Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
SUKU TOBATI
Indonesia terdiri atas wilayah kepulauan yang membentang dari sabang hingga
merauke,dan dipisahkan selat maupuin lautan. Hal itu menyebabkan terbentukya beragam
budaya,etnis, serta suku bangsa. Sejak tahun 1978 tercatat lebih dari 224 suku bangsa yang
mendiami wilayah Indonesia. Salah satunya yaitu suku bangsa tobati yang terletak di propinsi
Papua. Letak lokasi desa Tobati dan Enggros yang dekat dengan pusat Kota Jayapura
berpengaruh dalam perkembangan permukimannya. Apa yang dikatakan oleh Rapoport (1997)
bahwa kedekatan dengan hal khusus, prasarana dan sarana, iklim mikro dan kondisi topografi
akan berpengaruh terhadap pemukiman. Sehingga apa dapat dilihat dari pengaruh lokasi terhadap
perkembangan suku Tobati antara lain terkait dengan prasarana dan sarana, pendidikan,
perniagaan, hiburan, fasilitas social merupakan hal pokok yang memicu terjadinya perubahan
suku Tobati disamping pada perubahan fisik pemukimannya.
Suku Tobati yang bermukim di Pesisir Teluk Yotefa seluas 1675 ha yang termasuk di
wilayah kecamatan Jayapura Selatan Kotamadya Jayapura, membangunpemukiman di atas air
laut.
Salah satu pokok yang dihadapi penduduk asli Papua (Irian Jaya) adalah hal yang
menyangkut hubungan antara manusia dengan tempat tinggalnya yang tidak terlepas pula dengan
alamnya. Dapat dikatakan rumah atau tempat tinggal tidak terlepas dari alamnya dikarenakan
pandangan orang Papua secara umum yang dimaksud dengan rumah adalah alam sekitarnya
dimana mereka hidup.
2. Rumusan Masalah
Memperlajari tentang suku Tobati dan kebudayaannya yang meliputi bahasa, sistem
organisasi kepemimpinan, kesenian, bahasa, mata pencaharian, dan adat istiadat.
3. Tujuan Penulisan
Dengan adanya makalah ini diharapkan, pembaca dapat memahami dan mengetahui dan
mempelajari seluk beluk suku Tobati
4. Manfaat Penulisan
1. Kita lebih mengenal tentang kebudayaan suku Tobati
2. Kita lebih menghargai kebudayaan yang kita miliki, khususnya di Papua
3. Kita dapat mengambil hal-hal positif yang terdapat dalam kebudayaan suku
Tobati dan kita dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
5. Metode Penulisan
Dalam karya tulis ini, penulis menggunakan metode kepustakaan yaitu suatu
metode yang menggunakan berbagai literatur baik yang ada di perpustakaan atau media
elektronik guna mendapatkan informasi yang menunjang penulisan karya tulis ini.
6. Sistematika Penulisan
Dalam karya tulis ini, penulis menggunakan sistematika sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan, terdiri dari : latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan,
metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II Pembahasan, terdiri dari :
BAB II
PEMBAHASAN
1. Tempat Tinggal.
Letak lokasi desa Tobati yang dekat dengan pusat Kota Jayapura berpengaruh dalam
perkembangan permukimannya. Apa yang dikatakan oleh Rapoport (1997) bahwa kedekatan
dengan hal khusus, prasarana dan sarana, iklim mikro dan kondisi topografi akan berpengaruh
terhadap pemukiman. Sehingga apa dapat dilihat dari pengaruh lokasi terhadap perkembangan
suku Tobati antara lain terkait dengan prasarana dan sarana, pendidikan, perniagaan, hiburan,
fasilitas social merupakan hal pokok yang memicu terjadinya perubahan suku Tobati disamping
pada perubahan fisik pemukimannya.
Suku Tobati yang bermukim di Pesisir Teluk Yotefa seluas 1675 ha yang termasuk di
wilayah kecamatan Jayapura Selatan Kotamadya Jayapura, membangun pemukiman di atas air
laut.
Salah satu pokok yang dihadapi penduduk asli Papua (Irian Jaya) adalah hal yang
menyangkut hubungan antara manusia dengan tempat tinggalnya yang tidak terlepas pula dengan
alamnya. Dapat dikatakan rumah atau tempat tinggal tidak terlepas dari alamnya dikarenakan
pandangan orang Papua secara umum yang dimaksud dengan rumah adalah alam sekitarnya
dimana mereka hidup.
Rumah sebagai kebutuhan dasar manusia, pen’ujudannya ternyata bervariasi meflurut siapa
yang menghuninya, hal ni dikemukakan oleh Maslow sebagai suatu jenjang kebutuhan/hirarki
kebutuhan berdasarkan tingkat intensitas dan arti penting dari kebutuhan dasar manusia, yaitu :
Psychological needs, Safety or Security needs, and social needs.
Tinjauan tentang adat di sini, lebih mengarah pada perspektif ilmu antropologi yang secara
garis besar terdapat dua aliran yang berpolarisasi dalam teori kebudayaan yaitu aliran
kognitivisme dan behaviorisme serta di dalamnya teriapat beberapa tinjauan semacam
simbolisme, fungsionalisme, strukturalisme dan lainnya.
Seperti yang diukatakan oleh John F.C. Turner dalam bukunya Freedom To Build, bahwa
“Rumah adalah bagian yang utuh dari pemukiman, dan bukan hasil fisik sekali jadi semata,
melainkan merupakan suatu proses yang terus berkembang dan terkait dengan mobilitas social
ekonomi penghuninya dalam suatu kurun waktu. Yang terpenting dari rumah adalah dampak
terhadap penghuni, bukan wujud atau standar fisiknya. Selnjutnya dikatakan bahwa interaksi
antara rumah dan penghuni adalah apa yang diberikan rumah kepada penghuni serta apa yang
dilakukan penghuni tehadap rumahnya”.
Sebagai perangkum berbagai pendapat tentang rumah, Johan mengemukakan konsep rumah
total, yakni rumah harus selalu satu, utuh dan imbang antara manusia, rumah dengan alam
sekitarnya. Selanjutnya secara tersistem konsep tersebut dijabarkan sebagai berikut :
1. Gagasan, perumahan bukan rumah karena tak dapat berdiri sendiri, saling membutuhkan
dan adanya prasarana dan sarana.
2. Fungsi, produktif bukan hanya hunian rumah hanya dipakai sebagai hunian sulit
dipertahankan sampai lama eksistensinya.
3. Pendekatan, beragam dimensi dinamis rumah hanya dipengaruhi oleh satu dimensi
(teknik), tetapi ada dimensi lain yang sama pentingnya.
4. Wadah, menyatu dengan lingkungan saling tergantung dengan sekitarnya.
5. Kajian, dialog dengan gagasan dan keadaan perumahan dipahami dengan baik bila ada
masukan timbale balik dari lapangan.
Sedangkan tinjauan tentang adat di sini, lebih mengarah pada arah perspektif ilmu
antropologi yang secara garis besar terdapat dua aliran yang berpolarisasi dalam teori
kebudayaan yaitu aliran kognitivisme dan behaviorisme serta didalamnya terdapat beberapa
tinjauan semacam simbolisme, funsionalisme, strukturalisme dan lainnya.
Pada awalnya bangunan didirikan dengan konstruksi yang sangat sederhana. Rata-rata atap
bangunan adalah pelana. Tata ruang dalam pada bangunan jenis ini telah telihat walaupun sangat
sederhana yaitu sebagian besar untuk tidur/istirahat. Sedangkan aktivitas lainnya dilakukan di
luar bangunan, atau di teras luar, material yang digunakan diperoleh dari apa yang tersedia di
alam sekitarnya.
Rumah tinggal atau yang biasa disebut dengan rumah Sway merupakan pengembangan dari
bentuk bangunan awal, dengan agdanya pembagian ruang (ruang tamu, ruamg makan, ruang
tidur). Atapnya pun mengakami perubahan menjadi limas an atau bentuk perisai. Sedangkan
bangunan untuk pemujaan berbeda dengan rumah tinggal. Peruangan dalam bangunan ini hanya
sart dengan fungsi untuk tempat inisiasi. Atapnya pun berbentik limasan yang disusun tiga.
Sedangkan bahan yang digunakan tetap mempertahankan bahan yang ada di sekitarnya.
Tata letak bangunan Rumah Sway adalah di pinggir/di tepi-tepi jalan utama pada
pemukiman masyarakat Tobati, dengan orientasi bangunan kea rah jalan utama, sehingga rumah
saling berhadap-hadapan.
Ada pembagian ruangan menurut pembedaan gender pada pada rumah tinggal di Tobati
yaitu :
Tiap rumah memiliki pembagian kamar-kamar besar dan kamar-kamar kecil selain serambi
muka atau teras yang menghadap ke jalan. Serambi depan untuk menerima tamu, dan juga
sebagai tempat bekerja kaum laki-laki. Selanjutnya rumah itu terdapat dapur yang merupakan
tempat kaum perempuan. Selain itu juga terdapat ruangan yang dipergunakan sebagai kamar
mandi fan jamban.
Rumah adat masyarakat Tobati adalah Rumah Mau yang berfungsi sebagai tempat upacara-
upacara adapt ini, berbentuk segi empat atau segi delapan. Bagian utama dari rumah adat ini
terdiri dari tiga bagian yaitu kaki, badan dan kepala.
Filsafah bangunan/Rumah Mau yang paling menonjol adalah terletak pada berbentuk
limasan yang bersusun tiga, bahan atap yang terbuat dari daun sagu serta konstruksi atap yang
bertumpu pada tiang utama dalam bangunan.
Hirarki untuk ruang Mau hanya terdiri dari satu ruangan yang luas tanpa batas antar ruang.
Fungsinya adalah sebagai tempat untuk :
1. Pesta adat
2. Ruang inisiasi/pendewasaan anak laki-laki
3. Penyimpanan benda-benda pusaka
Pola pemukiman secara umum telah disebutkan di atas, yakni adalah pola linear, hal itu
merupakan pertimbangan terhadap tekanan angin, karena terletak di sepanjang pantai. Bentuk
linear tadi dibuat tegak lurus dengan arah angin dan gelombang yang ada. Juga selain tanggapan
terhadap terhadap iklim, bentuk dua deret dimaksudkan untuk mempermudah
pengawasan. Rumah-rumah dibangun sejajar dalam formasi dua deret yang saling berhadapan,
dimana jembatan yang dibangun diantara dua deret ini merupakan suatu kontak pandang dari
anggota keluarga yang sedang bersantai di beranda rumahnya. Maksudnya, bila ada wang baru,
dia akan selalu menjadi perhatian bagi orang kampung karera gerak langkahnya yang kaku,
belum terbiasa dengan jembatan kayu. Selain itu, jembatan ini juga merupakan penqhubung
antara satu rumah dengan rumah lainnya. Pada bagian tengah jembatan dibuat panggung yang
tebih luas, disebut "para-para adat". Bagian ini merupakan tempat musyawarah adat dan
pertemuan-pertemuan khusus yang membicarakan kepentingan bersama masyarakat kampung.
Tata ruang dalam atau denah pada bangunan Rumah Sway terbagi atas bilik, ruang tamu,
dapur dan teras belakang. Hampir semua semua kegiatan dilakukan di luar rumah sehingga
rumah hanya menjadi tempat peristirahatan, tidak ada kegiatan yang sifatnya penting dilakukan
di falam rumah.
4. Identitas Lingkungan
Jika dipandang secara sepintas, memang hamper tidak ada perbedaan antara rumah orang
Tobati dengan rumah orang bukan Tobati. Satu hal yang menunjukkan masih adanya gambaran
mempengaruhi mereka dalam penyesuaian antara tempat tinggal dengan lingkungannya yang
berkaitan erat pula dengan sosio cultural psikologi yang dianut oleh masyarakat suku Tobati
seperti mengenai letak dan arah rumahnya membentuk kelompok-kelompok kekerabatan.
Menurut Repoport(1977), bahwa lingkungan terbangun menggambarkan berbagai petunjuk
/tanda bagi perilaku penghuninya, karena hal itu dapat dilihat sebagai suatu bentuk komunikasi
non verbal. Maka berdasarkan pola kognisi yang dipunyainya (seperti tertulis diatas), masyarakat
Tobati mempunyai cara berkomunikasi melalui tatanan permukimannya. Dimana tujuan dasar
dari permukimannya adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar, sedangkan kognisi diatas adalah
adalah untuk kebutuhan rohani ( keselamatan dan rejeki/kemakmuran).
1. Batas-batas wilayah yang luas,merupakan suatu kumpulan dari rumah-rumah dan orang-
orang dengan kualitas yang sama.
2. Level dari interaksi social adalah rendah, tetapi kebanyakan dari penghuni
menyadari/mengetahui antara satu dengan yang lainnya.
3. Lingkungan keluarga begitu kuat dan familiar, orang-orang hidup dalam rumah yang
sama. (exented family)
Bentuk keluarga Tobati ini adalah keluarga inti (nuclear family). Sifat virilokal begitu
kuat, dimana dimana biasanya keluarga baru ikut atau menetap atau bertempat tinggal dengan
keluarga pihak suami.
Pemilihan lokasi tempat tinggalselain yang disebutkan di atas, pada dasarnya adalah
dekat dengan keluarga dari keret masing-masing, ini dimaksudkan dengan kedekatan rumah
tinggal dengan anggota keluarga yang lain maka keamanan (safet needs) dan kebersamaan
(togetherness) serta solidaritas (solidarity) diantara mereka tetap terjaga.
b. Konstruksi
c. Teknologi
Teknologi yang digunakan sangat sederhana dan bisa dibilang masih primitiv karena
selain yang bahan-bahannya juga alat yang digunakan masih sangat sederhana. Seperti :
Untuk mengikat struktur masih menggunakan tali yang bahannya dari bahan alami
Dikerjakan secara manual dengan tangan tanpa adanya alat bantu yang memadai
Keluarga mendirikan sendiri rumahnya
Anyaman digunakan pada pembuatan atap jerami atau atap yang terbuat dari daun-
daunan
d. Cara Pembuatan
Dalam membuat rumah dibantu oleh semua penduduk disekitar dan juga seluruh anggota
keluarga. Langkah-langkahnya adalah :
Membuat kerangka rumah dari kayu atau bamboo yang diikat dengan tali tanpa pondasi-
untuk rumah suku tertentu alas rumah ditinggikan sampai lebih dai 1 m atau bahkan
diatas pohon.
Membuat dinding pelepah pohon sagu atau nibung untuk dinding yang kemudian
dipasang dengan mengikatkan pelepah atau nibung tersebut pada rangka.
Membuat atap dengan daunt alas, daun sagu atau jerami dan sejenisnya yang di
sambung satu persatu dengan tali kemudian dijepit oleh 2 buah bambu atau kayu
menjadi satu deret.
Setelah terkumpul banyak deret daun untuk atap kemudian dipasang sebagaimana
memasang dinding.
Ada sebagian yang memasang atap langsung tanpa disambung dulu
6. Perubahan Fungsi, Makna dan Bentuk Pada Arsitektur Rumah
Tradisional Tobati
Perubahan di dafam masyarakat akan mempengaruhi fungsi dan makna dalam arsitektur
ternpat tinggal. Akan tetapi cukup sulit untuk menentukan secara tepat faktor penyebab
terjadinya perubahan tersebut, karena ditengah-tengah kompleksitas eksistensi niali, norma,
pengetahuan dan teknologi baru. Beberapa ahli berpendapat bahwa terjadinya perubatan dalam
masyarakat karena tumbuhnya ketidak-puasaan terhadap kondisi budaya tertentu, sebagian
masyarakat lagi mengatakan bahwa adanya perkembangan teknologi baru. Kesemuanya ini
adalah wajar, maka untuk menghindari pertentangan pendapat ini diambil secara umum
saja.Secara umum, perubahan yang terjadi dalam masyarakat Suku Tobati dapat,sebabkan oleh :
Akibat dari hal tersebut yang terjadi saat ini di desa Tobati dan Engros, rumah tradisional
banyak yang telah mengalami perubahan dan bahkan hilang, adapun perubahan adalah sbb :
Bentuk
Konstruksi dan
Bahan
- Dinding Gaba-gaba
- Lantai Pinang
Fungsi
Rumah Mau Rumah khusus Dilarang Tidak ada sejak
laki-laki dan 1930
iniasi