Anda di halaman 1dari 6

Jevon Indra Susanto

High Altitude Physiology

1. Kenapa kita harus belajar topic ini, karena bisa saja kita tinggal atau pergi ke tempat
yang tinggi, bisa kita menjadi dokter ekspedisi di gunung, bidang physiology dalam
kondisi extreame
2. Bidang-bidang physiology : space, high altitude, medical, deep physiology
3. Altitude Level :
- Low altitude (500-2.000 m) : tak perlu adaptasi, tak mempunyai efek yang berarti,
aktivitas bisa turun tapi dipulihkan dengan aklimatisasi
- Moderate altitude (2.000 – 3.000 m) : mempunyai efek pada orang yang tidak
aklimatisasi. Aktivitas dan kapasitas aerobic menurun. Aktivitas bisa pulih atau
tidak pulih dengan aklimatisasi
- High altitude (3.000 – 5.500 m) : menyebabkan acute mountain sickness.
Aktivitas menurun dan tidak bisa pulih dengan aklimatisasi
- Extreme high altitude (>5.500 m) : menyebabkan efek hipoksia berat. Pemukiman
tertinggi berada pada 5.200 sampai 5.800 m
- Untuk tujuan kita, ketinggian =>1.500 m : ada sedikit efek fisiologis <1.500m

Bisa dilihat pada gambar terjadi


perubahan tekanan, tekanan O2
parsial(PO2) , dan temperature
pada bertambahnya ketinggian.
O2 berkurang dengan
berkurangnya tekanan atm

4. Tekanan barometric rendah pada ketinggian


- Tekanan barometric (Pb) pada sea level adalah 760 mmHg
- Tekanan parsial oxygen (PO2) : tekanan parsial oxygen adalah porsi Pb exerted by
O2. 0,2093 x Pb ~ 159 mmHg pada sea level. Berkurangnya PO2 pada ketinggian
dapat menyebabkan terbatasnya aktivitas gerak/penurunan performance
- Hypobaria : berukurangnya Pb pada ketinggian dapat menyebabkan hypoxia dan
hypoxemia
- Sea level (<500 m) tidak berefek
5. Kondisi lain lingkungan pada ketinggian
- Temperatur udara pada ketinggian : temperatur menurun 1oC setiap 150m
pendakian/kenaikan
- Kelembaban pada ketinggian : tekanan parsial dari air (P H2O). Udara yang dingin
mengandung air yang sedikit maka udara pada ketinggian sangat dingin dan
1
Jevon Indra Susanto

sangat kering. Udara yang kering dapat menyebabkan dehidrasi yang cepat di kulit
dan paru
- Solar radiasi meningkat saat ketinggian : karena pada ketinggian sinar UV sedikit
melewati atmosphere. Air dapat menyerap radiasi matahari tapi pada ketinggian
air di udara sedikit/kelembaban rendah maka radiasi tidak terserap. Pada
ketinggian ada salju, salju tersebut merefleksikan radiasi matahari maka dari itu
peseluncur salju biasanya menggunakan kacamata agar tak buta karena radiasi
6. Respon Fisiologi pada Peningkatan ketinggian yang Cepat/ Akut : Respirasi
mengalami perubahan
- Peningkatan ventilasi paru segera : peningkatan tersebut bisa saat istirahat dan
submaximal exercise (tapi tidak maximal exercise). Penurunan PO2 menstimulasi
kemoreseptor di aortic arch dan carotids. Peningkatan volume tidal terjadi
beberapa jam sampai hari.
- Peningkatan ventilasi pada ketinggian disebut juga hyperventilasi. Saat ventilasi
meningkat segera agar O2 banyak masuk, otomatis CO2 akan cepat dikeluarkan.
CO2 untuk menjaga keseimbangan asam basa(CO2 bersifat asam), karena CO2
banyak yang dibuang maka terjadi respiratory alkalosis. ppt : alveolar PCO2 →
↑CO2 gradient, loss. Blowing off CO2 = respiratory alkalosis
- Respiratory alkolosis menyebabkan tingginya pH darah yang menyebabkan kurva
oxyhemoglobin bergeser ke kiri yang artinya Hb gampang melepas O 2.
Mencegahnya hypoxia lebih lanjut makan terjadi hyperventilasi
- Ginjal mengekskresi bicarbonate yang banyak untuk meminimal kapasitas basa
darah. Hal itu bertujuan untuk melawan alkalosis agar pH darah turun menjadi
normal. Tadi kan paru mengalami alkalosis maka ginjal memperbaikinya dengan
asidosis metabolic
- Difusi paru : difusi paru berkurang karena penurunan tekanan O 2 di alveoli. ppt :
pada istirahat tidak ada batas pertukaran gas pada darah. Pada ketinggian alveolar
PO2 = cappilary PO2. Hypoxemia merefleksi langsung alveolar PO2 yang rendah
- Oxygen transport : penurunan alveolar PO2 menyebabkan penurunan O2
hemoglobin saturasi sehingga disosiasi kurva hemoglobin bergeser kekiri (dengan
begitu Hb gampang melepas O2 jaringan) . Bentuk dan pergeseran kurva untuk
meminimalkan desaturasi.

2
Jevon Indra Susanto

- Penurunan pertukaran gas pada otot : PO2 gradient menurun pada otot. Pada sea
level 100-40 = 60 mmHg gradient. Pada 4.300 m ketinggian 42-27 = 15 mmHg
gradient (gambarnya diatas karena gradientnya semakin kecil jadi semaking
gampang Hb melepas O2 ) . Difusi O2 pada otot menurun dengan signifitcant
- Lokasi gradient berubah kritis : hemoglobin desaturasi pada paru sedikit atau tidak
menimbulkan efek. Menurunnya PO2 gradient pada otot menyebabkan
menurunnya kapasitas exercise
- Efek jangka pendek adalah volume plasma menurun pada beberapa jam :
hilangnya air respirasi dan peningkatan produksi urine. Kehilangan 25% volume
plasma. Peningkatan jangka pendek hematocrit dan kepadatan O2
- RBC count meningkat pada beberapa minggu sampai bulan : hypoxemia memicu
pelepasan EPO dari ginjal. Meningkatnya produksi RBC di sumsum tulang. Efek
jangka panjang meningkatnya hemotokrit. Seperti orang kintamani mukanya
merah karena RBC banyak
- Peningkatan Cardiac Output (tapi terjadi penurunan volume plasma dan volume
stroke) : terjadi pada istirahat dan submaximal exercise (tidak maksimal).
Memberikan O2 yang lebih pada jaringan per menitnya. Peningkatan sistem saraf
simpatik menyebabkan peningkatan heart rate. Tidak efeksien dan adaptasi jangka
pendek (6-10 hari)
- Setelah beberapa hari, otot mengekstrak O2 lebih : peningkatan (a-v) O2 berbeda.
Mengurangi kebutuhan untuk cardiac output
- Peningkatan basal metabolic rate : peningkatan sekresi thyroxine, peningkatan
sekresi cathecholamine. Harus meningkatkan asupan makanan agar
mempertahankan massa tubuh
- Ketergantungan lebih pada glukosa dari pada lemak
- Peningkatan metabolisme anaerobic menyebabkan asam laktat meningkat :
produksi asam laktat menurun dari waktu ke waktu. Tidak ada penjelasan tentang
paradox laktat
- Dehidrasi terjadi dengan cepat : kehilangan air melalui kulit dan ginjal.
Diperburuk dengan keringat karena exercise. Harus mengkonsumsi 3-5 L air / hari
- Nafsu makan menurn pada ketinggian : berpasangan dengan peningkatan
metabolismen menyebabkan berkurangannya 500 kcal/hari. Atlet dan pendaki
harus diedukasi tentang makan pada ketinggian
- Mempertahankan asupan besi untuk support peningkatan hematokrit

3
Jevon Indra Susanto

7. Stress Dataran tinggi berdapak pada penduduk dataran rendah : Resiko mendaki
- Penurunan performa fisik = (>1.200m)
- Resiko penyakit pada ketinggian (>2.400m)
- Penurunan performa nuoropsychological = sulit membuat keputusan (>2.400m)
ada namanya living high .... low : team olahraga tinggal di ketinggian latihan di
dataran rendah agar fisiknya semakin bagus
8. Faktor resiko High Altitude Stress : kecepatan pendakian, riwayat high altitude
exposure, variabel genetic, tidur di ketinggian(adaptasi terjadi pada saat tidur),
ketinggian maksimal yang dicapai
9. Resiko kesehatan akut pada ketinggian / gejala yang muncul adalah Acute altitude
(Mountain) Sickeness (AMS), HAPE, HACE
10. AMS : tubuh kurang O2 kegagalan adaptasi
- onset 6 sampai 48 jam setalah kedatangan , kebanyakan berbahaya pada hari
kedua sampai 3.
- Gejalanya sakit kepala, mual muntah, dyspnea (susah bernafas), insomnia.
- Bisa berubah menjadi kondisi yang mematikan
- Kejadian penyakit bervariasi tergantung ketinggian dicapai, kecepatan mendaki,
susceptibility (kondisi rentan). Frekuensi 7 – 22% pada ketinggian 2.500m sampai
3.500m. Kejadian pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki
- Penyebab yang mungkin : respon ventilasi kurang terhadap ketinggian, CO2
accumulates (berkumpul(?)), acidosis
- Pencegahan dan treatment : saat mendaki dengan cara bertahap/gradual. Bisa
dikasi medikal mentosa obat acetazolamide (+ streoid). Bisa dengan artificial
oxygen dan hyperbaric rescue bags
- AMS dapat berubah menjadi kondisi yang membahayakan yaitu High altitude
pulmonary edema (HAPE) dan High altitude cerebral edema (HACE). Kedua
keadaan tersebut membentuk edema karena trasudasi cairan ke jaringan karena
kerusakan kapiler akibat hipoksia. Keadaan tersebut terbentuk dari AMS yang
serius. Harus diobati segera
11. HAPE :
- Terkait seperti hypoxic pulmonary vasokontriksi. Terjadi pembentukan clot di
sirkulasi paru
- Gejala : nafas pendek, batuk, sesek, lelah, penurunan O2 darah, cyanosis,
kebingungan, tidak sadar
- Terapi : suplemen O2, segera turun ke ketinggian yang lebih rendah

4
Jevon Indra Susanto

12. HACE
- Komplikasi HAPE saat ketinggian >4.300m. Edemic pressure buildup in
intracranial space
- Gejala : kebingungan, letargi, ataxia, tidak sadar, kematian
- Terapi : suplemen O2, hyperbaric bag, secepatnya turunkan ke ketinggian yang
lebih rendah

13. Terapi Altitude sickness : stop mendaki, turun (paling efektif), istirahat, membawa
obat untuk pencegahan, oxygen, hyperbaric bag(orang dimasukin terus dipompa agar
tekanannya lebih besar) (>2psi)

Hyperbaric Bag

14. Pencegahan altitude sickness : aklimatisasi/adaptasi pada ketinggian dibawah 1.200


meter biasanya butuh waktu 14 hari untuk mendapat fungsi normal
- AMS : diamox (Acetazolamide)
- HACE : dexamethasone (Corticosteroid)
- HAPE : nifedipine (calcium channel blocker), sildenafil, tadalafil (5-PDE
inhibitor), Salmeterol (b2-adrenergic agonist)
15. Aklimatisasi ketinggian : penyesuaian fisiologi untuk mengkompensasi penurunan
ambient oxygen dan pemulihan homeostasis. Keuntungan aklimatisasi :
- Pemulihan performa mental : 1-2 hari
- Penurunan kerentanan pada penyakit ketinggian : 2-5 hari
- Peningkatan kualitas tidur : 5-7 hari
- Peningkatan performa pekerjaan fisik : 5-14 hari
- Keseluruhan meningkatkan ketahanan
5
Jevon Indra Susanto

16. Prosedur Altitude Aklimatisasi


- Mendaki dengan ketinggian yang cukup agar menginduksi aklimatisasi tapi
jangan terlalu tinggi
- Bertahan beberapa waktu pada ketinggian tertentu
- Cara menginduksi aklimatisasi : mendaki secara bertahap, itermittent altitude
exposure protocols.
- Above 8.000 ft (2.400m)
o Mendaki perlahan (tidak lebih 1.000 ft per hari)
o Mendaki dengan staged (4-10 hari pada 6.000-8.500 ft)
o Intermitent Altitude Exposures (4 jam diam di suatu ketinggian ,sehari
untuk 1 atau lebih minggu)
Saat mendaki butuh waktu yang lumayan karena perlu adaptasi dengan dari base
camp naik ke atas terus turun lagi ke base camp tidur lagi terus naik lagi ada
jadwalnya ini merupakan intermitent altitude exposure

Anda mungkin juga menyukai