Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Retardasi mental merupakan suatu keadaan penyimpangan tumbuh


kembang seorang anak sedangkan peristiwa tumbuh kembang itu sendiri
merupakan proses utama, hakiki, dan khas pada anak serta merupakan
sesuatu yang terpenting pada anak tersebut. Terjadinya retardasi mental
dapat disebabkan adanya gangguan pada fase pranatal, perinatal maupun
postnatal. Mengingat beratnya beban keluarga maupun masyarakat yang
harus ditanggung dalam penatalaksanaan retardasi mental, maka
pencegahan yang efektif merupakan pilihan terbaik (Saddock, 2014).

Retardasi mental merupakan keadaan yang memerlukan perhatian


khusus, dikarenakan pada anak retardasi mental mengalami keterbatasan
dalam memfungsikan dirinya sehingga akan menggangu adaptasi normal
terhadap lingkungan. Biasanya anak terdapat perkembangan mental yang
kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama yang menonjol ialah
intelegensi yang terbelakang (Saddock, 2014).

Fungsi diri pada anak normal yang berkembang baik adalah


melakukan aktivitas fisik serta sensorik, seperti motorik umum (duduk,
merangkak, berdiri, berjalan sendiri), bahasa (mengucapkan kata yang
didengar, dua kata ungkapan yang mewakili kalimat), pribadi dan sosial
(senyum responsif, makan secara mandiri, minum menggunakan cangkir,
menggunakan sendok, mengontrol buang air besar, berpakaian sendiri)
(Selikowitz, 2001), namun pada anak dengan retardasi mental akan
mengalami keterlambatan dibanding anak normal yang sebaya. Hal
tersebut ditunjukkan dengan tidak adekuatnya perilaku mengurus dan
merawat diri, bersosialisasi dengan teman sebaya, berkomunikasi serta

1
keterampilan-keterampilan adaptif yang lainnya (Elvira SD, Hadisukanto
G, 2013).

Berdasarkan The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural


Disorders, WHO, Geneva tahun 1994 retardasi mental dibagi menjadi 4
golongan yaitu Mild retardation (retardasi mental ringan), Moderate
retardation (retardasi mental sedang), Severe retardation (retardasi mental
berat), Profound retardation (retardasi mental sangat berat) (WHO, 1998).

Frekuensi retardasi mental terjadi sekitar 1-3% dari seluruh populasi


di amerika serikat. Menurut studi di Aberdeen dan Scotland di dapatkan
prevalensi retardasi mental berat didapatkan 1 dari 300 orang, dan 1 dari
77 untuk retardasi mental ringan. Menurut studi Isle of Wight pada tahun
1970, didapatkan 30% dari anak- anak yang mengalami retardasi mental
menunjukkan gangguan emosi atau perilaku (Maramis, 2005).

Prevalensi retardasi mental pada anak-anak di bawah umur 18 tahun


di negara maju diperkirakan mencapai 0,5-2,5% , di negara berkembang
berkisar 4,6%. Insidens retardasi mental di negara maju berkisar 3 & 4
kasus baru per 1000 anak dalam 20 tahun terakhir. Angka kejadian anak
retardasi mental berkisar 19 per 1000 kelahiran hidup. Banyak penelitian
melaporkan angka kejadian retardasi mental lebih banyak pada anak laki-
laki dibandingkan perempuan (Sularyo, 2000).

Pada suatu waktu diperkirakan adalah kira - kira 1% dari populasi,


insidensi retardasi mental sulit dihitung karena kesulitan mengenali
onsetnya. Pada banyak kasus, retardasi mungkin laten selama waktu yang
panjang sebelum keterbatasan seseorang diketahui atau karena adaptasi
baik. Prevalensi untuk RM ringan 0,37 – 0,59% sedangkan untuk RM
sedang, berat dan sangat berat adalah 0,3 – 0,4%. Dua insidensi tertinggi
adalah pada anak usia sekolah, dengan puncak usia 10 sampai 14 tahun.
Retardasi mental 1,5 kali lebih sering pada laki – laki dibandingkan
dengan wanita. Pada lanjut usia, prevalensi lebih sedikit karena mereka

2
dengan retardasi mental yang berat atau sangat berat memiliki angka
mortalitas yang tinggi yang disebabkan dari penyulit gangguan fisik yang
menyertai (Sularyo, 2000).

Oleh karena itu retardasi mental merupakan masalah di bidang


kesehatan masyarakat, kesejahteraan sosial dan pendidikan baik pada anak
yang mengalami retardasi mental tersebutmaupun keluarga dan
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai