PENDAHULUAN
kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat materiil maupun immateriil. Dari sekian
banyak hubungan yang dilakukan antar individu itu, salah satu berupa perjanjian
dalam pergaulan hidup di dalam masyarakat. Hampir semua bentuk kegiatan dan
hubungan yang dilakukan antara orang yang satu dengan yang lain dalam
Dalam hukum perjanjian, dikenal ada tiga asas dimana antara asas yang
satu dengan yang lainnya saling berkaitan yakni asas konsensualisme (the
Sunt Servanda (the principle of the binding force of contract), dan asas kebebasan
perjanjian itu sudah terjadi (ada) sejak tercapainya kata sepakat antara para pihak.
Dengan kata lain perjanjian itu sudah dan mengikat serta mempunyai akibat
hukum sejak saat tercapai kata sepakat antara pihak-pihak mengenai pokok
perjanjian.1
1
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: Alumni, 1982), hlm. 85.
1
Menurut Abdulkadir Muhammad, berdasarkan asas konsensual tersebut
dapat disimpulkan bahwa perjanjian yang dibuat itu dapat dilakukan secara lisan
dan dapat pula dituangkan dalam bentuk tulisan berupa akte, jika dikehendaki
sebagai alat bukti. Dengan demikian, perjanjian yang dibuat menurut sistem
menukar, pemberian kuasa, dan lain- lainnya bisa dibuat secara lisan bisa juga
Dalam asas kebebasan berkontrak setiap orang diakui memiliki kebebasan untuk
membuat kontrak dengan siapapun juga, menentukan isi kontrak, memilih hukum
dilakukan secara tertulis, yang tentunya dimaksudkan untuk dijadikan alat bukti
dari pengaruh aliran filsafat ekonomi liberal. Di mana dalam bidang ekonomi
2
Mariam Darus Badrulzaman, K.U.H. Perdata Buku III, Hukum Perikatan Dengan
Penjelasannya, (Bandung: Alumni, 1983), hlm. 113.
2
berkembang aliran Laissez Faire, yang dipelopori oleh Adam Smith yang
dan bekerjanya pasar.3 Di bidang hukum perjanjian, pengaruh aliran Laissez Faire
kesusilaan.
dapat membuat perjanjian yang baru yang belum diatur di dalam KUH Perdata,
bekerjanya asas ini dibatasi agar perjanjian yang dibuat tidak merugikan salah satu
ada di dalam asas kebebasan berkontrak pada hukum perjanjian di Indonesia. Oleh
karena itu, sebelum membahas lebih dalam mengenai pembatasan pada asas
3
Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta: Fakultas Program
Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), hlm. 234.
3
B. Identifikasi Masalah
C. Tujuan Penulisan
Selain tujuan utama, terdapat tujuan khusus dari penulisan makalah ini yaitu untuk
D. Metode Penulisan
deskriptif serta interpretasi melalui beberapa buku sumber referensi dan peraturan
4
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut pasal 1338 jo. 1337 KUH Perdata, asas kebebasan berkontrak
umum. Kebebasan berkontrak adalah asas yang esensial, baik bagi individu dalam
(proklamasi) bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian apa saja dan itu akan
kebebasan itu hanya berupa apa saja yang dinamakan "ketertiban umum dan
kepada para pihak mengenai isi maupun bentuk perjanjian yang akan mereka buat,
mengandung arti kemauan para pihak untuk saling berpartisipasi, ada kemauan
perjanjian itu di penuhi. Asas kepercayaan ini merupakan nilai etis yang
5
Asas konsensualisme ini mempunyai hubungan yang erat dengan asas
kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat yang terdapat didalam pasal
1338 ayat (1) KUH Perdata. Ketentuan ini berbunyi “Semua persetujuan yang
dibuat secara sah berlaku sebagai Undang- undang bagi mereka yang
baik yang namanya dikenal maupun yang tidak dikenal oleh Undang-Undang.
menentukan “apa” dan dengan “siapa” perjanjian itu diadakan perjanjian yang
mengikat.
Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting dalam
pancaran hak asasi manusia. Kebebasan berkontrak ini berlatar belakang pada
kaum epicuristem dan berkembang pesat dalam zaman reinaissance melalui antara
lain Hugo de Groot, Thomas Hobbes, Jhon locke dan Rousseau. Puncak
Pada penyusunan kontrak terdapat salah satu asas yang terkenal, yaitu asas
kebebasan berkontrak, sebagai asas universal yang dipakai oleh hukum perjanjian
hampir di seluruh negara saat ini. Asas kebebasan berkontrak ini disebut pula
sedangkan di negara common law dikenal dengan Laissez faire. Berdasarkan asas
ini suatu pihak dapat memperjanjikan dan/ atau tidak memperjanjikan apa-apa
6
Menurut Ridwan Khairandy, asas ini merupakan asas umum yang bersifat
yang dikenal hampir semua sistem hukum”. Asas kebebasan berkontrak telah
menjadi asas hukum utama dalam hukum perdata, khususnya dalam hukum
perjanjian, dikenal dalam civil law system maupun dalam common law system,
dikembangkan dari konsep dan perkembangan perikatan atau obligatio yang untuk
pertama kali dipergunakan di dalam civil law tradition pada zaman Romawi oleh
Kaisar Justianus, di dalam Corpus Iuris Civilis pada tahun 533, bagian
Institutiones.4
1. Tidak seorang pun terikat untuk membuat kontrak apapun jika ia tidak
2. Setiap orang memiliki pilihan orang dengan siapa ia akan membuat kontrak
3. Orang dapat membuat pelbagai macam (bentuk) kontrak (people could make
4. Orang dapat membuat berbagai kontrak dengan isi dan persyaratan yang
dipilihnya (people could make any kind of contract on an term they chose).
4
Johannes Gunawan, “Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan Berkontrak dalam Butir-Butir
Pemikiran dalam Hukum, Memperingati 70 Tahun Prof.Dr.B.Arief Sidharta, S.H., (Bandung:
Refika Aditama, 2011), hlm. 259.
5
Ibid., hlm. 165.
7
Hukum perjanjian di Indonesia menganut asas kebebasan dalam hal
membuat perjanjian. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata
yang menerangkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
dimaksudkan oleh pasal tersebut tidak lain dari pernyataan bahwa setiap
perjanjian mengikat kedua belah pihak. Tetapi dari pasal ini kemudian dapat
ditarik kesimpulan bahwa orang leluasa untuk membuat perjanjian apa saja asal
tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan. Orang tidak saja leluasa untuk
kepentingan individu tersebut. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa guna
suatu perjanjian.
"semua" yang ada di muka perkataan "perjanjian".6 Dikatakan bahwa Pasal 1338
ayat (1) tersebut seolah-olah membuat suatu pernyataan (proklamasi) bahwa kita
diperbolehkan membuat perjanjian apa saja dan itu akan mengikat kita.
6
Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Cetakan Keenam Belas,
(Jakarta: Pradnya Paramita, 1983), hlm. 5.
8
sebagaimana mengikatnya undang-undang. Pembatasan terhadap kebebasan itu
mengandung arti meliputi seluruh perjanjian, baik yang namanya dikenal maupun
dan "siapa" perjanjian itu diadakan. Perjanjian yang diperbuat sesuai dengan Pasal
kepentingan individu tersebut. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa guna
suatu perjanjian.
Asas merupakan dasar, landasan fundamen, prinsip dan jiwa atau cita-cita,
tentang sesuatu. Asas didefinisikan sebagai suatu dalil umum yang dinyatakan
7
Mariam Darus Badrulzaman, dkk., Kompilasi Hukum Perikatan, Cetakan Pertama, (Bandung:
PT Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 84.
8
The Liang Gie, Teori-Teori Keadilan, (Jakarta: Penerbit Super, 1997), hlm. 9.
9
Selain itu, asas hukum dapat disebut landasan atau alasan bagi
terbentuknya suatu peraturan hukum atau merupakan ratio legis dari suatu
peraturan hukum yang memuat nilai-nilai, jiwa, cita-cita sosial atau pandangan
etis yang ingin diwujudkan, karena itu asas hukum merupakan jantung atau
dijabarkan dari hukum positif dan oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari
aturan-aturan yang lebih umum, yang merupakan pengendapan dari hukum positif
dalam suatu masyarakat. Pengertian asas hukum umum yang dirumuskan oleh
Bellefroid, merupakan pengertian yang berbeda dengan rumusan asas dalam ilmu
berbeda dengan rumusan asas dalam ilmu hukum, yaitu menyatakan asas hukum
tidak boleh dianggap sebagai norma-norma yang konkret tetapi harus dipandang
sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk bagi hukum yang berlaku. Pembentukan
hukum harus bertoleransi pada asas-asas hukum tersebut sehingga menjadi dasar
pendapat dari ahli hukum diatas mempunyai perbedaan yang prinsip, karena yang
dimaksud oleh Bellefroid merupakan asas hukum umum adalah asas dalam
hukum, sedangkan yang dimaksud oleh Van Elkema Hommes yaitu asas hukum
9
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 1982), hlm. 85-86.
10
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar,(Yogyakarta:Liberty,1991), hlm. 32
10
Dengan demikian, asas hukum dapat merupakan norma hukum konkret
hukum demikian ini disebut asas dalam hukum, selain itu asas hukum dapat pula
hukum konkret. Asas hukum seperti ini disebut asas hukum dalam ilmu hukum.
Karena itu fungsi dari asas hukum tersebut dapat pula dibedakan antara fungsinya
didasarkan pada pasal 2 Peraturan Peralihan UUD 1945. Dalam KUH Perdata
Namun, hal ini bukan berarti bahwa Hukum Perdata di Indonesia tidak mengenal
ayat (1) KUH Perdata, yang menerangkan bahwa perjanjian yang dibuat secara
11
Ibid, hlm. 34.
12
Mariam Badrulzaman, Op. Cit., hlm.85.
11
nasional adalah sebagai penanggungjawab, yang mampu memelihara
dan kebahagiaan hidup lahir dan batin yang serasi, selaras, dan seimbang dengan
kepentingan masyarakat.13
dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa “semua
persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka
yang membuatnya”. Dari kata “semua” dapat ditafsirkan bahwa setiap subjek
hukum dapat membuat perjanjian dengan isi apapun, ada kebebasan subjek hukum
untuk menentukan bentuk perjanjian. Dengan perkataan lain bahwa melalui asas
perjanjian.
asas konsensualisme. Tanpa ada sepakat dari salah satu pihak yang membuat
suatu perjanjian, maka perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan. Seseorang tidak
dalam kalimat yang dibuat secara sah dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata
berarti bahwa apa yang disepakati antara para pihak, berlaku sebagai
13
Ibid, hlm. 86-87.
12
Undang-Undang selama apa yang disepakati itu adalah sah. Artinya tidak
pengaturan mengenai hal ini dapat dilihat dalam pasal 1330 KUH Perdata.
Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa setiap orang bebas untuk memilih
pihak yang ia inginkan untuk membuat perianjian, asalkan pihak tersebut bukan
pihak yang tidak cakap. Bahkan lebih lanjut dalam pasal 1331, ditentukan bahwa
apabila seseorang membuat perjianjian dengan pihak yang dianggap tidak cakap
menurut pasal 1330 KUH Perdata tersebut, maka perjanjian itu tetap sah selama
Hukum Perdata (KUH Perdata), perjanjian adalah bagian dari hukum harta
berhubungan dengan kekayaan yang mempunyai nilai ekonomi yaitu yang dapat
merupakan titel untuk memperoleh dan mengalihkan kekayaan dari dan untuk
seseorang.
Pada dasarnya setiap orang bebas melakukan perjanjian. Hal ini sebagai
13
Badrulzaman mensinyalir bahwa kebebasan berkontrak yang dituangkan ke dalam
Buku III KUH Perdata berlatarbelakang pada paham individualisme yang secara
Embrional lahir dalam zaman Yunani, diteruskan oleh kaum Eficuristen dan
menjunjung tinggi nilai-nilai dan eksistensi individu di dunia ini, termasuk dalam
memenuhi kebutuhannya.
pada hukum perjanjian sebagaimana diatur di dalam Pasal 1338 KUH Perdata
dengan siapa yang dikehendakinya dan bebas menentukan isi perjanjian yang
akan dilakukan. Berdasarkan prinsip asas inilah maka Buku III KUH Perdata
digunakan subjek hukum untuk memperoleh hak kebendaan dan mengalihkan hak
kontrak dan menentukan isi kontrak dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata. Wujud kebebasan berkontrak baru dapat diketahui dalam praktiknya pada
kebutuhan akan benda ekonomi, peranan perjanjian ini sangat penting karena
kepemilikan
14
Setiap aturan hukum yang dirumuskan oleh pembuat Undang-Undang
di derivasi dari asas-asas hukum sebagai latar belakangnya, sehingga tujuan ideal
dibentuknya aturan hukum tersebut dapat dijelaskan mengacu kepada asas hukum
Salah satu asas hukum yang dianut dalam hukum perjanjian adalah
“asas kebebasan berkontrak”, yang artinya bahwa setiap orang bebas untuk
apapun, sepanjang perjanjian itu dibuat secara sah dan beritikad baik, serta tidak
dikatakan bahwa asas kebebasan berkontrak difungsikan sebagai salah satu cara
Hal ini dapat terlihat dalam kontrak atau akta notaris yang dalam klausul-klausul
undangan nasional.14
14
Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Edisi Revisi, (Jakarta: Rineka Cipta,
2003), hlm. 32.
15
Menurut H.S. Salim, kebebasan berkontrak diartikan sebagai suatu asas
yang memberikan kebebasan kepada para pihak yang membuat suatu perjanjian
untuk:
Asas kebebasan berkontrak yang dimaksud di atas meliputi bentuk dan isi
dituangkan dalam suatu akta, hal itu dimaksudkan sebagai alat bukti semata.
Menurut Richard Burton Simatupang mengenai isi dari sebuah kontrak bahwa
para pihak pada dasarnya bebas menentukan sendiri apa yang mereka ingin
tuangkan.
Namun demikian, ada beberapa macam perjanjian yang hanya sah apabila
dituangkan dalam bentuk akta autentik yang dibuat di hadapan pejabat umum
akta pendirian PT dan lain sebagainya. Agar perjanjian hibah tersebut sah,
(catch all) sebatas yang tidak dilarang oleh Undang-Undang, Yurisprudensi atau
kepatutan. Jadi yang dimaksud asas kebebasan berkontrak ialah suatu asas dimana
16
para pihak bebas membuat kontrak dan mengatur isi kontrak tersebut sepanjang
Agar suatu kontrak oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua
belah pihak maka kontrak tersebut haruslah memenuhi syarat tertentu, yakni:15
i. Syarat sah yang umum, terdiri dari syarat sah umum berdasarkan pasal 1320
KUH Perdata dan berdasarkan pasal 1338 dan 1339 KUH Perdata;
tertentu;
Artinya bahwa para pihak dibolehkan dengan bebas atas bentuk dan isi
Pasal 1339 KUH Perdata menentukan pula bahwa suatu kontrak tidak
hanya mengikat terhadap isi dari kontrak tersebut, melainkan mengikat dengan
15
Munir Fuady, Hukum Kontrak, Buku Kedua, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hlm. 33-34.
17
d. Sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan itikad baik
Menurut Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata suatu kontrak haruslah
dilaksanakan dengan itikad baik. Rumusan dari Pasal 1338 ayat (3) tersebut
sahnya suatu kontrak sebagaimana syarat yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH
Perdata. Unsur itikad baik hanya disyaratkan dalam hal “pelaksanaan” dari
suatu kontrak, bukan pada pembuatan suatu kontrak, sebab unsur “itikad baik”
dalam hal pembuatan suatu kontrak sudah dapat dicakup oleh unsur “klausa
yang legal“ dari pasal 1320 tersebut. Dengan demikian dapat saja suatu kontrak
dibuat secara sah, dalam arti memenuhi semua syarat sahnya kontrak (antara
lain sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata) dan karenanya kontrak tersebut
dibelokkan ke arah yang merugikan pihak ketiga. Dalam hal ini dapat
dari sistem terbuka (open system) dari hukum kontrak tersebut. Dasar hukum
dari asas ini adalah Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Semua perjanjian yang
membuatnya.
18
c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan
dibuatnya;
Asas kebebasan berkontrak adalah salah satu asas atau prinsip dasar dalam
orang untuk mengadakan suatu kontrak (perjanjian) yang berisi apa saja, asalkan
tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.16 Ini berarti bahwa pada
berkontrak para pihak bebas membuat perjanjian apapun isi dan bentuknya tanpa
Indonesia bukan tidak terbatas, melainkan ada daya atau kekuatan yang
16
Subekti, Hukum Perikatan, (Jakarta: Intermasa, 1984), hlm. 13.
19
yang harus diperhatikan sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata,
Ketentuan yang ada adalah bahwa untuk perjanjian tertentu harus dibuat dalam
bentuk tertentu misalnya perjanjian kuasa memasang hipotek harus dibuat dengan
akta Notaris atau perjanjian jual beli tanah harus dibuat oleh PPAT. Dengan
tidak menentukan bahwa suatu perjanjian harus dibuat dalam bentuk tertentu,
maka para pihak bebas untuk memilih bentuk perjanjian yang dikehendaki, yaitu
apakah perjanjian akan dibuat secara lisan atau tertulis atau perjanjian dibuat
menganut asas kebebasan berkontrak secara penuh karena dalam sistem hukum
yang artinya para pihak harus tunduk kepada peraturan atau ketentuan yang telah
Perdata.
20
Dalam perkembangannya, asas kebebasan berkontrak semakin sempit
perjanjian baik dalam isi maupun bentuknya, akan tetapi dalam perkembangannya
mengatur secara rinci mengenai bentuk dan isi dari perjanjian tersebut, yang
kebebasan yang tak terbatas (absolut), sebenarnya tidak dikenal dalam pembuatan
pun ada beberapa pembatasan yang diberikan oleh pasal-pasal terhadap asas ini
yang membuat asas ini merupakan asas yang tidak tak terbatas. Seperti Kebebasan
Berkontrak yang dapat diberikan dari pasal 1338 (1) KUH Perdata dibatasi oleh
ketentuan yang ada dalam Pasal 1320 (1), yang menentukan bahwa perjanjian atau
kontrak tidak sah apabila dibuat tanpa adanya konsensus atau kesepakatan
21
Pasal 1320 ayat (1) tersebut mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu
pihak untuk menentukan isi perjanjian dibatasi oleh sepakat pihak lainnya.
Dari Pasal 1320 ayat (2) dapat pula disimpulkan bahwa kebebasan orang
Menurut pasal 1330, orang yang belum dewasa dan mereka yang diletakkan
Kemudian Pasal 1320 ayat (4) jo Pasal 1337 menentukan bahwa para pihak tidak
bebas membuat perjanjian yang menyangkut causa yang dilarang oleh Undang-
umum. Bahwa perjanjian yang dibuat harus memenuhi causa yang halal.
Perjanjian yang dibuat dengan causa yang tak halal atau terlarang menurut
ketentuan pasal 1335 atau yang dibuat berdasarkan causa-causa yangdilarang oleh
Pasal 1332, 1333, 1334 KUH Perdata meberikan arah mengenai kebebasan
ditentukan dan barang-barang yang masih akan ada kecuali barang-barang warisan
17
Johannes Gunawan, “Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan Berkontrak dalam Butir-butir
Pemikiran dalam Hukum, Memperingati 70 Tahun Prof.Dr.B.Arief Sidharta, S.H., (Bandung:
Refika Aditama, 2011), hlm. 48.
22
Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata menentukan berlakunya “asas iktikad
baik” dalam melaksanakan perjanjian. Berlakunya asas iktikad baik ini bukan saja
mempunyai daya kerja pada waktu perjanjian dilaksanakan, tetapi juga sudah
mulai bekerja pada waktu perjanjian itu dibuat. Artinya bahwa perjanjian bahwa
perjanjian yang dibuat dengan berlandaskan iktikad buruk misalnya atas dasar
penipuan, maka perjanjian itu tidak sah. Dengan demikian asas iktikad baik
Dengan demikian asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam pasal 1338
tidak lagi bersifat absolut, yang berarti dalam keadaan tertentu hakim berwenang
melalui tafsiran hukum untuk meneliti dan menilai serta menyatakan bahwa
kedudukan para pihak dalam suatu perjanjian berada dalam keadaan yang tidak
seimbang sedemikian rupa, sehingga salah satu pihak dianggap tidak bebas untuk
menyatakan kehendaknya.
tidak ada, selalu ada pihak yang lebih lemah dari pihak yang lain. Beliau
mengilustrasikan dengan suatu cerita lama yang mengandung moral yang ada
kaitannya dengan tafsiran perjanjian. Ada seorang gadis yang orang tuanya miskin
dan mempunyai hutang yang besar karena meminjam uang untuk menyekolahkan
23
anak gadis tersebut. Kalau hutangnya tidak segera dibayar maka satu-satunya
harta berupa rumah dan pekarangannya akan dilelang. Sang penolong yang
orang tua gadis tersebut bahwa hutang akan dilunasi asal gadis tersebut
dikawinkan dengan anak lelaki sang penolong, sedangkan anak gadis tersebut
dengan orang tua yang miskin tersebut. Apakah aneh kalau orang tua miskin
kontrak yang menjurus kepada hubungan-hubungan hukum dengan isi yang tidak
antara lain ketentuan yang terdapat pada pasal 1320 ayat (4) KUH Perdata,
yang menentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah harus dengan
menggariskan bahwa apa yang ingin dicapai oleh para pihak dalam suatu
kesusilaan, atau ketertiban umum (pasal 1337 KUH Perdata). Ini berarti asas
kebebasan berkontrak yang dianut dalam hukum perjanjian kita bukanlah tanpa
batas, melainkan ada batasnya baik mengenai isi maupun bentuknya. Jika
berhadapan dengan hukum memaksa (dwingen recht) maka kebebasan itu tidak
ada, dan para pihak tidak boleh atau dilarang mengatur hubungan-hubungan
24
BAB III
KESIMPULAN
1. Asas kebebasan berkontrak dalam hukum perdata kita merupakan refleksi dari
sistem terbuka (open system) dari hukum perjanjian sebagaimana diatur dalam
Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang tidak lain merupakan
terjemahan dari Burgerlijk Wetboek (BW). Asas yang terkandung dalam Pasal
1338 ayat (1) BW ini pada intinya bermakna bahwa setiap orang bebas
membuat perjanjian dengan orang lain, apapun isinya dan apapun bentuknya.
2. Keberadaan asas kebebasan berkontrak sebagai bagian dari hak asasi setiap
orang untuk membuat perjanjian menurut kehendak dan pilihan para pihak itu
sifatnya universal. Tidak hanya dikenal dan diakui dalam sistem hukum
perdata Barat, tetapi juga dikenal dan diakui dalam sistem hukum perdata di
umum. Dengan demikian asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam pasal
1338 KUH Perdata tidak bersifat absolut. Dalam keadaan tertentu, bahkan
hakim berwenang menilai dan menyatakan bahwa suatu perjanjian yang dibuat
para pihak dalam keadaan yang tidak seimbang sedemikian rupa sehingga salah
25
satu pihak dianggap tidak memiliki kebebasan untuk menyatakan kehendaknya
berkontrak. Seseorang yang dalam keadaan terpaksa pada hakikatnya tidak lagi
(free will).
26