaitu adik kandung pasien dan telah
1) Tumor marker
meninggal.
Level serum Carcinoembryonic antigen
(CEA) dan CA 19-9 sering kali Pemeriksaan Fisik:
Abdomen :
meningkat pada pasien dengan kanker
Palpasi : Soepel, teraba massa di regio
lambung stadium lanjut.
epigastrium 10 x 5 cm,
2) Endoskopi Nyeri tekan (+)
Merupakan pemeriksaan utama yang
Hasil Pemeriksaan Gastroskopi
digunakan untukmenemukan kanker
(3/5/2016)
lambung. Ini dapat digunakan ketikas
Pada Corpus dan Antrum dijumpai
eseorang memiliki factor risiko tertentu
massa protruded, masih berdarah
atau ketika dijumpai tanda-tanda dan Pylorus ditutupi massa, scope tidak bisa
gejala yang mencurugai kanker diteruskan
39

lambung. Jika daerah yang abnormal Kesimpulan : Ca Gaster:


terlihat, biopsi (sampel jaringan) dapat
diambil menggunakan instrument Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi
melewati endoskopi .Sampel jaringan (10/5/2016):
Makroskopik
dikirim kelaboratorium.
Diterima 3 buah jaringan masing-
3) Biopsi
masing seujung beras, kenyal, warna
Biopsi sering dilakukan selama
abu-abu
endoskopi bagian atas lambung. Jika Mikroskopik
Sediaan jaringan tampak permukaan
didapatkan daerah abnormal di lapisan
mukosa dan kelenjar dengan pelapis
lambung selama endoskopi, instrument
epitel torak. Inti bulat monoton,
dapat dimasukkan melewati endoskop
kromatin halus merata, sitoplasma
untuk biopsinya.
eosinofilik, struma terdiri dari jaringan
4) Gastroskopi
ikat, tidak dijumpai tanda-tanda
Untuk melihat lapisan dalam
keganasan pada sediaan inti
kerongkongan, perut, dan bagian atas
Kesimpulan
dari usus kecil. Proses radang kronis non spesifik
5) CT- Scan
CT scan dapa tmengkonfirmasi lokasi Hasil CT-Scan (13/5/2016):
Gaster : Ukuran membesar, tampak
keberadaan kanker. CT scan juga dapat
massa densitas hetrerogen, batas tidak
menunjukkan organ yang berada di
tegas, tepi irreguler di hemiabdoen
sekitar perut, seperti hati, serta kelenjar
tengah ukuran ±4,1 x 3,8 cm proyeksi
getah bening dan organ jauh yang di
pyloric gaster. Tampak massa hiperdens
mana kanker mungkin telah menyebar.
batas tegas, tepi regular ukuran ± 3,7 x
CT scan dapat membantu menentukan
2,2 cm di gaster.
tingkat ( tahap ) kanker dan apakah
Kesimpulan radiologis:
operasi mungkin menjadi pilihan Sugestif massa maligna di poyeksi
pengobatan. pyloric gaster dan suspek massa di
6) Laparoskopi corpus gaster disertai dengan dilatasi
Prosedur ini biasanya dilakukan hanya gaster
•Ascites
setelah kanker lambung
telahditemukan.
Kesimpulan USG:
Meskipun CT scan atau MRI dapat
HCC + Tumor Gaster
40

membuat gambar rinci dari dalam


tubuh, tetapi dapat terlewatkan
beberapa tumor ,terutama jika ukuran
sangat kecil. Laparoskopi sebelum
operasi dapat membantu
Mengkonfirmasi kanker masih terbatas
di lambung dan dapat diangkat
sepenuhnya dengan operasi.
7) PET- SCAN
Penggunaan Positron Emission
Tomography (PET) pada pasien kanker
lambung adalah dalam menentukan
stadium, mendeteksi rekurensi,
menentukan prognosis, dan
menentukan respon terapi. Kelebihan
PET dibandingkan CT adalah mengenai
resolusi kontras yang lebih besar.
Contohnya PET dapat mendeteksi
metastase kelenjar limfe sebelum
adanya pembesaran kelenjar limfe pada
CT-scan. Keterbatasan dari PET adalah
rendahnya sensitivitas untuk lesi yang
berukuran kecil dan hasil false-positive
dari proses infeksi dan inflamasi.
.
41

PROGNOSIS .
Kasus stadium awal yang masih dapat
dibedah untuk tujuan kuratif (N0,M0)
memberikan angka ketahanan hidup 5
tahun sampai 50%.
Bila telah ada metastasis ke kelenjar
limf (N+), angka tersebut menurun
menjadi 10%.

Stage 5 year survival


IA 71 %
IB 57%
IIA 46 %
IIB 33 %
IIIA 20%
IIIB 14 %
IIIC 9%
IV 4%
42

BAB 5

KESIMPULAN

Pasien bernama Erita Hasibuan, 51 tahun datang ke RSUP HAM dengan


keluhan benjolan pada perut kiri atas. Hal ini dialami os sejak 6 bulan ini,
benjolan semakin lama semakin membesar, dan semakin memberat dalam 3 bulan
ini. Mual dan muntah setelah makan dijumpai dalam 3 bulan ini. Riwayat
penurunan berat badan dijumpai dalam 2 bulan ini. Dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosa dengan tumor
gaster dan direncanakan akan menjalani operasi setelah keadaan umum pasien
membaik.
43

DAFTAR PUSTAKA

1. Ajani, AJ et al. 2009. NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology:

Gastric Cancer. National Comprehensive Cancer Network. V2.


2. Lochhead, P and El-Omar, M. 2008. Gastric cancer. British Medical

Bulletin.Vols. 85: 87–100.


3. Devita, VT, Hellman, S, Rosenberg, SA. 2001. Cancer: Principles and

Practice of Oncology 6th. 6th edition. Lippincott Williams & Wilkins

Publishers.
4. Tortora, G.J. dan Derrickson, B.H. 2009. Principles of Anatomy and

Physiology.Twelfth Edition. Asia: Wiley.


5. Schmitz, P. G., & Martin, K. J. 2008. Internal Medicine: Just The

Facts.Singapore: The McGraw-Hill Companies.


6. Sherwood, L. 2010. Human Physiology: From Cellsto Systems. 7th Ed.

Canada: Yolanda Cossio.


7. Sjamsuhidajat, R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-De Jong. ECG:

Jakarta.
8. Riset Kesehatan Dasar. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kementrian Kesehatan RI. Available from :www.depkes.go.id(assessed: 25

Mei 2016).
9. Sudoyo, Aru W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Pusat

Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, FK UI. Jakarta.


10. Brunicardi, F.C.2010. Schwartz's Principles of Surgery, Ninth Edition. The

McGraw-Hill Companies, Inc.


11. Rhodes, Terence D. 2005. Gastric Cancer. Available

from :www.emedicine.com(assessed: 25 Mei 2016)


12. AJCC 7h edition. 2010. Available from :www.cancerstaging.org(assessed: 25 Mei

2016)
13. American Cancer Society. Stomach Cancer. American Cancer Society : 2014
14. McGrath, S.C.2007.Gastric Adenocarcinoma: Epidemiology, Pathology, and

Pathogenesis. Cancer Therapy. Vol 5; 877-894


44

Anda mungkin juga menyukai