1
BORANG PORTFOLIO
II (BEDAH)
2
b. Keluhan Tambahan
Mual-mual sejak 1 minggu smrs, nyeri ulu hati (+),Demam (+) naik turun
± 1 minggu yang lalu keluhan mencret sudah tidak ada, namun os mengeluh
perutnya terasa kembung. Perut kembung disertai dengan nyeri perut bawah
yang hilang timbul, os juga mengeluh tidak bisa buang air besar dan sulit buang
angin. Keluhan tidak disertai demam, mual-muntah. BAK tidak ada kelainan.
± 1 hari smrs os mengeluh perut semakin kembung disertai nyeri perut bawah
yang semakin memberat, keluhan disertai nyeri uluh hati, demam dan mual
muntah. Os muntah sebanyak 1x bewarna kuning kehijauan, muntahan
bercampur dengan sisa makanan jumlahnya ± ½ gelas belimbing. Os mengeluh
belum bisa BAB tetapi sudah bisa buang angin. BAK tidak ada kelainan. Diakui
pasien jarang makan sayur dan buah-buahan. Riwayat sering mengkonsumsi obat-
obatan pereda nyeri di warung disangkal.
3
Vital Sign
- Tekanan Darah : 130/90 mmHg
- Nadi : 80 x/menit
- Respiration Rate : 20 x/menit
- Temperatur : 37,20 C
- Spo2 : 99%
Status Generalis
- Kepala
Bentuk : Normochepalic
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera anikterik
Telinga : Telinga kiri dan kanan simetris, othoroe (-), nyeri (-)
Hidung : Rhinore (-), septum deviasi (-), sudah terpasang NGT
Mulut : Sianosis (-), bibir kering, gusi tidak berdarah
- Thorax
Inspeksi : Pernapasan simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus taktil kanan=kiri
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesiculer +/+, Ronkhi-/-, Wheezing -/-
- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Lihat Status lokalis
- Ekstremitas
Superior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral teraba hangat
Inferior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral teraba hangat
4
Kekuatan otot : 5 5
5 5
Rectal toucher
Tonus spingter ani (+), Kolaps rekti (-), massa di rectum (-), nyeri (-),fesses (-),
darah (-)
Status Lokalis
Regio Abdomen
Inspeksi : Perut tampak cembung, simetris, gerakan pernafasan
abdomen (-), darm contour (-), darm steifung (-)
Palpasi : defans musculer (+),nyeri tekan (+) regio lumbal dekstra,
umbilicus, nyeri tekan epigastrium (+),massa(-)
Perkusi : Hipertimpani seluruh lapang abdomen, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus menurun, metalic sound (-), borboritmik (-)
Status Neurologis:
Refleks Fisiologis
Refleks Biseps : ++/++
Refleks Triseps : ++/++
Refleks Patella : ++/++
Refleks Achilles : ++/++
Refleks Patologis
o Refleks Hoffmann-Trommer : -/-
o Refleks Babinski : -/-
o Refleks Oppenheim : -/-
o Refleks Chaddock : -/-
Tanda Rangsang Meningeal
o Kaku Kuduk : -
o Brudzinski I : -/-
o Brudzinski II : -/-
o Kernig sign : -/-
o Laseque sign : -/-
5
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. DARAH RUTIN
Hb : 10,4 g/dl (11,5-15,5)
Ht : 45 % (35-45)
Leukosit : 15.100 /mm3 (3.500-13.500)
Trombosit : 387.000 /mm3 (150.000-440.000)
Eritrosit : 5.90 juta/mm3 (4.88-6.16)
2. KIMIA KLINIK
Ureum : 35 mg/dl (15~50)
Kreatinin : 0.81 mg/dl (0.39~0.73)
GDS : 150 mg.dl (< 140)
II. DIAGNOSA KERJA
Dx : Ileus Obstruktif Parsialis
V. PENATALAKSANAAN
Observasi TTV
Dekompresi NGT, pasien dipuasakan
IVFD RL 20 gtt/menit
Cefotaxime 2 x 1 gr vial IV (skin test)
Ketorolac 3 x 30 mg amp IV
Ranitidine 2 x 50 mg amp IV
Pasang DC
Rujuk Sp.B
6
ILEUS OBSTRUKTIF
Tabel Beberapa Penyebab Obstruksi Mekanik dari Intestinal (Whang et al., 2005)
(Thompson, 2005)
Neoplasma
Trauma
- Intramural
Hematom
7
Manifestasi Klinis
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus (Ullah et al., 2009)
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan
obstipasi. Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan
ciri khas dari obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala
penyerta yang berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah
obstruksi. Nyerinya menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan
nyeri pada bagian tengah abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri
kolik juga menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus kita harus
mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark. (Whang et al., 2005)
Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang
akan sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi
bisa tak terjadi bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan
peningkatan bising usus. Hasil laboratorium terlihat penurunan volume
intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan abnormalitas elektrolit. Mungkin
didapatkan leukositosis ringan.
Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi
lebih sering saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat
muntah linear dengan tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering
ditemukan pada obstruksi letak tinggi. Obstruksi letak tinggi juga ditandai
dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah lebih bersifat malodorus.
(Thompson, 2005).
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting
untuk membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih
8
terjadi pada obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah
obstruksi. Diare yang terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi
partial.
Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya,
namun distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda
awal yang muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang
teraba dapat di diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun strangulasi.
Auskultasi digunakan untuk membedakan pasien menjadi tiga kategori : loud,
high pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan tanda awal terjadinya
obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar dapat diartikan bahwa
obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau terjadinya infark. Seiring
waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-tanda strangulasi mulai tampak.
Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui adanya hernia serta rectal toucher
untuk mengetahui adanya darah atau massa di rectum harus selalu dilakukan.
Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperti nyeri terus menerus, demam,
takikardia, dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga
menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada
obstruksi karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam,
leukositosis dan asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate
dehidrogenase, fosfat, dan potassium mungkin meningkat. Penting dicatat bahwa
parameter ini tak dapat digunakan untuk membedakan antara obstruksi sederhana
dan strangulasi sebelum terjadinya iskemia irreversible.
A. Diagnosis
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu
harus ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboratorium harus
dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera.
Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari :
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat
ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah
9
dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004).
Pada ileus obstruktif usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus,
sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik dirasakan di sekitar
suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun dan
pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen
harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen.
Inspeksi pada penderita yang kurus/sedang juga dapat ditemukan “darm
contour” (gambaran kontur usus) maupun “darm steifung” (gambaran
gerakan usus), biasanya nampak jelas pada saat penderita mendapat
serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga pada ileus
obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu
serangan kolik.
10
c. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa
tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di
atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus)
bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga
ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruktif strangulata.
3. Pemeriksaan laboratorium
11
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi
intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen,
kreatinin dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan
menyebabkan perubahan pada hasil laboratorium jadi pemeriksaan ini tak
akan banyak membantu untuk diagnosis obsruksi intestinal yang sederhana.
Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal dapat mendeteksi adanya
hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada 50% pasien.
4. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi
dekubitus) dan posisi tegak thoraks
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus
halus ( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen
tegak, dan kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen
untuk mendeteksi adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun
spesifisitasnya rendah. Pada foto abdomen dapat ditemukan beberapa
gambaran, antara lain:
1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi
2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4) Posisi supine dapat ditemukan :
a) distensi usus
b) step-ladder sign
5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang
berderet
6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi
udara dan gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding
usus yang oedem.
7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.(Moses, 2008)
12
dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada udara.
Dengan demikian menghalangi tampaknya air-fluid level atau distensi usus.
Keadaan selanjutnya berhubungan dengan obstruksi gelung tertutup. Meskipun
terdapat kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan yang
penting pada pasien dengan obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas
namun memakan biaya yang sedikit.
b. Enteroclysis
Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan
juga untuk membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika
pada foto polos abdomen memperlihatkan gambaran normal namun
dengan klinis menunjukkan adanya obstruksi atau jika penemuan foto
polos abdomen tidak spesifik. Pada pemeriksaan ini juga dapat
membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor rekuren dan kerusakan
akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi negative yang
tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium merupakan
kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk
mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun
perforasi. Namun, penggunaan barium berhubungan dengan terjadinya
peritonitis dan penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi
perforasi. (Nobie, 2009)
c. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi
strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika
klinis dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat
membedakan penyebab obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena
penyebab ekstrinsik dari neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab
intrinsik. Obstruksi ditandai dengan diameter usus halus sekitar 2,5 cm
pada bagian proksimal menjadi bagian yang kolaps dengan diameter
sekitar 1 cm. (Nobie, 2009)
d. CT enterography (CT enteroclysis)
Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan
klinis. Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada ileus obstruksi intermiten
atau pada pasien dengan riwayat komplikasi pembedahan (seperti tumor,
13
operasi besar). Pada pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh penebalan
dinding usus dan dapat dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak
perinerfon. Pemeriksaan ini menggunakan teknologi CT-scan dan disertai
dengan penggunaan kontras dalam jumlah besar. CT enteroclysis lebih
akurat disbanding dengan pemeriksaan CT biasa dalam menentukan
penyebab obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi obstruksi (100% vs
94%).(Nobie, 2009)
e. MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi
adanya obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi
dari obstruksi. Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang
terjangkau dalam hal transport pasien dan kurang dapat menggambarkan
massa dan inflamasi. (Nobie, 2009)
f. USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari
obstruksi dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan
ilues obtruksi, USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang
distensi. USG dapat dengan akurat menunjukkan lokasi dari usus yang
distensi. Tidak seperti teknik radiologi yang lain, USG dapat
memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu membedakan
obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih murah dan
mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya dilaporkan
mencapai 100%. (Nobie, 2009)
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu (Nobie, 2009)
1. Ileus paralitik
2. Appensicitis akut
3. Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier
4. Konstipasi
5. Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium
6. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease
7. Pancreatitis akut
14
Penatalaksanaan
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan
kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian
cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus
di monitor dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus
ditambahkan pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit
serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk menilai
kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas
dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi intestinal. (Evers, 2004)
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting
untuk dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini
bertujuan untuk mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi
pulmonal karena muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen.
Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara konservatif dengan
resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif
dilaporkan sebesar 60 – 85% pada obstruksi parsial. (Evers, 2004)
Terapi Operatif
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan
pada obstruksi ileus.
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn
disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi strangulata, dan sebagainya.
15
Komplikasi
Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan
keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat
menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian (Ullah et al., 2009).
Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan
operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan
atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan
mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan
tindakan dilakukan dengan cepat (Nobie, 2009).
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Bickle IC, Kelly B. 2002. Abdominal X Rays Made Easy: Normal Radiographs.
studentBMJ April 2002;10:102-3
2. Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional (9
ed.). (D. Anggraini, T. M. Sikumbang, Eds., & J. Tambayong, Trans.) Jakarta:
EGC
3. Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery (17
ed., pp. 1339-1340). Philadelphia: Elseviers Saunders
4. Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi. Pekanbaru : FK UNRI
5. Khan, A. N. (2009, September 11). Small Bowel Obstruction. Retrieved June 6th,
2011, Available at emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/374962-
overview
6. Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D,
Giannopoulos P,et al. 2007. Acute mechanical bowel obstruction:clinical
presentation, etiology, management and outcome. World Journal of
gastroenterology. January 2007 21;13(3):432-437. Available
from:URL:http://www.wjgnet.com
7. Nobie, B. A. (2009, November 12). Obstruction, Small Bowel. Retrieved June
6th, 2011, from emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/774140-
overview
Peserta Pendamping
17