Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT JANTUNG REMATIK PADA ANAK


POLI ANAK RSUD KANJURUHAN KEPANJEN

Oleh :
ATMAJA IBAH SALIM
NIM. 17.30.011

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN DAN NERS
MALANG
2018
A. DEFINSI

Penyakit jantung rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya rheumatic

heart disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup

jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral

sebagai akibat adanya gejala sisa dari demam rematik. PJR adalah penyakit

jantung sebagai akibat adanya gejala sisa (sekuele) dari Demam Rematik (DR),

yang ditandai dengan terjadinya cacat katup jantung (Afif A., 2008).

B. ETIOLOGI

Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat

interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini

berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta

Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan glomerulonefritis yang

berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit maupun disaluran nafas,

demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi streptococcus

dikulit. Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam

reumatik dan penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta

pada keadaan lingkungan.

Faktor-faktor pada individu :

1. Faktor genetik

Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap

demam rematik menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik

dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus.


2. Jenis kelamin

Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan

dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada

perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih

sering ditemukan pada satu jenis kelamin.

3. Golongan etnik dan ras

Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun

ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam

dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati,

sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua

golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang

sebenarnya.

4. Umur

Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya

demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering

mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8

tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat

jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi

umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak

usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi

streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.

5. Keadaan gizi dan lain-lain

Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan

apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.


6. Reaksi autoimun

Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian

dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein

dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis

pada reumatik fever.

Faktor-faktor lingkungan :

1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk

Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai

predisposisi untuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik

di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik

termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan

yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan

sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit

sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk. Perawatan

kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor

yang memudahkan timbulnya demam reumatik.

2. Iklim dan geografi

Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak

didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini

menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi,

lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi

agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada didataran rendah.


3. Cuaca

Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi

saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik

juga meningkat.

C. MANIFESTASI KLINIS

Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat

dibagi dalam 4 stadium.

Stadium I

Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus

Hemolyticus Grup A.

Keluhan :

 Demam

 Batuk

 Rasa sakit waktu menelan

 Muntah

 Diare

 Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.

Stadium II

Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus

dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung

1 - 3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan

berbulan-bulan kemudian.
Stadium III

Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat

ini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung

reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala

peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik /penyakit

jantung reumatik.

Gejala peradangan umum :

 Demam yang tinggi

 lesu

 Anoreksia

 Lekas tersinggung

 Berat badan menurun

 Kelihatan pucat

 Epistaksis

 Rasa sakit disekitar sendi

 Sakit perut

Stadium IV

Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik

tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa

katup tidak menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita penyakit jantung

reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai

dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam

reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat

mengalami reaktivasi penyakitnya.


D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan darah

 LED tinggi sekali

 Lekositosis

 Nilai hemoglobin dapat rendah

b. Pemeriksaan bakteriologi

 Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya streptococcus.

 Pemeriksaan serologi. Diukur titer ASTO, astistreptokinase, anti

hyaluronidase.

c. Pemeriksaan radiologi

 Elektrokardoigrafi dan ekokardiografi untuk menilai adanya kelainan

jantung.

E. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan demam reumatik aktif atau reaktivasi kembali diantaranya

adalah :

 Tirah baring dan mobilisasi (kembali keaktivitas normal) secara bertahap

 Pemberantasan terhadap kuman streptokokkus dengan pemberian antibiotic

penisilin atau eritromisin. Untuk profilaksis atau pencegahan dapat diberikan

antibiotic penisilin benzatin atau sulfadiazine

 Antiinflamasi (antiperadangan). Antiperadangan seperti salisilat dapat

dipakai pada demam reumatik tanpa karditis (peradangan pada jantung)

Karena demam rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus

beta-hemolyticus grup A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan

pada radang tersebut. Ini dapat berupa :


a. Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A

Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan

dilanjutkan dengan pencegahan. Erythromycin diberikan kepada

mereka yang alergi terhadap penicillin.

b. Obat anti rematik

Baik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang

berguna untuk mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut

pada DR

c. Diet

Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.

d. Istirahat

Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk

jantung mengecil pada kasus-kasus kardiomegali. Biasanya 7-14 hari

pada kasus DR minus carditis. Pada kasus plus carditis, lama istirahat

rata-rata 3 minggu – 3 bulan tergantung pada berat ringannya kelainan

yang ada serta kemajuan perjalanan penyakit.

e. Obat-obat Lain

Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan

dekompensasi kordis diberikan digitalis, diuretika dan sedative. Bila

ada chorea diberikan largactil dan lain-lain.


F. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

a. PENGKAJIAN

Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data tentang :

 Fungsi jantung

 Toleransi terhadap aktivitas dan sikap klien terhadap pembatasan

aktivitas

 Status nutrisi

 Tingkat ketidaknyamanan

 Gangguan tidur

 Kemampuan klien mengatasi masalah

 Hal-hal yang dapat membantu klien

 Pengetahuan orang tua dan pasien (sesuai usia pasien) tentang

pemahaman pasien

Pengkajian

 Riwayat penyakit

 Monitor komplikasi jantung

 Auskultasi jantung; bunyi jantung melemah dengan irama derap

diastole

 Tanda-tanda vital

 Kaji adanya nyeri

 Kaji adanya peradangan sendi

 Kaji adanya lesi pada kulit


b. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan stenosis katub

Tujuan : COP meningkat

Kriteria :

- Klien menunjukan penurunan dyspnea

- Ikut berpartisipasi dalam aktivitas serta mendemonstrasikan

peningkatan toleransi

Intervensi :

a. Pantau tekanan darah, nadi apikal dan nadi perifer

b. Pantau irama dan frekuensi jantung

c. Tirah baring posisi semifowler 450

d. dorong klien melakukan tehnik managemen stress ( lingkungan

tenang, meditasi )

e. bantu aktivitas klien sesuai indikasi bila klien mampu

f. kolaborasi O2 serta terapi

2. Intoleransi aktivitas b.d penurunan cardiac output, ketidakseimbangan

suplai O2 dan kebutuhan

Tujuan : Klien dapat bertoleransi secara optimal terhadap aktivitas

Kriteria :

- Respon verbal kelelahan berkurang

- Melakukan aktivitas sesuai batas kemampuannya ( denyut nadi

aktivitas tidak boleh lebih dari 90X/menit, tidak nyeri dada )


Intervensi :

a. Hemat energi klien selama masa akut

b. Pertahankan tirah baring sampai hasil laborat dan status klinis

membaik

c. Sejalan dengan semakin baiknya keadaan, pantau peningkatan

bertahap pada tingkat aktivitas

d. Buat jadwal aktivitas dan istirahat

e. Ajarkan untuk berpartisipasi dalam aktivitas kebutuhan sehai-hari

f. Ajarkan pada anak /orang tua bahwa pergerakkan yang tidak

disadari adalah dihubungkan dengan korea dan temporer.

g. Bila terjadi chorea, lindungi dari kecelakaan, bedrest dan berikan

sedasi sesuai program

3. Nyeri b.d respon inflamasi pada sendi (poliarthritis).

Tujuan : tidak terjadi rasa nyeri pada klien

Kriteria :

- Nyeri klien berkurang

- Klien tampak rileks

- Ekspresi wajah tidak tegang

- Klien dapat merasakan nyaman, tidur dengan tenang dan tidak

merasa sakit
Intervensi :

a. Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala

b. Berikan tindakan kenyamanan ( perubahan posisi sering

lingkungan tenang, pijatan pungung dan tehnik manajemen

stress)

c. Minimalkan pergerakkan untuk mengurangi rasa sakit

d. Berikan terapi hangat dan dingin pada sendi yang sakit

e. Lakukan distraksi misalnya : tehnik relaksasi dan hayalan

f. Pemberian analgetik, anti peradangan dan antipiretik sesuai

program.

g. Rujuk ke terapi fisik sesuai persetujun medik

4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia,

mual, muntah, rasa sakit waktu menelan dan peradangan pada tonsil

disertai eksudat.

Tujuan : tidak terjadi penurunan nutrisi pada klien

Kriteria :

- Nafsu makan klien bertambah

- Klien tidak merasa mual, muntah

- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

Intervensi :

a. Beri makan sedikit tapi sering (termasuk cairan)

b. Masukkan makanan kesukaan anak dalam diet

c. Anjurkan untuk makan sendiri, bila mungkin (kelemahan otot

dapat membuat keterbatasan)


d. Memilih makanan dari daftar menu

e. Atur makanan secara menarik diatas nampan

f. Atur jadwal pemberian makanan

g. Berikan makanan yang bergizi tinggi dan berkualitas.

5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya filtrasi

glomerulus, retensi natrium dan air, meningkatnya tekanan hidrostatik

Tujuan : volume cairan seimbang

Kriteria :

- Volume cairan stabil, dengan keseimbangan masukan dan

pengeluarn

- Tidak terdapat odema

Intervensi :

a. Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna

b. Pantau keseimbanagn masukan dan pengeluaran selama 24 jam

c. Berikan makanan yang mudah dicerna porsi kecil, sering

d. Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi

e. Kolaborasi pemberian diuretik

6. Pola pernafasan tak efektif b.d penurunan ekspansi paru

Tujuan : pola nafas efektif

Kriteria Hasil :

- Frekuensi nafas dan kedalaman dalam rentang normal

Intervensi :

a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada, catat

pernafasan/upaya pernafasan
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat bunyi nafas

c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi

d. Kolaborasi terapi O2

7. Kurangnya pengetahuan orang tua / anak b.d pengobatan,

pembatasan aktivitas, resiko komplikasi jantung.

Tujuan : pengetahuan orang tua /anak bertambah

Kriteria :

- Orang tua mengetahui tentang proses penyakit dan efek dari

penyakit

- Orang tua mau berpartisipasi dalam program pengobatan

- Orang tua mengetahui pentingnya pembatasan aktifitas pada

anak

Intervensi :

a. Auskultasi bunyi jantung untuk mengetahui adanya perubahan

irama

b. Pemberian antibiotik sesuai program

c. Pembatasan aktivitas sampai manifestasi klinis demam reumatik

tidak ada dan berikan periode istirahat

d. Berikan terapi bermain yang sesuai dan tidak membuat lelah.


DAFTAR PUSTAKA

Udjianti, Wajan Juni. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba

Medika

Brunner & Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Afif, A. 2008. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik Permasalahan

Indonesia. Medan : FK USU. http://www.usu.ac.id

Chin, T.K., 2008. Rheumatic Heart Disease. Associate Professor of Pediatrics,

Chief of Pediatric Cardiology and Medical Director of the Pediatric Heart

Institute, University of Tennessee College of Medicine; Director of Cardiology

and Endowed Chair for Excellence in Cardiology, St Jude Children's Research

Center. http://www.emedicine.com

Anda mungkin juga menyukai