Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada saat ini diketahui bahwa beberapa anggota kelompok virus


merupakan patogen penting bagi manusia. 1

Infeksi laten sel oleh virus merupakan infeksi yang tidak disertai
pembentukan virion. Selain sifat infeksi yang tidak boleh litik juga keberadaan
genom virus dalam sel harus dapat bertahan dan sel yang terinfeksi tersebut
harus pula mampu menghindari kerja sistem kekebalan.Secara umum cara
penghindaran sel terinfeksi laten dari sistem kekebalan dapat terjadi karena
berbagai mekanisme, diantaranya adalah : terbatasnya ekspresi genom
virus,tempat infeksi terjadi pada sel yang sukar dicapai oleh sistem kekebalan
seperti epitel, susunan syaraf pusat dan ginjal, supresi ekspresi dan presentasi
antigen ke sel limfosit T, variasi antigenic, induksi toleransi,infeksi pada sel
sistem kekebalan sendiri. Pemberian vaksin diberikan untuk merangsang
sistem imunologi tubuh untuk membentuk antibodi spesifik sehingga dapat
melindungi tubuh dari serangan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. 1

Pembahasan dan penelitian di bidang vaksinasi di bidang dermatologi dan


venereologi masih jarang terjadi. Meski ada banyak penyakit kulit menular,
seperti campak dan kanker serviks. Vaksin itu sendiri merupakan salah satu
upaya untuk mencegah tingginya angka kesakitan dan kematian. 1

B. Tujuan dan Manfaat


1. Tujuan
Mengetahui vaksinasi untuk kasus dermatovenereology
2. Manfaat
Memberikan pengetahuan dan wawasan kepada mahasiswa dan
penulis. Setelah mempelajari referat ini diharapkan mahasiswa dan
penulis mengetahui dan memahami vaksinasi untuk kasus
dermatovenereology

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Vaksin
1. Definisi Vaksin
Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan
kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau
mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau “liar”. Vaksin dapat
berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak
menimbulkan penyakit.Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-
hasil pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus, dsb.). Vaksin akan
mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau hewan untuk bertahan
terhadap serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin.
Vaksin juga bisa membantu sistem kekebalan untuk melawan sel-sel
degeneratif (kanker).Pemberian vaksin diberikan untuk merangsang sistem
imunologi tubuh untuk membentuk antibodi spesifik sehingga dapat
melindungi tubuh dari serangan penyakit yang dapat dicegah dengan
vaksin.Ada beberapa jenis vaksin. Namun, apa pun jenisnya tujuannya sama,
yaitu menstimulasi reaksi kekebalan tanpa menimbulkan penyakit. Ketika
seorang individu divaksinasi terhadap penyakit atau infeksi, mengatakan
difterinya sistem kekebalan tubuh siap untuk melawan infeksi.Setelah
divaksinasi ketika orang terkena bakteri yang menyebabkan tubuh persneling
untuk melawan infeksi. Vaksin memanfaatkan kemampuan alami tubuh untuk
belajar bagaimana untuk menghilangkan hampir semua penyebab penyakit
kuman, atau mikroba, yang menyerang itu.Setelah divaksinasi tubuh
"mengingat" bagaimana melindungi diri dari mikroba yang dialami
sebelumnya. 2

2. Bahan-bahan Pembuatan Vaksin


Berikut bahan-bahan pembuat vaksin :
1. Alumunium, logam ini ditambahkan kepada vaksin dalam bentuk
gel atau garam untuk mendorong anti body. Logam ini dikenal

2
sebagai kemungkinan penyebab kejang, penyakit Alzheimer,
kerusakan otak, dan dementia (pikun). Menurut pemerhati vaksin
Australia bahan ini dapat meracuni darah, syaraf pernafasan,
mengganggu sistem imun dan syaraf seumur hidup. Alumunium
digunakan pada vaksin DPT dan Hepatitis B. 3
2. Benzetonium klorida, yaitu bahan pengawet yang belum dievaluasi
untuk konsumsi man]usia dan banyak digunakan untuk vaksin
anthrax. 3
3. Etilen Glikol, merupakan bahan utama anti beku yang digunakan
pada beberapavaksin yaitu DPT, Polio, Hepatitis B sebagai bahan
pengawet. 3
4. Formaldehida/Formalin, bahan ini menimbulkan kekhawatiran
besar karena dipakai sebagai karsinogen (zat pencetus kanker).
Bahan ini dikenal sebagai bahan pembalseman. 3
5. Gelatin, biasanya digunakan pada Vaksin Cacar Air dan MMR. 3
6. Glutamat, digunakan untuk menstabilkan beberapa vaksin panas,
cahaya dan kondisi lingkungan lainnya. Bahan Ini banyak
ditemukan pada Vaksin Varicella. 3
7. Neomicin, antibiotik ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan
kuman di dalam perkembangbiakan vaksin. Bahan ini dapat
menyebabkan gatal pada sebagian orang dan biasanya terdapat
pada Vaksin MMR dan Polio. 3
8. Fenol, bahan yang berasal dari tar batubara ini digunakan dalam
produk bahan pewarna. Bahan ini sangat berbahaya dan beracun. 3
9. Streptomisin, antibiotika ini dikenal menimbulkan reaksi alergi dan
ditemukan padaVaksin Polio. 3
10. Timerosal, bahan ini adalah pengawet yang mengandung 50% etil
merkuri. 3
3. Jenis-Jenis Vaksin
a. Vaksin Toksoid
Vaksin yang dibuat dari beberapa jenis bakteri yang menimbulkan
penyakit dengan memasukkan racun dilemahkan ke dalam aliran

3
darah.Bahan bersifat imunogenik yang dibuat dari toksin
kuman.Hasil pembuatan bahan toksoid yang jadi disebut sebagai
natural fluid plain toxoid yang mampu merangsang terbentuknya
antibodi antitoksin.Imunisasi bakteri toksoid efektif selamasatu
tahun.Contoh :Vaksin Difteri dan Tetanus. 4
b. Vaksin Acellular dan Subunit
Vaksin yang dibuat dari bagian tertentu dalam virus atau bakteri
dengan melakukan kloning dari gen virus atau bakteri melalui
rekombinasi DNA, vaksin vektor virus dan vaksin
antiidiotipe.Contoh:Vaksin Hepatitis B, Vaksin Hemofilus Influenza
tipe b (Hib) dan Vaksin Influenza. 4

c. Vaksin Idiotipe
Vaksin yang dibuat berdasarkan sifat bahwa Fab (fragment antigen
binding) dari antibodi yang dihasilkan oleh tiap klon sel B
mengandung asam amino yang disebut sebagai idiotipe atau
determinan idiotipe yang dapat bertindak sebagai antigen.Vaksin ini
dapat menghambat pertumbuhan virus melalui netralisasai dan
pemblokiran terhadap reseptor pre sel B. 4

d. Vaksin Rekombinan
Vaksin rekombinan memungkinkan produksi protein virus dalam
jumlah besar. Gen virus yang diinginkan diekspresikan dalam sel
prokariot atau eukariot. Sistem ekspresi eukariot meliputi sel bakteri
E.coli, yeast, dan baculovirus.Dengan teknologi DNA rekombinan
selain dihasilkan vaksin protein juga dihasilkan vaksin DNA.
Penggunaan virus sebagai vektor untuk membawa gen sebagai antigen
pelindung dari virus lainnya, misalnya gen untuk antigen dari berbagai
virus disatukan ke dalam genom dari virus vaksinia dan imunisasi
hewan dengan vaksin bervektor ini menghasilkan respon antibodi yang
baik. Susunan vaksin ini (misal hepatitis B) memerlukan-epitop

4
organisme yang patogen. Sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui
isolasi dan penentuan kode gen epitop bagi sel penerima vaksin. 4
4. Manfaat Vaksin
Dalam hal penyakit, lebih bijaksana untuk mencegah daripada
mengobati.Salah satu caranya adalah dengan memberikan
vaksinasi.Vaksinasi sangat membantu untuk mencegahpenyakit-penyakit
infeksi yang menular baik karena virus atau bakteri, misalnya polio,
campak, difteri, pertusis (batuk rejan), rubella (campak
Jerman), meningitis, tetanus, Haemophilus influenzae tipe b (Hib),
hepatitis, dll. 3
Sebenarnya setiap anak lahir dengan sistem kekebalan penuh terdiri
dari sel, kelenjar, organ, dan cairan yang berada di seluruh tubuhnya untuk
melawan bakteri dan virus yang menyerang.Sistem kekebalan mengenali
kuman yang memasuki tubuh sebagai penjajah “asing”, atau antigen, dan
menghasilkan zat protein yang disebut antibodi untuk melawan
mereka.Suatu sistem kekebalan tubuh yang sehat dan normal memiliki
kemampuan untuk menghasilkan jutaan antibodi untuk membela serangan
terhadap ribuan antigen setiap hari. Mereka melakukannya-secara alami
sampai-sampai orang bahkan tidak menyadari mereka sedang diserang dan
membela diri. Ketika serangan sudah terlalu banyak dan tubuh tidak
mampu bertahan, barulah orang akan merasakan sakit atau berbagai gejala
penyakit. Banyak antibodi akan menghilang ketika mereka telah
menghancurkan antigen menyerang, tetapi sel-sel yang terlibat dalam
produksi antibodi akan bertahan dan menjadi “sel memori.” Sel memori
ini dapat mengingat antigen asli dan kemudian mempertahankan diri
ketika antigen yang sama mencoba untuk kembali menginfeksi seseorang,
bahkan setelah beberapa dekade kemudian. Perlindungan ini
disebut imunitas. 3
Vaksin mengandung antigen yang sama atau bagian dari antigen yang
menyebabkan penyakit, tetapi antigen dalam vaksin adalah dalam
keadaan sudah dibunuh atau sangat lemah. Ketika mereka yang
disuntikkan ke dalam jaringan lemak atau otot, antigen vaksin tidak cukup

5
kuat untuk menghasilkan gejala dan tanda-tanda penyakit, tetapi cukup
kuat bagi sistem imun untuk menghasilkan antibodi terhadap mereka. Sel-
sel memori yang menetap akan mencegah infeksi ulang ketika mereka
kembali lagi berhadapan dengan antigen penyebab penyakit yang sama di
waktu-waktu yang akan datang. Dengan demikian, melalui vaksinasi,
anak-anak mengembangkan kekebalan tubuh terhadap penyakit yang
mestinya bisa dicegah. Namun perlu juga diingat bahwa karena vaksin
berupa antigen, walaupun sudah dilemahkan, jika daya tahan anak
atau host sedang lemah, mungkin bisa juga menyebabkan penyakit.
Karena itu pastikan anak/host dalam keadaan sehat ketika akan
divaksinasi. Jika sedang demam atau sakit, sebaiknya ditunda dulu untuk
imunisasi/vaksinasi. 3

B. Vaksin untuk kasus dermatovenereology


1. Vaksin Varicella zoster

Varicella adalah suatu penyakit infeksi akut primer oleh virus


Varicella Zoster yang menyerang kulit, mukosa dan selaput lendir, klinis
terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf ditandai oleh adanya
vesikel-vesikel, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. Sinonimnya
adalah cacar air, chicken pox.Varicella merupakan penyakit infeksi virus
akut dan cepat menular. Penyakit ini merupakan hasil infeksi primer pada
penderita yang rentan. 5
Varicella merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
Varicella Zoster. Virus Varicella Zoster merupakan virus DNA yang mirip
dengan virus Herpes Simpleks. Pada hakekatnya varicella memberikan
gambaran penyakit yang berat dan peradangan yang lebih jelas disbanding
dengan penyakit herpes simpleks. Virus tersebut dapat pula menyebabkan
herpes zoster. Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi klinis yang
berbeda.Varicella pada umumnya menyerang anak, sedangkan herpes
zoster atau shingles merupakan suatu reaktivasi infeksi endogen pada
periode laten VZV umumnya menyerang orang dewasa atau anak yang
menderita defisiensi imun. 6

6
Virus Varicella Zoster dapat menyebabkan 2 jenis, yaitu infeksi primer
dan sekunder. Varicella (chicken pox) merupakan suatu bentuk infeksi
primer virus Varicella Zoster yang pertama kali pada individu yang
berkontak langsung dengan virus tersebut sedangkan infeksi
sekunder/rekuren (karena persistensi virus) disebut Herpes
Zoster/shingles. 7
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Penamaan
virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini meyebabkan
penyakit varicella, sedangkan reaktivasi menyebabkan herpes zoster.
Varicella Zoster Virus (VZV) termasuk kelompok virus herpes dengan
ukuran diameter kira-kira 140–200 nm. 5
Varicella-Zooster virus diklasifikasikan sebagai herpes virus alfa
karena kesamaannya dengan prototipe kelompok ini yaitu virus herpes
simpleks. Inti virus disebut Capsid, terdiri dari protein dan DNA dengan
rantai ganda, yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan
membentuk suatu garis dengan berat molekul 100 juta yang disusun dari
162 capsomer dan sangat infeksius. Genom virus mengkode lebih dari 70
protein, termasuk protein yang merupakan sasaran imunitas dan timidin
kinase virus, yang membuat virus sensitif terhadap hambatan oleh
asiklovir dan dihubungkan dengan agen antivirus. 8
VZV dapat pula menyebabkan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini
mempunyai manifestasi klinis yang berbeda. Kontak pertama dengan virus
ini akan menyebabkan varicella, oleh karena itu varicella dikatakan infeksi
akut primer, kemudian setelah penderita varicella tersebut sembuh,
mungkin virus itu tetap ada di akar ganglia dorsal dalam bentuk laten
(tanpa ada manifestasi klinis) dan kemudian VZV diaktivasi oleh trauma
sehingga menyebabkan Herpes Zoster. 8
VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita
varicella sehingga mudah dibiakan dalam media yang terdiri dari
fibroblast paru embrio manusia. 9

7
a. Patofisiologi
Varicella disebabkan oleh VZV yang termasuk dalam famili virus
herpes. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran
napas bagian atas dan orofaring (percikan ludah, sputum). Multiplikasi
virus di tempat tersebut diikuti oleh penyebaran virus dalam jumlah
sedikit melalui darah dan limfe (viremia primer). Virus VZV
dimusnahkan/ dimakan oleh sel-sel sistem retikuloendotelial, di sini
terjadi replikasi virus lebih banyak lagi (pada masa inkubasi). Selama
masa inkubasi infeksi virus dihambat sebagian oleh mekanisme
pertahanan tubuh dan respon yang timbul (imunitas nonspesifik). 10
Pada sebagian besar individu replikasi virus lebih menonjol atau
lebih dominan dibandingkan imunitas tubuhnya yang belum
berkembang, sehingga dalam waktu dua minggu setelah infeksi terjadi
viremia sekunder dalam jumlah yang lebih banyak. Hal ini
menyebabkan panas dan malaise, serta virus menyebar ke seluruh
tubuh lewat aliran darah, terutama ke kulit dan membrane mukosa. Lesi
kulit muncul berturut-berturut, yang menunjukkan telah memasuki
siklus viremia, yang pada penderita yang normal dihentikan setelah
sekitar 3 hari oleh imunitas humoral dan imunitas seluler VZV. Virus
beredar di leukosit mononuklear, terutama pada limfosit. Bahkan pada
varicella yang tidak disertai komplikasi, hasil viremia sekunder
menunjukkan adanya subklinis infeksi pada banyak organ selain kulit 10
Respon imun penderita menghentikan viremia dan menghambat
berlanjutnya lesi pada kulit dan organ lain. Imunitas humoral terhadap
VZV berfungsi protektif terhadap varicella. Pada orang yang terdeteksi
memiliki antibodi serum biasanya tidak selalu menjadi sakit setelah
terkena paparan eksogen. Sel mediasi imunitas untuk VZV juga
berkembang selama varicella, berlangsung selama bertahun-tahun, dan
melindungi terhadap terjadinya resiko infeksi yang berat. 10

8
Reaktivasi pada keadaan tubuh yang lemah sebagian idiopatik
tanpa diketahui penyebabnya, sebagian simptomatik (defisiensi imun
melalui penyakit system imun, neoplasia, supresi imun). 10
b. Gejala Klinis
Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Masa
inkubasi dapat lebih lama pada pasien dengan defisiensi imun dan pada
pasien yang telah menerima pengobatan pasca paparan dengan produk
yang mengandung antibodi terhadap varicella. 9
Perjalanan penyakit dibagi menjadi 2 stadium yaitu stadium
prodromal dan stadium erupsi. Stadium prodromal yaitu 24 jam
sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala seperti demam, malaise,
kadang-kadang terdapat kelainan scarlatinaform atau morbiliform.
Stadium erupsi dimulai dengan terjadinya papul merah, kecil, yang
berubah menjadi vesikel yang berisi cairan jernih dan mempunyai dasar
eritematous. Permukaan vesikel tidak memperlihatkan cekungan
ditengah (unumbilicated). 9
Gejala klinis mulai gejala prodromal, yakni demam yang tidak
terlalu tinggi, malaise dan nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya
erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam
berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun
(tear drops). Vesikel akan berubah menjadi keruh (pustul) dalam waktu
24 jam dan kemudian pecah menjadi krusta. Biasanya vesikel menjadi
kering sebelum isinya menjadi keruh. Sementara proses ini
berlangsung, dalam 3-4 hari erupsi tersebar disertai perasaan gatal.
Timbul lagi vesikel-vesikel yang baru di sekitar vesikula yang lama,
sehingga menimbulkan gambaran polimorfi. Stadium erupsi yang
seperti ini disebut sebagai stadium erupsi bergelombang. 9

Gambaran ruam pada infeksi virus varicella zoster

9
Penyebaran terutama di daerah badan dan kemudian menyebar
secara sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang
selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas bagian atas. Jika terdapat
infeksi sekunder terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional.
Penyakit ini biasanya disertai gatal. 10
Pada anak kecil jarang terdapat gejala prodromal. Sementara pada
anak yang lebih besar dan dewasa, munculnya erupsi kulit didahului
gejala prodromal. Ruam yang seringkali didahului oleh demam selama
2-3 hari, kedinginan, malaise, anoreksia, sakit kepala, nyeri punggung,
dan pada beberapa pasien dapat disertai nyeri tenggorokan dan batuk
kering. 10
Pada pasien yang belum mendapat vaksinasi, ruam dimulai dari
muka dan skalp, dan kemudian menyebar secara cepat ke badan dan
sedikit ke ekstremitas. Lesi baru muncul berturut-turut, dengan
distribusi terutama di bagian sentral. Ruam cenderung padat kecil-kecil
di punggung dan antara tulang belikat daripada skapula dan bokong dan
lebih banyak terdapat pada medial daripada tungkai sebelah lateral.
Tidak jarang terdapat lesi di telapak tangan dan telapak kaki, dan
vesikula sering muncul sebelumnya dan dalam jumlah yang lebih besar
di daerah peradangan, seperti daerah yang terkena sengatan matahari. 10
Gambaran dari lesi varicella berkembang secara cepat, yaitu lebih
kurang dari 12 jam, dimana mula-mula berupa makula eritematosa yang
berkembang menjadi papul, vesikel, pustul, dan krusta. Vesikel dari
varicella berdiameter 2-3 mm, dan berbentuk elips, dengan aksis
panjangnya sejajar dengan lipatan kulit. Vesikel biasanya superfisial
dan berdinding tipis, dan dikelilingi daerah eritematosa sehingga
tampak terlihat seperti “embun di atas daun mawar”. Cairan vesikel
cepat menjadi keruh karena masuknya sel radang, sehingga mengubah
vesikel menjadi pustul. Lesi kemudian mengering, mula-mula di bagian
tengah sehingga menyebabkan umbilikasi dan kemudian menjadi
krusta. Krusta akan lepas dalam 1-3 minggu, meninggalkan bekas bekas

10
cekung kemerahan yang akan berangsur menghilang. Apabila terjadi
superinfeksi dari bakteri maka dapat terbentuk jaringan parut. Lesi yang
telah menyembuh dapat meninggalkan bercak hipopigmentasi yang
dapat menetap selama beberapa minggu/bulan. 10
Vesikel juga terdapat di mukosa mulut, hidung, faring, laring,
trakea, saluran cerna, kandung kemih, dan vagina. Vesikel di mukosa
ini cepat pecah sehingga seringkali terlihat sebagai ulkus dangkal
berdiameter 2-3 mm. 10

Gambar lesi dengan spektrum luas


Gambaran khas dari varicella adalah adanya lesi yang muncul
secara simultan (terus-menerus), di setiap area kulit, dimana lesi
tersebut terus berkembang. Suatu prospective study menunjukkan rata-
rata jumlah lesi pada anak yang sehat berkisar antara 250-500. Pada
kasus sekunder karena paparan di rumah gejala klinisnya lebih berat
daripada kasus primer karena paparan di sekolah, hal ini mungkin
disebabkan karena paparan di rumah lebih intens dan lebih lama
sehingga inokulasi virus lebih banyak. 9
Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan
tingginya demam sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas
39oC, tetapi pada keadaan yang berat dengan jumlah lesi banyak dapat
mencapai 40,5oC. Demam yang berkepanjangan atau yang kambuh

11
kembali dapat disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial atau
komplikasi lainnya. Gejala yang paling mengganggu adalah gatal yang
biasanya timbul selama stadium vesikuler. 10
Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat
menimbulkan kelainan kongenital, sedangkan infeksi yang timbul
beberapa hari menjelang kelahiran dapat menyebabkan varicella
kongenital pada neonatus. 9
Karena kemungkinan mendapat varicella pada masa kanak-kanak
sangat besar, maka varicella jarang ditemukan pada wanita hamil (0,7
tiap 1000 kehamilan). Diperkirakan 17% dari anak yang dilahirkan
wanita yang mendapat varicella ketika hamil akan menderita kelainan
bawaan berupa bekas luka di kulit (cutaneous scars), berat badan lahir
rendah, hypoplasia tungkai, kelumpuhan dan atrofi tungkai, kejang,
retardasi mental, korioretinitis, atrofi kortikal, katarak atau kelainan
mata lainnya. Angka kematian tinggi. Bila seorang wanita hamil
mendapat varicella dalam 21 hari sebelum ia melahirkan, maka 25%
dari neonatus yang dilahirkan akan memperlihatkan gejala varicella
kongenital pada waktu dilahirkan sampai berumur 5 hari. Biasanya
varicella yang timbul berlangsung ringan dan tidak mengakibatkan
kematian. Sedangkan bila seorang wanita hamil mendapat varicella
dalam waktu 4-5 hari sebelum melahirkan, maka neonatusnya akan
memperlihatkan gejala varicella kongenital pada umur 5-10 hari. Disini
perjalanan penyakit varicella sering berat dan menyebabkan kematian
sebesar 25-30%. Mungkin ini ada hubungannya dengan kurun waktu
fetus berkontak dengan varicella dan dialirkannya antibody itu melalui
plasenta kepada fetus. 10
c. Diagnosis
Varicella biasanya mudah didiagnosa berdasarkan gambaran klinis
yaitu penampilan dan perubahan pada karakteristik dari ruam yang
timbul, terutama apabila ada riwayat terpapar varicella 2-3 minggu
sebelumnya. 10

12
Varicella khas ditandai dengan erupsi papulovesikuler setelah fase
prodromal ringan atau bahkan tanpa fase prodromal, dengan disertai
panas dan gejala konstitusi ringan. Gambaran lesi bergelombang,
polimorfi dengan penyebaran sentrifugal. Sering ditemukan lesi pada
membrane mukosa. Penularannya berlangsung cepat. 10
Diagnosis laboratorik sama seperti pada herpes zoster yaitu dengan
pemeriksaan sediaan hapus secara Tzanck (deteksi sel raksasa dengan
banyak nucleus/inti), pemeriksaan mikroskop electron cairan vesikel
(deteksi virus secara langsung) dan material biopsi (kultur), dan tes
serologik (meningkatnya titer). 10
Virus Varicella Zoster masuk kedalam tubuh dan menyebabkan
terjadinya infeksi primer, setelah ada kontak dengan virus tersebut akan
terjadi varicella. Kemudian setelah penderita varicella (infeksi primer)
sembuh, mungkin virus itu tetap ada dalam bentuk laten (tanpa ada
manifestasi klinis) pada dasar akar ganglia dan nervus spinalis. Virus
tersebut dapat menjadi aktif kembali dalam tubuh individu dan
menyebabkan terjadinya Herpes Zoster. 10
d. Pengobatan
Tidak ada terapi spesifik terhadap varicella. Pengobatan bersifat
simptomatik dengan antipiretik dan analgesik. Untuk panasnya dapat
diberikan asetosal atau antipiretik lain seperti asetaminofen dan
metampiron. Untuk menghilangkan rasa gatal dapat diberikan
antihistamin oral atau sedative. Topikal diberikan bedak yang ditambah
zat anti gatal (mentol, kamfora) seperti bedak salisilat 1-2% atau lotio
kalamin untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini serta
menghilangkan rasa gatal. Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan
antibiotika berupa salep dan oral. Dapat pula diberikan obat-obat
antivirus. VZIG (varicella zoster immunoglobuline) dapat mencegah
atau meringankan varicella, diberikan intramuscular dalam 4 hari
setelah terpajan. Yang penting pada penyakit virus, umumnya adalah
istirahat / tirah baring. 10

13
Pengobatan secara sistemik dapat dengan memberikan antivirus.
Beberapa analog nukleosida seperti acyclovir, famciclovir,
valacyclovir, dan brivudin, dan analog pyrophosphate foskarnet
terbukti efektif untuk mengobati infeksi VZV. Acyclovir adalah suatu
analog guanosin yang secara selektif difosforilasi oleh timidin kinase
VZV sehingga terkonsentrasi pada sel yang terinfeksi. Enzim-enzim
selular kemudian mengubah acyclovir monofosfat menjadi trifosfat
yang mengganggu sintesis DNA virus dengan menghambat DNA
polimerase virus. VZV kira-kira sepuluh kali lipat kurang sensitif
terhadap acyclovir dibandingkan HSV. 10
Valacyclovir dan famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir
yang mempunyai bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir
sehingga kadar dalam darah lebih tinggi dan frekuensi pemberian obat
berkurang. 10
Pada anak normal varicella biasanya ringan dan dapat sembuh
sendiri. Pengobatan topical dapat diberikan. Untuk mengatasi gatal
dapat diberikan kompres dingin, atau lotion kalamin, antihistamin oral.
Cream dan lotion yang mengandung kortikosteroid dan salep yang
bersifat oklusif sebaiknya tidak digunakan. Kadang diperlukan
antipiretik, tetapi pemberian golongan salisilat sebaiknya dihindari
karena sering dihubungkan dengan terjadinya sindroma Reye. Mandi
rendam dengan air hangat dapat mencegah infeksi sekunder bakterial. 10
Anti virus pada anak dengan pengobatan dini varicella dengan
pemberian acyclovir (dalam 24 jam setelah timbul ruam) pada anak
imunokompeten berusia 2-12 tahun dengan dosis 4 x 20 mg/kgBB/hari
selama 7 hari menurunkan jumlah lesi, penghentian terbentuknya lesi
yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala
konstitusi bila dibandingkan dengan placebo. Tetapi apabila
pengobatan dimulai lebih dari 24 jam setelah timbulnya ruam
cenderung tidak efektif lagi. Hal ini disebabkan karena varicella
merupakan infeksi yang relatif ringan pada anak-anak dan manfaat
klinis dari terapi tidak terlalu bagus, sehingga tidak memerlukan

14
pengobatan acyclovir secara rutin. Namun pada keadaan dimana harga
obat tidak menjadi masalah, dan kalau pengobatan bisa dimulai pada
waktu yang menguntungkan (dalam 24 jam setelah timbul ruam), dan
ada kebutuhan untuk mempercepat penyembuhan sehingga orang tua
pasien dapat kembali bekerja, maka obat antivirus dapat diberikan. 10
Pada remaja dan dewasa, pengobatan dini varicella dengan
pemberian acyclovir dengan dosis 5 x 800 mg selama 7 hari
menurunkan jumlah lesi, penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan
menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala konstitusi bila
dibandingkan dengan placebo. 10
Secara acak, pemberian placebo dan acyclovir oral yang terkontrol
pada orang dewasa muda yang sehat dengan varicella menunjukkan
bahwa pengobatan dini (dalam waktu 24 jam setelah timbulnya ruam)
dengan acyclovir oral (5x800 mg selama 7 hari) secara signifikan
mengurangi terbentuknya lesi yang baru, mengurangi luasnya lesi yang
terbentuk, dan menurunkan gejala dan demam. Dengan demikian,
pengobatan rutin dari varicella pada orang dewasa tampaknya masuk
akal. Meskipun tidak diuji, ada kemungkinan bahwa famciclovir, yang
diberikan dengan dosis 200 mg per oral setiap 8 jam, atau valacyclovir
dengan dosis 1000 mg per oral setiap 8 jam mudah dan tepat sebagai
pengganti acyclovir pada remaja normal dan dewasa. 10
Banyak dokter tidak meresepkan acyclovir untuk varicella selama
kehamilan karena risiko bagi janin yang dalam pengobatan belum
diketahui. Sementara dokter lain merekomendasikan pemberian
acyclovir secara oral untuk infeksi pada trisemester ketiga ketika
organogenesis telah sempurna, ketika mungkin ada peningkatan
terjadinya resiko pneumonia varicella, dan ketika infeksi dapat
menyebar ke bayi yang baru lahir. Pemberian acyclovir intravena
sering dipertimbangkan untuk wanita hamil dengan varicella yang
disertai dengan penyakit sistemik. 10
Percobaan terkontrol yang dilakukan pada orang dewasa
imunokompeten dengan pneumonia varicella menunjukkan bahwa

15
pengobatan dini (dalam waktu 36 jam dari rumah sakit) dengan
acyclovir intravena (10mg/kgBB setiap 8 jam) dapat mengurangi
demam dan takipnea dan meningkatkan oksigenasi. Komplikasi serius
lainnya dari varicella pada orang yang imunokompeten, seperti
ensefalitis, meningoencephalitis, myelitis, dan komplikasi okular,
sebaiknya diobati dengan acyclovir intravena. 10
Percobaan terkontrol pada pasien immunocompromised dengan
varicela menunjukkan bahwa pengobatan dengan asiklovir intravena
menurunkan insiden komplikasi yang mengancam kehidupan visceral
ketika pengobatan dimulai dalam waktu 72 jam dari mulai timbulnya
ruam. Acyclovir intravena menjadi standar perawatan untuk varicella
pada pasien yang disertai dengan imunodefisiensi substansial.
Meskipun pemberian terapi oral dengan famciclovir atau valacyclovir
mungkin cukup untuk pasien dengan derajat ringan gangguan
kekebalan tubuh, tetapi tidak ada uji klinis terkontrol yang
menunjukkan secara pasti. Pada penyakit berat atau wanita hamil dapat
diberikan acyclovir IV 10mg/kgBB tiap 8 jam selama 7 hari 10
Serum imuno globulin-gama tidak dianjurkan kecuali pada
penderita leukemia, penyakit keganasan lain dan bila terdapat
defisiensi imunologis. Vidarabine atau adenine arabinoside in vitro
mempunyai sifat anti virus terhadap virus varicella. Vidarabine dapat
digunakan dengan hasil yang baik pada penderita pneumonie varicella.
Dosis yang dianjurkan ialah 15mg/kgBB/hari, tidak toksik terhadap
sumsum tulang dan tidak menekan immune response. 10
e. Pencegahan
Pencegahan dengan melakukan vaksinasi. Vaksin dapat diberikan
aktif ataupun pasif. Aktif dilakukan dengan memberikan vaksin
varicella berasal dari galur yang telah dilemahkan (live attenuated).
Pasif dilakukan dengan memberikan zoster imuno globulin (ZIG) dari
zoster imun plasma (ZIP). 9
Vaksin pasif dengan memberikan ZIG. ZIG ialah suatu globulin-
gama dengan titer antibodi yang tinggi dan yang didapatkan dari

16
penderita yang telah sembuh dari infeksi herpes zoster. Pemberian ZIG
sebanyak 5ml dalam 72 jam setelah kontak dengan penderita varicella
dapat mencegah penyakit ini pada anak sehat, tapi pada anak dengan
defisiensi imunologis, leukemia atau penyakit keganasan lainnya,
pemberian ZIG tidak menyebabkan pencegahan yang sempurna. Lagi
pula diperlukan ZIG dengan titer yang tinggi dan dalam jumlah yang
lebih besar. 9
ZIP adalah plasma yang berasal dari penderita yang baru sembuh
dari herpes zoster dan diberikan secara intravena sebanyak 3-14,3
ml/kgBB. Pemberian ZIP dalam 1-7 hari setelah kontak dengan
penderita varicella pada anak dengan defisiensi imunologis, leukemia
atau penyakit keganasan lainnya mengakibatkan menurunnya insidens
varicella dan merubah perjalanan penyakit varicella menjadi ringan dan
dapat mencegah varicella untuk kedua kalinya. Pemberian globulin-
gama akan menyebabkan perjalanan varicella jadi ringan tapi tidak
mencegah timbulnya varicella. Dianjurkan untuk memberikan globulin-
gama kepada bayi yang dilahirkan dalam waktu 4 hari setelah ibunya
memperlihatkan tanda-tanda varicella. Ini dapat dilaksanakan pada
jam-jam pertama kehidupan bayi tersebut. 9
Vaksin aktif dianjurkan agar vaksin varicella ini hanya diberikan
kepada penderita leukemia, penderita penyakit keganasa lainnya dan
penderita dengan defisiensi imunologis untuk mencegah komplikasi
dan kematian bila kemudian terinfeksi oleh varicella. Pada anak sehat
sebaiknya vaksinasi varicella ini jangan diberikan karena bila anak
tersebut terkena penyakit ini, perjalanan penyakitnya ringan, lagi pula
semua virus herpes dapat menyebabkan suatu penyakit laten dan
akibatnya baru nyata beberapa dasawarsa setelah vaksin itu diberikan.
Angka serokonversi mencapai 97-99%. Diberikan pada yang berumur
12 bulan atau lebih. Lama proteksi belum diketahui pasti, meskipun
demikian vaksinasi ulangan dapat diberikan setelah 4-6 tahun. 9
Pemberiannya secara subkutan 0,5 ml pada yang berusia 12 bulan
sampai 12 tahun. Pada usia di atas 12 tahun juga diberikan 0,5 ml,

17
setelah 4-8 minggu diulangi dengan dosis yang sama. Bila terpajannya
baru kurang dari 3 hari perlindungan vaksin yang diberikan masih
terjadi, karena masa inkubasinya antara 7-21 hari. Sedangkan antibody
yang cukup sudah timbul antara 3-6 hari setelah vaksinasi. 9
Karakteristik vaksin varicella (Varivax, Merck) merupakan vaksin
virus hidup yang dilemahkan, yang berasal dari strain Oka VZV. Virus
vaksin diisolasi oleh Takahashi pada awal tahun 1970 dari cairan
vesikular yang berasal dari anak sehat dengan penyakit varicella.
Vaksin varicella ini dilisensikan untuk penggunaan umum di Jepang
dan Korea pada tahun 1988. Vaksin ini diijinkan di Amerika Serikat
pada tahun 1995 untuk orang-orang usia 12 bulan dan yang lebih tua. 9
Keefektifan vaksin, setelah pemberian satu dosis tunggal vaksin
varicella antigen, 97% dari anak yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun
mengembangkan titer antibodi yang dapat terdeteksi. Sedangkan lebih
dari 90% dari responden vaksin mempertahankan antibodi untuk
setidaknya 6 tahun. Dalam studi di Jepang, 97% dari anak-anak
memiliki antibodi 7 sampai 10 tahun setelah vaksinasi. Efikasi vaksin
diperkirakan memiliki ketahanan 70% sampai 90% terhadap infeksi,
dan 90% sampai 100% terhadap penyakit sedang atau berat. 9
Di antara remaja yang sehat dan orang dewasa yang berusia 13
tahun dan yang lebih tua, rata-rata 78% mengembangkan antibodi
setelah pemberian satu dosis, dan 99% mengembangkan antibodi
setelah pemberian dosis kedua yang diberikan 4 sampai 8 minggu
kemudian. Antibodi bertahan selama minimal 1 tahun pada 97% dari
pemberian vaksin varicella setelah dosis kedua yang diberikan pada 4
sampai 8 minggu setelah dosis pertama. 9
Kekebalan tampaknya bertahan lama, dan mungkin permanen di
sebagian besar vaksin. Infeksi pada orang yang pernah mendapat
vaksin secara signifikan lebih ringan, dengan lesi sedikit (biasanya
kurang dari 50), banyak yang makulopapular daripada vesikuler.
Dimana kebanyakan orang yang pernah mendapat vaksinasi
sebelumnya tidak terjadi demam. 9

18
Meskipun pada penemuan dari beberapa studi telah menyarankan
sebaliknya, penyelidikan sebagian belum diidentifikasi waktu sejak
vaksinasi sebagai faktor risiko untuk terobosan varicella. Beberapa,
tetapi tidak semua, penyelidikan baru-baru telah mengidentifikasi
adanya asma, penggunaan steroid, dan vaksinasi di lebih muda dari 15
bulan usia sebagai faktor risiko untuk terobosan varicella. Terobosan
infeksi varicella bisa menjadi hasil dari beberapa faktor, termasuk
gangguan replikasi virus vaksin oleh sirkulasi antibodi, vaksin impoten
akibat kesalahan penyimpanan atau penanganan, atau pencatatan tidak
akurat. Penelitian telah menunjukkan bahwa dosis kedua vaksin
varicella meningkatkan kekebalan dan mengurangi penyakit terobosan
pada anak-anak. 9
Jadwal vaksinasi dan penggunaan vaksin varicella dianjurkan
untuk semua anak tanpa kontraindikasi yang berusia 12 sampai 15
bulan. Vaksin ini dapat diberikan kepada semua anak pada usia ini
terlepas dari riwayat varicella. 9
Dosis kedua vaksin varicella harus diberikan pada 4 sampai 6
tahun kemudian . Dosis kedua dapat diberikan lebih awal dari 4 sampai
6 tahun jika setidaknya 3 bulan telah berlalu setelah dosis pertama
(yaitu, interval minimum antara dosis vaksin varicella untuk anak-anak
berusia di bawah 13 tahun adalah 3 bulan). Namun, jika dosis kedua
diberikan setidaknya 28 hari setelah dosis pertama, dosis kedua tidak
perlu diulang. Dosis kedua vaksin varicella ini juga dianjurkan bagi
orang yang lebih tua, dimana vaksin varicella diberikan kepada orang-
orang 13 tahun atau lebih pada 4 sampai 8 minggu kemudian. 9
Semua vaksin varicella harus diberikan melalui secara subkutan.
Vaksin varicella telah terbukti aman dan efektif pada anak-anak yang
sehat bila diberikan pada saat yang sama sebagai vaksin MMR di lokasi
terpisah dan dengan jarum suntik yang terpisah. Jika vaksin varicella
dan MMR tidak diberikan pada kunjungan yang sama, maka pemberian
harus dipisahkan setidaknya 28 hari. Vaksin varicella juga dapat

19
diberikan simultan (tapi di lokasi terpisah dengan jarum suntik yang
terpisah) dengan semua vaksin anak lainnya. 9
Data dari Amerika Serikat dan Jepang dalam berbagai penelitian
menunjukkan bahwa vaksin varicella ternyata efektif sekitar 70%
sampai 100% dalam mencegah penyakit atau terjadinya keparahan
penyakit jika digunakan dalam waktu 3 hari, dan mungkin sampai 5
hari, setelah paparan. ACIP merekomendasikan vaksin untuk
digunakan pada orang yang tidak terbukti memiliki kekebalan terhadap
varicella atau pada orang yang terpapar varicella. Jika paparan terhadap
varicella tidak menyebabkan infeksi, vaksinasi pasca paparan harus
diberikan untuk memberi perlindungan terhadap paparan berikutnya. 11
Wabah varicella yang terjadi dalam beberapa keadaan
(misalnya,pada tempat penitipan anak, dan sekolah) dapat bertahan
sampai dengan 6 bulan. Tetapi vaksin varicella diketahui telah berhasil
digunakan untuk mengendalikan wabah. ACIP merekomendasikan
pemberian dosis kedua vaksin varicella untuk pengendalian wabah.
Jadi selama wabah varicella, orang-orang yang telah menerima satu
dosis vaksin varicella harus menerima dosis kedua, yang diberikan
sesuai dengan interval vaksinasi yang telah berlalu sejak dosis pertama
(3 bulan untuk orang yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun dan
setidaknya 4 minggu untuk orang yang berusia 13 tahun dan lebih tua).
11

Kontraindikasi vaksinasi pada seseorang dengan reaksi alergi yang


parah (anafilaksis) dengan komponen vaksin atau setelah dosis
sebelumnya, seharusnya tidak menerima vaksin varicella. Orang
dengan imunosupresi karena leukemia, limfoma, keganasan umum,
penyakit defisiensi imun, atau terapi imunosupresif tidak harus
divaksinasi dengan vaksin varicella. Namun, pengobatan dengan dosis
rendah (kurang dari 2 mg/kg/hari), topikal, penggantian, atau steroid
aerosol bukan merupakan kontraindikasi untuk vaksinasi. Orang yang
imunosupresif yang diterapi dengan steroid telah dihentikan selama 1
bulan (3 bulan untuk kemoterapi) dapat divaksinasi. 11

20
Orang dengan imunodefisiensi seluler sedang atau berat akibat
infeksi human immunodeficiency virus (HIV), termasuk orang-orang
yang didiagnosis dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS)
tidak boleh menerima vaksin varicella. Anak yang terinfeksi HIV
dengan persentase CD4 T-limfosit 15% atau lebih tinggi, dan anak-
anak yang lebih tua dan orang dewasa dengan jumlah CD4 200 per
mikroliter atau lebih tinggi dapat dipertimbangkan untuk vaksinasi. 11
Wanita yang diketahui hamil atau mencoba untuk hamil sebaiknya
tidak menerima vaksin varicella. Sampai saat ini, tidak ada bukti yang
merugikan kehamilan atau janin yang dilaporkan di kalangan
perempuan yang secara tidak sengaja menerima vaksin varicella sesaat
sebelum atau selama kehamilan. Tetapi ACIP merekomendasikan
kehamilan harus dihindari selama 1 bulan setelah menerima vaksin
varicella. 11
Vaksinasi pada orang dengan penyakit akut, sedang atau berat
sebaiknya ditunda sampai kondisi telah membaik. Tindakan
pencegahan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya komplikasi
pada pasien , seperti demam. Pada penyakit yang cenderung ringan,
seperti otitis media dan infeksi saluran pernapasan atas, mendapat
terapi antibiotik, dan paparan atau pemulihan dari penyakit lain tidak
kontraindikasi terhadap vaksin varicella. Meskipun tidak ada bukti
bahwa baik varicella atau vaksin varicella memperburuk tuberkulosis,
vaksinasi tidak dianjurkan untuk orang-orang yang dikenal memiliki
TB aktif. 11
Pencegahan dapat dengan mencegah infeksi sekunder misalnya
seperti kuku digunting agar pendek, mengganti pakaian dan alas tempat
tidur sesering mungkin Vaksin varicella ditunjukkan pada pasien yang
tidak memiliki riwayat steroid (cacar air) atau herpes zoster (herpes
zoster) yang andal, terutama jika pasien: 1) adalah seorang pekerja
kesehatan, seorang guru anak kecil, pekerja perawatan, anggota staf
atau tempat tinggal di lingkungan institut, mahasiswi, narapidana atau
anggota staf lembaga pemasyarakatan, di militer, atau jika individu

21
bepergian secara internasional, 2) adalah wanita usia subur yang tidak
hamil , dan 3) hanya menerima satu dosis vaksin varicella. 11
Vaksin varicella tidak diindikasikan jika pasien: 1) memiliki
riwayat cacar air yang andal, 2) telah melakukan pengujian serologis,
yang menegaskan kekebalan terhadap varicella, 3) telah menerima dua
dosis vaksin varicella, 4) lahir di AS sebelum tahun 1980, atau 5)
memiliki riwayat herpes zoster yang andal. 11
Vaksin varicella-zoster diberikan sebagai 0,5 ml disuntikkan secara
subkutan pada bagian posterolateral lengan atas. Berikut prosedur yang
dijelaskan tentang vaksin: 1) Anak harus diberi dua dosis. Dosis
pertama adalah pada usia 12-15 bulan. Dosis kedua atau dosis booster
adalah pada usia 4-6 tahun. 2) Rentang waktu dosis pertama dan kedua
untuk anak usia <13 tahun adalah 3 bulan, sedangkan> 13 tahun,
minimal 4-8 minggu. 3) Vaksin kedua disuntikkan dosis 4-8 minggu
setelah dosis pertama, diberikan kepada semua remaja dan orang
dewasa yang tidak memiliki kekebalan terhadap varicella. 4) Dosis
kedua vaksin harus diberikan untuk yang sudah mendapat dosis
pertama. 5) vaksin post partum harus diberikan kepada individu yang
tidak memiliki kekebalan. Dosis dan timing sama seperti di atas. 11

Ada dua vaksin cacar air yang dilisensikan di Amerika Serikat: 1)


Varivax®: Hanya mengandung vaksin cacar air; 2) ProQuad®: tidak
tersedia saat ini. Berisi kombinasi vaksin campak, gondong, rubella,
dan varicella, yang juga disebut MMRV. 11

2. Vaksin Herpes Zoster


a. Definisi

Herpes zoster adalah infeksi viral kutaneus pada umumnya


melibatkan kulit dengan dermatom tunggal atau yang berdekatan.
Herpes zoster merupakan hasil dari reaktivasi virus varisela zoster
yang memasuki saraf kutaneus selama episode awal chicken pox.
Shingles adalah nama lain dari herpes zoster. Virus ini tidak hilang
tuntas dari tubuh setelah infeksi primernya dalam bentuk varisela

22
melainkan dorman pada sel ganglion dorsalis sistem saraf sensoris
yang kemudian pada saat tertentu mengalami reaktivasi dan
bermanifestasi sebagai herpes zoster. 12

b. Patofisiologi

Pasien dengan herpes zoster kurang menular dibandingkan pasien


dengan varisela. Virus dapat diisolasi dari vesikel dan pustula pada
herpes zoster tanpa komplikasi sampai 7 hari setelah munculnya ruam,
dan untuk waktu yang lebih lama pada individu immunocompromised.
Pasien dengan zoster tanpa komplikasi dermatomal muncul untuk
menyebarkan infeksi melalui kontak langsung dengan lesi mereka.
Pasien dengan herpes zoster dapat disebarluaskan, di samping itu,
menularkan infeksi pada aerosol, sehingga tindakan pencegahan udara,
serta pencegahan kontak diperlukan untuk pasien tersebut 12

Varisela sangat menular dan biasanya menyebar melalui droplet


respiratori. VVZ bereplikasi dan menyebar ke seluruh tubuh selama
kurang lebih 2 minggu sebelum perkembangan kulit yang erupsi.
Pasien infeksius sampai semua lesi dari kulit menjadi krusta. Selama
terjadi kulit yang erupsi, VVZ menyebar dan menyerang saraf secara
retrograde untuk melibatkan ganglion akar dorsalis di mana ia
menjadi laten. Virus berjalan sepanjang saraf sensorik ke area kulit
yang dipersarafinya dan menimbulkan vesikel dengan cara yang sama
dengan cacar air. Zoster terjadi dari reaktivasi dan replikasi VVZ pada
ganglion akar dorsal saraf sensorik Latensi adalah tanda utama virus
Varisela zoster dan tidak diragukan lagi peranannya dalam patogenitas.
Sifat latensi ini menandakan virus dapat bertahan seumur hidup hospes
dan pada suatu saat masuk dalam fase reaktivasi yang mampu sebagai
media transmisi penularan kepada seseorang yang rentan. Reaktivasi
mungkin karena stres, sakit immunosupresi, atau mungkin terjadi
secara spontan. Virus kemudian menyebar ke saraf sensorik
menyebabkan gejala prodormal dan erupsi kutaneus dengan
karakteristik yang dermatomal.Infeksi primer VVZ memicu imunitas

23
humoral dan seluler, namun dalam mempertahankan latensi, imunitas
seluler lebih penting pada herpes zoster. Keadaan ini terbukti dengan
insidensi herpes zoster meningkat pada pasien HIV dengan jumlah
CD4 menurun, dibandingkan dengan orang normal. 12

Penyebab reaktivasi tidak diketahui pasti tetapi biasanya muncul


pada keadaan imunosupresi. Insidensi herpes zoster berhubungan
dengan menurunnya imunitas terhadap VZV spesifik. 12

Pada masa reaktivasi virus bereplikasi kemudian merusak dan


terjadi peradangan ganglion sensoris. Virus menyebar ke sumsum
tulang belakang dan batang otak, dari saraf sensoris menuju kulit dan
menimbulkan erupsi kulit vesikuler yang khas. Pada daerah dengan
lesi terbanyak mengalami keadaan laten dan merupakan daerah
terbesar kemungkinannya mengalami herpes zoster. 12

Selama proses varisela berlangsung, VZV lewat dari lesi pada kulit
dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik menular dan dikirim
secara sentripetal, naik ke serabut sensoris ke ganglia sensoris. Di
ganglion, virus membentuk infeksi laten yang menetap selama
kehidupan. Herpes zoster terjadi paling sering pada dermatom dimana
ruam dari varisela mencapai densitas tertinggi yang diinervasi oleh
bagian (oftalmik) pertama dari saraf trigeminal ganglion sensoris dan
tulang belakang dari T1 sampai L2. 12

24
c. Gejala Klinis

Varisela biasanya dimulai dengan demam prodromal virus, nyeri


otot, dan kelelahan selama 1 sampai 2 hari sebelum erupsi kulit. Inisial
lesi kutaneus sangat gatal, makula dan papula eritematosa pruritus
yang dimulai pada wajah dan menyebar ke bawah. Papula ini
kemudian berkembang cepat menjadi vesikel kecil yang dikelilingi
oleh halo eritematosa, yang dikenal sebagai “tetesan embun pada
kelopak mawar” ( “dew drop on rose petal” ). Setelah vesikel matang,
pecah membentuk krusta.Lesi pada beberapa tahapan evolusi
merupakan karakteristik dari varisela. 13

Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit


yang sangat dan pruritus selama beberapa hari sebelum
mengembangkan karakteristik erupsi kulit dari vesikel berkelompok
pada dasar yang eritematosa. 13

Gejala prodormal biasanya nyeri, disestesia, parestesia, nyeri tekan


intermiten atau terus menerus, nyeri dapat dangkal atau dalam
terlokalisir, beberapa dermatom atau difus. Nyeri prodormal tidak
lazim terjadi pada penderita imunokompeten kurang dari usia 30
tahun, tetapi muncul pada penderita mayoritas diatas usia 60 tahun.
Nyeri prodormal : lamanya kira –kira 2 – 3 hari, namun dapat lebih
lama. 13

Gejala lain dapat berupa rasa terbakar dangkal, malaise, demam,


nyeri kepala, dan limfadenopati, gatal, tingling. Lebih dari 80% pasien
biasanya diawali dengan prodormal, gejala tersebut umumnya
berlangsung beberapa hari sampai 3 minggu sebelum muncul lesi kulit.
13

Nyeri preeruptif dari herpes zoster (preherpetic neuralgia) dapat


menstimulasi migrain, nyeri pleura, infark miokardial, ulkus

25
duodenum, kolesistitis, kolik renal dan bilier, apendisitis, prolaps
diskus intervertebral, atau glaucoma dini, dan mungkin mengacu pada
intervensi misdiagnosis yang serius. 13

Lesi kulit yang paling sering dijumpai adalah vesikel dengan


eritema di sekitarnya herpetiformis berkelompok dengan distribusi
segmental unilateral. Erupsi diawali dengan plak eritematosa
terlokalisir atau difus kemudian makulopapuler muncul secara
dermatomal. 13

Lesi baru timbul selama 3-5 hari. Bentuk vesikel dalam waktu 12
sampai 24 jam dan berubah menjadi pustule pada hari ketiga.
Pecahnya vesikel serta pemisahan terjadi dalam 2 – 4 minggu. Krusta
yang mongering pada 7 sampai 10 hari. Pada umumnya krusta
bertahan dari 2 sampai 3 minggu. Pada orang yang normal, lesi – lesi
baru bermunculan pada 1 sampai 4 hari ( biasanya sampai selama 7
hari). Rash lebih berat dan bertahan lama pada orang yang lebih tua.,
dan lebih ringan dan berdurasi pendek pada anak – anak. 13

Dermatom yang terlibat : biasanya tunggal dermatom dorsolumbal


merupakan lokasi yang paling sering terlibat (50%), diikuti oleh
trigeminal oftalmika, kemudian servikal dan sakral. Ekstremitas
merupakan lokasi yang paling jarang terkena. 13

Keterlibatan saraf kranial ke 5 berhubungan dengan kornea. Pasien


seperti ini harus dievaluasi oleh optalmologi. Varian lain adalah herpes
zoster yang melibatkan telinga atau mangkuk konkhal – sindrom
Ramsay-Hunt. Sindrom ini harus dipertimbangkan pada pasien dengan
kelumpuhan nervus fasialis, hilangnya rasa pengecapan, dan mulut
kering dan sebagai tambahan lesi zosteriform di telinga. Secara klasik,
erupsi terlokalisir ke dermatom tunggal, namun keterlibatan dermatom
yang berdekatan dapat terjadi, seperti lesi meluas dalam kasus zoster-
diseminata. Zoster bilateral jarang terjadi, dan harus meningkatkan
kecurigaan pada imunodefisiensi seperti HIV / AIDS. 13

26
d. Pengobatan

Tujuan dari pengobatan adalah menekan inflamasi, nyeri dan


infeksi. Pengobatan zoster akut mempercepat penyembuhan,
mengkontrol sakit, dan mengurangi resiko komplikasi. Obat yang biasa
digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir.
Obat yang lebih baru ialah famsiklovir dan pensiklovir yang
mempunyai waktu paruh eliminasi yang lebih lama sehingga cukup
diberikan 3x250 mg sehari. Obat – obat tersebut diberikan dalam 3 hari
pertama sejak lesi muncul. Untuk zoster yang menyebar luas yang
timbul pada orang – orang yang mengalami imunosupresi, asiklovir
intravena mungkin dapat menyelamatkan jiwa. 14

Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5 x 800 mg sehari dan


biasanya diberikan 7 hari, paling lambat dimulai 72 jam setelah lesi
muncul berupa rejimen yang dianjurkan. 14

Indikasi pemberian asiklovir pada herpes zoster :

1. Pasien berumur ≥ 60 tahun dengan lesi muncul dalam 72 jam.


2. Pasien berumur ≤ 60 tahun dengan lesi luas, akut dan dalam 72
jam.
3. Pasien dengan lesi oftalmikus, segala umur, lesi aktif menyerang
leher, alat gerak, dan perineum (lumbal – sakral).

Valasiklovir cukup 3 x 1000 mg sehari karena konsentrasi dalam


plasma lebih tinggi. Jika lesi baru masih tetap timbul obat – obat
tersebut masih dapat diteruskan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak
lesi baru tidak timbul lagi. Valasiklovir terbukti lebih efektif
dibandingkan asiklovir sedangkan famsiklovir sama dengan asiklovir.
15

Pengobatan lain yang juga dipakai antara lain kortikosteroid jangka


pendek dan diberikan pada masa akut, pemberian steroid ini harus
dengan pertimbangan ketat. Indikasi pemberian kortikosteroid ialah

27
sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini – dininya untuk
mencegah terjadinya paralisis.Diberikan prednison dengan dosis 3 x 20
mg sehari, setelah seminggu dosis diturunkan bertahap. Dengan dosis
prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik
digabung dengan obat anti viral. Dikatakan kegunaanya mencegah
fibrosis ganglion. 15

e. Pencegahan

Vaksin Herpes zoster merupakan strain hidup yang dilemahkan


dari VVZ. Telah disetujui oleh FDA untuk pasien > 60 tahun tanpa
riwayat penyakit herpes zoster sebelumnya. Vaksin ini telah diketahui
untuk mengurangi penyakit herpes zoster dan neuralgia paska herpes.
15

Vaksin herpes zoster direkomendasikan oleh Advisory Committee


on Immunization Practices untuk orang berusia 60 tahun atau lebih dan
digunakan pada mereka yang memiliki atau tanpa riwayat herpes
zoster.Vaksin ini dikontraindikasikan pada orang dengan kanker
hematologi yang penyakitnya tidak dalam pengampunan atau yang
telah menerima kemoterapi sitotoksik dalam 3 bulan, pada orang
dengan imunodefisiensi sel T (misalnya, infeksi HIV dengan jumlah
CD4 ≤200 per milimeter kubik atau < 15% dari total limfosit), dan
pada mereka yang menerima terapi imunosupresif dosis tinggi
(misalnya, ≥20 mg prednison setiap hari selama ≥ 2 minggu atau terapi
faktor nekrosis anti tumor) .Vaksin herpes zoster diberikan dengan
cara yang sama dengan vaksin Varicella Zoster 15

3. Vaksin Campak
a. Definisi
Campak adalah penyakit virus akut ditandai dengan demam, batuk,
coryza,konjungtivitis , sebuah ruam makulopapular eritematosa ,
dan enanthema patognomonik (Koplik spot) . Komplikasi termasuk
otitis media, bronkopneumonia, laryngotracheobronchitis (croup), dan

28
diare terjadi umumnya pada anak-anak. ensefalitis akut , yang sering
terjadi kerusakan otak permanen, terjadi pada sekitar 1 dari setiap 1000
kasus. Dalam era postelimination, kematian, terutama akibat
komplikasi pernapasan dan neurologis, telah terjadi dalam 1 sampai 3
dari setiap 1000 kasus yang dilaporkan di Amerika Serikat. Kadang-
kadang ruam yang khas tidak berkembang pada pasien
immunocompromised. 16
b. Etiologi
Campak Infeksi virus dapat didiagnosis dengan hasil tes positif
serologik untuk imunoglobulin campak (Ig) antibodi M, peningkatan
yang signifikan dalam konsentrasi antibodi IgG campak di
dipasangkan spesimen serum akut dan konvalesen oleh uji serologis
standar, atau isolasi virus campak atau identifikasi campak RNA
(dengan reverse transcriptase-polymerase chain reaction assay) dari
spesimen klinis, seperti urin, darah atau cairan tenggorokan atau
nasofaring. 16
Campak IgM yang terdeteksi selama minimal 1 bulan setelah
onset ruam pada orang yang tidak diimunisasi tapi mungkin tidak ada
atau hadir hanya transiently pada orang diimunisasi dengan 1 atau 2
dosis vaksin.Oleh karena itu, tes IgM negatif tidak boleh digunakan
untuk menyingkirkan diagnosis pada orang diimunisasi. Orang dengan
penyakit ruam demam yang seronegatif untuk IgM campak harus diuji
untuk rubella menggunakan spesimen yang sama. 16
c. Pengobatan
Tidak ada terapi antivirus spesifik yang tersedia. Virus campak
rentan in vitro untuk ribavirin, yang telah diberikan oleh rute intravena
dan aerosol untuk mengobati anak-anak yang terkena dampak parah
dan immunocompromised dengan campak. Namun, tidak ada uji coba
terkontrol telah dilakukan, dan ribavirin tidak disetujui oleh US Food
and Drug Administration untuk pengobatan campak. 16
Vitamin A pengobatan anak-anak dengan campak di negara-
negara berkembang telah dikaitkan dengan morbiditas menurun dan

29
angka kematian. Konsentrasi serum rendah vitamin A juga telah
ditemukan pada anak-anak di Amerika Serikat, dan anak-anak dengan
lebih penyakit campak yang parah memiliki vitamin A rendah
konsentrasi. Organisasi Kesehatan Dunia saat ini merekomendasikan
vitamin A untuk semua anak dengan campak akut, terlepas dari negara
tempat tinggal mereka. Vitamin A untuk pengobatan campak diberikan
sekali sehari selama 2 hari, pada dosis berikut:
1. 200 000 IU untuk anak-anak usia 12 bulan atau lebih;
2. 100 000 IU untuk bayi 6 sampai 11 bulan, dan
3. 50 000 IU untuk bayi berusia kurang dari 6 bulan.
4. Tambahan (yaitu, sepertiga) dosis usia tertentu harus diberikan
2 sampai 4 minggu kemudian anak-anak dengan tanda-tanda
klinis dan gejala kekurangan vitamin A. 16
d. Pencegahan
1. Penggunaan Globulin Immune.
Globulin Immune (IG) dapat diberikan intramuskuler untuk
mencegah atau memodifikasi campak pada orang yang rentan
dalam waktu 6 hari setelah terpapar. Dosis yang dianjurkan biasa
adalah 0,25 mL / kg diberikan intramuskuler, anak
immunocompromised harus menerima 0,5 mL / kg intramuskular
(dosis maksimum dalam contoh baik adalah 15 mL). IG
diindikasikan untuk rumah tangga rentan atau kontak dekat lainnya
pasien dengan campak, khususnya kontak lebih muda dari usia 1
tahun, wanita hamil, dan orang-orang yang immunocompromised,
untuk siapa risiko komplikasi tertinggi, atau orang lain untuk siapa
vaksin campak merupakan kontraindikasi. IG tidak diindikasikan
untuk rumah tangga atau kontak dekat lainnya yang telah
menerima 1 dosis vaksin pada usia 12 bulan atau lebih kecuali
mereka immunocompromised. 17
2. Penggunaan Vaksin.
Data yang tersedia menunjukkan bahwa vaksin campak, jika
diberikan dalam waktu 72 jam dari sejak terpajan campak, akan

30
memberikan perlindungan dalam beberapa kasus. Jika pemaparan
tidak mengakibatkan infeksi, vaksin harus mendorong
perlindungan terhadap pajanan campak berikutnya. Imunisasi
adalah intervensi dari pilihan untuk pengendalian wabah campak di
sekolah-sekolah dan pusat-pusat penitipan anak. 17
Penggunaan Vaksin campak tersedia dalam formulasi
kombinasi, yang meliputi campak-gondok-rubella (MMR) dan
campak-gondok-rubella-varicella (MMRV) vaksin.Vaksin MMR
diberikan dalam 0,5 ml yang diinjeksikan secara subkutan pada
deltoid. Pada anak usia 12-15 bulan dengan dosis kedua atau
booster pada usia 4-6 tahun. Sedangkan untuk orang dewasa pada
usia 19-49 tahun 1-2 dosis diberikan 1 dosis diikuti sesudahnya.
Vaksin campak dapat diberikan bersamaan dengan imunisasi
lainnya dalam jarum suntik terpisah. Bayi dan anak-anak memiliki
kapasitas kekebalan yang cukup untuk merespon beberapa
vaksin. Tidak ada kontraindikasi dari beberapa vaksin rutin yang
direkomendasikan untuk bayi dan anak-anak . Respon kekebalan
terhadap satu vaksin umumnya tidak mengganggu respon terhadap
vaksin lainnya. 17
Penyimpanan yang disarankan untuk vaksin MMR dan vaksin
MMRV lihat di produk kemasan.MMRV Vaksin harus disimpan
beku antara -58 ° F dan +5 ° F.

Penggunaan vaksin MMRV

a. MMRV Vaksin diindikasikan untuk imunisasi simultan


campak, gondok, rubella, varicella dan antara anak-anak 12
bulan hingga 12 tahun; MMRV vaksin tidak diindikasikan
untuk orang di luar kelompok usia ini. 17
b. Anak-anak dengan infeksi HIV juga seharusnya tidak
menerima vaksin MMRV karena kurangnya data keamanan
pada anak yang terinfeksi HIV17

31
c. Setidaknya 28 hari harus dilalui antara dosis campak yang
mengandung vaksin, seperti vaksin MMR, dan dosis vaksin
MMRV.Namun, minimal interval antara dosis yang dianjurkan
varicella vaksin adalah 90 hari. 17
d. Kejang demam terjadi pada 7 sampai 9 per 10 000 anak yang
menerima dosis pertama vaksin MMRV pada 12 sampai 23
bulan dan dalam 3 sampai 4 per 10 000 anak yang menerima
dosis pertama vaksin MMR dan varicella diberikan secara
terpisah pada kunjungan yang sama di 12 sampai 23
bulan. Dengan demikian, salah satu kejang demam tambahan
diharapkan terjadi per sekitar 2.300-2.600 anak 12 sampai 23
bulan diimunisasi dengan vaksin MMRV, dibandingkan
dengan MMR terpisah dan monovalen vaksin
varicella. Periode risiko kejang demam adalah dari 5 sampai
12 hari setelah diterimanya vaksin. 17

Kewaspadaan dan Kontraindikasi vaksin MMR

a. Penyakit demam.
Anak-anak dengan penyakit ringan, seperti infeksi saluran
pernapasan atas, dapat diimunisasi Demam bukan merupakan
kontraindikasi untuk imunisasi. Namun, jika manifestasi lain
menunjukkan penyakit yang lebih serius, anak tidak boleh
diimunisasi sampai sembuh. 17
b. Reaksi alergi.
Reaksi hipersensitivitas jarang terjadi dan biasanya yang kecil,
yang terdiri dari wheal dan reaksi flare atau urtikaria di tempat
suntikan.Reaksi telah dikaitkan dengan melacak jumlah neomisin
atau gelatin atau beberapa komponen lain dalam formulasi
vaksin. Anafilaksis jarang terjadi.Vaksin campak diproduksi dalam
kultur sel embrio ayam dan tidak mengandung sejumlah besar
putih telur (ovalbumin) lintas-reaksi protein.Anak-anak dengan
alergi telur beresiko rendah reaksi anafilaksis terhadap campak

32
yang mengandung vaksin (termasuk MMR dan MMRV). Tes kulit
anak-anak untuk alergi telur tidak prediksi dari reaksi terhadap
vaksin MMR dan tidak diperlukan sebelum memberikan MMR
atau campak yang mengandung vaksin. Orang dengan alergi
terhadap ayam atau bulu yang tidak mengalami peningkatan risiko
reaksi terhadap vaksin. 17
Orang-orang yang telah mengalami reaksi hipersensitivitas
yang signifikan setelah dosis pertama vaksin campak harus: (1)
diuji untuk kekebalan campak, dan jika kekebalan tubuh, tidak
boleh diberikan dosis kedua, atau (2) menerima evaluasi dan
pengujian kulit mungkin sebelum menerima dosis kedua. Orang-
orang yang telah memiliki reaksi anafilaksis segera imunisasi
campak sebelumnya tidak boleh reimmunized tetapi harus diuji
untuk menentukan apakah mereka kebal. 17
Orang-orang yang mengalami reaksi anafilaksis terhadap
neomisin gelatin atau topikal atau sistemik diberikan harus
menerima vaksin campak hanya dalam pengaturan di mana reaksi
tersebut dapat dikelola dan setelah berkonsultasi dengan ahli alergi
atau imunologi. Paling sering, bagaimanapun, alergi neomisin
bermanifestasi sebagai dermatitis kontak, yang tidak kontraindikasi
untuk menerima vaksin campak. 17

4. Vaksin Rubella
a. Definisi
Rubella atau campak jerman adalah penyakit yang disebabkan
oleh infeksi virus rubella. Pada anak-anak, infeksi biasanya hanya
menimbulkan sedikit keluhan atau tanpa gejala. Infeksi pada orang
dewasa dapat menimbulkan keluhan demam, sakit kepala, lemas dan
konjungtivitis. Tujuh puluh persen kasus infeksi rubella di orang
dewasa menyebabkan terjadinya atralgi atau artritis. 18
Jika infeksi virus rubella terjadi pada kehamilan, khususnya
trimester pertama sering menyebabkan Congenital Rubella Syndrome

33
(CRS). CRS mengakibatkan terjadinya abortus, bayi lahir mati,
prematur dan cacat apabila bayi tetap hidup. 2,3
CRS merupakan
gabungan beberapa keabnormalan fisik yang berkembang pada bayi
sebagai akibat infeksi virus rubella maternal yang berlanjut dalam
fetus. Nama lain CRS ialah Fetal Rubella Syndrome. Cacat bawaan
(Congenital defect) yang paling sering dijumpai ialah tuli
sensorineural, kerusakan mata seperti katarak, gangguan
kardiovaskular dan retardasi mental. 18
Virus rubella ditransmisikan melalui pernapasan dan mengalami
replikasi di nasofaring dan di daerah kelenjar getah bening. Viremia
terjadi antara hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah terpajan virus rubella.
Viremia mencapai puncaknya tepat sebelum timbul erupsi di kulit.
Dalam ruangan tertutup, virus rubella dapat menular ke orang yang
berada di ruangan yang sama dengan penderita. Masa inkubasi virus
rubella berkisar antara 14–21 hari. Masa penularan seminggu sebelum
dan empat hari setelah permulaan (onset) ruam (rash). Pada episode
ini, virus rubella sangat menular. 18
Daya tular tertinggi terjadi pada akhir masa inkubasi, kemudian
menurun dengan cepat dan berlangsung hingga menghilangnya erupsi.
Selain dari darah dan sekret nasofaring, virus rubella telah diisolasi
dari kelenjar getah bening, urin, cairan serebrospinal, ASI, cairan
synovial dan paru18
b. Gejala Klinis
1. Masa Inkubasi
Masa Inkubasi berkisar antara 14-21 hari. Dalam beberapa
laporan lain waktu inkubasi minimum 12 hari dan maksimum
17-21 hari. 18
2. Masa Prodromal
Pada anak biasanya erupsi timbul tanpa keluhan sebelumnya,
jarang disertai gejala dan tanda pada masa prodromal. Namun
pada remaja dan dewasa muda masa prodromal berlangsung 1-
5 hari dan terdiri dari demam ringan, sakit kepala, nyeri

34
tenggorok, kemerahan pada konjungtiva, rhinitis, batuk dan
limfadenopati. Gejala ini segera menghilang pada waktu erupsi
timbul. Gejala dan tanda prodromal biasanya mendahului
erupsi di kulit 1-5 hari sebelumnya. 18
Pada beberapa penderita dewasa gejala dan tanda tersebut
dapat menetap lebih lama dan bersifat lebih berat. Pada 20%
penderita selama masa prodromal atau hari pertama erupsi,
timbul eksantema, Forschheimer spot, yaitu macula atau
petekia pada palatum molle, bisa saling merengkuh sampai
seluruh permukaan faucia. Pembesaran kelenjar limfe bisa
timbul 5-7 hari sebelum timbul eksantema, khas mengenai
kelenjar suboksipital, postaurikular dan servikal disertai nyeri
tekan. 18
3. Masa Eksantema
Seperti pada rubeola, eksantema mulai retroaurikular atau pada
muka dan dengan cepat meluas secara kraniokaudal ke bagian
lain dari tubuh. Mula-mula berupa makula yang berbatas tegas
dan kadang-kadang dengan cepat meluas dan menyatu,
memberikan bentuk morbilliform. Pada hari kedua eksantema
di muka menghilang, diikuti hari ketiga di tubuh dan hari
keempat di anggota gerak. Pada 40% kasus infeksi rubella
terjadi tanpa eksantema. Meskipun sangat jarang, dapat terjadi
deskuamasi posteksantematik. 18
Limfadenopati merupakan suatu gejala klinis yang penting
pada rubella. Biasanya pembengkakan kelenjar getah bening
berlangsung selama 5-8 hari. 19
Pada penyakit rubella yang tidak mengalami penyulit sebagian
besar penderita sudah dapat bekerja seperti biasa pada hari ketiga.
Pada sebagian kecil penderita masih terganggu dengan nyeri
kepala, sakit mata, rasa gatal selama 7-10 hari.

35
Gambar : Manifestasi klinis rubella

c. Diagnosis
Diagnosis klinis sering kali sukar dibuat untuk seorang penderita
karena tidak ada tanda atau gejala yang patognomik untuk rubella.
Seperti dengan penyakit eksantema lainnya, diagnosis yang dibuat
dengan anamnesis yang cermat. Rubella merupakan penyakit yang
epidemik sehingga bila diselidiki dengan cermat, dapat ditemukan
kasus kontak atau kasus di lingkungan penderita. Sifat demam dapat
membantu dalam menegakkan diagnosis oleh karena demam pada
rubella jarang sekali di atas 38,50C. 19
Pada infeksi yang tipikal, makula merah muda yang menyatu
menjadi eritema difus pada muka dan badan serta arthralgia pada
tangan penderita dewasa merupakan petunjuk diagnosis rubella. 19
Perubahan hematologik hanya sedikit membantu penegakan
diagnosis. Peningkatan sel plasma 5-20% merupakan tanda yang khas.
Kadang-kadang terdapat leukopenia pada awal penyakit yang dengan
segera diikuti limfositosis relative. Sering terjadi penurunan ringan
jumlah trombosit. 19
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan serologi yaitu
adanya peningkatan titer antibody 4 kali pada haemaglutination
inhibition test (HAIR) atau ditemukannya antibody IgM yang spesifik
untuk rubella. Titer antibody meningkat 24-48 jam setelah permulaan
erupsi dan mencapai puncaknya pada hari ke 6-12. Selain pada infeksi

36
primer, antibody IgM spesifik rubella dapat ditemukan pula pada
reinfeksi. Dalam hal ini adanya antibody IgM spesifik rubella harus
diinterpretasi dengan hati-hati. Suatu penelitian telah menunjukkan
bahwa telah terjadi reaktivitas spesifik terhadap rubella dari sera yang
dikoreksi, setelah terinfeksi virus lain. 19
d. Pencegahan
Vaksinasi sejak kecil atau sebelum hamil. Untuk perlindungan
terhadap serangan virus Rubella telah tersedia vaksin dalam bentuk
vaksin kombinasi yang sekaligus digunakan untuk mencegah infeksi
campak dan gondongan, dikenal sebagai vaksin MMR (Mumps,
Measles, Rubella). Vaksin Rubella diberikan pada usia 15 bulan.
Setelah itu harus mendapat ulangan pada umur 4-6 tahun. Bila belum
mendapat ulangan pada umur 4-6 tahun, harus tetap diberikan umur
11-12 tahun, bahkan sampai remaja. Vaksin tidak dapat diberikan
pada ibu yang sudah hamil. 17
Deteksi status kekebalan tubuh sebelum hamil. Sebelum hamil
sebaiknya memeriksa kekebalan tubuh terhadap Rubella, seperti juga
terhadap infeksi TORCH lainnya. 19
Sebelum hamil pastikan bahwa Anda telah memiliki kekebalan
terhadap virus Rubella dengan melakukan pemeriksaan anti-Rubella
IgG dan anti-Rubella IgM. 19
Rubella umumnya dianggap sebagai penyakit ruam ringan, dengan
sampai 50% infeksi rubela menjadi tidak bergejala. Namun, infeksi
rubella bawaan pada tahap awal perkembangan janin menyebabkan
cacat lahir yang parah dengan konsekuensi yang menghancurkan,
seperti tuli dan kebutaan, yang secara kolektif dikenal sebagai
sindrom rubella kongenital (CRS) . 19

5. Vaksin Herpes Simplex

Baru-baru ini, Robert B et al memiliki penelitian tentang efikasi


vaksin herpes simpleks. Hasilnya adalah vaksin HSV dikaitkan dengan
peningkatan risiko reaksi lokal dibandingkan dengan vaksin kontrol, dan

37
menghasilkan ELISA dan antibodi penetralisir terhadap HSV-2. Secara
keseluruhan, vaksin itu tidak berkhasiat; Efektivitas vaksin adalah 20%
terhadap penyakit herpes genital. Namun, khasiat terhadap penyakit
genital HSV-1 adalah 58. Efektivitas vaksin terhadap infeksi HSV-1
(dengan atau tanpa penyakit) adalah 35%, namun khasiat terhadap infeksi
HSV-2 tidak diobati. 20

Kesimpulan yang mereka dapatkan adalah populasi penelitian yang


mewakili populasi umum wanita HSV-1 dan HSV-2-seronegatif, vaksin
penelitian efektif untuk mencegah penyakit kelamin dan infeksi HSV-1
namun tidak mencegah HSV-2 penyakit atau infeksi 20

6. Vaksin Human Papillomavirus

Kanker serviks merupakan pembunuh no.2 pada wanita di seluruh


dunia yang disebabkan oleh penyebaran luas dari human papilloma virus
(HPV). Setiap tahunnya 500.00 kasus di dunia muncul dan kematian
mendekati 240.000 dari kasus tersebut . Pada kanker serviks, 75% - 90%
adalah karsinoma sel gepeng, yang umumnya berkembang dari prekursor
CIN (Cervix Intraepithelial Neoplasia). Sisanya adalah adenokarsinoma
atau variannya. Jenis karsinoma serviks adalah karsinoma sel gepeng
(75%), adenokarsinoma dan adenoskuamosa (20%), dan karsinoma
neuroendokrin sel kecil ( <5%). Lesi sel gepeng ini timbul pada
perempuan yang semakin muda, kini dengan insidensi puncak pada usia
sekitar 45 tahun, sekitar 10 – 15 tahun setelah deteksi prekursornya.
Beberapa faktor resiko kanker serviks diantaranya : 21

1. Hubungan Seksual

Wanita dengan partner seksual yang banyak dan wanita yang


mengalami hubungan seksual pada usia muda (sebelum 18 tahun) akan
meningkatkan risiko mengalami kanker serviks lima kali lipat dikarenakan
sel kolumnar serviks lebih peka terhadap metaplasia selama usia dewasa
21
.

38
2. Partner seks

Partner seks pria dengan kanker penis atau yang istrinya meninggal
akibat kanker serviks akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit ini.
Pada pria dianjurkan melakukan sirkumsisi karena dapat menurunkan
faktor terjadinya kanker serviks. 21

3. Riwayat Ginekologis

Hamil pada usia muda dan manajemen persalinan yang tidak tepat
dapat meningkatkan risiko infeksi HPV . 21

4. Virus Herpes Simpleks

Teknik hibridisasi insitu telah menunjukkan bahwa terdapat HSV RNS


spesifik pada sampel jaringan wanita dengan dysplasia serviks. DNA
sekuens juga telah diidentifikasi pada sel tumor dengan menggunakan
DNA rekombinan. Diperkirakan 90 % pasien dengan kanker serviks
invasive dan lebih dari 60% pasien dengan neoplasia intraepithelial serviks
(CIN) mempunyai antibody terhadap virus . 21

5. Merokok

Rokok dapat menyebabkan efek langsung pada serviks (aktivitas


mutasi mukus serviks) atau melalui efek imunosupresif dari merokok.
Bahan karsinogenik yang ditemukan pada lendir dari mulut rahim pada
wanita perokok dapat merusak DNA sel epitel sukamosa dan bersama
infeksi HPV dapat mencetuskan tranformasi keganasan. 21

a. Gejala Klinis

Gejala klinis yang umumnya tidak tampak. Gejala yang dapat muncul
adalah post coital spotting, intermenstrual cycle bleeding,
menometrorrhagia, aroma buruk yang menetap dari discharge yang
berwarna kuning. Nyeri pada sakrum atau pelvis dapat memberikan info

39
bahwa terjadi invasive ke bagian lateral. Hal yang paling umum ditemukan
adalah terlihatnya tumor pada cerviks. 22

HPV yang merupakan faktor inisiator dari kanker serviks yang


menyebabkan terjadinya gangguan sel serviks. Onkoprotein E6 dan E7
yang berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi
keganasan. 22

5
b. Pencegahan
1. Primer

Menunda onset aktivitas seks hingga usia 20 tahun, penggunaan


kontrasepsi barrier (kondom, diafragma, dan spermisida), penggunaan
vaksin HPV dapat menurunkan faktor risiko terhadap kejadian kanker
serviks23

2. Sekunder

Tes pap smear dilakukan unduk mendeteksi dini dari keadaan ini
pada wanita risiko sedang dan tinggi. 23

Vaksin HPV

Vaksin HPV terbuat dari cangkang protein kosong yang disebut


VPL (virus-like particles), diciptakan dengan teknologi rekombinan.
Vaksin tidak mengandung material biologis hidup apapun atau DNA,
sehingga tidak bersifat infeksius. Terdapat dua jenis vaksin HPV saat ini
yaitu Quadrivalent vaccine (Gardasil) yang berisikan genotype 6, 11, 16,
18 dan Bivalent vaccine (Cervarix) yang berisikan genotype 16 dan 18. 24

1. Komposisi dan Jadwal pemberian

Quadrivalent vaccine (Gardasil) berisikan VLP dari genotip HPV 6,


11, 16, dan 18. Substrat dari vaksin ini adalah ragi (S. cerevisiae) dengan
adjuvant aluminium hidroksifosfat sulfat (225ug). Diberikan 3 x dengan
dosis 0.5 ml secara intramuscular dengan jarak 2 bulan antara dosis ke-1
dan ke-2 serta jarak 6 bulan antara dosis dosis ke-1 dan ke-3. Bivalent

40
vaccine (Cervarix) berisikan VLP dari genotip HPV 16 dan 18. Substrat
dari vaksin ini adalah Baculovirus expression system dengan adjuvant
aluminium hidroxida (500ug) dan 50 ug 3-deacylated monophosphoryl
lipid A. Diberikan 3 x dengan dosis 0.5 ml secara intramuskular dengan
jarak 2 bulan antara dosis ke-1 dan ke-2 serta 6 bulan antara dosis ke-1 dan
ke-3 . Berdasarkan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), vaksin HPV
dapat diberikan saat anak menginjak usia 10 tahun. Jadwal pemberian
untuk vaksin bivalent adalah pada saat 0, 1, 6 bulan dan untuk vaksin
tetravalent adalah 0, 2, 6 bulan . Satu bulan setelah pemberian dosis ke-3
vaksin HPV, hamper 100% wanita berusia 15 – 26 tahun yang
mendapatkan vaksin tersebut memiliki antibody yang lebih tinggi 10 – 104
kali dibanding dengan yang mendapatkan infeksi virus HPV secara alami.
Perlindungan dapat terjadi hingga 5 tahun lepas vaksinasi ]]. Vaksin harus
disimpan dalam suhu 35oF – 46oF dan vaksin tidak boleh terkena cahaya
matahari. 24

2. Proteksi Silang terhadap genotype lain

Hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksin quadrivalent dan bivalent


dapat memberikan proteksi terhadap genotip HPV 31 dan 45. Follow up
pada penelitian fase II vaksin bivalent, ditemukan kasus infeksi akibat
HPV 45 (1 kasus dari 528 subjek yang telah mendapatkan vaksin dan 17
subjek yang mendapatkan placebo). Vaccine efficiency (VE) = 94.2%
[63.3 , 99.9] dan tipe 31 (14 vs 30 kasus; VE = 54.5%[11.5, 77.7]) . 24

3. Kontraindikasi dan Efek samping

Vaksin tidak boleh diberikan kepada orang yang memiliki reaksi


hipersensitif (e.g syok anafilaksis) dan ibu hamil. Apabila pasien hamil
setelah pemberian vaksin, maka dosis lanjutan harus ditunda hingga pasien
telah melahirkan. Efek samping yang umum ditemukan pada pasien adalah
pada daerah suntikan biasanya kemerahan dan bengkak. Efek samping
yang umumnya dirasakan secara sistemik adalah fatigue, sakit kepala,
myalgia, gejala saluran pencernaan, atralgia, sinkop, dan nyeri perut. 24

41
4. Hasil Penelitian Terkait

Vaksinasi HPV 16 - `8 bertujuan mencegah infeksi HPV 16 – 18.


Wright dkk melakukan penelitian efektivitas vaksin HPV (penelitian fase
3/FUTURE 1) yang dilakukan kepada 2261 sampel yang diberi vaksin
HPV dan sejumlah 2279 diberi placebo. Pada kelompok yang diberikan
vaksin tidak dijumpai sampel yang menderita infeksi HPV ataupun NIS,
sedangkan pada kelompok yang diberikan placebo ditemukan lesi
prakanker dan infeksi HPV sebanyak 40 dari 2279 sampel penelitian . 25

Secara umum, vaksin HPV dibagi atas 2 yaitu vaksin HPVyang


bivalent dan quadrivalent. Penggunaan vaksin HPV ini bertujuan untuk
mengurangi kejadian kanker serviks terutama pada usia dewasa muda.
Kandungan vaksin HPV bivalent adalah Vaksin rekombinanyang
disiapkandari protein L1dari HPV tipe 16 and 18, dan kandungan vaksin
HPV quadri valent adalah vaksin rekombinan dari HPV tipe 6, 11, 16 dan
18. 25

1. Vaksin HPV bivalent


Diindikasikan untuk pencegahan precancers serviks dan kanker
serviks terkait dengan jenis HPV onkogenik 16 dan 18. 25

Anak perempuan dan perempuan (berusia 9-25 tahun): 0,5 mL IM


dosis 3X pada 0, 1, dan 6 bulan (FDA menyetujui dosis berlabel)

a. Rekomendasi CDC
1) Anak perempuan dan perempuan berusia 9-26 tahun: 0,5 ml
IM selama 3 dosis diberikan pada jadwal 0, 2, dan 6 bulan.
2) CDC merekomendasikan vaksinasi rutin untuk perempuan
di usia 11 atau 12 tahun dengan baik HPV2 atau HPV4;
mungkin mulai seri vaksinasi sejak usia 9 tahun
3) CDC merekomendasikan vaksinasi rutin untuk perempuan
pada usia 13-26 tahun dengan baik HPV2 atau HPV4 jika
tidak divaksinasi sebelumnya

42
4) Jika usia 26 y dicapai sebelum seri vaksinasi selesai, dosis
yang tersisa dapat diberikan setelah usia 26 tahun
b. Diindikasikan untuk pencegahan penyakit-penyakit berikut
yang disebabkan oleh HPV tipe 16 & 18
1) kanker serviks
2) Intraepithelial neoplasia serviks (CIN grade 2 atau lebih
buruk)
3) Adenokarsinoma in situ
4) Intraepithelial neoplasia serviks (CIN) kelas 1
Informasi lai : menyuntikkan IM di wilayah deltoid lengan atas

2. Vaksin HPV quadrivalent


Pencegahan Penyakit Disebabkan oleh Jenis HPV 6, 11, 16, & 18
0,5 mL IM x3 dosis yang diberikan pada 0, 1-2, & 6 bulan

a. Diindikasikan untuk pencegahan pada anak perempuan &


wanita (9-26 tahun)
1) Serviks, vulva, dan kanker vagina yang disebabkan oleh
HPV tipe 16 & 18
2) Kutil kelamin (kondiloma acuminata) yang disebabkan oleh
HPV tipe 6 & 11
3) CDC merekomendasikan seri 3 dosis vaksinasi rutin untuk
anak perempuan pada usia 11-12 tahun
4) Catch-up vaksinasi: seri 3 dosis bagi mereka yang berusia
13 sampai 26 tahun
5) Jika usia Sudah 26 tahun sebelum seri vaksinasi selesai,
dosis yang tersisa dapat diberikan setelah usia 26 tahun
(pedoman CDC)
b. Lesi prakanker atau displasia pada anak perempuan & wanita
(9-26 tahun) yang disebabkan oleh HPV tipe 6, 11, 16, & 18
1) Serviks intraepithelial neoplasia kelas 2/3
2) Adenokarsinoma serviks in situ

43
3) Intraepithelial neoplasia serviks (CIN) kelas 1
4) Neoplasia intraepithelial vulva (VIN) grade 2/3
5) Intraepithelial neoplasia vagina (sia-sia) grade 2/3
c. Diindikasikan untuk pencegahan anak laki-laki & laki-laki (9-
26 tahun)
1) Kutil kelamin (kondiloma acuminata) yang disebabkan oleh
HPV tipe 6 & 11
2) Pedoman CDC ACIP merekomendasikan imunisasi rutin
untuk semua anak laki-laki berusia 11-12 Catch-up
vaksinasi: seri 3 dosis bagi mereka yang berusia 13 sampai
21 tahun
3) Juga, dianjurkan untuk laki-laki yang sebelumnya tidak
divaksinasi berusia 22-26 tahun yang
immunocompromised, infeksi HIV tes positif untuk, atau
yang berhubungan seks dengan laki-laki
4) kanker anus
5) Diindikasikan untuk pencegahan kanker dubur dan terkait
lesi prakanker yang disebabkan oleh HPV tipe 6, 11, 16,
dan 18 orang berusia 9-26 tahun 25

44
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Vaksin mengandung antigen yang sama atau bagian dari antigen yang
menyebabkan penyakit, tetapi antigen dalam vaksin adalah dalam
keadaan sudah dibunuh atau sangat lemah. Ketika mereka yang
disuntikkan ke dalam jaringan lemak atau otot, antigen vaksin tidak cukup
kuat untuk menghasilkan gejala dan tanda-tanda penyakit, tetapi cukup
kuat bagi sistem imun untuk menghasilkan antibodi terhadap mereka. Sel-
sel memori yang menetap akan mencegah infeksi ulang ketika mereka
kembali lagi berhadapan dengan antigen penyebab penyakit yang sama di
waktu-waktu yang akan datang. Dengan demikian, melalui vaksinasi,
anak-anak mengembangkan kekebalan tubuh terhadap penyakit yang
mestinya bisa dicegah. Namun perlu juga diingat bahwa karena vaksin
berupa antigen, walaupun sudah dilemahkan, jika daya tahan anak
atau host sedang lemah, mungkin bisa juga menyebabkan penyakit.
Karena itu pastikan anak/host dalam keadaan sehat ketika akan
divaksinasi. Jika sedang demam atau sakit, sebaiknya ditunda dulu untuk
imunisasi/vaksinasi.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Daili SF, B Indriatmi W. Infeksi Virus Herpes. Jakarta : Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. 2002 ; edisi 2. Jakarta
2. Siregar RS. Varisela.Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit; Edisi 2.
Jakarta ; EGC ;2004
3. Suwandi, Usman. 1990. Perkembangan Pembuatan Vaksin. Jakarta: Pusat
Penelitian dan Pengembangan PT Kalbe Farma
4. Retnoningrum, Debbie S. 2010. Prinsip Teknologi DNA Rekombinan.
Sekaloah Farmasi ITB. Bioteknologi Farmasi-FA 4202
5. Harahap Marwali. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta:
Hipokrates; 2000. H.94-96.
6. White David, Fenner Frank. Varicella-zoster virus. In: Medical Virology;
Fourth Edition. United Kingdom: Academic Press; 1994. P.330-334.
7. Rassner, Steinert. Penyakit virus varisela-zoster. Dalam: Buku Ajar dan
Atlas Dermatologi; edisi 4. Jakarta: EGC; 1995. H.44-45.
8. Lichenstein R. 2002 Oct 21. Pediatrics: Chicken vox or varicella. (serial
on the internet). 2013 (cited 2013 Jun 16):(about 4p). Available from:
http://www.emedicine.com
9. Hassan Rusepno, Alatas Husein. Varisela (cacar air,”chicken pox”).
Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid 2. Jakarta: INFOMEDIKA;
2007. P.637-640.
10. Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E. Varicella.
In: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine; seventh edition, vol 1
and 2. 2008. P.1885-1895.

11. Anonymous. Varicella. (homepage on the internet). 2013 (cited 2013 Jun
14):(about 8p). Available from: www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook.

12. Habif, T.P. Viral Infection. In : Skin Disease Diagnosis and Treatment. 3rd
ed. Philadelphia : Elseiver Saunders. 2011 .p. 235 -239.

46
13. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ.
Varicella and Herpes Zoster. In : Fitzpatrick. Dermatology in General
Medicine. 7 thed. New York : McGraw Hill Company.2008.p. 1885-1898.
14. James, W.D. Viral Diseases. In : Andrew’s Disease of the Skin Clinical
Dermatology. 11th ed. USA : Elseiver Saunder. 2011 .p. 372 – 376.

15. Marks James G Jr, Miller Jeffrey. Herpes Zoster. In: J Lookingbill and
Marks’ Principles of Dermatology. 4th ed. Philadelphia : Elseiver
Saunders. 2006 .p.145-148.
16. Centers for Disease Control and Prevention. Use of combination measles,
mumps, rubella, and varicella vaccine: recommendations of the Advisory
Committee on Immunization Practices (ACIP). MMWR Recomm
Rep.2010;59(RR–3):1–12
17. American Academy of Pediatrics, Committee on Infectious
Diseases.Prevention of varicella: update of recommendations for use of
quadrivalent and monovalent varicella vaccines in
children. Pediatrics.2011;128(3):630–632
18. Nelson, Ilmu Keseshatan Anak edisi 15 volume 11. 1996 ; EGC
19. Solorzano CC, et al. Elimination of Rubella and Congenital Rubella
Syndrome in the Americas. JID. 2011; 204 (suppl 2):S571-S578
20. Robert B et al.Efficacy Results of a Trial of a Herpes Simplex Vaccine.
NEJM. 2012; 366:34-43
21. Castle PE, Zhao FH. Population Effectiveness, Not Efficacy, Should
Decide Who Gets Vaccinated Against Human Papillomavirus via Publicly
Funded Programs. JID. 2011; 204 (3): 335-337
22. Andrijino. Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker
Serviks. Majalah Kedokteran Indonesia 2007
23. Laila Nuranna, Mohammad FariD Aziz, et al. Cervical cancer prevention
program in Jakarta, Indonesia. See and Treat model in developing
country. Journal of Gynecologic Oncology 2012
24. Bambang Dwipoyono. Kanker Serviks dan Vaksin HPV. Indonesian
Journal of cancer. 2007

47
25. FT Cutts, S Franceschi, S Goldie, X Castellsague, S de Sanjose, G
Garnett, et al. Human Papillomavirus and HPV Vaccine: a review.
Bulletin of the World Health Organization 2007; 85: 719 – 726.

48

Anda mungkin juga menyukai