Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Untuk menyelesaikan laporan praktikum modul 5 mengenai pengukuran


beban kerja mental, diperlukan teori-teori yang mendasari kegiatan praktikum
tersebut. Berikut ini merupakan teori-teori yang berkaitan dengan praktikum
tersebut.

II.1 Beban Kerja Mental


Dalam menjalankan pekerjaan, manusia mempunyai keterbatasan fisik
dan mental sehingga menimbulkan beban kerja pada manusia saat bekerja.
Beban kerja bisa diartikan sebagai persentase tertentu dari tingkat kemampuan
atau kapabilitas manusia yang digunakan untuk melakukan tugasnya. Jika
kapasitas kemampuan seseorang terpakai sampai 100% dalam melakukan
tugasnya, akan menyebabkan tekanan bagi pekerja, baik secara fisik maupun
beban kerja mental. Sedangkan jika kapasitas yang terpakai lebih rendah dari
kapasitas yang dimiliki seseorang, maka akan terdapat kapasitas residu (Gopher
dan Donchin, 1986, dalam Cain,2007).

Gambar II.1 Ilustrasi Beban Kerja


(Diadaptasi dari: Pageaux, Marcora, Rozand, dan Lepers (2015), Mental Fatigue Induced
by Prolonged Self-Regulation does not Exacerbate Central Fatigue during Subsequent
Whole-Body Endurance Exercise, Frontier Human Neuroscience, 9, 67,
doi:10.1001/jama.2013.281053)

II-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Beban kerja mental yaitu beban kerja yang diterima manusia, baik
secara fisik maupun psikologis, dimana dibatasi pada aktivitas manusia yang
membutuhkan koordinasi primer antara faktor mental dan fisik manusia. Konsep
beban kerja mental yaitu evaluasi yang dilakukan seorang operator terhadap
perbedaan marginal antara kapasitas kerjanya dengan kebutuhan kerja saat itu,
dalam rangka mencapai performansi tertentu (Hancock, Meskhati, dan Rahimi,
1992). Penyebab beban kerja yang timbul dari aktivitas kerja, antara lain:
1. Kurangnya komunikasi/kontak dengan orang lain, terutama pekerja yang
bekerja di tempat kerja yang terisolasi.
2. Terdapat kebutuhan untuk mengambil sebuah keputusan dengan
tanggung jawab yang besar.
3. Menurunnya konsentrasi karena aktivitas / pekerjaan yang monoton.
4. Aktivitas / pekerjaan yang diharuskan tetap dalam kondisi kewaspadaan
tinggi dalam waktu lama.
Dengan berjalannya waktu, kemampuan seseorang dapat saja berubah
karena akibat praktek terhadap pekerjaan (kemampuan meningkat) , kelelahan
yang ditimbulkan (kemampuan menurun), dan kebosanan terhadap pekerjaan
(kemampuan menurun). Kemampuan setiap orang berbeda karena perbedaan
fisik, perbedaan pekerjaan, dan perbedaan latihan. Saat kapasitas manusia
dalam memproses informasi terlampaui, performansi akan menurun menjauhi
titik ideal. Hal itu dapat terlihat pada Gambar II.2.

Gambar II.2 The Human Function Curve


(sumber: http://www.positivehealth.com/img/image-article/old-1896/19.jpg, 24 April 2015)

Dalam situasi yang memerlukan perhatian terhadap berbagai hal,


manusia cenderung berkonsentrasi terhadap hal yang utama dan mengabaikan

II-2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

hal lainnya. Hubungan antara beban kerja dengan kinerja dapat terlihat dalam
grafik performansi terhadap beban kerja berbentuk kurva U terbalik. Dalam grafik
berbentuk kurva U terbalik, terlihat bahwa kinerja manusia pada tingkat beban
kerja rendah tenyata kurang bagus. Apabila tidak banyak hal yang dapat
dikerjakan maka orang tersebut akan mudah merasa bosan dan cenderung
kehilangan ketertarikan terhadap pekerjaan yang dilakukannya sehingga dalam
keadaan underload ini, orang tersebut akan kehilangan informasi sebagai akibat
menurunnya konsentrasi.

II.2 Pengukuran Beban Kerja Mental


Menurut Hancock, Meshkati, dan Rahimi (1992), pengukuran beban kerja
mental dapat dilakukan dengan 4 pendekatan, yaitu:
1. Physiological Measures
Physiological measures merupakan pengukuran beban kerja mental yang
diukur dengan pendekatan fisiologis yang terkuantifikasi dengan kriteria obyektif.
Cara pengukuran pendekatan ini yaitu seperti mengukur detak jantung, diameter
pupil, tekanan darah, dan gelombang otak. Kelebihan dari pendekatan ini yaitu
datanya kuantitatif. Kekurangan dari pendekatan ini yaitu sulit dalam melakukan
pengukuran karena penggunaan alat akan mengganggu kerja subyek.
2. Primary Task Measures
Primary task measures yaitu pengukuran beban kerja mental secara
obyektif terhadap pekerjaan primer/utama. Cara pengukuran dengan pendekatan
ini yaitu seperti mengukur jumlah kesalahan yang dilakukan dan mengukur
tingkat performansi/kecepatan reaksi. Kelebihan dari pendekatan ini yaitu dapat
mengukur performansi interaksi manusia dan mesin. Kekurangan dari
pendekatan ini yaitu sulit dalam melakukan pengukuran karena hasil yang
didapatkan kemungkinan besar tidak sesuai dengan performansi sesungguhnya
dari subyek.
3. Secondary Task Measures
Secondary task measures yaitu pengukuran beban kerja mental secara
obyektif terhadap pekerjaan sekunder. Cara pengukuran dengan pendekatan ini
yaitu seperti melakukan pekerjaan matematis seperti perkalian, penjumlahan,
dan lain-lain. Kelebihan dari pengukuran pendekatan ini adalah dapat mengukur
kapasitas kemampuan subyek dalam melakukan tugas ganda. Kekurangan dari

II-3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

pendekatan ini yaitu pengukuran harus dilakukan bersamaan dengan tugas yang
sedang dilakukan oleh subyek sehingga sangat mengganggu.
4. Subjective Measures
Subjective measures merupakan pengukuran kerja mental berdasarkan
persepsi subyektif pekerja. Cara pengukuran dengan pendekatan ini yaitu seperti
NASA-TLX, kuesioner dan SWAT. Kelebihan dari pengukuran pendekatan ini
adalah mudah dalam melakukan pengaturan dan beberapa menghasilkan data
kuantitatif sehingga tidak terganggu kerja subyek. Kekurangan dari pendekatan
ini adalah hasil pengukuran bersifat subyektif dan tidak menunjukkan performansi
tugas.

II.3 NASA-TLX
Metode NASA-TLX merupakan salah satu cara pengukuran subyektif.
Metode ini diperkenalkan oleh Sandra G. Hart dari NASA-Ames Research Center
dan Lowell E. Staveland dari San Jose State University pada tahun 1981 (Hart
dan Staveland dalam Hancock dan Meshkati,1988). NASA-TLX termasuk metode
pengukuran multidimensional secara subyektif dengan mempertimbangkan bobot
(weight) dan tingkatan (magnitude) dari enam dimensi yang mempengaruhi kerja
mental untuk sebuah pekerjaan. Keenam dimensi yang mempengaruhi kerja
mental untuk sebuah pekerjaan yaitu tuntutan mental (mental demand) , tuntutan
fisik (physical demand), tekanan waktu (temporal demand), usaha (effort), tingkat
frustrasi (frustration level), dan performansi (performance).
Pada metode NASA-TLX, dibagi ke dalam 2 fase, yaitu pembandingan
skala (paired comparison) dan penilaian (event scoring). Beban kerja mental
yang diukur pada metode NASA-TLX yaitu beban kerja mental dari pekerjaan
yang dilakukan menurut pelakunya, bukan beban kerja mental dari pelaku
pekerjaan saat melakukan kerja. Berikut ini adalah tabel dimensi dari pengukuran
beban kerja mental menurut metode NASA-TLX.

II-4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tabel III.1 Dimensi Pengukuran Beban Kerja Mental NASA-TLX


Dimensi Rating Keterangan
Besar aktivitas mental dan perseptual
Tuntutan yang dibutuhkan untuk melihat,
Mental/ mengingat dan mencari. Apakah
Rendah - Tinggi
Mental Demand pekerjaan tersebut mudah atau sulit,
(MD) kompleks atau sederhana, longgar atau
ketat?
Tuntutan Fisik / Jumlah aktivitas fisik yang dibutuhkan.
Physical Apakah tugas mudah atau sulit, lambat
Rendah - Tinggi
Demand atau cepat, longgar atau ketat, dapat
(PD) beristirahat atau tidak?
Jumlah tekanan yang berkaitan dengan
Tekanan Waktu/ waktu yang dirasakan selama elemen
Temporal Rendah - Tinggi pekerjaan berlangsung. Apakah
Demand (TD) pekerjaan harus dilakukan secara
terburu-buru atau dikejar waktu?
Seberapa besar keberhasilan
Performansi /
Sempurna - seseorang dalam pekerjaannya dan
Performance
Buruk seberapa puas orang tersebut akan
(OP)
hasil pekerjaannya.
Seberapa tidak aman, putus asa,
Tingkat tersinggung, terganggu, dibandingkan
Frustrasi/ Rendah - Tinggi dengan perasaan aman, puas, nyaman,
Frustration (FR) rileks, tenang dan kepuasan diri yang
dirasakan selama menjalankan tugas.
Seberapa keras kerja mental dan fisik
Usaha / Effort
Rendah - Tinggi yang dibutuhkan untuk mencapai level
(EF)
performansi yang anda harapkan?
(Sumber: Rubio, Diaz, Martin, dan Puente (2004), Evaluation of Subjective Mental
Workload, Applied Psychology: An International Review, 53(1), 61-86)

Langkah-langkah yang dilakukan dalam NASA-TLX, yaitu:

II-5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Prosedur sebelum tugas yaitu melakukan perbandingan pair-wise dengan


cara membandingkan seluruh dimensi beban kerja mental satu sama lain.
Perbandingan pair-wise setiap dimensi dapat dituliskan seperti gambar
II.3 dengan melingkari pilihan yang dipilih.

Gambar II.3 Pairwise Comparisons of Factors


(Diadaptasi dari: Hart dan Staveland dalam Hancock dan Meshkati,1988)

2. Melakukan penilaian terhadap tugas untuk masing-masing dimensi


dengan menggunakan rating sheet.

Gambar II.4 Rating Sheet


(sumber: http://humansystems.arc.nasa.gov/groups/TLX/downloads/TLX.pdf)

3. Menghitung overall mental workload yang dilakukan dengan cara


menjumlahkan weighted score untuk setiap dimensi.

II-6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar II.5 Tabel Perhitungan Overall Mental Workload


(sumber: http://humansystems.arc.nasa.gov/groups/TLX/downloads/TLX.pdf)

Pada gambar II.5, tabel sebelah kiri merupakan tabel untuk pemberian
bobot. Pemberian bobot ini dilakukan dengan cara memasangkan keenam
dimensi satu dengan yang lain untuk melihat dimensi mana yang lebih
berpengaruh dalam penilaian beban kerja mental seperti pada langkah pertama
dengan menggunakan pairwise comparisons of factors. Hasil pembobotan ini
selanjutnya di-tally sehingga dapat terlihat dimensi mana yang memberikan
bobot lebih tinggi untuk pekerjaan dan hasilnya dapat dituliskan pada tabel
sebelah kiri pada Gambar II.5.
Setelah dilakukan pemberian bobot, langkah selanjutnya yaitu masing-
masing dimensi diberikan rating untuk melihat seberapa berpengaruh dimensi
tersebut bagi pekerjaan. Nilai yang diberikan pada rating ini akan digunakan
untuk menghitung produk berupa Weighted Work Load (WWL) atau Weighted
Rating pada tabel sebelah kanan pada gambar II.5. Hasil Weighted Work Load
(WWL) selanjutnya diinterpretasikan dan dilihat keterkaitannya dengan
performansi sehingga bisa dihitung tingkat pembebanan yang tepat untuk
pekerjaan yang bersangkutan.

II.4 Stres

II-7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Cox (1992), stres yaitu adanya perbedaan persepsi antara


persyaratan yang dibutuhkan untuk suatu tugas (job demands) dengan kapasitas
orang tersebut untuk menyesuaikan diri, ketika tindakan penyesuaian tersebut
menjadi sesuatu yang penting. Stres bisa ditimbulkan oleh noise, vibrasi, panas,
dan dim lighting. Selain itu, stres bisa ditimbulkan karena faktor psikologi seperti
cemas, frustrasi, lelah, dan marah.
Tingkat stres mempunyai hubungan dengan tingkat performansi
seseorang dalam melakukan tugasnya/ aktivitasnya. Hubungan ini disebut juga
hukum Yerkes-Dodson, sesuai dengan nama orang yang menggambarkannya
untuk pertama kali pada tahun 1908. Menurut Pheasant (1991), sumber stres
saat bekerja, yaitu:
1. Faktor yang berhubungan dengan pekerjaan seperti banyak pekerjaan
tapi waktu kurang;
2. Faktor hubungan dengan orang lain seperti konflik atasan dan bawahan,
diskriminasi serta pelecehan;
3. Faktor lingkungan seperti bising dan panas;
4. Perlakuan individual seperti perasaan aman secara fisik, aman secara
ekonomi, dan harga diri.
Terdapat 3 tipe evironmental stressor, yaitu motion, thermal stress, dan
air quality. Besarnya penurunan performansi dapat ditentukan oleh tingkatan
variabel yang terlibat.
Psychological stressors adalah stressors yang timbul karena adanya
tekanan, ancaman, kehilangan/bahaya, kehilangan harga (perasaan
dipermalukan) dari sesuatu yang bernilai atau fungsi tubuh akibat kecelakaan
atau kematian. Salah satu kesulitan dalam mengidentifikasi psychological
stressor adalah besarnya stres akibat dari suatu kondisi tergantung pada
pemahaman cognitive apparisal seseorang terhadap situasi tersebut. Apabila
seseorang menilai dirinya berada dalam situasi yang lebih terkendali dibanding
yang lainnya, maka cenderung jarang mengalami stres.

II-8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar II.6 Level of Arousal


(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:OriginalYerkesDodson.svg, 26 April
2015)

Dalam sebuah penelitian, ditemukan bahwa tugas yang berbeda


memerlukan berbagai tingkat gairah (arousal) untuk mencapai kinerja yang
optimal. Contohnya tugas yang sulit atau menuntut intelektualitas mungkin
memerlukan tingkat gairah (arousal) yang lebih rendah untuk memudahkan
konsentrasi. Sementara tugas yang menuntut stamina atau ketekunan
memerlukan tingkat gairah (arousal) yang lebih tinggi untuk meningkatkan
motivasi.
Bentuk kurva dapat sangat bervariasi tergantung tugasnya. Untuk tugas-
tugas sederhana atau mudah dipelajari, hubungan dapat dianggap linear antara
peningkatan kinerja dan peningkatan gairah (arousal). Sedangkan untuk tugas-
tugas yang kompleks, tidak lazim, atau sulit, hubungan antara gairah (arousal)
dan kinerja menjadi terbalik, yaitu apabila gairah (arousal) meningkat akan
mengakibatkan kinerja menurun.
Kesulitan tugas mengakibatkan muncul hipotesis bahwa Hukum Yerkes-
Dodson dapat diurai menjadi dua faktor yang berbeda seperti pada kurva U
terbalik pada gambar II.6. Bagian dari U terbalik yang arahnya ke atas dapat

II-9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dianggap sebagai efek pengaktifan gairah (arousal). Sementara, bagian yang


arahnya ke bawah disebabkan oleh efek negatif dari gairah (atau stres) pada
proses kognitif seperti memori, pemecahan masalah dan perhatian.

II-10

Anda mungkin juga menyukai