Anda di halaman 1dari 26

PEMICU 1 (Pucat, Lemah)

Seorang perempuan berusia 38 tahun, G5P4A0H4 hamil 16 minggu, pekerjaan petani, datang
ke rumah sakit dengan keluhan merasa lemah, lekas lelah, wajah semakin pucat dan hamil.
Pada pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum baik , compos mentis, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik . Tidak ada
organomegali

1. Klarifikasi dan Definisi


Komposmentis : yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap
lingkungannya. pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.

2. Keyword
a. Wanita, 38 tahun. G5P4A0H4.
b. Hamil 16 minggu
c. Cepat lelah
d. Wajah pucat
e. Lemah

3. Rumusan Masalah
Wanita, 38 tahun hamil 16 minggu mengeluh cepat lelah dan wajah pucat.

4. Analisis Masalah
5. Hipotesis
Wanita, 38 tahun mengalami anemia defisiensi besi

6. Learning Issue
1. Bagaimana proses hematopoiesis?
2. Nutrisi apa saja yang mendukung hematopoiesis?
3. Apa definisi anemia?
4. Bagaimana struktur dan fungsi eritrosit?
5. Bagaimana patofisiologi konjungtiva anemis pada kasus?
6. Apa saja tanda dan gejala anemia?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk diagnosis?
8. Bagaimana penatalaksanaan anemia pada kasus?
9. Infeksi parasit apa saja yang bisa menyebabkan anemia?
10. Jelaskan tentang anemia megaloblastik.

7. Pembahasan
1. Bagaimana proses hematopoiesis?
Hemopoiesis adalah proses pembuatan darah. Sebagaimana diketahui, darah
terbagi atas :
 Bagian yang terbentuk (formed elements). Terdiri atas sel-sel darah merah
(eritrosit), sel-sel darah putih (leukosit), dan keping-keping darah
(trombosit) yang bentuknya dapat dilihat dengan mikroskop.
 Bagian yang tidak terbentuk. Plasma yang terdiri atas molekul-molekul air,
protein-protein, lemak, karbohidrat, vitamin-vitamin, enzim-enzim dan
sebagainya, yang larut dalam plasma.

Tiga komponen yang berperan penting pada hemopoiesis, yaitu:


 Kompartemen sel-sel darah merah terdiri atas:
Sel Induk Pluripoten (SIP)
Menurut teori unitarian, sel-sel darah berasal dari satu sel induk pluripoten.
Sel-sel ini jumlahnya sedikit, namun mempunyai kemampuan besar
berfloriferasi berkali-kali sesuai kebutuhan.

Pengenalan SIP ini diplopori oleh Till dan Mc Culloch pada tahun 1960-an
dengan penelitiannya yang menggunsksn teknologi pembiakan in-vivo pada tikus.
Merreka menamankan SIP itu sebagai CFU-S (Collony Forming Unit Spelen).
Selanjutnya Dexter pada dekade berikutnya mengembangjkan suatu media
pembiakan yang baik untuk pembiakan in-vitro dari SIP ini. Media ini mengaitkan
juga pentingnya LMH sedemikian sehingga CFU-S inin dapat hidup lebih lama
dan dinamakan Long Term Culture Initiatibng Cells (LTC-IC). Dalam media
Dexter terdapat sel-sel lingkungan mikro yang menghasilkan stimulator-stimulator
pertumbuhan homepoiesis yang disebut Hemopoetic Growth Factors(HGF) atau
juga Colony Stimulating factors (CSF) yang dapat menstimulasi koloni-koloni sel-
sel bakal darah untuk terus berploriferasi dan berdiferensiasi sesuai jalur turunnya
(lineage)nya. Dengan majunya ilmu imunologi ditemukan teknologi hibridoma
yang memungkinkan kita membuat antibodi monoklonal (Monoclonal Antibody)
(MoAb) dalam jumlah banyak; kemudian dikembangkan penemuan-penemuan
petanda-petanda imunologis di permukaan sel-sel darah yang dinamai menurut
sistem CD (Cluster of Differentiation). Petanda-petanda ini dapat dideteksi dengan
MoAb dan dengan teknik imunohistokimia atau flow cytometry.
Sel Bakal Terkait Tugas (SBTT) atau Comitted progenitor Hemopoetic Cells
Dengan stimulasi faktor pertumbuhan yang berasal dari LMH yang dinamakan
faktor sel induk (Stem Cell Factor = SCF), SIP dapat berdeferensiasi menjadi sel-
sel bakal darah yang terkait tugas (SBTT) yang terkait pada tugas menurunkan
turunan-turunan sel-sel darah merah, yaitu jalur-jalur turunan mieloid dan
makrofag disebut colony forming unit granulocyte, erythrocyte, magakaryocute,
monocyte (CFU-GEMM) dan jalur turunan limfosit. CFU-GEMM ini distimulasi
oleh GEMM-CSF untuk berdiferensiasi menjadi CFU-G, CFU-M, CFU-Meg dan
CFU-E. Seterusnya CFU-G distimulasi G-CSF; GM-CSF dapat menstimulasi
CFU-G dan CFU-MK menjadi sel-sel yang lebih tua (matur).
Sel-sel Darah Dewasa
Subkompartemen ini terdiri atas golongan granulosit (eosinofil, basofil, neutrofil),
golongan-golongan monosit/makrofag, trombosit, eritrosit, dan limfosit B dan T.

 Kompartemen lingkungan mikro hemopoetik


Di sumsum tulang sel-sel darah berada berbaur dengan jaringan lain yang terdiri
atas kumpulan macam-macam sel dan matriks yang disebut stroma dari sumsum
tulang. Stroma terdiri atas bermacam subkompartemen yaitu fibroblas, adiposit,
matriks ekstraseluler, monosit, makrofag dan sel-sel darah yang lain. CSF yang
merangsang pertumbuhan granulocyte disebut G-CSF, sedangkan yang monosit
dan makrofag disebut M-CSF. Stroma yang terdiri atas fibroblas, monosit,
makrofag, endotel, dsb disebut juga sebagai lingkunagn mikro hemopoetik
(LMH). Jadi jaringan LMH ini seakan-akan merupakan tanah yang menhidupi sel-
sel induk dan sel-sel bakal yang dianggap sebagai benih di persemaian. Kalau
stroma atau LMH ini rusak atau defisien maka pertumbuhan sel-sel darah akan
terganggu (hipoplastik sampai aplastik). Awalnya sel-sel bakal darah melekat
pada LMH melalui suatu molekul adhesi yang diproduksi oleh stroma, kemudian
melalui interaksi antar sel matriks sel bakal dirangsang untuk berdiferensiasi dan
berfungsi seperti yang sudah direncanakan.

 Kompartemen FPH (factor pertumbuhan hemopoetik) disebut juga HGF


(hemopoetik growth factor)
FPH adalah senyawa-senyawa yang dapat menstimulasi proliferasi, diferensiasi
dan aktifasi fungsional dari sel-sel bakal darah. FPH diproduksi oleh stroma.
Normalnya FPH hanya didapatkan dalam keadaan yang sedikit di dalam darah.
Awalnya orang membuat FPH dari sel-sel stroma yang dibiakkan. Senyawa-
senyawa FPH mempunyai tiga sifat biologis, yaitu :

Pleiotrofi artinya satu FPH dapat menstimulasi beberapa sel-sel bakal; misalnya;
IL-3 dapat menstimulasi CFU-G maupun CFU-E dan CFU-Meg meskipun dalam
derajat yang berbeda.

Redundansi artinya satu sel bakal dapat distimulasi oleh dua FPH, misalnya;
CFU-E dapat distimulasi oleh IL-3 maupun oleh E-CSF meskipun dalam derajat
yang berbeda.

Transmodulasi reseptor artinya reseptor sel bakal A dapat pula berfungsi sebagai
reseptor sel bakal B.
Hematopoiesis pada manusia terdiri atas beberapa periode :

1. Mesoblastik

Dari embrio umur 2 – 10 minggu. Terjadi di dalam yolk sac. Yang dihasilkan
adalah HbG1, HbG2, dan Hb Portland.

2. Hepatik

Dimulai sejak embrio umur 6 minggu terjadi di hati Sedangkan pada limpa terjadi
pada umur 12 minggu dengan produksi yang lebih sedikit dari hati. Disini
menghasilkan Hb.

3. Mieloid

Dimulai pada usia kehamilan 20 minggu terjadi di dalam sumsum tulang, kelenjar
limfonodi, dan timus. Di sumsum tulang, hematopoiesis berlangsung seumur
hidup terutama menghasilkan HbA, granulosit, dan trombosit. Pada kelenjar
limfonodi terutama sel-sel limfosit, sedangkan pada timus yaitu limfosit, terutama
limfosit T.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan sel darah di antaranya
adalah asam amino, vitamin, mineral, hormone, ketersediaan oksigen, transfusi
darah, dan faktor- faktor perangsang hematopoietik.

Teori hematopoiesis:
 Monophyletic Theory (umum), bahwa seluruh sel – sel darah dihasilkan
dari satu sel induk (hemocytoblast).
Secara umum perkembangan sel darah dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kategori:
1. Pluripontial stem cell.
Atas dasar pemeriksaan kariotipe yang canggih (kromosom), semua sel darah
berasal dari satu sel induk pluripotensial dengan kemampuan bermitosis. Sel
induk berdiferensiasi menjadi sel induk limfoid dan sel induk myeloid yang
menjadi sel progenitor. Diferensiasi terjadi pada keadaan terdapat factor
perangsang koloni, seperti eritropoietin untuk pembentukkan eritrosit dan G-CSF
untuk pembentukkan leukosit. Sel progenitor mengadakan diferensiasi melalui
satu jalan. Melalui serangkaian pembelahan dan pematangan, sel-sel ini menjadi
sel dewasa tertentu yang beredar dalam darah. Sel induk sumsum dalam keadaan
normal terus mengganti sel yang mati dan member respons terhadap perubahan
akut seperti perdarahan atau infeksi dengan berdiferensiasi mejadi sel tertentu
yang dibutuhkan.

Pembentukan Sel Darah


Pada sumsum tulang terdapat sel-sel yang disebut sel stem hemopoietik
pluripoten, yang merupakan asal dari seluruh sel-sel dalam sirkulasi darah. Karena
sel-sel darah ini diproduksi terus-menerus sepanjang hidup seseorang, maka ada
bagian dari sel-sel ini masih tepat seperti sel-sel pluripoten asalnya dan disimpan
dalam sumsum tulang guna mempertahankan suplainya, walaupun jumlahnya
berkurnag sesuai dengan usia. Namun sebagian besar dari sel-sel stem yang
direproduksi akan berdiferensiasi untuk membentuk sel-sel lain. Asal sel yang
paling mula tidak dapat dikenali sebagai suatu sel yang berbeda dari sel stem
pluripoten, walaupun sel-sel ini telah membentuk suatu jalur sel khusus yang
disebut sel-stem committed.
Berbagai sel-stem committed bila ditumbuhkan dalam biakkan, akan
menghasilkan koloni tipe sel darah yang spesifik. Suatu sel-stem committed yang
menghasilkan eritrosit disebut unit pembentuk koloni eritrosit, dan singkatan
CFU-E digunakan untuk menandai jenis sel stem ini. Dmeikian pula uni yang
membentuk koloni granulosit dan monosit disingkat dengan CFU-GM, dan
seterusnya.

Pertumbuhan dan reproduksiberbagai sel stem diatur oleh bermacam-macam


protein yang disebut penginduksi pertumbuhan. Penginduksi pertumbuhan akan
memicu pertumbuhan tetapi tidak membedakan sel-sel. Membedakan sel-sel
adalah fungsi dari rangkaian protein yang lain, yang disebut penginduksi
diferensiasi. Masing-masing dari protein ini akan menghasilkan satu tipe sel stem
untuk berdiferensiasi sebanyak satu langkah atau lebih menuju tipe akhir pada sel
darah dewasa.

Pembentukkan penginduksi pertumbuhan dan penginduksi diferensiasi itu sendiri


dikendalikan oleh factor-faktor di luar sumsum tulang. Sebagai contoh, pada sel
darah merah, kontak tubuh dengan oksigen yang rendah selama waktu yang lama
akan mengakibatkan induksi pertumbuhan, diferensiasi, dan prodksi eritrosit
dalam jumlah yang sangat meningkat. Pada sel draah putih, penyakit infeksi akan
menyebabkan pertumbuhan, diferensiasi, dan akhirnya pembentukkan sel darah
putih tipe spesifik yang diperlukan untuk memberantas infeksi.

Tahap-tahap Diferensiasi Sel darah Merah


Sel pertama yang dapat dikenali sebagai bagian dari rangkaian sel darah merah
adalah proeritroblas dengan rangsangan yang sesuai, maka dari sel-sel stem CFU-
E dapat dibentuk banyak sekali sel ini. Sekali proeritroblas terbentuk maka ia akan
membelah beberapa kali sampai akhirnya terbentuk banyak sel darah merah yang
matur. Sel-sel generasi pertama ini disebut basofir eritroblas sebab dapat dipulas
dengan zat warna basa; pada saat ini sel mengumpulkan sedikit sekali
hemoglobin. Pada generasi berikutnya sel sudah dipenuhi oleh hemoglobin
dengan konsenstrasi sekitar 34%, maka nucleus memadat menjadi kecil dan sisa
akhirnya terdorong dari sel. Pada saat yang sama RE diabsorbsi. Pada tahap ini sel
disebut retikulosit karena masih mengandung sedikit bahan basofilik yaitu terdiri
dari sisa-sisa aparautus golgi, mitokondria, dan sedikit organel sitoplamik lainnya.
Selama tahap retikulosit sel-sel berjalan dari sumsum tulang masuk ke dalam
kapiler darah dengan cara diapedesis (terperas melalui pori-pori membrane
kapiler). Bahan basofilik yang tersisa dalam retikulosit normalnya akan
menghilang dalam waktu 1-2 hari dan sel kemudian menjadi eritrosit matur.
Karena waktu hidup eritrosit ini pendek maka konsentrasinya di antara seluruh sel
darah merah dalam keadaan normal kurang dari 1%.

Pembentukan Hemoglobin
Sintesis hemoglobin dimulai dengan proeritroblast dan kemudian dilanjutkan
sedikit dalam stadium retikulosit, karena ketika retikulosit meninggalkan sumsum
tulang dan masuk ke dalam aliran darah, maka retikulosit tetap membentuk sedikit
hemoglobin selama beberapa hari berikutnya.

Pembentukan hemoglobin dimulai ketika suksinil-KoA, yang dibentuk dalam


siklus Krebs, berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul pirol. Kemudian,
empat pirol bergabung dengan besi untuk molekul heme. Akhirnya, setiap molekul
heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang, yang disebut globin, yang
disintesis oleh ribosom, membentuk suatu subunit hemoglobin yang disebut rantai
hemoglobin. Tiap-tiap rantai ini mempunyai berat molekul kira-kira 16.000;
empat dari molekul ini selanjutnya akan berikatan satu sama lain secara longgar
untuk membentuk molekul hemoglobin yang lengkap.
Terdapat beberapa variasi kecil pada rantai subunit hemoglobin yang berbeda,
bergantung pada susunan asam amino di bagian polipeptida. Tipe-tipe rantai itu
disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gamma, dan rantai delta. Bentuk
hemoglobin yang paling umum pada orang dewasa, yaitu hemoglobin A,
merupakan kombinasi daridua rantai alfa dan dua rantai beta.
Karena setiap rantai mempunyai sekelompok prostetik hem, maka terdapat 4 atom
besi dalam setiap molekul hemoglobin; masig-masing dapat berikatan dengan 1
molekul oksigen, total membentuk 4 molekul oksigen (atau 8 atom oksigen) yang
dapat diangkut oleh setiap molekul hemoglobin. Hemoglobin A mempunyai berat
molekul 64.458. Sifat rantai hemoglobin menentukan afinitas ikatan hemoglobin
terhadap oksigen. Abnormalitas rantai ini dapat mengubah sifat-sifat fisik molekul
hemoglobin.

KOMBINASI HEMOGLOBIN DENGAN OKSIGEN. Gambaran paling penting


dari molekul hemoglobin adalah kemampuannya untuk dapat berikatan secara
longgar dan reversible dengan oksigen.

Oksigen tidak bergabung dengan dua ikatan positif besi dalam molekul
hemoglobin. Malahan, berikatan secara longgar dengan salah satu yang disebut
ikatan koordinasi atom besi. Ikatan ini begitu longgarnya sehingga gabungan
tersebut mudah terlepas. Selanjutnya, oksigen tidak menjadi oksigen ionic tetapi
diangkut ke jaringan sebagai oksigen molecular, yang terdiri dari dua taom
oksigen, yang karena longgarnya, siap untuk bergabung lagi, maka oksigen
dilepaskan ke dalam cairan jaringan dalm bentuk oksigen molecular terlarut,
bukan oksigen ionic.

2. Restricted Progenitor cell.


3. Functional Blood Cell
 Diphyletic Theory, bahwa limfosit dan monosit dihasilkan oleh satu
induk sel (lymphoblast), granular leukosit dan sel darah merah berasal
dari sel induk lainnya (myeloblast).
 Polyphyletic Theory, bahwa setiap sel induk menghasilkan setiap sel
darah yang berbeda.
aku kasih juga yah komponen-komponen darah, untuk yang belum tahu silahkan
baca di bawah ini mengenai komponen-komponen darah :
2. Nutrisi apa saja yang mendukung hematopoiesis?
Vitamin B12
- Berfungsi pada sintesis sel darah merah dan maturasi.
- Jika terjadi kekurangan, sel darah merah akan besar dan immature sehingga
anemia yang terjadi disebut anemia megaloblastik (atau lebih spesifiknya
anemia perniciosa).
Asam folat
- Berfungsi pada sintesis sel darah merah terutama pada maturasi
- Apabila kekurangan, akan mengalami anemia megaloblastik
Co (kobalt)
- Berfungsi dalam oksidasi besi (bisa ditansport dari lumen ke simpanan untuk
eritopoiesis, pembentukan sel normal sumsum tulang)
- Jika kekurangan, akan anemia hipokromik
Vitamin A, E, C
- Berfungsi sebagain antioksidan sehingga bisa mencegah hemolisis dari sel
darah merah
Riboflavin
- Aplasia sel darah merah ( anemia normositik)
B6 (pyridoxine)
- Berfungsi dalam pembentukan porphirin (heme)
- Apabila kekurangan akan mengakibatkan hipokromik anemia.

3. Apa definisi anemia?


Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer.

Jenis- jenis anemia


Mikrositik Normositik Makrositik
Defisiensi besi Perdarahan akut Defisiensi B12
Perdarahan kronis Anemia karena penyakit Defisiensi asam folat
kronik
Anemia dalam kehamilan Anemia aplastik Penyakit hati
Anemia sideroblastik Defisiensi banyak zat nutrisi Alkohol
Talasemia Anemia hemolitik
Keracunan timbal Kegagalan sumsum tulang

1. Anemia aplastik
Anemia aplastik adalah anemia yang disebabkan oleh disfungsi sumsum
tulang sehingga sel-sel darah yang mati tidak diganti. Biasanya terdapat
defisiensi sel darah merah, sel darah putih, trombosit. Defisiensi sel darah
merah saja bisa terjadi tetapi jarang.
Penyebab:
- Kanker sumsum tulang
- Perusakan sumsum tulang oleh autoimun
- Defisiensi vitamin
- Ingesti berbagai obat/ vitamin
- Radiasi/ kemoterapi
- Infeksi virus
Gejala: gejala klasik anemia ditambah perdarahan gusi dan gigi,
petekie, purpura, infeksi berulang jika terdapat defisiensi trombosit dan
sel darah putih juga.

2. Anemia hemolitik
Anemia yang terjadi karena destruksi sel darah merah yang berlebihan. Sel
darah merah yang tersisa bersifat normositik normokromik. Pembentukan
sel darah merah di sumsum tulang meningkat unutk memngganti sel sel
yang mati sehingga banyak sel darah merah yang belum matur/ retikulosit
dipercepat masuk ke dalam darah.
Penyebab:
- Defek genetik di sel darah merah yang mempercepat destruksi
- Idiopatik autoimun yang mendestruksi sel
- Pajanan obat atau toksin tertentu
Contoh; anemia sel sabit, anemia karena malaria, reaksi transfusi darah,
penyakit hemolitik bayi baru lahir.

3. Anemia pernisiosa
Anemia megaloblastik, terdapat sel-sel darah merah besar yang abnormal
dengan nuklei imatur (blastik). Terjadi karena defisiensi vitamin B12
dalam darah akibat defisiensi jumlahnya dari makanan atau defisiensi
faktor intrinsik. Gejalanya meliputi gejala klasik anemia ditambah
demensia, ataksia dan penurunan kemampuan sensorik karena degenerasi
mielin.

4. Anemia sideroblastik
Anemia yang ditandai dengan sel darah merah abnormal (sideroblas) di
dalam sirkulasi dan sumsum tulang. Sideroblas membawa besi di
mitokondria, bukan di hemoglobin, sehingga tidak mampu mengangkut
oksigen ke jaringan. Tidak terjadi defisiensi besi.
Penyebab; genetik, spontan, obat-obat tertentu seperti obat kemoterapi,
ingesti timah
Gejala: gejala klasik anemia, penimbunan besi yang menyebabkan adanya
hepatomegali dan splenomegali.

5. Anemia defisiensi folat


Anemia megaloblastik, pembentukan sel darah merah yang mempunyai
inti sel imatur. Asam folat penting untuk sintesis DNA dan RNA.
Gambaran klinisnya seperti gejala anemia klasik.
6. Anemia pasca perdarahan
Terjadi karena kehilangan darah secara mendadak pada orang sehat,
perdarahan bisa jelas atau samar. Gambaran klinis meliputi tanda klasik
anemia disertai peningkatan frekuensi jantung, peningkatan frekuensi
napas dan penurunan tekanan darah hingga penurunan tingkat kesadaran.

7. Anemia defisiensi besi


Anemia karena defisiensi besi dalam diet atau kehilangan darah secara
lambat dan kronis. Sering terjadi pada wanita hamil, wanita haid terutama
yang berolahraga. Penurunan jumlah sel darah merah memacu sumsum
tulang untuk melepaskan sel darah merah yang abnormal.

4. Bagaimana struktur dan fungsi eritrosit?


Sel darah merah (SDM) atau eritrosit adalah cakram bikonkaf tidak berinti
yang kira-kira berdiameter 8µm, tebal bagian tepi 2 µm dan ketebalannya
berkurang di bagian tengah menjadi hanya 1 µm atau kurang. Karena lunak
dan lentur maka selama melewati mikrosirkulasi sel-sel ini mengalami
perubahan konfigurasi. Stroma bagian luar membrane mengandung antigen
golongan darah A dan B serta factor Rh yang menentukan golongan darah
seseorang. Komponen utama SDM adalah hemoglobin protein (Hb), yang
mengangkut sebagian besar oksigen (O2) dan sebagian kecil fraksi krabon
dioksida (CO2) dan mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar
intraseluler. Molekul-molekul Hb terdiri atas 2 pasang rantai polopeptida
(globin) dan 4 kelompok heme, masing-masing mengandung sebuah atom
besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sesuai.
Rata-rata orang dewasa memiliki jumlah SDM kira-kira 5 juta per
millimeter kubik, masing-masing SDM memiliki siklus hidup sekitar 120 hari.
Keseimbangan tetap dipertahankan antara kehilangan dan penggantian normal
sel darah sehari-hari. Produksi SDM dirangsang oleh hormone glikoprotein,
eritropoietin, yang diketahui terutama berasal dari ginjal, dengan 10% berasal
dari hepatosit hari. Produksi eritropoietin dirangsang oleh hipoksia jaringan
ginjal yang disebabkan oleh perubahan-perubahan tekanan O2 atmosfer,
penurunan kandungan O2 darah arteri, dan penurunan konsentrasi hemoglobin.
Eritropoietin merangsang sel-sel induk untuk memulai proliferasi dan maturasi
sel-sel darah merah.
Semua langkah sintesis hemoglobin terjadi di dalam sumsum tulang.
Langkah-langkah akhir berlanjut setelah SDM imatur dilepas ke dalam
sirkulasi sebagai retikulosit.
Seiring dengan SDM yang semakin tua, sel tersebut menjadi kaku dan
fragil, akhirnya pecah. Hemoglobin terutama difagosit di dalam limpa, hati
dan sumsum tulang serta direduksi menjadi globin dan heme. Globin masuk
kembali ke dalam kumpulan asam amino. Besi dibebaskan dari heme, dan
bagian yang lebih besar diangkut oleh protein plasma transferin ke sumsum
tulang untuk produksi SDM. Sisa besi disimpan di hati dan jaringan tubuh lain
dalam bentuk feritin dan hemosiderin untuk digunakan di kemudian hari. Sisa
bagian heme direduksi menjadi karboon monoksida (CO) dan biliverdin. CO
diangkut dalam bentuk karboksihemoglobin, dikeluarkan melalui paru.
Biliverdin direduksi menjadi bilirubin bebas; yang kemudian perlahan-lahan
dilepas kedalam plasma, tempat bilirubin bergabung dengan albumin plasma
kemudian ke dalam sel-sel hati untuk dieksresi kedalam kanalikuli empedu.

5. Bagaimana patofisiologi konjungtiva pucat pada kasus?


Konjungtiva merupakan sekumpulan jaringan ikat yang berwarna
transparan hingga putih dan dialiri pembuluh darah. Karena warnanya yang
putih tadi, sehingga gambaran klinis sistemik yang berkaitan dengan
pembuluh darah (vasokonstriksi atau vasodilatasi) dapat terlihat dengan jelas
pada konjungtiva. Pada ITP, terjadi perdarahan perdarahan kecil di beberapa
pembuluh darah di seluruh yang tidak tertutupi oleh mekanisme pembekuan
darah, sehingga tubuh merespon dengan hanya memprioritaskan asupan nutrisi
dari pembuluh darah ke organ organ penting seperti otak, ginjal, paru paru, dll.
Organ organ perifer seperti konjungtiva akan dikurangi asupan nutrisinya
dengan mekanisme vasokonstriksi pada pembuluh darah konjungtiva sehingga
tampak gambaran konjungtiva pucat.

6. Apa saja tanda dan gejala anemia?


Gejala dan tanda Anemia
Karena jumlah efektif SDM berkurang, maka pengiriman O2 ke
jaringanberkurang. Kehilangan darah yang mendadak yang mendadak (30%
atau lebih), seperti pada perdarahan, mengakibatkan gejala-gejala hipovolemia
dan hipoksemia, termasuk kegelisahan, diaphoresis (keringat dingin),
takikardia, nafas pendek dan berkembang cepat menjadi syok. Namun,
berkurangnya SDM dalam waktu beberapa bulan (bahkan pengurangan
sebanyak 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk
beradaptasi, dan biasanya pasien asimptomatik, kecuali pada kerja fisik berat.
Tubuh beradaptasi dengan (1) meningkatkan curah jantung dan pernafasan,
oleh karena itu meningkatkan pengiriman O2 ke jaringan-jaringan oleh SDM,
(2) meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin, (3) mengembangkan volume
plasma dengan menarik cairan di sela-sela jaringa, dan (4) redistribusi aliran
darah ke organ-organ vital.
Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat.
Keadaan ini disebabkan oleh berkurangnya volume darah, berkurangnya
hemoglobin dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman oksigen ke
organ-organ vital. Warna kulit bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya
untuk pucat karena dipengaruhi oleh pigmentasi kulit, suhu, dan kedalaman
serta distribusi bantalan kapiler. Bantalan kuku, telapak tangan, dan membrane
mukosa mulut serta konjungtiva merupakan indicator yang lebih baik untuk
menilai pucat.
Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh peningkatan
kecepatan aliran darah) mencerminkan beban kerja dan curah jantung yang
meningkat. Angina (nyeri dada), khususnya pada orangtua dengan stenosis
koroner, dapat disebabkan oleh iskemia miokardium. Pada anemia berat, gagal
jantung kongestif dapat terjadi karena otot jantung yang anoksia tidak dapat
beradaptasi terhadap beban kerja jantung yang meningkat. Dipnea (kesulitan
bernafas), nafas pendek dan cepat lelah waktu melakukan aktifitas jasmani
merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing,
pingsan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat mencerminkan berkurangnya
oksigenasi pada system saraf pusat. Pada anemia yang berat juga ditemukan
gejala-gejala saluran cerna seperti anoreksia, mual, konstipasi atau diare dan
stomatitis (nyeri pada lidah dan membrane mukosa mulut); gejala-gejala
umumnya disebabkan oleh keadaan defisiensi, seperti defisiensi zat besi.

7. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk diagnosis?

Pemeriksaan Penunjang Anemia


A. Pemeriksaan Laboratorium
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang.
Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan
alat sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama
kehamilan, yaitu trimester I dan III.
2. Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau
menggunakan rumus:
a. Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila
kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang.
MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesiflk setelah
thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan
membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl,
mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung
dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal
27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan
membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom
< 30%.
3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan
menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk
inti, sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan
darah dapat dilihat pada kolom morfology flag.
4. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih
relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk
membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah
untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai
RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat
besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin.
MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari
kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin
dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15%.
5. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan
beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP
naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan
setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya
dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap
variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi
walaupun dalam praktik klinis masih jarang.
6. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah
cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi
serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi
serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada
kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi.
Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran
mutlak status besi yang spesifik.
7. Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi
serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat
menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal
dan keganasan.
8. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi,
merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang.
Penurunan jenuh transferin di bawah 10% merupakan indeks kekurangan
suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh
transferin dapat menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferin
umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator status
besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering
dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin dapat diukur
dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi total
(TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma.
9. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk
menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai
dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat
spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan
besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi.
Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi,
tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya
sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum feritin terletak pada
pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia dan jenis
kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari
pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin
pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat
sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan
mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan
ini mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita
hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/ l selama trimester II
dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi. Serum
feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi kronis,
infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur dengan mudah
memakai Essay immunoradiometris (IRMA), Radioimmunoassay (RIA), atau
Essay immunoabsorben (Elisa).
B. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi,
walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum
tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum.
Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler.
Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung
keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang
dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga
sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.

8. Bagaimana penatalaksanaan anemia pada kasus?

Terapi terhadap anemia defisiensi besi yaitu:


a. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdaharan. Misalnya pengabatan
cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengbatan menorrhagia. Terapi
kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besai dalam tubuh
(irin replacement therapy)
Terapi terhadap anemia defisiensi besi adalah dengan preparat besi oral atau
parenteral. Terapi oral ialah dengan pemberian preparat fero sulfat, fero gluconat,
atau Na-fero bisitrat.
Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1
g%/bulan. Efek samping pada traktus gastrointestinal relative kecil pada
pemberian preparat Na fero bisitrat dibandingkan dengan ferosulfat.
Kini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 μg asam
folat untuk profilaksis anemia.
Pemberian preparat parenteral yaitu denganferum dextran sebanyak 1000 mg
(2 ml) intravena atau 2 x 10 ml/IM pada gluteus, dapat menyingkirkan Hb relatif
lebih cepat yaitu 2 g%. Pemberian parenteral ini mempunyai indikasi intolerasi
besi pada traktus gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan yang buruk.
Efek samping utama ialah reaksi alergi, untuk mengetahuinya dapat diberikan
dosis 0,5 cc/IM dan bila tidak ada reaksi dapat diberikan seluruh dosis.
c. Pengobatan lain
 Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama
yang berasal dari protein hewani
 Vitamin C:nvintamin C diberikan 3 x 100 mg per hari untuk meningkatkan
absorpsi besi
 Transfusi darah: anemia defisiensi besi jarang memerlukan transfusi darah.
Indikasi pemberian transfusi pada anemia defisiensi besi adalah:
- Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung
- Anemia yang snagat simtomatik, misalnya anemia dengan gejala
pusing yang sangat menyolok
- Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti
pada kehamilan trimester akhir atau preoperasi.
Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk
mengurangi bahaya overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan
pemberian furosemid intravena.

9. Infeksi parasit apa saja yang bisa menyebabkan anemia?


Cacing Tambang
Cacing tambang dewasa adalah nematoda yang kecil, seperti silindris.
Bentuk kumparan (fusiform) dan berwarna pulih keabu - abuan. Cacing betina
( 9- 13x 0,35 - 0,6 mm) lebih besar daripada yang jantan (5 - 11 x 0,3 - 0,45
mm). A.duodenale lebih besar dari pada N. americanus. Cacing ini
mempunyai kutikilum yang relative tebal. Pada ujung posterior terdapat bursa
kopulatrik yang dipakai untuk memegang cacing betina selama kopulasi.
Bentuk badan N. americanus biasanya menyerupai huruf S, sedangkan A.
duodenale mempunyai huruf C

Cacing dewasa Ancylostoma duodenale

Cacing dewasa Necator americanus

Terdapat dua stadium larva, yaitu larva rhabditiform yang tidak infektif dan
larva filariform yang infektif. Larva rhabditiform bentuknya agak gemuk
dengan panjang sekitar 250 mikron, sedangkan larva filariform yang
bentuknya langsing, panjangnya kira-kira 600 mikron
Cacing tambang memiliki alat pengait seperti gunting yang membantu
melekatkan dirinya pada mukosa dan submukosa jaringan intestinal. Setelah
terjadi pelekatan, otot esofagus cacing menyebabkan tekanan negatif yang
menyedot gumpalan jaringan intestinal ke dalam kapsul bukal cacing. Akibat
kaitan ini terjadi ruptur kapiler dan arteriol yang menyebabkan perdarahan.
Pelepasan enzim hidrolitik oleh cacing tambang akan memperberat kerusakan
pembuluh darah. Hal itu ditambah lagi dengan sekresi berbagai antikoagulan
termasuk diantaranya inhibitor faktor VIIa (tissue inhibitory factor). Cacing
ini kemudian mencerna sebagian darah yang dihisapnya dengan bantuan
enzim hemoglobinase, sedangkan sebagian lagi dari darah tersebut akan keluar
melalui saluran cerna.
Masa inkubasi mulai dari bentuk dewasa pada usus sampai dengan
timbulnya gejala klinis seperti nyeri perut, berkisar antara 1-3 bulan.
Untuk meyebabkan anemia diperlukan kurang lebih 500 cacing dewasa.
Pada infeksi yang berat dapat terjadi kehilangan darah sampai 200 ml/hari,
meskipun pada umumnya didapatkan perdarahan intestinal kronik yang
terjadi perlahanlahan. Terjadinya anemia defisiensi besi pada infeksi
cacing tambang tergantung pada status besi tubuh dan gizi pejamu,
beratnya infeksi (jumlah cacing dalam usus penderita), serta spesies cacing
tambang dalam usus. Infeksi A. duodenale menyebabkan perdarahan yang
lebih banyak dibandingkan N. americanus.
Gejala klinis sering dihubungkan dengan jumlah telur yang ditemukan dalam
tinja. Di laboratorium dapat diketahui dengan metoda hitung telur per mg
(miligram) tinja. Apabila ditemukan 5 per mg tinja, belum ada gejala yang
berarti. Apabila lebih besar dari 20 per mg tinja, mulai ada korelasinya dengan
gejala yang ditimbulkan.Apabila ditemukan 50 per mg atau lebih, keadaan
penderita sudah mengarah ke infeksi berat.

Telur cacing tambang

10. Jelaskan mengenai anemia megaloblastik


ANEMIA MEGALOBLASTIK)
A. Definisi

Anemia megaloblastik adalah anaemia yang disebabkan abnormalitas


hematopoesis dengan karakteristik dismaturasi nukleus dan sitoplasma sel mieloid
dan eritroid sebagai akibat gangguan sintesis DNA.

B. Etilogi
1. Defisiensi asam folat
a. Asupan Kurang
- Gangguan Nutrisi : Alkoholisme, bayi prematur, orang tua,
hemodialisis, anoreksia nervosa.1
- Malabsorbsi : Alkoholisme, celiac dan tropical sprue, gastrektomi parsial, reseksi
usus halus, Crohn’s disease, skleroderma, obat anti konvulsan (fenitoin, fenobarbital,
karbamazepin), sulfasalazine, kolestiramin, limfoma intestinal, hipotiroidisme.1 ,2

b. Peningkatan kebutuhan : Kehamilan, anemia hemolitik, keganasan,


hipertiroidisme, dermatitis eksfoliativa, eritropoesis yang tidak efektif (anemia
pernisisosa, anemia sideroblastik, leukemia, anemia hemolitik, mielofibrosis).1, 2

c. Gangguan metabolisme folat : penghambat dihidrofolat reduktase (metotreksat,


pirimetamin, triamteren, pentamidin, trimetoprin), akohol, defisiensi enzim.1,2

d. Penurunan cadangan folat di hati : alkoholisme, sirosis non alkohol, hepatoma.1


e. Obat-obat yang mengganggu metabolisme DNA : antagonis purin (6
merkaptopurin, azatioprin, dll), antagonis pirimidin (5 flourourasil, sitosin arabinose,
dll), prokarbazin, hidroksiurea, acyclovir, zidovudin.

f. Gangguan metabolik (jarang) : asiduria urotik herediter, sindrom


Lesch-Nyhan.2
2. Defisiensi vitamin B12 (kobalamin)
a. Asupan Kurang : vegetarian

b. Malabsorbsi
- Dewasa : Anemia pernisiosa, gastrektomi total/prsial, gastritis atropikan, tropikal sprue,
blind loop syndrome (operasi striktur, divertikel, reseksi ileum), Crohn's disease, parasit
(Diphyllobothrium latum), limfoma intestinal, skleroderma, obat-obatan (asam para
amino salisilat, kolkisin, neomisin, etanol, KCl).

- Anak-anak: Anemi pernisiosa, ganguan sekresi faktor intrinsik lambung, Imerslund-


Grasbeck syndrome.

c. Gangguan metabolisme seluler : defisiensi enzim, abnormalitas protein pembawa


kobalamin (defisiensi transkobalamin II), paparan NO yang berlangsung lama

C. Patofisiologi

Absorbsi kobalamin di ileum memerlukan faktor intrinsik (FI) yaitu glikoprotein yang
disekresi lambung1. Faktor intrinsik akan mengikat 2 melekul kobalamin1. Proses Absorbsi
kobalamin adalah sebagai berikut3 :

- Pada ileum, kobalamin berikatan dengan FI, membetuk IF-Cbl complex


- Kemudian IF-Cbl complex berikatan dengan cubilin, reseptor lokal pada
membarana apikal sel epitel ileum, kemudian berikatan dengan megalin.
- Kobalamin masuk ke dalam sel ileum secara endositosis diikuti degradasi IF
- Kobalamin berikatan dengan transkobalamin (TC II) membentuk, TC II-Cbl
complex, untuk disekresikan ke vena porta

- Kemudian TC II-Cbl complex diuptake oleh sel, pada sel hepatosit dan sel epitel pada
tubulus proksimal ginjal, berikatan dengan TC II receptor dan kobalamin dilepaskan ke dalam
sel

- Dalam sel ini, kobalamin dirubah menjadi bentuk koenzim, koenzim inilah yang berperan
dalm sintesin DNA, methyl-Cbl dan 5'-deoxyadenosyl-Cbl berperan dalam mengkonversi
homosistein ke metionin, dan metilmalonil CoA ke suksinil CoA.
Gambar 2 : Proses absorbsi dan transpor kobalamin

Pada orang dewasa, faktor intrinsik dapat berkurang karena adanya atropi lambung (gastritis
atropikan), gangguan imunologis (antibodi terhadap faktor intrinsik lambung) yang
mengakibatkan defisiensi kobalamin. Defisiensi kobalamin menyebabkan defisiensi metionin
intraseluler, kemudian menghambat pembentukan folat tereduksi dalam sel. Folat intrasel
yang berkurang akan menurunkan prekursor tidimilat yang selanjutnya akan menggangu
sintesis DNA. Model ini disebut

methylfolate trap hypothesis karena defisiensi kobalamin mengakibatkan penumpukan


5-metil tetrahidrofolat1.

Defisiensi kobalamin yang berlangsung lama mengganggu perubahan propionat menjadi


suksinil CoA yang mengakibatkan gangguan sintesis myelin pada susunan saraf pusat. Proses
demyelinisasi ini menyebabkan kelainan medula spinalis dan gangguan neurologis. Sebelum
diabsorbsi asam folat (pteroylglutamic acid) harus diubah menjadi monoglutamat. Bentuk
folat tereduksi (tetrahidrofolat, FH4) merupakan koenzim aktif. Defisiensi folat
mengakibatkan penurunan FH4 intrasel yang akan mengganggu sintesis tidimilat yang
selanjutnya akan menggangu sintesis DNA.

Disamping defisiensi kobalamin dan asam folat, obat-obatan juga dapat mengganggu sintesis
DNA. Metotreksat menghambat kerja eznim dihirofolat reduktase, yang mereduksi
dihidrofilat menjadi tetrahidrofolat, sedangkan 5- flourourasil menhambat kerja timidilat
sintetase yang berperan dalam sintesis pirimidin5.

Gambar 3 : Sintesis Pirimidin

Dua vitamin ini berperan sebagai koenzim, kekurangan kobalamin maupun asam folat dapat
menyebabkan kegagalan pematangan dan pembelahan inti3. Selanjutnya sel-sel eritroblastik
pada sumsum tulang gagal berproliferasi dengan cepat, sehingga menghasilkan sel darah
merah yang lebih besar dari normal. Sel eritrosit ini mempunyai membran yang tipis dan
seringkali berbentuk tidak teratur, besar, dan oval, berbeda dengan bentuk bikonkav yang
biasa.

Penyebab terbentuknya sel abnormal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :


ketidakmampuan sel-sel untuk mensintesis DNA dalam jumlah yang memadai akan
memperlambat reproduksi sel-sel, tetapi tidak mengahalangi kelebihan pembentukan
RNA oleh DNA dalam sel-sel yang berhasil diproduksi. Akibatnya, jumlah RNA dalam
setiap sel akan melebihi normal, menyebabkan produksi hemoglobin sitoplasmik dan
bahan-bahan lainnya berlebihan, yang membuat sel mejadi besar4.
E. Tanda dan Gejala Klinik
Pada umumnya terjadi pada usia pertengahan dan usia tua.

Pada defisiensi B12 terdapat 3 manifestasi utama :

1. Anemia megaloblastik
2. Glositis
3. Neuropati

Gangguan neurologis terutama mengenai substansia alba kolumna dorsalis dan lateralios
medula spinalis, kortekserebri dan degenerasi saraf perifer sehingga disebut subacute combine
degeneration / combined system disease. Dapat ditemukan gangguan mental, depresi,
gangguan memori, gangguyan kesadaran, delusi, halusinasi, paranoid, skizopren. Gejala
neurologis lainnya adalah : opthalmoplegia, atoni kandung kemih, impotensi, hipotensi
ortostatik (neuropati otonom), dan neuritis retrobulbar.

b. Pada defisiensi asam folat, manifestasi utama :


1. Anemia megaloblastik
2. Glositis
Pada anemia megaloblastik, kadang ditemukan subikterus, petekie dan perdarahan
retina, hepatomegali, dan splenomegali.

E. Diagnosis

Guna menegakkan diagnosis anemia megalobalstik, perlu menelusuri pemeriksaan fisik,


laboratorium darah juga sumsusm tulang2. Bisanya penderita datang berobat karena keluhan
neuropsikiatri, keluhan epigastrik, diare dan biukan oleh keluhan aneminya. penyakit
biasanya terjadi perlahan-lahan. Keluhan lain berupa rambut cepat memutih, lemah badan,
penurunan berat badan. Pada defisiensi B12, diagnosis ditegakkan rata-rata setelah 15 bulan
dari onset gejala, biasanya didapatkan triad : lemah badan, sore tongue, parestesi sampai
gangguan berjalan1. Pada Anemia megaloblastik ditemukan :

- Gejala : Anemia, ikterus ringan, glositis, stomatitis, purpura, neuropati.


- SADT : eritrosit yang besar berbentuk lonjong, trombosit dan lekosit aga
menurun, hipersegmentasi netrofil, Giant stab-cell, retikulosit menurun.
- Sumsum tulang hiperseluler dengan sel-sel eritroblast yang besar
(megaloblast), Giant steb-cell.
- Pada anemia pernisiosa, schilling test positif.
G. Diannosis Banding
- Leukemia akut
- Eritroleukemia
- Hipotiroidisme
- Nefritis kronis

H. Terapi
1. Suportif : - transfusi bila ada hipoksia
- suspensi trombosit bila trombositopenia mengancam jiwa
2. Defisiensi B12 : Pemberian sianokobalamin atau hidroksokobalamin.
3. Defisiensi asam folat : Pemberian asam folat 1mg/hari selama 2-3 minggu,

kemudian dosis pemeliharaan 0,25-0,5 mg/hari


4 Terapi penyakit dasar
5. Menghentikan obat-obat penyebab anemia megaloblastik.

Hasil pemeriksaan penunjang


Hb : 4,5 gr/dl
Ht : 14,5%
Leu : 6.800
Tro : 415.000
MCV : 68
MCH : 21
MCHC: 31
Reti : 1,1%
Serum Fe : 6 mikrogram / dl
Feritin : 3 mikrogram
Total iron binding capacity : 405 mikrogram
Hitung jenis leukosit : 1/6/2/60/27/4
Tinja ; terdapat telur A. Duodenale

Kesimpulan
Wanita, 38 tahun, mengalami anemia defisiensi besi akibat infeksi parasit.
Daftar Pustaka
Adamson WJ et al, 2005, Anemia and Polycythemia in Harrison’s Principles of
Internal Medicine 16th edition ; NewYork : McGraw Hill.
Adamson, John W, 2005, Iron Deficiency and Other Hypoproliferative Anemias in
Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th edition ; NewYork : McGraw Hill.
Bakta I Made, dkk, 2006, Anemia Defisiensi Besi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam jilid II edisi IV ; Jakarta : FKUI.
Cotran et al, 1999, Red Cell and Bleeding Disorders in Robbins Pathologic Basis Of
Disease 6th edition ; USA : Saunders.
Guyton and Hall, 1997, Sel-Sel Darah Merah, Anemia dan Polisitemia dalam Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran edisi IX, Jakarta : EGC.
Mansen T J et al, 2006, Alteration of Erythrocyte function in Pathophysiology : The
Biologic Basis for Disease in Adults and Children 5th edition ; USA : Mosby.
Marks, Dawn B. Biokomia Kedokteran Dasar, Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta:
EGC; 2000.
Murray, Robert K. Biokimia harper, 24ed. Jakarta: EGC; 1999.
Supandiman I dan Fadjari H, 2006, Anemia Pada Penyakit Kronis dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi IV ; Jakarta : FKUI.
Supandiman I dkk, 2003, Pedoman Diagnosis dan Terapi Hematologi Onkologi medik
; Bandung : Q Communication .
Transcellular transport of cobalamin (Cbl; vitamin B12) in an ileal cell : Expert
Reviews in Molecular Medicine, Accession
download
from
http://www.expertreviews.org.
Weiss G and Goodnough, 2005, Anemia of Chronic Disease, download from
www.nejm.org on june 22, 2006.
Widjanarko A dkk, 2006, Anemia Aplastik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
jilid II edisi IV ; Jakarta : FKUI.

Anda mungkin juga menyukai