Anda di halaman 1dari 4

A.

Latar Belakang Terbentuknya Ilmu Kalam


Awalnya persoalan ini berawal dari persoalan politik. Maka muncullah siapa yang yang
kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari islam dan siapa yang
masih tetap dalam islam.
Khawarij memandang bahwa Ali, Mu’awiyah, Amr ibn-ash, Abu Musa al-Asyari dan lain-lain
yang menerima arbitrase adalah kafir, karena didalam Al-quran telah tercatat.

‫ار فنرأوُلنئف ن‬
‫ك هررم اللنكاَففرروُنن‬ ‫نوُنملن لنلم ينلحركلم بفنماَ أنلننزنل ا‬
(Al-Maidah, 44)

Dari ayat inilah mereka mengambil semboyan La hukma illa lillah. Karena keempat pemuka
islam diatas telah dipandang kafir dalam arti bahwa mereka telah keluar dari islam.
Maka kaum khawarij mengambil keputusan untuk membunuh mereka berempat tetapi
menurut sejarah hanya orang yang dibebani membunuh Ali bin Abi Thalib yang berhasil
dalam tugasnya.
Seiring berjalannya waktu kaum khawarij terpecah menjadi beberapa sekte. Konsep kafir
turut pula mengalami perubahan, yang dipandang kafir bukan lagi hanya orang yang tidak
menentukan hokum dengan al-quran, tetapi orang yang berbuat dosa besar, yaitu mutakib al-
kabair atau capital sinners, juga dipandang kafir. Persoalan orang berbuat dosa inilah
kemudian yang mempunyai pengaruh besar didalam pertumbuhan teologi selanjutnya dalam
islam. Persoalannya ialah masihkah ia bisa dipandang orang mukmin ataukah ia sudah
menjadi kafir, karena berbuat dosa besar itu.
Persoalan inilah yang akhirnya menyebabkan tiga aliran teologi dalam islam, diantaranya
adalah :
a) Aliran Khawarij :aliran ini berpendapat bahwa dosa besar adalah kafir, dalam arti keluar
dari islam atu tegasnya murtad, oleh karena itu ia wajib dibunuh
b) Aliran Murji’ah :aliran ini mempunyai pendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar
tetap masih mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya terserah kepada
Allah SWT, untuk mengampuni dosanya atau tidak
c) Aliran Mu’tazilah :aliran tidak sependapat dengan apa yang diungkapkan oleh kedua
aliran diatas. Bagi mereka orang yang berdosa besar itu bukan kafir tetapi bukan pula
mukmin. Orang yang serupa ini kata mereka mengambil posisi diantara 2 posisi. Dalam
bahasa arabnya terkenal dengan Al-manzilahbain al-manzilatain (posisi diantara 2 posisi)
Disamping itu muncul pula aliran yang mempunyai maksud untuk menentang aliran
mu’tazilah. Aliran ini didirikan oleh Abu Mansur Muhammad al-Maturidi. Aliran ini
kemudian terkenal dengan nama aliran Al-Maturidiah

B. Objek Kajian Ilmu Kalam

1. Aqidah Islam
Aqidah artinya apa yang dapat diyakini atau dipercaya oleh hati manusia. sehingga para
ulama kalam banyak mengarang buku yang berpautan dengan ilmu kalam memberi judul
aqidah antara lain :
Ibnu Taymiyah : aqidah ahlussunah
Almaturidiyah : risalah bi aqoid
Al ghazali : al iqtishod fil I tikod
2. Sebab -sebab penamaan
Adapun ilmu ini dinamakan ilmu kalam disebabkan :
a. Persoalan yang terpenting yang menjadi pembicaraan pada abad-abad permute hijriah
ialah apakah kalam allah (Al-quran }itu qadim atau hadits.
b. Dasar ilmu kalam ialah dalil-dalil fikiran para mutakallimin jarang mempergunakan dalil
naqli (al-qur'an dan hadits), kecuali sesudah menetapkan benarnya pokok persoalan terlebih
dahulu berdasarkan dalil-dalil fikiran,
c. Dinamakan ilmu kalam karena pembicaraan tentang tuhan di bahas dengan logika
maksudnya menggunakan dalil-dalil aqliyah.[1]

Ruang Lingkup Ilmu Kalam


a. Illahiah
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan Illah (Tuhan, Allah) seperti
wujud Allah, nama-nama Allah dan sifat-sifat Allah.
b. Nubuat
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasulullah,
termasuk pembahasan tentang kitab-kitab Allah, Mujizat dll.
c. Ruhaniyah
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti
malaikat, jin, iblis, syetan, roh dll.
d. Samiyyat
Yaitu segala sesuatu yang hanya bias diketahui lewat sam'l (dalil naqli berupa Al-Qur'an dam
Sunah) seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, surge dll.[2]

Objek Pembahasan Ilmu Kalam


1. Masalah pengetahuan (al-ma'rifah) dan cara memperolehnya, pembahasan ini bertujuan
untuk mengukuhkan keyakinan mengenai keyakinan informative (al-ma'rifah al- khabariyah)
khususnya yang dibawa dari Rasul SAW.
2. Masalah kebaharuan alam (huduts al-alam) yang bertujuan untuk membuktikan wujud
zat yang maha pencipta.
3. Masalah keesaan Allah
4. Masalah tanzih (penyucian Allah) dan penolakan tasybih (penyerapan Allah atas
makhluknya)
5. Masalah ayat Allah dan hubungannya dengan zat-Nya, apakah zat-Nya sama dengan
sifat-Nya, ataupun berbeda.
6. Masalah kalam Allah.
7. Masalah kenabian yang bertujuan untuk mengukuhkan keyakinan pada kenabian Nabi
SAW
8. Masalah kemasuman pada Nabi
9. Masalah tempat kembali (al-mi'ad)
10. Masalah al-jabr wal ikhtiyar (keterpaksaan dan kebebasan berkehendak)
C. Perbedaan Ilmu Kalam Dengan Ilmu Lainnya

1. Ilmu Kalam

Setelah membahas tentang persamaan dari ketiga ilmu tersebut, yaitu terdapat persamaan
dalam objek kajiannya, maka akan ditemukan juga titik perbedaannya. Perbedaan di antara
ilmu tersebut terletak pada aspek metodologinya. Ilmu kalam, sebagai ilmu yang
menggunakan logika di samping argumentasi-argumentasi naqliah berfungsi untuk
mempertahankan keyakinan ajaran agama, yang sangat tampak nilai-nilai apologinya. Pada
dasarnya ilmu ini menggunakan metode dialektika (jadaliah) dikenal juga dengan istilah
dialog keagamaan. Sebagian ilmuwan bahkan mengatakan bahwa ilmu ini berisi keyakinan-
keyakinan kebenaran, praktek dan pelaksanaan ajaran agama, serta pengalaman keagamaan
yang dijelaskan dengan pendekatan rasional.

Meskipun ilmu kalam merupakan sebuah disiplin ilmu yang rasional dan logis, namun kalau
dilihat adari asas-asas yang dipakai dalam argumentasinya terdiri dari dua bagian, yaitu ; Aqli
dan Naqli[18]. Bagian Aqli ini terbangun dengan dasar pemikiran yang rasional murni, itupun
kalau ada relevansinya dengan Naqli. Karena naqli tersebut adalah untuk menjelaskan dan
menegaskan pertimbangan rasional supaya memperkuat argumen-argumennya.

2. Ilmu Filsafat

Sementara itu, filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran
rasional. Metode yang digunakannya pun adalah metode rasional. Filsafat menghampiri
kebenaran dengan cara menuangkan akal budi secara radikal (mengakar) dan integral
(menyeluruh) serta universal (mengalam); tidak merasa terikatat oleh apapun, kecuali oleh
ikatan tangannya sendiri yang bernama logika. Peranan filsafat sebagaimana dikatakan
Socrates adalah berpegang teguh pada ilmu pengetahuan melalui usaha menjelaskan konsep-
konsep (the gaining of conceptual clarity). Murthadha muthahari berkata bahwa metode
filsafat hanya bertumpu pada silogisme (qiyas), argumentasi rasional (istidal aqli) dan
demonstrasi rasional (burhan aqli).[19]

Berkenaan dengan keragaman kebenaran yang dihasilkan oleh kerja logika maka dalam
filsafat dikenal apa yang disebut kebenaran korespondensi. Dalam pandangan korespodensi,
kebenaran adalah persesuaian antara kenyataan sebenarnya di alam nyata. Disamping
kebenaran korespodensi, di dalam filsafat juga dikenal kebenaran korehensi. Dalam
pandangan korehensi, kebenaran adalah kesesuaian antara suatu pertimbangan baru dan suatu
pertimbangan yang telah diakui kebenarannya secara umum dan permanen. Jadi, kebenaran
dianggap tidak benar kalau tidak sesuai dengan kebenaran yang dianggap benar oleh ulama
umum.

Disamping dua kebenaran di atas, di dalam filsafat dikenal juga kebenaran pragmatis. Dalam
pandangan pragmatisme, kebenaran adalah sesuatu yang bermanfaat (utility) dan mungkin
dapat dikerjakan (workability) dengan dampak yang memuaskan. Jadi, sesuatu akan dianggap
tidak benar kalau tidak tampak manfaatnya secara nyata dan sulit untuk di kerjakan.

3. Ilmu Tasawuf

Adapun ilmu tasawuf adalah ilmu yang lebih menekankan rasa dari pada rasio. Oleh sebab
itu, filsafat dan tasawuf sangat distingtif. Sebagai sebuah ilmu yang prosesnya diperoleh dari
rasa, ilmu tasawuf bersifat subjektif, yakni sangat berkaitan dengan pengalaman seseorang.
Itulah sebabnya, bahasa tasawuf sering tampak aneh bila dilihat dari aspek rasio. Hal ini
karena pengalaman rasa sulit dibahasan. Pengalaman rasa lebih muda dirasakan langsung oleh
orang yang ingin memperoleh kebenaranya dan mudah digambarkan dengan bahasa lambang,
sehingga sangat interpretable dapat diinterpretasikan bermacam-macam). Sebagian pakar
mengatakan bahwa metode ilmu tasawuf adalah intuisi, atau ilham, atau inspirasi yang
datang dari tuhan. Kebenaran yang dihasilkan ilmu tasawuf dikenal dengan istilah kebenaran
hudhuri, yaitu suatu kebenaran yang objeknya datang dari dalam diri subjek sendiri. Itulah
sebabnya dalam sains dikenal istilah objeknya tidak objektif. Ilmu seperti ini dalam sains
dikenal dengan ilmu yang diketahui bersama atau tacit knowledge, dan bukan ilmu
proporsional.

Didalam pertumbuhannya, ilmu kalam (teologi) berkembang menjadi teologi rasional dan
teologi tradisional. Filsafat berkembang menjadi sains dan filsafat sendiri. Sains berkembang
menjadi sains kealaman,sosial, dan humaniora; sedangkan filsafat berkembang lagi menjadi
filsafat klasik, pertengahan, dan filsafat modern. Tasawuf selanjutnya berkembang menjadi
tasawuf praktis dan tasawuf teoritis.

Anda mungkin juga menyukai