Anda di halaman 1dari 21

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK

PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA PADA PEMERIKSAAN DI


SIDANG PENGADILAN
(Studi Kasus Perkara No.87/Pid.B/2007/Pengadilan Negeri Pariaman)

(Yeprima Lisa Yuanda, 1010005600053, 62 Hlm, Fak. Hukum Univ. Tamansiswa


Padang, 2014)

Pembimbing I : Aria Zurnetti, SH, MH


Pembimbing II : Nurlinda Yenti, SH, MH

ABSTRAK

Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum


untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan
kepastian hukum. Perlindungan hukum bagi anak dapat dilakukan sebagai upaya
perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak serta
berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Dari latar
belakang tersebut, penulis mengkaji 3 (tiga) permasalahan yaitu:
(1)Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak pelaku tindak pidana
pembunuhan berencana di Pengadilan Negeri Kelas I B Pariaman? (2)Apakah
kendala-kendala dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak pelaku
tindak pidana pembunuhan berencana di Pengadilan Negeri Kelas I B Pariaman?
(3)Bagaimanakah upaya mengatasi kendala-kendala dalam memberikan
perlindungan hukum terhadap anak pelaku tindak pidana pembunuhan berencana
di Pengadilan Negeri Kelas I B Pariaman?. Metode pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan Yuridis Sosiologis yang berlokasi
diwilayah Pengadilan Negeri Kelas I Pariaman. Sumber data adalah data primer
dan data sekunder, wawancara, studi dokumen. Data yang diperoleh dari hasil
editing, coding, dan tabulating adalah teknik analisis kualitatif yaitu yang
dianalisis berdasarkan data yang didapat pada saat penelitian. Dari hasil penelitian
diperoleh data-data bahwa perlindugan hukum terhadap anak pelaku tindak pidana
pembunuhan berencana di Pengadilan Negeri Kelas I B Pariaman, yaitu:
(1)Terdakwa didampingi oleh Tim Penasihat Hukum, (2) Pemeriksaan sidang
anak dihadiri oleh Penuntut Umum, orangtua/wali, Penasihat Hukum dan
Pembimbing Kemasyarakatan, (3) Pemeriksaan sidang anak dilakukan secara
tertutup untuk umum, (4) Proses persidangan dilakukan dengan menghadirkan
para terdakwa untuk didengar keterangannya.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Anak adalah tunas, potensi, dan generasi penerus cita-cita bangsa,
memiliki peran strategis dalam menjamin eksistensi bangsa dan negara di
masa mendatang. Agar mampu memikul tanggungjawabnya itu, anak perlu
mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang
secara optimal, baik fisik, mental, sosial, maupun spiritual. Mereka juga perlu
mendapatkan hak-haknya, perlu dilindungi dan disejahterakan.
Menurut Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002
Pasal 1 butir 1, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan dan menurut Undang-
undang yang mengatur tentang pengadilan anak, nomor 3 Tahun 1997, anak
diartikan seseorang yang telah berumur 8 (delapan) tahun tetapi belum
mencapai usia 18 (delapan belas) tahun serta belum pernah kawin.
Dari sisi sosiologis perkembangan anak, dasar yang
melatarbelakangi seorang anak untuk melakukan tindak pidana atau
kejahatan, perlu dipertimbangkan kedudukan anak dengan segala ciri dan
sifatnya yang khas. Walaupun anak telah melakukan sendiri langkah
perbuatan berdasarkan pikiran, perasaan dan kehendaknya, tetapi keadaan
sekitar dapat mempengaruhi perilakunya. Oleh karena itu, orangtua dan
masyarakat sekitarnya seharusnya dapat lebih bertanggungjawab terhadap
pembinaan pendidikan dan pengembangan perilaku anak.
Sedangkan dari aspek psikologis, anak bisa dikategorikan sebagai
manusia yang belum cakap. Maksudnya, dalam memutuskan untuk
melakukan suatu perbuatan, pikiran, kejiwaan dan alam sadarnya lebih
didorong oleh faktor emosionalnya, bukan logika berfikirnya yang sempurna
selayaknya orang dewasa. Tindakan seorang anak tidak mungkin dilakukan
karena hanya didorong oleh pertimbangan individual saja. Tindakan anak
tidak berdiri sendiri tetapi terangkai dalam suatu rangkaian sistem peranan
yang diharapkan (role expectation), seperti teman sepergaulan, sekolah
bahkan dalam lingkungan keluarga. Oleh karena itu, kepentingan terbaik bagi
anak patut dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup
umat manusia.
Perlindungan anak merupakan suatu upaya untuk menciptakan
kondisi dimana anak dapat melaksanakan hak dan kewajibanya. Berdasarkan
konsep parents patriae, yaitu negara memberikan perhatian dan perlindungan
kepada anak-anak sebagaimana layaknya orang tua kepada anak-anaknya,
maka penanganan anak-anak yang berhadapan dengan hukum juga harus
dilakukan demi kepentingan terbaik bagi anak serta berpijak pada nilai-nilai
Pancasila.
Pasal 64 ayat (1) Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak menyebutkan, Perlindungan khusus merupakan hak yang
harus diberikan kepada anak. Perlindungan khusus ini meliputi anak yang
berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana. Hal ini merupakan
kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Sedangkan dalam
Pasal 64 ayat (2) dijelaskan, bahwa Perlindungan khusus bagi anak pelaku
tindak pidana dilaksanakan melalui tindakan-tindakan sebagai berikut :
a. Perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak
anak;
b. Penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini;
c. Penyediaan sarana dan prasarana khusus;
d. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik dengan
anak.;
e. Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak
yang berhadapan dengan hukum (anak pelaku tindak pidana);
f. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua
atau keluarga; dan
g. Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk
menghindari labelisasi.

Perlunya penelitian mengenai anak pelaku tindak pidana ini ada


kaitannya dengan putusan oleh Pengadilan Negeri Kelas I B Pariaman dalam
memeriksa 2 (dua) orang siswa kelas III (tiga) Sekolah Menengah Atas
Negeri 1 Sungai Limau terbukti melakukan pembunuhan terhadap seorang
perempuan yang merupakan teman sekolahnya sehingga menyebabkan
hilangnya nyawa perempuan tersebut. Hakim Pengadilan Negeri Pariaman
memutuskan pidana terhadap anak selaku terdakwa pembunuhan tersebut
lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum dengan pertimbangan
hukum bahwa aksi pembunuhan yang dilakukan anak tersebut terhadap
temannya itu pada pertengahan tahun 2007 lalu, dikarenakan terdakwa saat
itu kejiwaan labil. Perbuatan terdakwa tersebut di dalam UU No. 3 Tahun
1997 disebut sebagai anak nakal dan didalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU
No. 11 Tahun 2012) sebagai anak yang berhadapan dengan hukum. Di dalam
Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (selanjutnya disingkat
KUHP) menentukan sebagai berikut: “Barangsiapa sengaja dan dengan
rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam, karena
pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh
tahun”. Oleh karena itu penulis berkeinginan untuk mengkaji kedalam usulan
penelitian skripsi dengan judul: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA
PADA PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN (Studi kasus
Perkara No.87/Pid.B/2007/Pengadilan Negeri Pariaman).

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang yang telah dikemukakan
diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak pelaku tindak pidana
pembunuhan berencana di Pengadilan Negeri Kelas I B Pariaman ?
2. Apakah kendala-kendala dalam memberikan perlindungan hukum terhadap
anak pelaku tindak pidana pembunuhan berencana di Pengadilan Negeri
Kelas I B Pariaman ?
3. Bagaimanakah upaya mengatasi kendala-kendala dalam memberikan
perlindungan hukum terhadap anak pelaku tindak pidana pembunuhan
berencana di Pengadilan Negeri Kelas I B Pariaman ?

C. Tujuan Penelitian
Penulisan ini secara umum bertujuan untuk memenuhi kewajiban
sebagai mahasiswa Fakultas Hukum yang akan menyelesaikan pendidikan
guna memperoleh gelar Sarjana Hukum, sedangkan jika dilihat dari rumusan
masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak pelaku tindak
pidana pembunuhan berencana dalam proses persidangan di Pengadilan
Negeri Kelas I B Pariaman.
2. Untuk mengetahui kendala-kendala dalam memberikan perlindungan
hukum terhadap anak pelaku tindak pidana pembunuhan berencana dalam
proses persidangan di Pengadilan Negeri Kelas I B Pariaman.
3. Untuk mengetahui upaya mengatasi kendala-kendala dalam memberikan
perlindungan hukum terhadap anak pelaku tindak pidana pembunuhan
berencana dalam proses persidangan di Pegadilan Negeri Kelas I B
Pariaman.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan
ilmu pengetahuan yang didapat selama kuliah di Fakultas Hukum
Universitas Tamansiswa Padang.
b. Untuk lebih memperkaya khasanah ilmu pengetahuan bagi penulis baik
dibidang hukum pada umumnya maupun dibidang hukum kepidanaan
pada khususnya, serta dapat mengetahui keserasian antara ilmu hukum
yang didapatkan dibangku kuliah dengan praktek yang ada dilapangan.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi penulis sendiri serta dapat menjadi bahan masukkan dan
pertimbangan bagi seluruh pihak-pihak yang terkait dalam hal ini baik
masyarakat, pemerintah, maupun para penegak hukum, khususnya bagi
pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang dikaji.

E. Metode Penelitian
Metode dalam hal ini diartikan sebagai suatu cara yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu,
sedangkan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan
dan menguji suatu pengetahuan yakni usaha dimana dilakukan dengan
menggunakan metode-metode tertentu. Dalam melakukan penelitian ini agar
terlaksana dengan maksimal maka dalam penelitian ini menggunakan
beberapa metode sebagai berikut :
1. Pendekatan Masalah
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan Yuridis Sosiologis (Sosiological Research), yaitu suatu
penelitian disamping melihat aspek hukum positif juga melihat pada
penerapannya atau prakteknya dilapangan. Pendekatan secara yuridis
dalam penelitian ini adalah pendekatan dari segi peraturan perundang-
undangan dan norma-norma hukum sesuai dengan permasalahan yang ada,
sedangkan pendekatan sosiologisnya menekankan pada penerapannya
dalam prakteknya.
2. Sumber dan Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data sekunder
dan data primer yang terdiri dari :

1) Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi dokumen berupa
bahan kepustakaan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat, yang
mencakup peraturan perundang-undangan terkait dengan topik
masalah yang dibahas yaitu :
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak
5. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer meliputi buku-buku teks, bahan-
bahan hukum yang bersumber dari literatur-literatur, jurnal ilmiah
dan lain-lain.
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, kamus besar Bahasa
Indonesia, ensiklopedia, surat kabar, tabloid dan artikel-artikel dari
internet yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas
dalam penulisan ini.
2) Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari Pengadilan
Negeri Pariaman melalui penelitian lapangan (Field Research) untuk
mendukung data sekunder. Data primer yang ini diperoleh melalui
wawancara bebas terpimpin. Wawancara yaitu cara memperoleh
informasi dengan mempertanyakan langsung pada pihak-pihak yang
diwawancarai, terutama orang-orang yang berwenang dan mengetahui
terkait dengan perlindungan hukum yang diberikan kepada anak
pelaku tindak pidana pembunuhan berencana pada pemeriksaan di
sidang pengadilan (Studi Kasus Perkara No.87/Pid.B/2007/Pengadilan
Negeri Pariaman)
3. Alat Pengumpulan Data
Ada 2 (dua) jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian/skripsi
ini, yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder dikumpulkan
melalui studi kepustakaan (Library Research). Data primer dikumpulkan
melalui penelitian lapangan (Field Research).
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data primer
dilakukan melalui wawancara mendalam (depth interview) dengan
informan. Teknik ini dipilih dengan tujuan menggali sebanyak-banyaknya
informasi yang diinginkan oleh responden yaitu Hakim dan Panitera di
Pengadilan Negeri Kelas I B Pariaman, terdakwa yang diberikan
perlindungan hukum di Pengadilan Negeri Kelas I B Pariaman.
Sedangkan alat atau instrumen yang digunakan dalam
pengumpulan data adalah pedoman wawancara (interview guidance).
Selain itu dalam pengumpulan data di lapangan ini tidak menutup
kemungkinan melalui pengamatan (observation) tentang perlindungan
hukum terhadap anak pelaku tindak pidana pembunuhan berencana di
Pengadilan Negeri Kelas I B Pariaman. Pengamatan (observation) ini
dilakukan jika data didapat dari wawancara tidak sesuai dengan kenyataan
yang sebenarmya.
4. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil editing, coding, dan tabulating
adalah teknik analisis kualitatif yaitu yang dianalisis berdasarkan data
yang didapat pada saat penelitian. Sehingga data ini bersifat deskriptif
yaitu data yang berbentuk uraian-uraian kalimat yang tersusun secara
sistematis yang menggambarkan hasil penelitian dan pembahasan.
Setelah data terkumpul dari lapangan maka tahap berikutnya
adalah mengolah dan menganalisis data. Data yang didapat dari
wawancara diolah dan dianalisa dalam tahap pengolahan data, dilakukan
tahap sebagai berikut :
1) Editing Data
Pada tahap ini penulis memeriksa semua data yang diperoleh baik dari
hasil wawancara dan pengamatan yang telah dilakukan maupun hasil
pengumpulan dokumentasi. Apakah ada kekurangan dan kesalahan
maka dapat dilakukan pemeriksaan silang antara hasil wawancara
dengan referensi perpustakaan, sehingga data yang akan diperoleh
merupakan data yang benar dan akurat sumbernya.
2) Coding Data
Pada tahap ini data yang telah diedit tersebut di atas, dikelompokkan
dalam bagian-bagian yang telah ditentukan klasifikasi sesuai dengan
masalah yang dirumuskan sebelumnya, lalu diberi kode. Dengan
mengelompokkan data akan memudahkan dalam menganalisis data.
BAB II
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK
PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA PADA PEMERIKSAAN DI
SIDANG PENGADILAN
(Studi Kasus Perkara No.87/Pid.B/2007/Pengadilan Negeri Pariaman)

A. Anak dan Pengaturannya


1. Anak dan Perlindungan Anak
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
manusia menjabarkan pengertian tentang anak yaitu setiap manusia yang
berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah termasuk
anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi
kepentingannya.
Perlindungan hukum diberikan kepada subjek hukum ketika
subjek hukum yang bersangkutan bersinggungan dengan peristiwa hukum.
Perlindungan anak berarti upaya yang dilakukan oleh orangtua,
masyarakat maupun pemerintah untuk mencegah pelanggaran terhadap
harkat dan martabat serta kesejahteraan lahir dan bathin anak.

2. Hak Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana


Pelaku sebagai pihak yang telah melakukan perbuatan hukum
juga memiliki hak atas perlindungan hukum. Perlindungan hukum
terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana diberikan berkaitan dengan
hak-hak pelaku yang harus dipenuhi agar sesuai dengan prosedur
pemeriksaan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

3. Anak Sebagai Korban Tindak Pidana


Dalam Pasal 22 Undang-undang ini ditegaskan bahwa terhadap
anak nakal dapat dijatuhi pidana dan tindakan. Dalam hal ini, ada diantara
pidana dan tindakan tersebut yang memungkinkan anak nakal, yang
setelah dijatuhi pidana disebut dengan anak pidana, untuk ditempatkan di
Lembaga Pemasyarakatan, yaitu pidana penjara, kurungan, dan tindakan
menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan
latihan kerja.
Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum
sebagaimana dimaksud dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak dijelaskan bahwa meliputi anak yang berkonflik
dengan hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban dan
tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Baik sebagai pelaku tindak
pidana maupun korban, anak tetap harus dikawal utnuk mendapatkan
perlindungan terhadap hak-haknya. Terhadap penanggulangan kasus
pidana yang melibatkan anak, harus ditangani secara khusus baik preventif
maupun represif, sehingga tercapainya masa depan yang baik untuk anak.

B. Perlindungan Hukum dan Tujuan Perlindungan Hukum Terhadap Anak


1. Perlindungan Hukum dan Tujuan Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan
kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat
preventif (pencegahan) maupun dalam bentuk yang bersifat represif
(pemaksaan), baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka
menegakkan peraturan hukum.

2. Hak-hak Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Dalam UU No. 23


Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU No. 3 Tahun 1997
tentang Perlindungan Anak
Adapun bentuk perlindungan hukum terhadap anak dalam
Undang-undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 adalah yakni
dengan cara memberikan hak-hak anak. Hak asasi Anak meliputi :
1. Hak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
2. Hak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status
kewarganegaraan.
3. Hak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi
sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang
tua.
4. Hak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh
orang tuanya sendiri.
5. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin
tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak
tersebut diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh
orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
6. Hak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai
dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
7. Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan
bakatnya.
8. Hak memperoleh pendidikan luar biasa bagi anak yang menyandang
cacat dan hak mendapatkan pendidikan khusus bagi anak yang
memiliki keunggulan.
9. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,
mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan
dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai
kesusilaan dan kepatutan.
10. Hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul
dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai
dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan
diri.
11. Hak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf
kesejahteraan sosial bagi anak yang menyandang cacat.
Perlindungan hukum bagi anak menurut Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak,
meliputi :
1. Bila anak belum mencapai umur 8 (delapan) tahun melakukan atau
diduga melakukan tindak pidana masih dapat dibina, diserahkan
kembali kepada orang tua, wali, atau orang tua asuhnya, kalau tidak
diserahkan kepada Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan
dari Pembimbing Kemasyarakatan.
2. Hakim, Penuntut Umum, Penyidik, dan Penasihat Hukum, serta petugas
lainnya dalam Sidang Anak tidak memakai toga atau pakaian dinas.
3. Sidang dilakukan dalam sidang tertutup.
4. Putusan yang diberikan kepada anak berupa pidana atau tindakan,
pidana terhadap anak berupa pidana pokok dan tambahan, pidana pokok
berupa pidana penjara, kurungan, denda dan pidana pengawasan, pidana
tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau
pembayaran ganti rugi.
Tindakan terhadap anak, yakni :
a. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh.
b. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan,
pembinaan, dan latihan kerja.
c. Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial
Kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan,
dan latihan kerja.
5. Pidana penjara yang dijatuhkan kepada anak ½ (satu per dua) dari
ancaman maksimum orang dewasa, pidana mati tidak boleh dijatuhkan
kepada anak dan pidana penjara seumur hidup tidak boleh dijatuhkan
kepada anak.
6. Penyidik dalam memeriksa tersangka anak dalam suasana kekeluargaan
dan wajib dirahasiakan.
7. Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara dilakukan sesuai dengan
ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
8. Tempat penahanan anak harus dipisahkan dari tempat tahanan orang
dewasa, selama anak ditahan, kebutuhan jammani, rohani, dan sosial
anak harus tetap dipenuhi.
9. Anak yang berkonflik dengan hukum berhak memperoleh bantuan
hukum selama proses hukum berlangsung.

3. Hak Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Dalam Undang-Undang


No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 59 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak menentukan tentang Perlindungan Khusus, yaitu :
“Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus
kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan
hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak
tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang
diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan
narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza),
anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban
kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang
cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.”

Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak


juga memberikan bentuk-bentuk perlindungan terhadap korban, yaitu
korban kekerasan seksual terhadap anak, ada dalam Pasal 18, Pasal 64 ayat
(1) dan (3), Pasal 69. Untuk pemberian sanksi terhadap pelaku tindak
pidana kekerasan seksual terhadap anak, Undang-Undang No. 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak mengaturnya dalam Pasal 81 dan Pasal
82.

C. Tindak Pidana Pembunuhan Berencana


1. Pengaturan dan Unsur-unsurnya
Tindak pidana pembunuhan berencana, diatur dalam Pasal 340
KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu
menghilangkan nyawa orang, karena bersalah melakukan pembunuhan
dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.

Pembunuhan Berencana (Moord, 340 KUHP), unsur-unsurnya :


a. Unsur subyektif :
1. Dengan sengaja;
2. Dengan rencana terlebih dahulu;
b. Unsur obyektif :
1. Perbuatan : menghilangkan nyawa;
2. Obyek : nyawa orang lain.
Moord, pada dasarnya mengandung tiga syarat :
1. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang;
2. Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai
dengan pelaksanaan kehendak;
3. Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang.

2. Tindak Pidana dan Jenis-jenisnya


Menurut B. Simanjuntak, tindak Pidana adalah perbuatan yang
bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat dimana ia
hidup, atau suatu perbuatan yang anti-sosial dimana didalamnya
terkandung unsur-unsur anti-normatif.
Tindak pidana dapat dibeda-bedakan atas dasar-dasar tertentu,
yaitu :
1. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan (misdrijven)
dimuat dalam buku II dan pelanggaran (overtredingen) dimuat dalam
buku III.
2. Menurut cara merumuskannya, dapat dibedakan antara tindak pidana
formil (formeel delicten) dan tindak pidana materiil (meterieel
delicten).
3. Berdasarkan bentuk kesalahannya, dibedakan antara tindak pidana
sengaja (doleus delicten) dan tindak pidana tidak dengan sengaja
(culpose delicten).
4. Berdasarkan macam perbuatannya,dapat dibedakan antara tindak
pidana aktif/positif dapat juga disebut tindak pidana komisi (delicta
commissionis) dan tindak pidana pasif/negatif, disebut juga tindak
pidana omisi (delicta omissionis).
5. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan
antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam
waktu lama atau berlangsung lama/berlangsung terus.
6. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara antara tindak pidana
umum dan titndak pidana khusus.
7. Dilihat dari sudut subjek hukumnya, dapat dibedakan antara tindak
pidana communia (delicta communia, yang dapat dilakukan oleh siapa
saja), dan tindak pidana propria (dapat dilakukan hanya oleh orang
memiliki kualitas pribadi tertentu).
8. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka
dibedakan antara tindak pidana biasa (gewone delicten) dan tindak
pidana aduan (klacht delicten).
9. Berdasarkan berat-ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat
dibedakan antara tindak pidana pokok (eenvodige delicten), tindak
pidana yang diperberat (gequalificeerde delicten) dan tindak pidana
yang diperingan (gepriviligieerde delicten).
10. Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana
tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang
dilindungi, seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap
harta benda, tindak pidana pemalsuan, tindak pidana terhadap nama
baik, terhadap kesusilaan dan lain sebagainya.
11. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan,
dibedakan antara tindak pidana tunggal (enkelvoudige delicten) dan
tindak pidana berangkai (samengestelde delicten).

3. Tindak Pidana Pembunuhan dan Jenis-jenisnya


Berdasarkan unsur kesalahan, tindak pidana pembunuhan dapat
dibedakan menjadi:
a. Pembunuhan Biasa
b. Pembunuhan Dengan Pemberatan (Gequalificeerde Doodslag)
c. Pembunuhan Berencana (Moord)
d. Pembunuhan yang Dilakukan dengan Permintaan yang Sangat dan
Tegas oleh Korban Sendiri
BAB III
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK
PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA PADA PEMERIKSAAN DI
SIDANG PENGADILAN
(Studi Kasus Perkara No.87/Pid.B/2007/Pengadilan Negeri Pariaman)

A. Perlidungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana


Pembunuhan Berencana di Pengadilan Negeri Kelas I Pariaman
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan di
Pengadilan Negeri Pariaman yang telah melakukan pemeriksaan terhadap
terdakwa anak, dapat diketahui mengenai berkas perkara yaitu berkas acara
pemeriksaan di sidang pengadilan dan putusan hakim dengan perkara nomor
87/Pid.B/2007/PN. Prm mengenai Tindak Pidana pembunuhan berencana
oleh pelaku anak di Pengadilan Negeri Pariaman. Data yang diperoleh dari
berkas perkara tersebut sebagai hasil penelitian dianalisis oleh penulis sebagai
berikut :
1. Nomor Perkara
87 / Pid. B / 2007 / PN. Prm
2. Dakwaan
Terdakwa I Rizki Guswanto Pgl. Rizki dan terdakwa II Horas
Sikumbang Pgl. Horas didakwa dengan dakwaan melakukan tindak pidana
pembunuhan berencana.
Setelah mempelajari dan memahami segala sesuatu hal mengenai
proses pemeriksaan di persidangan terhadap terdakwa anak dalam Berita
Acara Persidangan Nomor : 87/Pid.B/2007/PN. Prm dan wawancara dengan
Hakim dan Panitera di Pengadilan Negeri Pariaman, maka penulis mencoba
memberikan pembahasan mengenai perlindungan hukum terhadap anak
pelaku tindak pidana pembunuhan berencana di Pengadilan Negeri Pariaman
serta kendala-kendala dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak
pelaku tindak pidana pembunuhan berencana tersebut dan upaya yang
ditempuh Pengadilan Negeri Pariaman dalam mengatasi kendala-kendala
yang ada. Secara garis besar pelaksanaan perlindungan hak-hak anak sebagai
terdakwa tersebut adalah sebagai berikut :
1. Para Terdakwa Didampingi Oleh Tim Penasihat Hukum
Para terdakwa didampingi oleh tim Penasihat Hukum terdiri dari
Alwis Ilyas, SH., Syusvida Lastri, SH., dan Armaidi Tahar, SH., yang
ditunjuk oleh Pengadilan Negeri Pariaman. Menurut penuturan Penata
Muda Pidana Bapak Indra Satria Putra, SH., pada awalnya para terdakwa
menolak untuk didampingi oleh Penasihat Hukum namun setelah
menjalani beberapa proses pembicaraan dan penjelasan bahwa merupakan
hak mereka sebagai terdakwa anak untuk didampingi oleh Penasihat
Hukum, akhirnya para terdakwa menyetujui untuk didampingi oleh
Penasihat Hukum.
2. Pemeriksaan Sidang Anak Dihadiri Oleh Penuntut Umum, Orang
Tua/Wali, Penasihat Hukum, Dan Pembimbing Kemasyarakatan
Pemeriksaan sidang anak dihadiri oleh Penuntut Umum, orang
tua/wali, Penasihat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan. Hal ini
sesuai dengan Pasal 55 Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak. Dalam pelaksanaan pemeriksaan sidang anak ini, para
pejabat pemeriksa yaitu Hakim, Penuntut Umum, dan Penasihat Hukum
tidak mengenakan toga, juga panitera yang bertugas membantu Hakim
tidak memakai jas. Menurut penuturan Ibu Inang Kasmawati, SH selaku
Hakim Ketua di Pengadilan Negeri Pariaman, hal ini dimaksudkan agar
dalam persidangan terdakwa tidak merasa ketakutan dan tegang, selain itu
agar dengan pakaian biasa dapat menjadikan persidangan berjalan lancar
dan penuh suasana kekeluargaan.
3. Pemeriksaan Sidang Anak Dilakukan Secara Tertutup Untuk Umum
Pemeriksaan sidang anak dilakukan secara tertutup untuk umum.
Hal ini sesuai dengan Pasal 154 ayat (3) KUHAP dan Pasal 57 ayat (1)
Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang
merupakan kewajiban hukum dan tidak dapat dilalaikan. Dengan
demikian, sidang pemeriksaan perkara nomor : 87/ Pid. B/ 2007/ PN. PRM
ini telah sesuai dengan peraturan Undang-undang yaitu persidangan
tersebut dinyatakan tertutup untuk umum, sehingga hak para terdakwa
untuk menjalani pemeriksaan sidang secara tertutup sudah terpenuhi.
4. Hakim, Penuntut Umum, Penyidik, dan Penasihat Hukum, serta petugas
lainnya dalam Sidang Anak tidak memakai toga atau pakaian dinas.
Hal ini sesuai dengan Pasal 6 Undang-undang No. 3 Tahun 1997
tentang Pengadilan Anak yang mengatakan bahwa Hakim, Penuntut
Umum, Penyidik, dan Penasihat Hukum, serta petugas lainnya dalam
Sidang Anak tidak memakai toga atau pakaian dinas. Ketentuan dalam
Pasal ini dimaksudkan untuk menciptakan suasana kekeluargaan pada
Sidang Anak.
5. Pertimbangan Hakim Pada Putusan Pidana Terhadap Anak
Putusan pemidanaan atau penjatuhan pidana terjadi jika Hakim
berpendapat dan berkeyakinan bahwa terdakwa benar-benar bersalah
melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.
Hakim dalam menjatuhkan sanksi untuk para terdakwa
mempertimbangkan beberapa hal, yaitu :
1. Hal yang memberatkan
- Sifat dari perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa
terdakwa sendiri.
2. Hal yang meringankan
- Para terdakwa menyesali dan berjanji tidak akan mengulangi
perbuatannya lagi;
- Para terdakwa masih muda diharapkan mampu meraih masa depannya
nanti;
- Para terdakwa belum pernah dihukum;
- Para terdakwa bersikap sopan dipersidangan;
Setelah rapat pemusyawaratan Majelis Hakim menjatuhkan putusan
atas perkara pidana nomor : 87/ Pid. B/ 2007/ PN. PRM di depan sidang
tertutup untuk umum, putusan tersebut adalah :
1. Menyatakan Terdakwa RIZKI GUSWANTO Pgl. RIZKI, terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ Bersama-Sama
Melakukan Pembunuhan Berencana ”;
1. Menyatakan Terdakwa HORAS SIKUMBANG Pgl. HORAS tersebut
diatas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “ Membantu Melakukan Pembunuhan Berencana ”;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa RIZKI GUSWANTO Pgl. RIZKI
oleh karena itu dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) tahun dan
Terdawa HORAS SIKUMBANG Pgl. HORAS dengan pidana penjara
selama 4 (empat) tahun;
3. Menetapkan bahwa masa penahanan yang telah dijalani terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
6. Menetapkan terdakwa tetap ditahan;
7. Memerintahkan barang bikti berupa :
- 1 (satu) helai celana training warna kuning bernoda darah;
- 1 (satu) helai baju kaus lengan pendek yang bernoda darah;
- 1 (satu) helai celana dalam bernoda darah;
- 1 (satu) helai kain sarung petak-petak warna ungu dan biru;
- 1 (satu) buah pisau bergagang kayu;
- 1 (satu) unit sepeda motor BA 6659 FM warna Ungu Merk Suzuki, No.
Mesin F403-ID-37268 No. Rangka MH8FD125X4j-372674 An. Pemilik
Yustal;
- 1 (satu) buah Kunci Kontak Sepeda Motor BA 6659 FM;
- 1 (satu) lembar STNK Sepeda Motor BA 6659 FM;
- 1 (satu) Unit HP Nokia 1110;
- 1 (satu) lembar jaket parasut bagian luar warna merah Maron dan bagian
dalam warna hitam;
- 1 (satu) lembar celana pendek warna kuning bis hitam;
- 1 (satu) pasang sepatu merk Spotek warna putih bis biru;
- 1 (satu) lembar celana dalam warna kuning;
- 1 (satu) lembar sarung bantal warna kuning bermotif bunga border;
- 1 (satu) lembar bendera kecil warna merah kuning;
- 1 (satu) lembar kain warna merah;
- Uang kertas sejumlah Rp. 150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah) yang
terdiri dari uang pecahan Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah), 1 (satu)
lembar, uang pecahan Rp. 50.000 (lima puluh ribu rupiah), 1 (satu)
lembar;
Dipergunakan dalam perkara DAVID ARMANSYAH;
8. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa masing-masing yang
ditetapkan sebesar Rp. 2000,- (dua ribu rupiah);
Dengan demikian pelaksanaan perlindungan hak-hak anak sebagai
terdakwa dalam proses pemeriksaan telah diterapkan dalam proses
pemeriksaan sidang dengan terdakwa Rizki Guswanto dan Horas Sikumbang.
Pelaksanaan perlindungan hak-hak tersebut adalah hak untuk didampingi oleh
Penasihat Hukum, hak untuk melakukan pembelaan atau pledoi dan hak
untuk tidak dibebani kewajiban pembuktian, pemeriksaan sidang anak
dihadiri oleh Penuntut Umum, orang tua/wali, Penasihat Hukum, dan
pembimbing kemasyarakatan, hak untuk menjalani sidang secara tertutup
untuk umum, hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada hakim,
sebagai pertimbangan bagi Hakim dalam menjatuhkan putusan. Sedangkan
hak-hak anak sebagai terdakwa yang tidak dilaksanakan atau tidak diterapkan
adalah hak untuk mendapatkan pemeriksaan dengan Hakim Tunggal, namun
sesuai dengan Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
Pasal 11 ayat (2) yang menyatakan bahwa : ”Dalam hal tertentu dan
dipandang perlu, Ketua Pengadilan Negeri dapat menetapkan pemeriksaan
perkara anak dilakuka dengan hakim majelis.” Yang dimaksud dengan ”hal
tertentu” adalah apabila ancaman pidana atas tindak pidana yang dilakukan
oleh anak tersebut lebih dari 5 (lima) tahun dan perkara Rizki Guswanto dan
Horas Sikumbang melanggar Pasal 340 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1
KUHP dikenakan pidana paling lama 20 (dua puluh) tahun, sehingga
diperbolehkan untuk melakukan sidang pemeriksaan anak dengan Hakim
Majelis.

B. Kendala-Kendala Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap


Anak Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Di Pengadilan
Negeri Kelas I B Pariaman
Setelah mempelajari berita acara pemeriksaan dan wawancara
dengan Hakim di Pengadilan Negeri Pariaman, maka penulis menuangkan
pembahasan mengenai kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan
perlindungan hak-hak anak sebagai terdakwa dalam proses pemeriksaan di
Pengadilan Negeri Pariaman sebagai berikut :
Pada dasarnya pelaksanaan perlindungan hak-hak anak sebagai
terdakwa dalam proses pemeriksaan sidang anak di Pengadilan Negeri
Pariaman telah berjalan baik, namun tidak jarang hakim menemui kendala-
kendala dalam pelaksanaan perlindungan hukum anak. Kendala-kendala
tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Kurangnya Jumlah Hakim Anak
Pada proses pemeriksaan perkara pidana anak, tidak semua dapat
ditetapkan sebagai Hakim Anak. Untuk menjadi Hakim Anak harus
memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Undang-
undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak terlebih dahulu. Di
Pengadilan Negeri Pariaman pun masih memiliki keterbatasan jumlah
Hakim Anak, sehingga perkara-perkara anak menemui kendala waktu
untuk diproses dalam persidangan.
2. Tidak Adanya Ruang Sidang Khusus
Pengadilan Negeri Pariaman tidak memiliki ruang sidang khusus untuk
mengadili perkara anak. Seharusnya untuk memaksimalkan dan
mengefektifkan sidang anak yang memberi kenyamanan pada anak
diperlukan ruang sidang khusus untuk sidang anak, agar anak dapat
menghadapi persidangan dengan tidak diselimuti perasaan takut, tegang,
sehingga anak dapat dengan menjalani pemeriksaan dengan lancar.
3. Kurangnya Pengetahuan Terdakwa Terhadap Hak-haknya
Kurangnya pengetahuan terdakwa terhadap hak-hakya, sehingga terdakwa
anak tidak menggunakan haknya, padahal hak tersebut sangat membantu
terdakwa. Misalnya, dalam proses pemeriksaan sidang anak, terdakwa
mempunyai hak untuk mengajukan saksi ahli dan hak untuk meminta
banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama. Namun tidak jarang
hak itu tidak digunakan oleh para terdakwa anak.
4. Tidak Adanya Tempat Tahanan Anak
Terdakwa anak yang telah diputus oleh Hakim dengan putusan pidana
penjara akan ditempatkan pada Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS).
Penempatan anak pidana pada Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) tidak
dipisahkan dengan tahanan dewasa atau digabung dengan tahanan dewasa.
Hal ini disebabkan di Pariaman belum terdapat tempat tahanan khusus
anak atau penjara anak dan hanya terdapat 1 (satu) Lembaga
Pemasyarakatan (LAPAS). Sehingga pengaruh negatif dari para tahanan
dewasa dapat berakibat buruk bagi tahanan anak. Karena itu tujuan dari
sistem pemasyarakatan untuk mengembalikan Warga Binaan
Pemasyarakatan sebagai warga yang baik yang bertujuan untuk
melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana
oleh Warga Binaan Pemasyarakatan tidak bisa tercapai.

C. Upaya Dalam Mengatasi Kendala-Kendala Dalam Memberikan


Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana
Pembunuhan Berencana Di Pengadilan Negeri Kelas I B Pariman
Dari hasil wawancara penulis dengan Bapak Indra Satria Putra, SH,
Penata Muda Pidana di Pengadilan Negeri Pariaman menyatakan bahwa,
upaya yang ditempuh oleh Pengadilan Negeri Pariaman untuk mengatasi
kendala atau hambatan yang ada terwujud nyata dalam beberapa usaha, antara
lain :
1. Memberikan penjelasan atau penerangan kepada anak yang sedang
berperkara mengenai masalah hukum, baik menyangkut jalannya
pemeriksaan maupun hak-haknya dalam proses peradilan.
2. Memberikan bantuan hukum kepada anak dengan menawarkan atau
menyediakan penasehat hukum secara cuma-cuma.
3. Mengadakan kerjasama dengan organisasi-organisasi sosial yang bergerak
dibidang sosial serta pendidikan yang bertujuan untuk membina anak dan
tetap diterima secara wajar dilingkungan pendidikannya hal ini dapat
mencegah anak untuk mengulangi perbuatannya lagi.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut diatas, maka
penulis mengambil simpulan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan perlindungan hak-hak anak sebagai terdakwa dalam proses
pemeriksaan oleh Pengadilan Negeri Kelas I B Pariaman sudah berjalan
baik sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak, walaupun masih ada hak-hak anak yang belum
sepenuhnya terpenuhi yaitu sidang dilakukan dengan Hakim Majelis yang
seharusnya sidang dilakukan dengan Hakim Tunggal, namun sesuai
dengan Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pasal
11 ayat (2) maka diperbolehkan bagi Pengadilan Negeri untuk melakukan
sidang pemeriksaan dengan Hakim Majelis. Mengenai hak-hak lainnya
sudah terpenuhi dan pelaksanaannya berjalan dengan baik seperti : hak
untuk menjalani sidang secara tertutup, hak untuk memberikan keterangan
secara bebas kepada hakim, hak untuk didampingi oleh Penasihat Hukum,
hak untuk melakukan pembelaan atau pledoi dan hak untuk tidak dibebani
kewajiban pembuktian, hak untuk didampingi orang tua atau wali, hak
untuk didampingi BAPAS (Balai Pemasyarakatan).
1. Proses pemeriksaan sidang anak di Pengadilan Negeri Pariaman tidak
sepenuhnya berjalan lancar, namun juga menemui beberapa kendala yang
dihadapi. Kendala-kendala tersebut antara lain : keterbatasan jumlah
Hakim Anak atau Hakim yang khusus menangani perkara pidana anak di
Pengadilan Negeri Pariaman, tidak adanya ruang sidang khusus untuk
sidang pengadilan anak di Pengadilan Negeri Pariaman, kurangnya
pengetahuan terdakwa terhadap hak-hak yang dimilikinya, tidak adanya
tempat untuk tahan anak atau Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak
sehingga tahanan anak harus digabung dengan tahanan dewasa dalam arti
tahanan anak dengan tahanan dewasa tidak dipisahkan sehingga dapat
berpengaruh buruk bagi tahanan anak.
2. Upaya yang ditempuh oleh Pengadilan Negeri Pariaman untuk mengatasi
kendala atau hambatan yang ada terwujud nyata dalam beberapa usaha,
antara lain :
a. Memberikan penjelasan atau penerangan kepada anak yang sedang
berperkara mengenai masalah hukum, baik menyangkut jalannya
pemeriksaan maupun hak-haknya dalam proses peradilan.
b. Memberikan bantuan hukum kepada anak dengan menawarkan atau
menyediakan penasehat hukum secara cuma-cuma.
c. Mengadakan kerjasama dengan organisasi-organisasi sosial yang
bergerak dibidang sosial serta pendidikan yang bertujuan untuk
membina anak dan tetap diterima secara wajar dilingkungan
pendidikannya hal ini dapat mencegah anak untuk mengulangi
perbuatannya lagi.
B. Saran
Berdasarkan keseluruhan penulisan tersebut di atas, setelah penulis
mempelajari berkas perkara pidana anak dan mengetahui pelaksanaan serta
penerapan perlindungan hak-hak anak sebagai terdakwa berikut dengan
kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pemeriksaan perkara pidana
anak di Pengadilan Negeri Pariaman, maka penulis mengemukakan beberapa
saran sebagai berikut :
1. Bagi Hakim-hakim Pengadilan Negeri Pariaman diharapkan mempunyai
minat lebih, lebih perhatian dan lebih memahami masalah anak, sehingga
jumlah Hakim Anak dapat bertambah dan diharapkan bisa menjadi Hakim
Anak yang bisa menciptakan putusan yang adil.
2. Diharapkan dengan berlakunya Undang-undang No. 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang merupakan Undang-undang
terbaru sebagai penggantian terhadap Undang-undang No. 3 Tahun 1997
tentang Pengadilan Anak dapat dilaksanakan sebaik-baiknya serta
pelaksanaan perlindungan hak-hak anak dapat diterapkan semaksimal
mungkin oleh Pengadilan Negeri Pariaman sehingga kepentingan anak
tidak dirugikan.
3. Pengadilan Negeri Pariaman diharapkan mempunyai ruang sidang khusus
untuk sidang perkara pidana anak, agar pelaksanaan sidang anak dapat
berjalan lancar dan dapat memberikan perasaan nyaman, tidak takut, dan
tidak tegang pada terdakwa anak.
4. Agar pelaksanaan perlindungan hak-hak anak sebagai terdakwa dalam
proses pemeriksaan perkara pidana anak dapat sepenuhnya terpenuhi,
maka para pihak yang terlibat harus dapat mendukung dan menciptakan
suasana yang kondusif demi kelancaran sidang anak.
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU
Abu Huraerah, 2007, Child Abuse (Kekerasan Terhadap Anak), NUANSA,
Bandung
Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan dan Pengembangan
Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung
Sutrisno Hadi, 1997, Metodologi Riset, UGM Pres, Yogyakarta
Ade Saptomo, 2007, Pokok-Pokok Metode Penelitian Hukum, Unesa
University Press, Surabaya
Amiruddin dan Zainal Asidikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Soerjono Soekanto, 1982, Sebab Musabab dan Pemecahanya Remaja dan
Masalahnya, Kanisius, Yogyakarta
Adam Chazawi, 2002, PELAJARAN HUKUM PIDANA, PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta
Sudarsono, 2008, Kenakalan Remaja, Rinerka Cipta, Jakarta

B. UNDANG-UNDANG
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak
Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana
Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan
Anak
Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak
Undang-Undang Republik Indonesia No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman
Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak

C. SKRIPSI
Pertimbangan Hakim Pada Putusan Pidana Terhadap Anak di Pengadilan
Negeri Klas I A Padang, Skripsi Pada Universitas Tamansiswa
Padang
Pengaturan Perlindungan Anak Pelaku Tindak Pidana Untuk Mewujudkan
Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan Anak Di Indonesia,
Skripsi Pada Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta
Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Menjadi Korban
Tindak Pidana Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Banyumas,
Skripsi Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto, Purwokerto
D. WEBSITE
http://qoryayu.blogspot.com/2012/11/v-behaviorurldefaultvmlo_26.html.Anak
sebagai pelaku maupun korban tindak pidana diakses tanggal 26
April 2014. Jam 15.00 wib
http://statushukum.com/perlindungan-hukum.html. Perlindungan Hukum.
diakses tanggal 05 Februari 2014. Jam 11.00 wib
http://www.referensimakalah.com. Jenis Tindak Pidana Berdasarkan Unsurnya
diakses pada tanggal tanggal 01 Mei 2014. Jam 15.00 wib

E. SUMBER LAIN
Hasil Wawancara dengan Ibu Inang Kasmawati, SH (Ketua Pengadilan Negeri
Pariaman), pada tanggal 29 Januari 2014, Jam 10.00 Wib
Hasil Wawancara dengan Bapak Indra Satria Putra, SH (Penata Muda Pidana
Pengadilan Negeri Pariaman), pada tanggal 28 Januari 2014, Jam
10.00 Wib
Hasil Studi Kepustakaan Berkas Perkara No. 87/PID.B/2007/PN.PRM

Anda mungkin juga menyukai