Anda di halaman 1dari 13

Jurnal

September 2017

Kejadian Konjungtivitis Neonatorum di Rumah Sakit


Rujukan Regional Mbarara, Uganda Barat Daya

OLEH :
Novita Suryana
Fathia Rianty
Primananda Ayu Putri

PEMBIMBING :
dr.Gita Mayani, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN MATA RSUD ABDUL MANAP KOTA JAMBI

2017

1
LEMBAR PENGESAHAN
JURNAL

Kejadian konjungtivitis neonatorum di Rumah Sakit


Rujukan Regional Mbarara, Uganda Barat Daya

Oleh:
Novita Suryana
Fathia Rianty
Primananda Ayu Putri

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN MATA RSUD ABDUL MANAP KOTA JAMBI

TAHUN 2017

Jambi, September 2017


Pembimbing

dr.Gita Mayani, Sp.M

2
Kejadian konjungtivitis neonatorum di Rumah Sakit
Rujukan Regional Mbarara, Uganda Barat Daya

Ayebazibwe B1, Twinamasko A2, Waddell K1


1Department of Ophthalmology, Mbarara University of Science and Technology (MUST)
and Ruharo Eye Centre, Uganda
2Department of Ophthalmology, Mbarara University of Science and technology (MUST),
Uganda

ABSTRAK
Tujuan: Untuk mengetahui kejadian kumulatif konjungtivitis neonatorum (NC)
pada bayi yang dilahirkan di Rumah Sakit Rujukan Regional Mbarara (MRRH),
menetapkan mikroorganisme yang menjadi penyebab dan resistensinya terhadap
antibiotik yang ada dan menentukan faktor yang berhubungan dengan
konjungtivitis neonatorum di antara bayi-bayi ini.
Metode: Penelitian kohort prospektif di mana bayi yang dilahirkan di MRRH
yang ibunya tinggal di kotamadya Mbarara direkrut dalam waktu 24 jam setelah
kelahiran dan tindak lanjut dilakukan setiap minggu sampai terjadinya NC, atau
pasiennya menghilang dan tidak dapat ditindaklanjuti atau melakukan
penyensoran administrasi pada 28 hari. Neonatus yang mengalami konjungtivitis
dilakukan swab konjungtiva yang diambil untuk mikrobiologi.
Hasil: Dari 438 bayi yang direkrut, 45 (10,3%) menghilang dan tidak dapat
ditindaklanjuti sementara 49 (11,2%, 95% CI 8,4-14,5) mengalami konjungtivitis
neonatorum selama 28 hari. Patogen yang terisolasi adalah Staphylococcus aureus
23 (67,65%), Klebsiella pneumoniae 7 (20,59%), Neisseria gonorrhoeae 3
(8,82%) dan Streptococcus pyogenes 1 (2,94%). Pada 15 (30,6%) dari 49 kultur
yang dilakukan tidak ada pertumbuhan. Patogen tersolasi yang diuji hanya
memiliki sensitivitas 18% terhadap tetrasiklin. Namun memiliki sensitivitas 100%
untuk gentamisin dan oksasilin, sementara sensitivitas yang sedikit lebih rendah
dicapai untuk ceftriaxone (76%), ciprofloxacin (68%) dan chloramphenical
(61%). Tidak menerima profilaksis dalam waktu 24 jam setelah kelahiran [OR
yang disesuaikan 4,85 CI (1,17 - 20,19)] dan dirawatnya neonatal ke Unit

3
Perawatan Intensif Neonatal (NICU) setelah dilahirkan [OR yang disesuaikan
6.03 CI (1,09 - 33,32)] secara independen terkait dengan kemungkinan menderita
NC yang lebih tinggi.
Kesimpulan: Tanpa diduga, kejadian NC ternyata tinggi. Dirawatnya neonatal di
NICU dan kurangnya profilaksis dalam waktu 24 jam merupakan faktor risiko
untuk menderita NC.

PENDAHULUAN
Konjungtivitis neonatorum (NC) adalah salah satu penyebab gangguan
penglihatan dan kebutaan pada anak yang dapat dihindari, yang menjadi prioritas
dalam program Vision 2020. Insidensi dan prevalensi NC secara global telah
berkurang sejak diperkenalkannya metode profilaksis Crede pada tahun 1881 dan
pengendalian infeksi menular seksual (IMS). Di negara maju, kejadian NC telah
berkurang menjadi sekitar 0,04%1 namun, di negara-negara berkembang, kejadian
NC setinggi 16%. Beberapa organisme telah diisolasi dari bayi yang baru lahir
dengan NC, yang mana menunjukkan pola kerentanan antibiotik yang berbeda
sesuai dengan wilayah geografis dan apakah merupakan konjungtivitis yang
didapat di komunitas atau rumah sakit2,3. Beberapa faktor yang terkait dengan NC
mencakup faktor ibu seperti asuhan antenatal yang kurang baik sehingga skrining
dan pengobatan IMS kurang baik termasuk HIV / AIDS maternal4 dan persalinan
lama5,6. Faktor neonatal seperti prematuritas8 dan berat badan lahir rendah, trauma
okular saat persalinan, dacryostenosis kongenital, dan sumbatan saluran lakrimal
nasal kongenital sering dikaitkan NC, begitu juga penggunaan yang tidak adekuat
pada profilaksis okular segera setelah kelahiran4,8,9 dan rawat inap di rumah sakit /
NICU3,10.
Di klinik mata Ruharo Eye Centre (REC) dan Rumah Sakit Rujukan
Regional Mbarara (MRRH) di Uganda Barat Daya, NC menyumbang sekitar 80%
konsultasi neonatal dan 90% neonatus diakui memiliki kondisi mata dan
seringkali dengan datang dengan presentasi terlambat ke rumah sakit (Rekam
Medis Rumah Sakit, 2011). Kebutaan masa kanak-kanak yang dihasilkan
dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas anak usia dini yang tinggi8,11. Serta

4
dikaitkan dengan hilangnya kesempatan pendidikan bagi anak-anak dan
ketegangan sosial ekonomi pada keluarga saat merawat anak-anak yang sakit dan
tunanetra di tempat dengan keterbatasan sumber daya. Oleh karena itu tujuan
kami adalah untuk menentukan kejadian kumulatif konjungtivitis neonatorum
pada bayi yang dilahirkan di MRRH, menetapkan mikroorganisme penyebab dan
sensitivitasnya terhadap antibiotik yang tersedia dan menentukan faktor yang
terkait dengan konjungtivitis neonatorum di antara bayi-bayi ini sehingga dapat
menerapkan intervensi yang sesuai.

BAHAN DAN METODE


Desain penelitian: Penelitian kohort prospektif ini dilakukan di bangsal kebidanan
MRRH, Rumah Sakit Tersier dan Pengajaran untuk MUST. Layanan persalinan
dilengkapi untuk melakukan persalinan dan memiliki unit perawatan intensif
neonatal (NICU) yang dikelola oleh seorang dokter anak. Protokol untuk proyek
ini disetujui oleh Institutional Ethics Review Committee universitas (MUST-IRC
No: 03/03/13) dan Konsil Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nasional Uganda
(UNCST; HS-1458).
Kami mendaftarkan bayi sehat yang dilahirkan di MRRH selama masa
penelitian, yang ibunya tinggal di Kota Mbarara dan menyetujui penelitian
tersebut, sementara semua bayi baru lahir yang mengalami malformasi pada saat
lahir dikeluarkan dari penelitian. Perekrutan dilakukan setiap hari antara jam 7:00
pagi dan 10:00 pagi di bangsal kebidanan (bangsal pascakelahiran dan pasca
operasi). Registrasi kelahiran digunakan untuk mengidentifikasi semua ibu yang
telah melahirkan dalam 24 jam terakhir. Kuesioner terstruktur kemudian diberikan
kepada ibu dan mata bayi yang baru lahir diperiksa. Alamat dan kontak ibu
(alamat rumah dan nomor telepon) dicatat dan kunjungan / pemeriksaan tindak
lanjut pertama pada semua neonatus dilakukan antara hari ke-5 dan hari ke-8
walaupun tanpa adanya dari pemberitahuan / panggilan dari ibu. Selanjutnya,
tindak lanjut via panggilan telepon dilakukan pada hari ke-14, hari ke-21 dan hari
ke-28 untuk semua ibu yang bayinya tidak menunjukkan salah satu dari tiga gejala
(mata merah, adanya kotoran mata atau pembengkakan palpebra). Untuk setiap

5
bayi dengan satu atau lebih gejala yang ditemukan selama tindak lanjut, baik dari
kunjungan atau dari telepon atau saat ibunya mengabari, pemeriksaan mata
dilakukan dan swab konjungtiva juga dilakukan. Pengobatan empiris dengan salep
mata tetrasiklin 1% (TEO) dan sirup eritromisin dimulai untuk semua bayi yang
memiliki gejala12 dan untuk kasus di mana N. gonorrhoeae dicurigai menjadi
penyebab dan/atau diisolasi, pengobatan lebih lanjut dimulai.
Prosedur mikrobiologi: Setelah mengambil swab konjungtiva, inokulasi titik
dibuat pada piring agar-agar coklat yang dipindahkan ke dalam tabung anaerobik /
ruang karbon dioksida ke laboratorium mikrobiologi universitas untuk
melanjutkan pembiakan pada karbon dioksida 5% pada suhu 35oC dan diperiksa
setiap hari. Sampel tersebut dibuang setelah 7 hari jika tidak ada pertumbuhan
yang dicatat.
Dari spesimen swab konjungtiva, pewarnaan gram instan dan pewarnaan
Giemsa dilakukan. Uji sensitivitas dilakukan dengan menggunakan metode difusi
disk agar-agar konvensional sesuai dengan Institusi Standar Laboratorium dan
Klinis13. Antibiotik yang diuji termasuk; Gentamisin (10μg), tetrasiklin (30μg),
kloramfenikol (30 μg), ciprofloxacin (1μg), ceftriaxone (30μg), eritromisin
(15μg), penisilin G (20μg), ampisilin (10μg), amoksisilin (20μg), dan oxacillin
(1μg ). Bacitracin hanya digunakan untuk Streptococcus pyogenes.
Analisis statistik: Data kuesioner yang diturunkan dimasukkan ke dalam paket
perangkat lunak Microsoft Excel (Excel Version 2007) dan entri yang hilang telah
diperbaiki setiap hari. Dengan menggunakan lembar penyebaran Excel yang sama,
kami membuat tanggal tindak lanjut dan pengingat tanggal tindak lanjut. Data dari
lembar penyebaran Microsoft Excel diekspor ke paket perangkat lunak STATA
(Versi 11.0) untuk analisis lebih lanjut. Statistik deskriptif dan analitik dilakukan
pada variabel-variabel yang diinginkan. Data ditabulasikan dan disajikan dengan
odds ratio, nilai p dan confident interval.
Tabulasi digunakan dan proporsi anak-anak dengan NC selama masa
tindak lanjut dilaporkan. Kami merangkum informasi mikrobiologi untuk
menyajikan penyebab NC paling umum yang diisolasi dan pola sensitivitas
organisme yang paling umum ditentukan. Tabulasi frekuensi dan proporsi untuk

6
organisme yang berbeda diisolasi dan kerentanannya terhadap antibiotik telah
dilaporkan. Faktor-faktor yang terkait dengan NC dinilai dengan regresi logistik.
Pertama kami melakukan analisis univariat untuk menilai asosiasi berbagai
prediktor yang tidak disesuaikan. Prediktor yang memiliki nilai p <0,2 dan mereka
yang diketahui hubungannya dari tinjauan literatur, diidentifikasi dan dimasukkan
ke dalam model penyesuaian multivariabel akhir apakah nilai p mereka signifikan
atau tidak. Nilai p 0,2 dipilih karena lebih inklusif dan menjaga kemungkinan
pembaur negatif. Diagnosis regresi (uji Link dan uji goodness-of-fit logistik)
dilakukan. Dari diagnosa regresi, tidak ada bukti kekurangan kesesuaian (p =
0.177). Faktor yang terkait dilaporkan dalam tabel dengan masing-masing odds
ratio (OR), confidence interval 95% (CI) dan nilai P.

HASIL
Data deskriptif (karakteristik awal, Tabel 1)
Neonatus: Dari 438 bayi yang terdaftar, 230 (52,5%) adalah laki-laki. Berat lahir
rata-rata adalah 3,2 kg (minimal 1,4 - maksimum 4,8) dan hanya 59 (13,5%) yang
menerima profilaksis tetrasiklin dalam waktu 24 jam setelah kelahiran. Tiga puluh
lima (8,0%) neonatus lahir dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu. Pada
saat perekrutan, 4 (0,9%) bayi mengalami pembengkakan kelopak mata, 2 (0,5%)
memiliki sekret kelopak mata dan 1 (0,2%) mengalami kemerahan pada
konjungtiva. Sembilan bayi (2,0%) dirawat di NICU sebelum ibu dipulangkan
dari bangsal pasca persalinan.
Ibu: Usia rata-rata ibu adalah 24 tahun (minimal 14 - maksimal 41) dan 164
(37,4%) adalah ibu nullipara. Juga, 99 (22,6%) memiliki setidaknya satu episode
infeksi urogenital (Tabel 1). Tujuh puluh dua (16,4%) ibu mengalami ketuban
pecah dini dan 66 (15,1%) mengalami persalinan lama. Secara keseluruhan, 338
(77,2%) ibu menjalani persalinan per vaginam.
Kejadian kumulatif: Sebanyak 438 bayi dimasukkan ke dalam penelitian. Empat
puluh lima (10,3%) menghilang sehingga tidak dapat ditindaklanjuti sementara 49
neonatus [11,2%, 95% CI (8,4-14,5)] menunjukkan tanda klinis NC pada hari ke
28.

7
Mikroorganisme dan pola
resistensi: Dari 49 bayi dengan
NC klinis yang hasil kulturnya
tersedia, 34 (69,4%) memiliki
kultur positif, 14 (28,6%) tidak
memiliki pertumbuhan dan satu
(2,0%) mengalami kontaminasi.
Dari mereka dengan kultur
positif, 23 (67,7%) adalah
Staphylococcus aureus, 7
(20,6%) Klebsiella pneumonia,
3 (8,8%) Neisseria gonorrhea
dan 1 (2,9%) Streptococcus
pyogenes.
Pola sensitivitas
mikroorganisme terhadap
antibiotik: Uji sensitivitas
dilakukan pada 34 sampel.
Didappatkan sensitivitas 100%
untuk gentamisin dan oxacillin. Sensitivitas yang sedikit lebih rendah didapatkan
dari ceftriaxone (76%), ciprofloxacin (68%) dan chloramphenical (61%). Semua
bakteri resisten terhadap penisilin G. Staphylococcus aureus, yang merupakan
organisme yang paling terisolasi, kurang rentan terhadap antibiotik topikal yang
biasa digunakan seperti chloramphenical (52%) dan eritromisin (45%) namun
resisten terhadap tetrasiklin (91%). Neisseria gonorrhoeae (3 isolat) dan
Streptococcus pyogenes semuanya 100% sensitif terhadap siprofloksasin,
kloramfenikol, dan gentamisin. Bacitracin hanya digunakan untuk Streptococcus
pyogenes dan sensitif 100%. Klebsiella pneumoniae sensitif terhadap
kloramfenikol (100%), tetrasiklin (71%) namun resisten terhadap eritromisin
(67%).

8
9
Faktor yang berhubungan: Hubungan univariat dengan perkembangan NC
ditentukan (Tabel 2) dan semua prediktor yang memiliki nilai p kurang dari 0,2
dimasukkan dalam model multivariat (Tabel 3)

DISKUSI
Kejadian kumulatif: Insidensinya secara tidak terduga tinggi dengan 49 bayi
(11,2%, 95% CI (8,4 - 14,5)) dalam penelitian ini mengidap NC dibandingkan
14
dengan penelitian di negara tetangga Kenya yang melaporkan 2,1% juga di
negara-negara industri, proporsi ini cukup rendah yaitu 0,04% 1. Variasi ini dapat
dikaitkan dengan kurangnya kehadiran ANC, pemberian profilaksis topikal yang
tidak rutin pada saat kelahiran9 dan jenis profilaksis yang ditawarkan pada saat
perinatal. Seperti yang diamati dalam penelitian ini, tetrasiklin secara rutin
digunakan pada MRRH sementara povidone iodine digunakan dalam penelitian di
Kenya. Penelitian telah menunjukkan 2,5% larutan povidon iodine tidak memiliki

10
resistensi di semua spektrum bakteri dan juga virus dibandingkan dengan
antibiotik topikal9,15.
Pola mikroorganisme dan kerentanan: Dalam penelitian ini mikroorganisme yang
paling umum diisolasi adalah; Staphylococcus aureus (67,7%), Klebsiella
pneumonia (20,6%) dan Neisseria gonore (8,8%). Pola ini diamati pada penelitian
yang dilakukan di Kenya9 yang menemukan bahwa 39,7% bayi yang terinfeksi
disebabkan oleh staphylococcus, 5% Neisseria gonore dan mayoritas 50,5%
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis. Juga, Neisseria gonorrhea harus selalu
dicurigai secara klinis saat didapatkan sekret yang banyak dan harus segera
diobati tanpa menunggu hasil mikrobiologi karena berhubungan dengan
komplikasi okular yang cepat berkembang.
Selain itu, dari penelitian kami, kami menemukan 28,6% kultur negatif
dan ini mungkin bersifat steril (tidak menular) atau karena efek profilaksis atau
konjungtivitis klamidia yang tidak dapat dikonfirmasi pada mikroskop pewarnaan
Giemsa (yang memiliki sensitivitas sangat rendah) sehingga diperlukan
pewarnaan direct immune florescent (DIF) atau media jaringan khusus (kultur sel
McCoy) atau uji DNA-PCR yang semuanya terlalu mahal untuk dilakukan selama
penelitian ini8,16. Namun untuk menutupi kemungkinan konjungtivitis klamidia
sirup eritromisin oral secara empiris diberikan kepada semua bayi dengan NC
klinis.
Klebsiella pneumoniae diisolasi di antara neonatus yang dirawat di NICU.
Penelitian Chen dan Starr3 menemukan konjungtivitis Gram negatif yang paling
umum ditemukan di antara bayi yang dirawat di NICU. Staphylococcus aureus
adalah bakteri yang paling terisolasi yang resisten terhadap tetrasiklin (91%) obat
yang digunakan secara rutin untuk profilaksis tetapi sensitif terhadap oxacillin
(100%), ceftriaxone (74%) dan ciprofloxacin (74%) yang keduanya relatif mahal.
Namun Klebsiella pneumoniae sensitif terhadap tetrasiklin (71%) dan
kloramfenikol (100%), hal ini juga diamati oleh penelitian Chen dan Starr3 di
New York, di antara neonatus yang dirawat di NICU.
Faktor terkait (Tabel 1, 2 dan 3): Sejumlah faktor predisposisi yang dapat
dikaitkan dengan kejadian NC yang diamati di MRRH dipelajari. Ibu yang

11
menghadiri ANC setidaknya sekali ditemukan memiliki perlindungan sementara
tidak memberikan profilaksis pada mata bayi dalam waktu 24 jam setelah
kelahiran dan perawatan neonatal di NICU secara independen berhubungan
dengan peningkatan kemungkinan berkembangnya NC. Faktor lain termasuk berat
badan lahir rendah, status HIV ibu tidak diketahui, tidak memakai ART untuk ibu
HIV positif dan tinggal lebih dari 2 km dari rumah sakit memiliki kemungkinan
lebih banyak untuk berkembangnya NC meskipun tidak signifikan secara statistik.
Dari penelitian ini bayi yang tidak mendapatkan profilaksis memiliki
sekitar 5 kali lipat kemungkinan berkembangnya NC dibandingkan dengan
mereka yang mendapat profilaksis tetrasiklin (p-value = 0,030). Temuan ini tidak
mengherankan mengingat diperkenalkannya metode profilaksis perak nitrat Crede
menunjukkan penurunan nyata kejadian global NC1,8,11,15. Pembersihan rutin
kelopak mata bayi segera setelah kelahiraan dan profilaksis mengurangi
kemungkinan berkembangnya NC. Mengingat bahwa 3 (6,1%) dari 49 bayi
dengan NC telah mendapatkan profilaksis menunjukkan bahwa beberapa
profilaksis lebih baik daripada yang lainnya yang ditunjukkan oleh spektrum
kerentanan mikroba terhadap obat-obatan. Di Kenya, penggunaan povidone iodine
2,5% bahkan menghasilkan kejadian NC yang sangat rendah9,15.
Menghadiri ANC terkait dengan skrining urogenital / IMS dan pengobatan
serta tes HIV dan inisiasi ART yang berkontribusi terhadap pencegahan primer
NC4,17 yang menjelaskan temuan penelitian bahwa bayi dari ibu yang menghadiri
ANC setidaknya sekali memiliki peluang lebih sedikit (OR yang disesuaikan 0,04
, p-value 0,037) mengidap NC dibandingkan dengan mereka yang tidak hadir
sama sekali. Bayi yang dirawat di NICU kemungkinan 6 kali lebih banyak untuk
mengidap NC dibandingkan dengan yang tidak diobati [OR yang disesuaikan
6.03, p-value 0,039, 35% CI (1,09 - 33,32)]. Sebuah penelitian yang dilakukan di
New York di antara bayi-bayi yang dirawat di NICU menemukan bahwa bayi-
bayi ini memiliki berat badan lahir rendah dan lebih rentan terhadap konjungtivitis
gram negatif termasuk Klebsiella pneumoniae3. Berat badan lahir rendah sering
dikaitkan dengan prematuritas dan sering perlu masuk di NICU sehingga perlu
dirawat inap di rumah sakit untuk waktu yang lama. Juga mekanisme pertahanan

12
okular bayi ini tidak berkembang sepenuhnya sehingga didapatkan kemungkinan
lebih besar untuk menderita NC di rumah sakit daripada yang tidak dirawat. Hasil
yang mengejutkan dari penelitian ini menemukan bahwa usia kehamilan, cara
persalinan; ketuban pecah dini dan persalinan lama merupakan beberapa faktor
predisposisi ibu yang diketahui tidak signifikan secara statistik1,5,6 dan ini dapat
dikaitkan dengan ukuran sampel yang kecil.
Penelitian ini memang memiliki keterbatasan. Hanya MRRH yang dipilih
untuk penelitian di antara semua unit kesehatan yang menawarkan layanan ante
natal, natal dan post natal karena MRRH adalah rumah sakit tersier terbesar di
Uganda Barat Daya namun sampelnya mungkin berbeda dari satu tempat ke
tempat lain. Kami merekomendasikan penelitian lebih lanjut untuk menentukan
apakah sampel dari pusat lain serupa dengan yang kami isolasi di MRRH. Selain
itu, hanya mikroskopi pewarnaan Gram, pewarnaan Giemsa dan metode kultur
dan resistensi yang digunakan karena teknik diagnostik lain yang lebih cepat atau
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi sangat mahal. Ini adalah
batasan diagnostik khusus untuk Chlamydia trachomatis yang memerlukan
pewarnaan direct immunes fluorescent (DIF), kultur sel McCoy khusus atau DNA
PCR untuk identifikasi, pertumbuhan, dan konfirmasi.

KESIMPULAN
Tanpa diduga, kejadian NC ternyata tinggi. Sementara organisme
penyebab tersering adalah Staphylococcus aureus, dokter harus waspada terhadap
Neisseria gonore yang dikaitkan dengan perkembangan yang cepat akan
komplikasi okular yang parah sehingga perlu untuk segera dilakukan intervensi
untuk menyelamatkan mata bayi. Uji sensitivitas menunjukkan bahwa
ciprofloxacin, ceftriaxone dan gentamycin dapat digunakan sebagai monoterapi
empiris untuk mengobati NC di MRRH. Menghadiri ANC lebih dari sekali
melindungi bayi dari NC. Namun, dirawat di NICU dan tidak menerima
profilaksis dalam waktu 24 jam secara independen terkait dengan berkembangnya
NC.

13

Anda mungkin juga menyukai