Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


PENYAKIT SIROSIS HEPATIS DI RUANG KAMBOJA
RSUP SANGLAH DENPASAR

OLEH:

I GUSTI AYU CITRA KUSMALA DEWI


NIM. 1302106001
PSIK A 2013

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi atau Pengertian
Sirosis adalah penyakit hatu kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang
normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, uang
berkaitan dengan vaskular normal. Nodul-nodul regenerasi ini dapat berukuran kecil
(mikronodular) atau besar (makronodular). Sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah
intrahepatik, dan pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati
secara berthahap. (Price & Wilson, 2006)
Sirosis hepatis merupakan penyakit kronis yang ditandai oleh obstruksi difus dan
regenerasi fibrotik sel-sel hepar. Karena jaringan yang nekrotik menghasilkan
fibrosis, maka penyakit ini akan merusak jaringan hati serta pembuluh darah yang
normal, mengganggu aliran darah serta cairan limfe, dan pada akhirnya menyebabkan
insufisiensi hati. (Kowalak et all, 2011)
2. Penyebab
Ada 3 tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati :
1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus
biliaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran
empedu baru. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan
terutama terdiri atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan yang
dikelilingi oleh jaringan parut.
(Brunner & Suddarth, 2002)
3. Patofisiologi
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi
minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi
dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi
gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada
sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang
utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun
demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan
minum minuman keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi dengan
konsumsi alkohol yang tinggi.
Sebagian Individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding
individu lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut mriliki kebiasaan meminum
minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor lainnya dapat memainkan
peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (Karbon tetraoklorida, naftalen
terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skidtosomiasis yang menular. Jumlah laki-
laki penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak daripada wanita, dan mayoritas
pasien sirosis berusia 40 tahun sampai 60 tahun.
Sirosis Laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh episode nekrosis yang
melibatkan sel-sel hati dan kadang-kdang berulang diseoanjang perjalanan penyakit
tersebut. Sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh
jaringan parut melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau
jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenarasi dapat menonjol
dari bagian-bagian yang berkontriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan
gambar mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.
Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidius dan perjalanan penyakit yang
sangat panjeng sehingga kadang-kadang melewati waktu 30 tahun atau lebih.
4. Klasifikasi
Ada tiga tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati:
1. Sirosis portal Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sirosis ini paling sering disebabkan oleh alkoholisme
kronis dan merupakan tipe sirosis yang paling sering ditemukan di negara barat
2. Sirosis poscanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar
saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan
infeksi (kolangitis); insidensnya lebih rendah dibandingkan indsidens sirosis
Laennec dan pascanekrotik.
(Brunner & Suddarth, 2002)

5. Gejala Klinis
a) Pembesaran Hati.
Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi
oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memilki tepi tajam yang dapat
diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi akibat dari pembesaran
hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada
selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni).
b) Obstruksi portal dan asites.
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis
dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ
digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati.Cairan yang
kaya Protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal
ini ditunjukan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang
cairan.
c) Varises Gastrointestinal.
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik juga
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal kedalam
pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.
d) Edema.
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis.
Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk
terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi
natrium serta air dan ekskresi kalium.
e) Defisiensi vitamin dan anemia. Karena pembentukan, penggunaan, dan
penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A,C, dan
K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya
sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K.
Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet
yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang
sering menyertai siroisis hepatis.
f) Kemunduran mental.
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati
dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu
dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan
kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara. (Brunner &
Suddarth, 2002)
6. Pemeriksaan fisik
 Kesadaran dan keadaan umum pasien.
Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar - tidak sadar (composmentis -
coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan
fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap
penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan
pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.
 Tanda - tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kaki.
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan
umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai
kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa
dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi),
disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA
untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh
disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yanag terjadi,
sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
a. Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya
cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi
biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan pada
perabaan hati. Sedangkan pada pasien Tn.MS ditemukan adanya pembesaran
walaupun minimal (USG hepar). Dan menunjukkan sirosis hati dengan
hipertensi portal.
b. Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :
 Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-
I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)
 Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
c. Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral
dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada
tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh
bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia
dan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid.
7. Pemeriksaan diagnostik
a) Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah → dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom
mikrositer/hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme
dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang selalu rendah
mempunyai prognosis yang kurang baik. Sedangkan pada pasien Tn.MS
semua kondisi tersebut dapat ditemui (hasil laboratorium terlampir). Sebagai
indikasi adanya kelainan fungsi hepar.
2. Kenaikan kadar enzim transaminase – SGOT, SGPT bukan merupakan
petunjuk berat ringannya kerusakan paremkim hati, kenaikan kadar ini timbul
dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin,
transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif. Pada pasien.
Peningkatan SGOT/SGPT hal ini menjelaskan adanya adanya kelainan atau
kekacauan fungsi hati yang actual.
3. Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang kurang/berkurang,
dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang
kurang dan menghadapi stress.
4. Pemeriksaan CHE (kolinesterase)→ Ini penting karena bila kadar CHE turun
→ kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan
menunjukan prognasis jelek
5. Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam
dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan
kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
6. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi
hati. Pemberian vitamin K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik
dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis. Pemanjangan pada nilai PT
dan APTTnya dimungkinkan terjadi injuri atau perdarahan baik
disengaja/tidak.
7. Peningggian kadar gula darah → hati tidak mampu membentuk glikogen →
bila terus meninggi prognosis jelek, pada kasus tidak ditemukan.
8. Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/HbcAb,
HBV DNA, HCV RNA, untuk menentukan etiologi sirosis hati dan
pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah
terjadi transpormasi kearah keganasan.
b) Radiologi → dengan barium swallow dapat dilihat varises esophagus untuk
konfirmasi adanya hipertensi portal
c) Esofaguskopi → varises esophagus sebagai akibat komplikasi cirosis hati.
d) Ultra sonografi → mengetahui secara lengkap fisik hati dan bentuk permukaan
dan lain-lain.
e) Radiografi Gastro intestinal bagian atas dilakukan pemeriksaan secara berseri
pada esofagus atau gaster atau ulserasi duodenum.
f) Pemeriksaan angiografi untuk mengidentifikasi tempat perdarahan arteri yang
nyata.
g) CT scan untuk membantu mendeteksi ascites kecil yang memberikan informasi
tentang volume dan karakter dari kumpulan cairan.
h) Radio isotof hati mengidentifikasi adanya massa pada hati.
i) Biopsi jaringan hati yang rusak, infiltrasi lemak dan fibrosis sel
hati,mengidentifikasikan adanya sirosis.Pemeriksaan ini juga untuk mendiagnosa
adanya tumor ganas dan infeksi pada hati.
j) Sidikan hati yaitu radionukleid yang disuntikkan secara intravena akan diambil
oleh parenkim hati, sel retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihatbesar dan bentuk
hati, limpa, kelainan tumor hati, kista, filling defek. Pada sirosis hati dan kelainan
difus parenkim terlihat pengambilan radionukleid secara bertumpuk-tumpu
(patchty) dan difus. ERCP digunakan untuk menyingkirkan adanya obstruksi
ekstrahepatik.
k) Tomografi komputerisasi walaupun mahal sangat berguna untuk mendiagnosis
kelainan fokal, seperti tumor atau kista hidatid. Juga dapat dilihat besar, bentuk
dan homogenitas hati.
8. Therapy
Penatalaksanaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada. Sebagai
contoh, antasid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan meminimalkan
kemungkinan perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan suplemen nutrisi akan
meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati yang rusak dan dan memperbaiki
status gizi pasien. Pemberian preparat diuretik yang mempertahankan kalium
(spironolakton) mungkin diperlukan untuk mengurangi asites jika gejala ini terdapat,
dan meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit yang umum terjadi pada
penggunaan diuretik lainnya. Asupan protein dan kalori yang adekuat merupakan
bagian esensial dalam penanganan sirois bersama-sama upaya untuk menghindari
penggunaan alkohol selanjutny. Meskipun proses fbrosis pada hati yang sirotik tidak
dapat diputar balik, perkembangan keadaan ini masih dapat dihentikan atau
diperlambat dengan tindakan tersebut.
Beberapa penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa colchicine, yang merupakan
preparat anti-inflamasi untuk mengobati gejala gout, dapat memperpanjang
kelangsungan hidup penderita sirosis ringan hingga sekarang.
(Brunner & Suddarth, 2002)
9. Komplikasi
a) Edema dan ascites
Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal untuk
menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama
berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan
kaki-kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini
disebut edema atau pitting edema. (Pitting edema merujuk pada fakta bahwa
menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki dengan
edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa
waktu setelah pelepasan dari tekanan. Sebenarnya, tipe dari tekanan apa saja,
seperti dari pita elastik kaos kaki, mungkin cukup untk menyebabkan pitting).
Pembengkakkan seringkali memburuk pada akhir hari setelah berdiri atau duduk
dan mungkin berkurang dalam semalam sebagai suatu akibat dari kehilnagan
efek-efek gaya berat ketika berbaring. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak
garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga
perut antara dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut
ascites) menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat
badan yang meningkat.
b) Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk bakteri-
bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah yang
sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-
bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan
mereka kedalam vena portal dan ke hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis,
cairan yang mengumpul didalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi
secara normal. Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan
mereka dari usus kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut dan
ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan
terjadi. SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa pasien-
pasien dengan SBP tdak mempunyai gejala-gejala, dimana yang lainnya
mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut, diare, dan
memburuknya ascites.
c) Perdarahan dari Varices-Varices Kerongkongan (esophageal varices)
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke
jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi
portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan
darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih
rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah
untuk membypass hati adalah vena-vena yang melapisi bagian bawah dari
kerongkongan (esophagus) dan bagian atas dari lambung.
Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan
tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah
dan lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal
dan gastric varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar varices-varices dan
lebih mungkin seorang pasien mendapat perdarahan dari varices-varices kedalam
kerongkongan (esophagus) atau lambung.
Perdarahan dari varices-varices biasanya adalah parah/berat dan, tanpa
perawatan segera, dapat menjadi fatal. Gejala-gejala dari perdarahan varices-
varices termasuk muntah darah (muntahan dapat berupa darah merah bercampur
dengan gumpalan-gumpalan atau "coffee grounds" dalam penampilannya, yang
belakangan disebabkan oleh efek dari asam pada darah), mengeluarkan tinja/feces
yang hitam dan bersifat ter disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam darah
ketika ia melewati usus (melena), dan kepeningan orthostatic (orthostatic
dizziness) atau membuat pingsan (disebabkan oleh suatu kemerosotan dalam
tekanan darah terutama ketika berdiri dari suatu posisi berbaring).
Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana
saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang.
Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena
perdarahan yang secara aktif dari varices-varices kerongkongan mempunyai suatu
risiko yang tinggi mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis.

d) Hepatic encephalopathy
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan
penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus.
Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri
membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini
kemudian dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini,
contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya,
unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana
mereka dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihliangkan racunnya).
Seperti didiskusikan sebelumnya, ketika sirosis hadir, sel-sel hati tidak dapat
berfungsi secara normal karena mereka rusak atau karena mereka telah
kehilangan hubungan normalnya dengan darah. Sebagai tambahan, beberapa dari
darah dalam vena portal membypass hati melalui vena-vena lain. Akibat dari
kelainan-kelainan ini adalah bahwa unsur-unsur beracun tidak dapat dikeluarkan
oleh sel-sel hati, dan, sebagai gantinya, unsur-unsur beracun berakumulasi dalam
darah.
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi
dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur
waktu siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang
normal) adalah diantara gejala-gejala paling dini dari hepatic encephalopathy.
Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi
atau melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau
tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang
parah/berat menyebabkan koma dan kematian.
Unsur-unsur beracun juga membuat otak-otak dari pasien-pasien dengan
sirosis sangat peka pada obat-obat yang disaring dan di-detoksifikasi secara
normal oleh hati. Dosis-dosis dari banyak obat-obat yang secara normal di-
detoksifikasi oleh hati harus dikurangi untuk mencegah suatu penambahan racun
pada sirosis, terutama obat-obat penenang (sedatives) dan obat-obat yang
digunakan untuk memajukan tidur. Secara alternatif, obat-obat mungkin
digunakan yang tidak perlu di-detoksifikasi atau dihilangkan dari tubuh oleh hati,
contohnya, obat-obat yang dihilangkan/dieliminasi oleh ginjal-ginjal.

e) Hepatorenal syndrome
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan
hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana
fungsi dari ginjal-ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam
ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya,
fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam cara darah
mengalir melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai
kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari
darah dan menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai walaupun beberapa
fungsi-fungsi penting lain dari ginjal-ginjal, seperti penahanan garam,
dipelihara/dipertahankan. Jika fungsi hati membaik atau sebuah hati yang sehat
dicangkok kedalam seorang pasien dengan hepatorenal syndrome, ginjal-ginjal
biasanya mulai bekerja secara normal. Ini menyarankan bahwa fungsi yang
berkurang dari ginjal-ginjal adalah akibat dari akumulasi unsur-unsur beracun
dalam darah ketika hati gagal. Ada dua tipe dari hepatorenal syndrome. Satu tipe
terjadi secara berangsur-angsur melalui waktu berbulan-bulan. Yang lainnya
terjadi secara cepat melalui waktu dari satu atau dua minggu.
f) Hepatopulmonary syndrome
Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat
mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat mengalami
kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang dilepas pada sirosis yang
telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi secara abnormal. Persoalan
dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah mengalir melalui pembuluh-
pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan dengan alveoli
(kantung-kantung udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir melalui paru-paru
dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara
didalam alveoli. Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama
dengan pengerahan tenaga.
g) Hypersplenism
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk
mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan
platelet-platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah)
yang lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam
vena portal dari usus-usus. Ketika tekanan dalam vena portal naik pada sirosis, ia
bertambah menghalangi aliran darah dari limpa. Darah tersendat dan
berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak dalam ukurannya, suatu
kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu
bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut.
Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak
sel-sel darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah
berkurang. Hypersplenism adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang
rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang rendah (leucopenia), dan/atau suatu
jumlah platelet yang rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan
kelemahan, leucopenia dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan
thrombocytopenia dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada
perdarahan yang diperpanjang (lama).
h) Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)
Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko kanker hati
utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer) merujuk pada fakta
bahwa tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu yang
berasal dari mana saja didalam tubuh dan menyebar (metastasizes) ke hati.
Gejala-gejala dan tanda-tanda yang paling umum dari kanker hati primer/utama
adalah sakit perut dan pembengkakan perut, suatu hati yang membesar,
kehilangan berat badan, dan demam. Sebagai tambahan, kanker-kanker hati dapat
menghasilkan dan melepaskan sejumlah unsur-unsur, termasuk yang dapat
menyebabkan suatu peningkatan jumlah sel darah merah (erythrocytosis), gula
darah ang rendah (hypoglycemia), dan kalsium darah yang tinggi
(hypercalcemia).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1) Primery Survey
a. Airway
Kaji adanya sumbatan jalan napas seperti sumbatan karena lidah yang terjatuh ke
belakang, karena cairan, benda asing dan edema.

b. Breathing
Kaji status pernapasan pasien seperti irama napas, gerakan dinding dada,
frekuensi napas, irama dan pola napas, kaji adanya sesak napas, napas cuping
hidung dan penggunaan otot bantu pernapasan.
c. Circulation
Kaji sirkulasi pasien seperti periksa nadi, tekanan darah, observasi terhadap
adanya kepucatan dan sianosis, periksa CRT, periksa akral apakah hangat atau
dingin, kaji turgor kulit dan adanya perdarahan serta tanyakan riwayat kehilangan
cairan berlebihan seperti diare, muntah..
d. Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien (composmentis, delirium, somnolen, apatis, koma),
hitung GCS, kaji pupil, reflex cahaya, reflex fisiologis, reflex patologis dan
kekuatan otot.
e. Exposure
Kaji adanya luka, deformitas, kontusio, abrasi, edema, luka bakar, jika ada luka
kaji luas luka, warna dasar luka dan kedalaman luka.
2) Secondary Survey
a. Five Intervensi
Kaji adanya pemeriksaan jantung (sinus bradikardi, sinus takikardi), kaji
pemeriksaan CT Scan kepala pasien, kaji saturasi oksigen, serta kaji adanya
pemeriksaan laboratorium.
b. Give Comfort
Kaji adanya nyeri dan ketidaknyamanan pasien.
c. H (1) SAMPLE
Kaji keluhan utama, mekanisme dari trauma, kaji tanda dan gejala, kaji adanya
alergi terhadap obat-obatan maupun makanan, keji pengobatan yang sudah
dilakukan dan riwayat penyakit terdahulu
d. H (2) Head to Toe
Lakukan pemeriksaan fisik yang berfokus pada keluhan pasien.
e. Inspeksi back/Posterior Surface
Kaji adanya jejas, deformitas, tenderness, krepitasi dan laserasi.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi ditandai


dengan edema perifer, penurunan hematokrit, penurunan hemoglobin dan pasien
tampak gelisah.
b) Mual berhubungan dengan peregangan kapsul hati ditandai dengan pasien melaporkan
mual dan keengganan terhadap makanan.
c) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ketidakefektifan otot pernafasan
yang ditandai dengan bradipnea, penurunan tekanan ekspirasi, dypsnea.
d) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient ditandai dengan nyeri perut, kurangnya
intake makanan, kelemahan otot, peningkatan bising usus.
e) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai
dengan bradipnea, penurunan status mental, penurunan vital sign, penurunan urine
output, membrane mukosa kering, kulit kering, peningkatan suhu tubuh, lemas, haus,
penurunan berat badan yang tiba-tiba.
f) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan melaporkan
nyeri secara verbal, terlihat gelisah dan meringis, perubahan tekanan darah, nadi.
g) Resiko Perdarahan dengan faktor risiko gangguan fungsi hati (serosis hepatis).
h) Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dalam
tubuh ditandai dengan menyatakan merasa lemah, dipsnea, lemah, perasaan yang
kurang nyaman.
i) Ansietas berhubungan dengan status kesehatan yang ditandai dengan peningkatan
tekanan darah, insomnia, dan palpitasi.
3. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Keperawatan Intervensi Rasional


Keperawatan Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan Setelah diberikan asuhan NIC Label : NIC Label :
berhubungan dengan keperawatan selama …x24 jam Fluid Management Fluid Management
gangguan mekanisme diharapkan volume cairan tubuh 1. Monitor dan timbang berat 1. Untuk mengetahui berat
regulasi ditandai dengan klien normal dengan criteria badan pasien setiap hari badan px setiap hari
2. Untuk mengetahui TTV px
edema perifer, penurunan hasil : selama dirawat
3. Untuk mengetahui lokasi
2. Monitor vital sign
hematokrit, penurunan NOC Label: Fluid Balance
3. Periksa lokasi dan luas dan luas edema
hemoglobin dan pasien 1. Tekanan darah px normal 4. Untuk mengetahui status
edema, jika ada
2. Kecepatan nadi px normal
tampak gelisah. 4. Monitor status nutrisi pasien nutrisi px
60-100x/menit
3. Turgor kulit px normal
NIC Label : Fluid Monitoring
4. Intake dan output dalam 24 NIC Label : Fluid Monitoring
1. Kaji riwayat jumlah dan
jam seimbang 1. Untuk mengetahui riwayat
5. Berat badan px stabil tipe cairan yang masuk
jumlah dan tipe cairan yang
NOC Label : Fluid Overload
dan kebiasaan eleminasi
masuk dan kebiasaan
Severity 2. Kaji factor resiko yang
1. Tidak tampak adanya eleminasi
menyebabkan
2. Untuk mengetahui factor
ascites (tampak kembung
ketidakseimbangan
resiko yang menyebabkan
pada perut)
cairan
2. Tidak ada peningkatan ketidak seimbangan cairan
3. Monitor cairan yang
ukuran lingkar perut masuk dan keluar 3. Untukmengetahui cairan
4. Monitor membrane
yang masuk dan keluar
mukosa dan turgor kulit 4. Untuk mengetahui keadaan
membrane mukosa dan
turgor kulit px
2. Mual berhubungan Setelah diberikan tindakan NIC Label : Nausea NIC Label : Nausea
dengan peregangan keperawatan selama…x24jam, Management Management
1. Kaji kondisi mual pasien 1. Untuk mengetahui kondisi
kapsul hati ditandai diharapkan mual dapat diatasi
termasuk durasi, mual pasien
dengan pasien dengan kriteria hasil :
frekuensi, dan faktor 2. Untuk mengetahui
melaporkan mual dan NOC Label : Discomfort
presipitasi. penyebab mual
keengganan terhadap Level
2. Identifikasi faktor
1. Pasien melaporkan mual 3. Untuk mengurangi rasa
makanan.
penyebab terjadinya mual
berkurang mual
2. Pasien tidak muntah (misalnya medikasi dan
4. Memberikan pengetahuan
3. Pasien mengatakan tidak
prosedur).
kepada pasien
kehilangan nafsu makan 3. Tingkatkan istirahat dan
NOC Label: Nausea & 5. Agar pasien tetap
tidur yang adekuat.
Vomiting Control 4. Berikan informasi mendapatkan asupan
1. Pasien melaporkan mual
mengenai nausea, nutrisi
terkontrol
diantaranya penyebab 6. Agar pasien tidak mual
2. Pasien dapat memahami
nausea dan berapa lama 7. Untuk mengurangi mual
faktor penyebab mual
nausea akan hilang atau
berkurang.
5. Berikan makanan dalam
keadaan hangat
6. Anjurkan pasien makan
dengan porsi sedikit tapi
sering
7. Kolaborasi pemberian
obat anti emetika.
3. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan asuhan NIC Label : Oxygen Therapy NIC Label : Oxygen Therapy
1. Jika ada penghambat di jalan
napas berhubungan keperawatan selama x 24 jam,
1. Bersihkan saluran nafas jika nafas klien, maka klien akan
dengan ketidakefektifan diharapkan pola nafas klien
diperlukan dan pastikan jalan semakin susah untuk
otot pernafasan yang efektif dengan kriteria hasil :
NOC Label : Respiratory nafas klien bersih bernafas.
ditandai dengan
Status 2. Berikan oksigen terapi sesuai 2. Oksigen terapi akan
bradipnea, penurunan
a. Laju pernapasan klien dalam kebutuhan klien membantu peningkatan
tekanan ekspirasi,
rentang normal (16- 3. Pantau aliran oksigen yang pasokan oksigen ke klien
dypsnea.
20x/menit) . diberikan. dengan trauma dada dimana
b. Saturasi Oksigen klien dalam
4. Pantau keefektifan klien tidak mampu
rentang normal (95%-100%)
pemberian aliran oksigen melakukan pernafasan secara
dengan oksimetri optimal.
3. Aliran oksigen harus
5. Jelaskan pada keluarga untuk
dipantau untuk melihat
tidak menghidupkan api di
kecukupan aliran yang
sekitar tabung oksigen.
diberikan untuk klien
4. Oksimetri akan menunjukkan
NIC Label : Respiratory
saturasi oksigen klien, dan
Monitoring menunjukkan kecukupan
oksigen yang diberikan.
1. Pantau laju , ritme, 5. Oksigen merupakan gas yang
kedalaman dan usaha dalam mudah terbakar.
pernapasan.
NIC Label : Respiratory
Monitoring
1. Melihat keadekuatan
pernafasan klien agar dapat
memberikan terapi yang
tepat. Sekaligus
mengevaluasi keefektifan
pemberian intervensi.
4. Ketidakseimbangan Setelah diberikan asuhan NIC Label: Nutrition monitoring Nutrition monitoring:
1. Pantau adanya mual, muntah
nutrisi kurang dari keperawatan selama ..x24 jam 1. Adanya mual, muntah dapat
dan kelemahan pada klien
kebutuhan tubuh diharapkan intake nutrisi klien menyebabkan klien anoreksia
2. Pantau turgor kulit klien
dapat dipenuhi dengan kriteria 3. Pantau hasil pemeriksaan kadar dan kelemahan merupakan
berhubungan dengan
hasil : albumin, HCT akibat yang terjadi akibat
ketidakmampuan NOC Label: Nutritional status 4. Awasi masukan/pengeluaran
a. Intake makanan adekuat nutrisi tidak adekuat
mengabsorbsi nutrient nutrisi dan berat badan secara 2. Perubahan turgor kulit
b. HCT dalam rentang normal 40-
ditandai dengan nyeri periodik. merupakan tanda bahwa terjadi
45%
NIC Label : Nutrition Therapy
perut, kurangnya intake c. Tonus otot normal
1. Pantau status nutrisi klien kekurangan nutrisi
d. Berat badan pasien tidak 3. Merupakan tanda biochemical
makanan, kelemahan 2. Pantau intake makanan dan
mengalami penurunan kekurangan nutrisi, normalnya
otot, peningkatan bising e. Tidak mual/muntah
usus. NOC Label: Nutritional status: minum klien albumin 3,5-5 gr/dL
3. Berikan makanan dalam 4. Berguna dalam mendukung
fluid and food intake
a. Intake makanan adekuat keadaan hangat keaktifan nutrisi dan dukungan
NOC Label: Biochemical status
cairan.
a. Albumin dalam rentang normal NIC Label : Nutrition Therapy
(3,5-5 gr/dL)
1. Pengkajian status nutrisi
meliputi Indeks massa tubuh
dan BB
2. Intake makan dan minum
perlu dipantau tiap hari
untuk memastikan asupan
nutrisi adekuat
3. Makanan hangat dapat
menurunkan perasaan mual
dan muntah

5. Kekurangan volume Setelah diberikan asuhan NIC Label: Fluid Management NIC Label: Fluid Management
1) Status hidrasi diobservasi
cairan berhubungan keperawatan selama …x24 jam
1. Monitor status hidrasi untuk mengetahui lebih awal
dengan kehilangan cairan diharapkan kebutuhan cairan (kelembaban membran mukosa, daripada tanda-tanda terjadinya
aktif ditandai dengan klien terpenuhi, dengan kriteria nadi adekuat, tekanan darah dehidrasi
bradipnea, penurunan hasil : ortostatik) 2) Pemeriksaan laboratorium
NOC Label: Fluid Balance digunakan sebagai pedoman
status mental, penurunan 2. Monitor hasil lab yang sesuai
vital sign, penurunan dengan retensi cairan (BUN , dalam pemberian cairan, agar
a. Turgor kulit elastic
urine output, membrane b. Mukosa bibir lembab Hmt, osmolalitas urin, albumin, mencegah terjadinya
mukosa kering, kulit c. Suhu tubuh dalam batas total protein) ketidakseimbangan dan

kering, peningkatan suhu normal ( 36,5 – 37,5C ) 3. Monitor tanda-tanda vital kelebihan cairan
3) Vital sign sebagai pedoman
4. Monitor intake dan urin output
tubuh, lemas, haus, d. Tekanan darah dalam batas
untuk penggantian cairan
5. Pertahankan catatan intake dan
penurunan berat badan normal (110-120/80-90 sekaligus untuk mengkaji
output yang akurat
yang tiba-tiba. mmHg) respons kardiovaskuler pasien
6. Berikan cairan oral
e. Nadi dalam batas normal 4) Memonitor intake dan output
7. Kolaborasi pemberian cairan IV
cairan dilakukan untuk
(60-100 kali/menit)
mengevaluasi jika terdapat
kekeliruan dalam pemberian
cairan, agar segera dapat
diperbaiki
5) Agar dapat mengetahui
kebutuhan cairan klien,
sehingga dapat memberikan
intervensi yang sesuai
6) Cairan oral akan membantu
memebuhi kekurangan cairan
dalam tubuh
7) Jika pemberian cairan tidak
dapat dilakukan, maka dapat
dikolaborasikan dengan
memberikan cairan IV.
6. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan NIC Label : Pain Management NIC Label : Pain
dengan agen cedera keperawatan selama….x 24 Management
1. Lakukan pengkajian nyeri yang
biologis ditandai dengan jam, diharapkan nyeri pasien
komprehensif, meliputi : lokasi, 1. Untuk mengetahui lokasi,
melaporkan nyeri secara terkontrol dengan criteria hasil: karakteristik, awitan dan karakteristik, awitan dan
NOC label: Pain Level
verbal, terlihat gelisah durasi, frekuensi, kualitas, durasi, frekuensi, kualitas,
dan meringis, perubahan a. Skala nyeri pasien berkurang intensitas atau keparahan nyeri, intensitas atau keparahan
b. Pasien tampak tidak meringis
tekanan darah, nadi. faktor presipitasi nyeri. nyeri, faktor presipitasi nyeri.
2. Observasi isyarat nonverbal 2. Untuk mengetahui isyarat
NOC label : Pain Control
a. Pasien mampu mengontrol dan ketidaknyamanan pasien nonverbal ketidaknyamanan
3. Berikan informasi tentang
menangani nyeri (mampu pasien
nyeri, penyebab nyeri, berapa 3. Agar pasien mengetahui
menggunakan tehnik
lama akan berlangsung, dan informasi tentang nyeri,
nonfarmakologi untuk
antisipasi ketidaknyamanan penyebab nyeri, berapa lama
mengurangi nyeri, mencari
akibat prosedur. akan berlangsung, dan
bantuan)
4. Bantu klien untuk lebih
b. Mampu mengenali nyeri antisipasi ketidaknyamanan
berfokus pada aktivitas, bukan
(skala, intensitas, frekuensi dan akibat prosedur.
pada nyeri dan rasa tidak 4. Agar pasien lebih berfokus
tanda nyeri)
NOC label: Vital Signs nyaman dengan melakukan pada aktivitas, bukan pada
a. Tanda vital dalam rentang
pengalihan melaui televise, nyeri dan rasa tidak nyaman
normal ( T = 36,5o C – 37,5o C,
radio, tape, dan interaksi dengan melakukan
TD = 120/80 mmHg, RR = 16-
dengan pengunjung pengalihan melaui televisi,
20 x/menit, N = 60- 5. Berikan posisi yang nyaman
radio, tape, dan interaksi
100x/menit)
dengan pengunjung.
NIC Label : Analgesic
5. Posisi nyaman mampu
Administration mengurangi nyeri.

1. Tentukan lokasi, NIC Label : Analgesic


karakteristik, kualitas, dan Administration
derajat nyeri sebelum
1. Untuk mengetahui lokasi,
pemberian obat.
karakteristik, kualitas, dan
2. Cek instruksi dokter tentang
derajat nyeri sebelum
jenis obat, dosis, dan
pemberian obat.
frekuensi pemberian obat.
2. Untuk mengecek intruksi
3. Cek riwayat alergi.
dokter tentang jenis obat,
4. Tentukan pilihan analgesic
dosis, dan frekuensi
tergantung tipe dan beratnya
pemberian obat pasien.
nyeri.
3. Untuk mengetahui riwayat
5. Monitor vital signs sebelum
alergi pasien.
dan sesudah pemberian
4. Untuk menentukan piilihan
analgesic pertama kali.
analgesic tergantung tipe
6. Evaluasi efektivitas
dan beratnya nyeri pasien.
analgesic, tanda dan gejala
5. Untuk mengetahui adanya
(efek samping)
perubahan skala nyeri.
NIC Label : Vital Sign
6. Mengetahui efektivitas
Monitoring
analgesic, tanda dan gejala
1. Monitoring tekanan darah (efek samping)
pasien
2. Monitoring Respirasi pasien
3. Monitoring nadi pasien NIC Label : Vital Sign
4. Monitoring suhu pasien Monitoring

1. Untuk mengetahui adanya


peningkatan/penurunan
tekanan darah pasien
2. Untuk mengetahui status serta
pola pernafasan pasien
3. Untuk mengetahui kadar
oksigen yang terdapat dalam
darah pasien
4. Untuk mengetahui laju
metabolisme dari pasien
apabila terjadi peningkatan
ataupun penurunan

7. Resiko Perdarahan Setelah diberikan asuhan NIC Label : Bleeding Reduction NIC Label : Bleeding
dengan faktor risiko keperawatan selama …x24 jam Reduction
1. Identifikasi penyebab
1. Untuk dapat memberikan
gangguan fungsi hati diharapkan anemia klien perdarahan
intervensi yang tepat kepada
(serosis hepatis) berkurang dengan kriteria hasil: 2. Monitor karakteristik
klien
NOC Label : Blood Loss perdarahan yang terjadi
2. Untuk memantau keadaan
3. Kolaborasi pemberian produk
Severity
a. Tekanan darah sistolik klien darah klien
4. Catat nilai hemoglobin, 3. Untuk memenuhi kebutuhan
dalam rentang normal yaitu
hematokrit sebelum dan setelah darah yang diperlukan klien
120 mmHg
4. Untuk mengetahui status dari
b. Tekanan darah diastolic klien kehilangan darah
perkembangan keadaan klien
dalam rentang normal yaitu 80
mmHg
c. Rasa cemas yang dialami klien
berkurang
d. Kadar Hb (hemoglobin) klien
dalam rentang normal yaitu
14-16 mg/dl
8. Intoleran aktivitas Setelah diberikan ASKEP ….x NIC Label :Self Care NIC Label :Self Care
berhubungan dengan 24 jam diharapkan kelemahan Assistance Assistance
ketidakseimbangan suplai yang dirasakan oleh pasien
1. Identifikasi usia pasien dalam 1. Agar dapat menyesuaikan
oksigen dalam tubuh mulai berkurang dengan
mempromosikan kegiatan yang kegiatan yang ingin diterapkan
ditandai dengan criteria hasil: ingin dilakukan pada pasien
NOC Label : Activity 2. Dampingi pasien sampai pasien 2. Untuk meminimalkan kejadian
menyatakan merasa
Tolerance mampu dengan sepenuhnya jatuh pada pasien saat
lemah, dipsnea, lemah,
melakukan perawatan diri melkaukan perawatan diri
perasaan yang kurang a. Nilai saturasi oksigen pasien 3. Anjurkan pasien untuk 3. Untuk mengetahui rentang
nyaman. pada saat melakukan aktivitas melakukan kegiatan yang gerak yang mampu dilakukan
dalam rentang normal mampu dilakukannya sendiri oleh pasien
b. Nadi pasien pada saat 4. Anjurkan keluarga untuk 4. Untuk melatih kemandirian
melakukan aktivitas dalam membantu pasien pada saat pasien saat melakukan
rentang normal pasien tidak mampu kegiatan atau aktivitasnya
c. Pasien dapat dengan mudah
bernafas pada saat melakukan melakukannya sendiri sehari-hari
aktivitas NIC Label : Activity Therapy NIC Label : Activity Therapy
d. Pasien mulai bisa berjalan
dengan stabil 1. Bantu pasien dalam melakukan 1. Untuk melatih kekuatan otot
e. Pasien dapat dengan mudah kegiatan fisik secara teratur pasien secara bertahap
melakukan aktivitas sehari-
hari

9. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan asuhan NIC Label: Anxiety Reduction


1. Observasi adanya tanda – tanda 1) Pengungkapan kecemasan
dengan status kesehatan keperawatan selama x 24 jam,
cemas/ansietas baik secara secara langsung tentang
yang ditandai dengan diharapkan kecemasan klien dapat
verbal maupun nonverbal. kecemasan dari klien, dapat
berkurang dengan kriteria hasil:
peningkatan tekanan 2. Bantu pasien untuk
NOC Label: Anxiety Level menandakan level cemas klien.
darah, insomnia, dan a. Mengatakan secara verbal mengidentifikasi situasi yang 2) Agar pasien dapat mengatasi

palpitasi. tentang tidak ada kecemasan dapat menstimulus kecemasan. dan menanggulangi kecemasan
b. Mengatakan secara verbal 3. Jelaskan segala sesuatu
pasien.
tentang tidak ada ketakutan mengenai penyakit yang klien 3) Menambah wawasan klien
c. Tidak ada kepanikan
derita. tentang penyakit klien dapat
NOC Label: Anxiety Self-
4. Ajarkan klien teknik relaxasi,
meningkatkan pengertian klien
Control
seperti menarik nafas dalam.
a. Mampu mengurangi tentang penyakitnya, sehingga
5. Kolaborasi pemberian medikasi
penyebab cemas dapat mengurangi kecemasan
berupa obat penenang.
b. Mengontrol respon cemas
klien.
4) Dapat memberi efek
ketenangan pada klien
5) Untuk menurunkan ansietas
klien yang terjadi secara
berlebihan.
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan

5. Evaluasi

No. Diagnosa Keperawatan Evaluasi

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan NOC Label: Fluid Balance
mekanisme regulasi ditandai dengan edema perifer, a) Tekanan darah px normal
b) Kecepatan nadi px normal 60-100x/menit
penurunan hematokrit, penurunan hemoglobin dan pasien
c) Turgor kulit px normal
tampak gelisah. d) Intake dan output dalam 24 jam seimbang
e) Berat badan px stabil
NOC Label : Fluid Overload Severity
a) Tidak tampak adanya ascites (tampak kembung pada perut)
b) Tidak ada peningkatan ukuran lingkar perut
2. Mual berhubungan dengan peregangan kapsul hati NOC Label : Discomfort Level
a) Pasien melaporkan mual berkurang
ditandai dengan pasien melaporkan mual dan keengganan
b) Pasien tidak muntah
terhadap makanan. c) Pasien mengatakan tidak kehilangan nafsu makan
NOC Label: Nausea & Vomiting Control
a) Pasien melaporkan mual terkontrol
b) Pasien dapat memahami faktor penyebab mual
3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan NOC Label : Respiratory Status
a. Laju pernapasan klien dalam rentang normal (16-
ketidakefektifan otot pernafasan yang ditandai dengan
20x/menit) .
bradipnea, penurunan tekanan ekspirasi, dypsnea.
b. Saturasi Oksigen klien dalam rentang normal (95%-100%)
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh NOC Label: Nutritional status
a. Intake makanan adekuat
berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi b. HCT dalam rentang normal 40-45%
nutrient ditandai dengan nyeri perut, kurangnya intake c. Tonus otot normal
d. Berat badan pasien tidak mengalami penurunan
makanan, kelemahan otot, peningkatan bising usus. e. Tidak mual/muntah
NOC Label: Nutritional status: fluid and food intake:
a. Intake makanan adekuat
NOC Label: Biochemical status:
a. Albumin dalam rentang normal (3,5-5 gr/dL)

5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan NOC Label: Fluid Balance


kehilangan cairan aktif ditandai dengan bradipnea,
a. Turgor kulit elastic
penurunan status mental, penurunan vital sign, penurunan
b. Mukosa bibir lembab
urine output, membrane mukosa kering, kulit kering,
c. Suhu tubuh dalam batas normal ( 36,5 – 37,5C )
peningkatan suhu tubuh, lemas, haus, penurunan berat
d. Tekanan darah dalam batas normal (110-120/80-90 mmHg)
badan yang tiba-tiba.
e. Nadi dalam batas normal (60-100 kali/menit)

6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis NOC label: Pain Level
ditandai dengan melaporkan nyeri secara verbal, terlihat
a. Skala nyeri pasien berkurang dari 4 menjadi 1
gelisah dan meringis, perubahan tekanan darah, nadi. b. Pasien tampak tidak meringis
c.
NOC label : Pain Control
a. Pasien mampu mengontrol dan menangani nyeri (mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
b. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
NOC label: Vital Signs
a. Tanda vital dalam rentang normal ( T = 36,5o C – 37,5o C, TD =
120/80 mmHg, RR = 16-20 x/menit, N = 60-100x/menit)

7. Resiko Perdarahan dengan faktor risiko gangguan fungsi NOC Label : Blood Loss Severity
hati (serosis hepatis)
a. Tekanan darah sistolik klien dalam rentang normal yaitu 120
mmHg
b. Tekanan darah diastolic klien dalam rentang normal yaitu 80
mmHg
c. Rasa cemas yang dialami klien berkurang
Kadar Hb (hemoglobin) klien dalam rentang normal yaitu 14-16
mg/dl
8. Intoleran aktivitas berhubungan dengan NOC Label : Activity Tolerance
ketidakseimbangan suplai oksigen dalam tubuh ditandai
a. Nilai saturasi oksigen pasien pada saat melakukan aktivitas
dengan menyatakan merasa lemah, dipsnea, lemah,
dalam rentang normal
perasaan yang kurang nyaman. b. Nadi pasien pada saat melakukan aktivitas dalam rentang normal
c. Pasien dapat dengan mudah bernafas pada saat melakukan
aktivitas
d. Pasien mulai bisa berjalan dengan stabil
e. Pasien dapat dengan mudah melakukan aktivitas sehari-hari

9. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan yang NOC Label: Anxiety Level
a. Mengatakan secara verbal tentang tidak ada kecemasan
ditandai dengan peningkatan tekanan darah, insomnia, dan b. Mengatakan secara verbal tentang tidak ada ketakutan
palpitasi. c. Tidak ada kepanikan
NOC Label: Anxiety Self-Control
a. Mampu mengurangi penyebab cemas
b. Mengontrol respon cemas

PATHWAY SIROSIS HEPATIS

Hepatitis virus B Alkohol Metabolik: Kolestatis Toksis dari obat : Malnutrisi


dan C DM Kronik INH

Sirosis Hepatis

Kelainan jaringan Fungsi hati Inflamasi akut


parenkim hati terganggu 6
Ekspansi
Terbentuknya
paru
Hipertensi
Asites
terganggu portal
jaringan ikat
Gangguan Gangguan Gangguan Gangguan Gangguan
metabolisme bilirubin metabolisme protein metabolisme metabolisme zat metabolisme empedu

Bilirubin tak Asam amino relatif Sintesis vit. A, B Gangguan asam Lemak tidak dapat
terkonjugasi (albumin, globulin) complex, B12 melalui folat dielmusikan dan tidak dapat
hati diserap oleh usus
Gangguan sintesis
Feses pucat Ikterik Urin gelap vit. K Penurunan produksi Peningkatan
sel darah merah peristaltik

2 3 7
11 2 3 44 5 5
Faktor pembekuan Anemia BAB cair ≥ 3x/hari
Perubahan pada Penumpukan garam
darah terganggu
frekuensi, irama, dan empedu dibawah kulit
kedalaman pernafasan Kelemahan
Kehilangan cairan
Sintesis prosumber
Pruritus berlebih

Sesak nafas Intoleransi


Reflek motorik aktifitas Membrane mukosa
Risiko
menggaruk pucat, turgor kulit > 2
Pendarahan
Ketidakefektifan detik
pola napas
Terdapat luka bekas garukan
(erosi/ekskoriasi) Kekurangan
6 7 volume cairan

Kerusakan pada lapisan


epidermis dan dermis kulit
Kerusakan
integritas kulit
Pelepasan mediator kimiawi Tubuh tidak mendapatkan
cadangan energi dari proses
katabolisme lemak

Bradikinin, serotonin, dan


histamine
Berat badan, IMT, lingkar
lengan & paha ↓
Berkurangnya produksi Merangsang reseptor nyeri Klien merasa cemas
albumin dengan perubahan
Ketidakseimbangan fisiknya
Merangsang respon nyeri
Penurunan tekanan nutrisi: kurang dari
onkotik koloid plasma kebutuhan tubuh
Keluhan nyeri secara verbal Ansietas

Mendesak lambung Ascites


Pasien tampak meringgis, gelisah

Mual Kelebihan
Volume Cairan Nyeri Akut
Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC..
Herdman, T.H., & Kamitsuru, S. (2014). NANDA international nursing diagnoses: definition & classification, 2015-2017. Oxford: Wiley
Blackwell.
Joanne&Gloria. (2004). Nursing Intervension Classification Fourth Edition, USA : Mosby Elsevier.
Kowalak, Welsh, Mayer. (2011). Buku Ajar PATOFISIOLOGI, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Moorhead, S., Jonson, M., Mass, M.L., & Swanson, E. (2004). Nursing outcomes classification (noc) fifth edition. USA: Mosby Elseviyer.
T. Heather Herdman. (2011). NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai