Anda di halaman 1dari 33

PENGARUH JENIS NUTRISI BAGI MIKROORGANISME

TERHADAP KUALITAS KIMIA KOMPOS DARI TANDAN KOSONG


KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BIOAKTIVATOR EM-4

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

NUR FAUZIAH
NIM. 14 644 051

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
JURUSAN TEKNIK KIMIA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
SAMARINDA
2017
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 4
2.1. Tandan Kosong Kelapa Sawit ...................................................................... 4
2.2. Gula Aren ..................................................................................................... 4
2.3. Molase .......................................................................................................... 6
2.4. Gula Pasir ..................................................................................................... 7
2.5. Effective Microorganism (EM-4) ................................................................. 7
2.6. Pengomposan ............................................................................................ 9
2.6.1. Prinsip Proses Pengomposan............................................................. 9
2.6.2. Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan ......................... 10
2.7. Kompos .................................................................................................. 13
2.7.1. Keunggulan Kompos ....................................................................... 14
2.7.2. Kualitas Kompos ............................................................................. 15
2.7.3. Analisa Kualitas Kimia Kompos...... Error! Bookmark not defined.
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 20
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 20
3.2. Rancangan Penelitian ................................................................................. 20
3.2.1 Variabel Tetap ................................................................................. 20
3.2.2 Variabel Berubah ............................................................................ 20
3.2.3 Variabel Respon ................................................................................... 21
3.3. Alat dan Bahan ........................................................................................... 21
3.3.1. Alat....................................................................................................... 21
3.3.2. Bahan ................................................................................................... 23
3.4. Prosedur Penelitian ..................................................................................... 24
3.4.1. Diagram Alir Penelitian ........................ Error! Bookmark not defined.
3.4.2. Prosedur Penelitian .............................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 29

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara agraris, dimana sebagian besar penduduk

Indonesia mempunyai pencaharian di bidang pertanian dan perkebunan. Sebagai

negara agraris, pertanian dan perkebunan di Indonesia menghasilkan berbagai

macam tumbuhan komoditas ekspor yang berkontribusi dalam mengembangkan

perekonomian Indonesia, salah satunya adalah kelapa sawit.

Kelapa sawit merupakan komoditi perkebunan yang penyebarannya sangat

cepat, salah satunya di Wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur

yang memproduksi 1.112.442 ton/tahun kelapa sawit (Badan Pusat Statistik

Provinsi Kalimantan Timur, 2013). Pengolahan Tandan Buah Segar menjadi

minyak sawit menghasilkan limbah berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS)

sebesar 20-23% (Darnoko dan Sutarta, 2006), sehingga jumlah TKKS yang dapat

dihasilkan sebesar 244.737,24 ton/tahun.

Tandan kosong kelapa sawit dikembangkan sebagai pupuk kalium dengan

cara pembakaran di dalam insinerator, namun dengan semakin banyaknya TKKS

yang dibakar dapat meningkatkan polusi udara (Hasibuan dkk., 2012). Sementara

itu, TKKS mengandung berbagai hara yang dibutuhkan oleh tanaman yaitu 0,7%

Nitrogen, 0,13% Fosfor dan 7% Kalium (Nasrul dan Maimun, 2009), oleh karena

1
itu TKKS lebih disarankan untuk dijadikan sebagai kompos, salah satu metode yang

dapat dilakukan adalah cara pengomposan.

Pengolahan TKKS menjadi kompos sangat bermanfaat, dengan

menggunakan proses pengomposan dapat meningkatkan kandungan hara Nitrogen

yang dibutuhkan oleh tanaman dan prosesnya lebih ramah lingkungan, serta biaya

pengolahannya lebih terjangkau.

1.2.Rumusan Masalah

Penelitian mengenai pembuatan kompos telah banyak dilakukan, salah satu

penelitian yang telah dilakukan oleh Chasanah, Rahmawati, dan Iskarlia (2013)

berjudul optimasi proses dekomposisi tkks menggunakan aktivator EM-4

memberikan hasil terbaik yaitu 2,68% N, 0,07% P dan 0,29% K pada variasi

volume 20 mL EM-4 dengan waktu pengomposan yang lebih cepat yaitu 14 hari.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Elvianita (2016) yaitu pengaruh waktu

pengomposan terhadap unsur hara kompos tandan kosong kelapa sawit dengan

menggunakan EM-4 sebagai bioaktivator. Dari penelitian yang telah dilakukan

diperoleh hasil terbaik dengan kompos berwarna coklat kehitaman dan berbau

tanah, serta waktu optimum pengomposan pada hari ke 11 yaitu 2,08% meliputi

kandungan N (0,80%), P (0,21%), dan K (1,06%).

Berdasarkan penelitian di atas total NPK masih belum memenuhi standar

sesuai dengan peraturan Menteri Pertanian No.70/ Permentan/ SR.140/ 10/ 2011

sebesar 4 %, sehingga dilakukan percobaan untuk meningkatkan total NPK kompos

TKKS dengan cara memberikan perlakuan penambahan nutrisi bagi

mikroorganisme. Salah satu nutrisi yang diperlukan oleh mikroorganisme adalah

2
glukosa, glukosa banyak terdapat dalam gula-gulaan. Dalam fermentasi, gula

sangat disukai oleh beberapa jenis bakteri sebagai sumber nutrisi (Purnomo, 1995).

Gula reduksi merupakan faktor penting bagi sel yeast Saccharomyces cerevisiae

sebagai sumber energi untuk melakukan metabolisme (Mangunwidjaja dan

Suryani, 1994).

Pengembangan yang dilakukan pada penelitian ini adalah memvariasikan

sumber nutrisi bagi mikroorganisme yang berperan dalam proses pengomposan

terhadap kualitas kimia kompos tandan kosong kelapa sawit.

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sumber nutrisi bagi

mikroorganisme yang berperan dalam proses pengomposan terhadap kualitas kimia

kompos tandan kosong kelapa sawit ditinjau dari kandungan nitrogen, fosfor dan

kalium sesuai peraturan Menteri Pertanian No.70/ Permentan/ SR.140/ 10/ 2011.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah mengatasi permasalahan pada

pencemaran yang dapat disebabkan oleh limbah tandan kosong kelapa sawit.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tandan Kosong Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack.) merupakan tanaman

perkebunan yang memegang peranan penting dalam industri pangan. Pengolahan

kelapa sawit menjadi minyak sawit menghasilkan beberapa jenis limbah padat yang

meliputi tandan kosong kelapa sawit, cangkang dan serat mesocarp. Tandan kosong

kelapa sawit merupakan limbah terbesar dibandingkan limbah padat lainnya.

Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan limbah yang dihasilkan

sebanyak 23 % dari tandan buah segar (Darnoko, 2006). TKKS merupakan bahan

yang mengandung unsur N, P, K dan Mg. TKKS sangat potensial dimanfaatkan

sebagai kompos karena jumlahnya yang melimpah dan kadar haranya yang tinggi.

Tandan kosong kelapa sawit memiliki komposisi kimia berupa 45,95% selulosa,

22,84% hemiselulosa, 16,49% lignin, 2,41% minyak, dan 1,23% abu (Firmansyah,

2010). Kandungan unsur hara TKKS sebelum dikomposkan yaitu 66,30% karbon,

0,70% nitrogen, 0,13% fosfor dan 7% kalium (Nasrul dan Maimun, 2009).

2.2. Gula Aren

Gula aren merupakan gula yang terbuat dari aren atau nira. Dalam fermentasi,

gula sangat disukai oleh beberapa jenis bakteri sebagai sumber nutrisi, salah satuya

jenis khamir osmofilik yang memanfaatkan gula-gula sederhana sebagai sumber

4
karbon, sedangkan beberapa jenis lainnya dapat mengubah asam organik seperti

asam laktat dan asetat (Purnomo, 1995). Adapun beberapa komposisi kimia dari

gula aren yang dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia gula aren

NO. Sifat Kimia Komposisi (%)

1 Air 9,16

2 Sukrosa 84,31

3 Glukosa 0,53

4 Lemak 0,11

5 Protein 2,28

6 Total Mineral 3,66

7 Kalsium 1,35

8 Fosfor 1,37

Sumber: BPTPBanten (2005)

5
2.3. Molase

Molase merupakan salah satu produk utama setelah gula pasir, yang

dihasilkan dari bermacam-macam tingkat pengolahan tebu menjadi gula (Witono,

2003). Menurut Judoamidjojo dan Darwis (1992), molase mengandung sejumlah

besar gula, baik sukrosa maupun gula reduksi. Total kandungan gula berkisar 48-

56% dan pH sekitar 5,5-5,6. Gula reduksi merupakan faktor penting bagi sel yeast

Saccharomyces cerevisiae sebagai sumber energi untuk melakukan metabolisme

(Mangunwidjaja dan Suryani, 1994). Molase pekat berasal dari cairan gula yang

diuapkan sehingga mengandung 70-80% gula yang terdiri dari 70% gula invert

(Purwani, Rofiq dan Hidayat, 2007). Adapun beberapa komposisi kimia dari molase

yang dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Komponen yang terkandung dalam molase

6
2.4. Gula Pasir

` Gula pasir mempunyai kandungan karbohidrat sederhana yang mudah

diubah menjadi energi. Gula pasir dipercaya mampu menambah energi dalam tubuh

karena kandungan karbohidratnya. Gula pasir cukup terkenal berkhasiat untuk

menambah energi, antioksidan, menyehatkan kulit, dan semacamnya (Meilisa,

2017).

Menurut Kementrian Kesehatan Republic Indonesia,Gula Pasir

mengandung energi sebesar 364 kilokalori, protein 0 gram, karbohidrat 94 gram,

lemak 0 gram, kalsium 5 miligram, fosfor 1 miligram, dan zat besi 0

miligram. Selain itu di dalam Gula Pasir juga terkandung vitamin A sebanyak 0

IU, vitamin B1 0 miligram dan vitamin C 0 miligram. Hasil tersebut didapat dari

melakukan penelitian terhadap 100 gram Gula Pasir, dengan jumlah yang dapat

dimakan sebanyak 100 %.

2.5. Effective Microorganism (EM-4)

Effective microorganism (EM-4) merupakan biodekomposer yang banyak

digunakan di dalam proses pembuatan kompos. Bakteri pengurai ini akan

membantu pembuatan kompos menjadi lebih singkat, mudah dan berkualitas lebih

baik. Effective microorganism dapat dibuat sendiri menggunakan bahan-bahan

yang mudah didapatkan (Sofian, 2006).

7
Effective microorganism memiliki kandungan mikroorganisme yang sangat

banyak, beberapa diantaranya yang sering digunakan untuk fermentasi bahan-

bahan organik, yaitu (Redaksi AgroMedia, 2007) :

a. Bakteri streptomyces griseus, berfungsi menjaga kesuburan tanah, mengikat

nitrogen serta menguraikannya dari bahan organik menjadi nitrat dan nitrit

(Azotobacter chocorum)

b. Bakteri fotosintesis, berfungsi dalam pembentukan zat-zat yang bermanfaat bagi

sekresi akar tumbuhan, bahan organik, gas berbahaya dan meningkatkan

pertumbuhan mikroorganisme lainnya.

c. Ragi, berfungsi dalam pembentukan zat anti bakteri dan pertumbuhan tanaman

dari asam-asam amino dan gula yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintesis

d. Bakteri bacillus, berfungsi menghasilkan asam laktat dari gula, menekan

pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, meningkatkan percepatan

perombakan bahan-bahan organik (seperti lignin dan selulosa), serta melepaskan

ikatan fosfor menjadi P2O5 (Bacillus megaterium) dan kalium menjadi K2O

(Bacillus mucilaginous) dalam persenyawaannya.

Effective microorganism dapat memperbaiki struktur dan tekstur tanah

menjadi lebih baik. Effective microorganism juga menyuplai unsur hara yang

dibutuhkan tanaman. Penggunaan Effective microorganism akan membuat tanaman

menjadi lebih subur, sehat dan relatif tahan terhadap serangan hama dan peyakit

(Redaksi AgroMedia, 2007).

8
2.6. Pengomposan

Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) dan stabilisasi

bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaaan lingkungan terkendali dengan

hasil akhir berupa humus atau kompos. Proses pengomposan melibatkan sejumlah

organisme tanah termasuk bakteri, jamur, protozoa, aktinomisetes, nematoda,

cacing tanah, dan serangga (Djuarnani, Kristian, dan Budi, 2000).

2.6.1. Prinsip Proses Pengomposan

Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman karena

perbandingan kandungan C/N dalam bahan tersebut tidak sesuai dengan C/N

tanah. Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organik

hingga sama dengan C/N tanah. Semakin tinggi rasio C/N bahan organik maka

proses pengomposan atau perombakan bahan semakin lama. Proses perombakan

bahan organik secara biofisika-kimia, melibatkan aktivitas biologi mikroba dan

mesofauna. Secara alami proses peruraian tersebut bisa dalam keadaan aerob

(dengan O2) maupun anaerob (tanpa O2). Proses penguraian aerob dan anerob

secara garis besar sebagai berikut:

Mikroba Aerob
Bahan organik + O2 H2O + CO2 + hara + humus + energy
N, P, K

Mikroba Anaerob

Bahan organik CH4 + hara + humus (Gaur, 1980)


N, P, K

9
2.6.2. Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan

Proses pengomposan merupakan proses biokimia sehingga setiap faktor

yang mempengaruhi mikroorganisme tanah akan mempengaruhi laju dekomposisi

tersebut. Laju dekomposisi bahan organik (bahan baku kompos) menjadi kompos

yang matang dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :

1. Rasio C/N, rasio C/N bahan organik (bahan baku kompos) merupakan

faktor terpenting dalam laju pengomposan. Proses pengomposan akan berjalan

baik jika imbangan C/N bahan organik yang dikomposkan sekitar 25-55.

Imbangan C/N yang terlalu tinggi akan menyebabkan proses pengomposan

berlangsung lambat. Keadaan ini disebabkan mikroorganisme yang terlibat dalam

proses pengomposan kekurangan nitrogen (N). Sementara itu, imbangan yang

terlalu rendah akan menyebabkan kehilangan nitrogen dalam bentuk ammonia

yang selanjutnya akan teroksidasi (Simamora dan Salundik, 2006).

2. Suhu Pengomposan, suhu dapat berpengaruh terhadap proses

pengomposan karena berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat.

Suhu optimum bagi pengomposan adalah 40-60°C dengan suhu maksimum 75°C.

Jika suhu pengomposan mencapai 40°C, aktifitas mikroorganisme mesofil akan

digantikan oleh mikroorganisme termofil. Jika suhu mencapai 60°C, fungi akan

berhenti bekerja dan proses perombakan dilanjutkan oleh aktinomisetes

(Murbandono, 2000).

3. Tingkat Keasaman (pH), salah satu faktor kritis bagi pertumbuhan

mikroorgaisme yang terlibat dalam proses pegomposan adalah tigkat keasaman

(pH). Karena itu, pengaturan pH selama proses pengomposan perlu dilakukan.

10
Pada awal pengomposan, reaksi cenderung agak asam karena bahan organik yang

dirombak menghasilkan asam-asam organik sederhana. Namun, akan mulai naik

sejalan dengan waktu pengomposan dan akhirnya akan stabil pada pH netral.

4. Jenis Mikroorganisme yang Terlibat, berdasarkan suhu yang sesuai untuk

metabolisme dan pertumbuhannya, mikroorganisme diklasifikasikan dalam tiga

jenis, yaitu psikrofil, mesofil, dan termofil. Mikroorganisme psikrofil hidup pada

suhu kurang dari 20°C, mikroorganisme mesofil dapat hidup pada suhu 25-40°C,

sedangkan mikroorganisme termofil hidup pada suhu di atas 65°C. Namun, yang

terlibat dalam proses pengomposan adalah mikroorganisme mesofil dan termofil.

5. Aerasi, aerasi yang baik sangat dibutuhkan agar proses dekomposisi

(pengomposan) bahan organik berjalan lancar. Aerasi (pengaturan udara) yang

baik ke semua bagian tumpukan bahan kompos sangat penting untuk menyediakan

oksigen bagi mikroorganisme dan membebaskan CO2 yang dihasilkan. Karbon

dioksida yang dihasilkan harus dibuang agar tidak menimbulkan zat beracun yang

merugikan mikroorganisme sehingga bisa menghambat aktivitasnya (Simamora

dan Salundik, 2006).

6. Kelembaban, kelembaban berperan penting dalam proses dekomposisi

bahan baku kompos karena berhubungan dengan aktivitas mikroorganisme.

Kelembaban optimum untuk proses pengomposan aerobik sekitar 50-60% setelah

bahan organik dicampur (Murbandono, 2000).

7. Struktur Bahan Baku, laju dekomposisi bahan organik juga tergantung

dari sifat bahan yang akan didekomposkan. Sifat bahan tanaman tersebut

diantaranya jenis tanaman, umur, dan komposisi kimia. Semakin muda umur

11
tanaman, proses dekomposisi akan berlangsung lebih cepat. Hal ini disebabkan

kadar airnya dan nitrogen tinggi, imbangan C/N yang kecil, serta kandungan

lignin yang rendah (Simamora dan Salundik, 2006).

8. Ukuran Bahan Baku, ukuran bahan baku kompos akan mempengaruhi

kecepatan proses pengomposan. Semakin kecil ukuran bahan baku (5-10 cm),

proses pengomposan (dekomposisi) berlangsung semakin cepat. Hal ini terjadi

karena adanya peningkatan luas permukaan bahan untuk “diserang”

mikroorganisme (Murbandono, 2000).

9. Pengadukan, faktor lain yang berpengaruh terhadap proses pengomposan

adalah pengadukan. Bahan baku kompos terdiri dari campuran berbagai bahan

organik yang memiliki sifat terdekomposisi berbeda (ada yang mudah dan sukar

terdekomposisi). Apabila bahan campuran ini tidak diaduk, maka proses

dekomposisi tidak berjalan secara merata. Akibatnya, kompos yang dihasilkan

kurang bagus. Karena itu, sebelum dan selama proses pengomposan, campuran

bahan baku kompos harus diaduk sehingga mikroba perombak bahan organik bisa

menyebar secara merata. Dengan demikian, kinerja mikroba perombak bahan

organik bisa lebih efektif. Pengadukan sebaiknya dilakukan seminggu sekali.

10. Lama Waktu Fermentasi, lama waktu pengomposan bergantung pada

karakteristik bahan yang difermentasi, metode fermentasi yang dipergunakan dan

dengan atau tanpa penambahan fermentor. Secara alami fermentasi akan

berlangsung dalam waktu 4 minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar

matang (Simamora dan Salundik, 2006).

12
11. Nutrisi bagi Mikroorganisme, dalam fermentasi, gula sangat disukai oleh

beberapa jenis bakteri sebagai sumber nutrisi, salah satuya jenis khamir osmofilik

yang memanfaatkan gula-gula sederhana sebagai sumber karbon, sedangkan

beberapa jenis lainnya dapat mengubah asam organik seperti asam laktat dan

asetat (Purnomo, 1995). Gula reduksi merupakan faktor penting bagi sel yeast

Saccharomyces cerevisiae sebagai sumber energi untuk melakukan metabolisme

(Mangunwidjaja dan Suryani, 1994).

2.7.Kompos

Kompos merupakan pupuk yang terbuat dari bahan organik yang penting dan

banyak dibutuhkan tanaman. Kompos terbuat dari bagian-bagian tanaman yang

telah mengalami penguraian oleh mikroorganisme (Redaksi Agro Media, 2007).

Dalam kompos terdapat unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman, unsur

hara penting yang sangat dibutuhkan oleh tanaman adalah sebagai berikut :

a. Nitrogen, nitrogen dibutuhkan untuk menyusun 1-4% bahan kering tanaman,

seperti batang, kulit dan biji. Nitrogen diambil dari dalam tanaman dalam bentuk

senyawa metabolisme karbohidrat seperti asam amino. Sedangkan nitrogen dari

dalam tanah diambil dalam bentuk nitrat (NO3-) atau ammonium (NH4+), juga

tersedia pada kompos dan pupuk kandang dalam jumlah sedikit dari tanah. Nitrogen

merupakan unsur penting dalam pertumbuhan tanaman. Nitrogen berguna sebagai

penyusun protein dan ikut berperan dalam sebagian proses pertumbuhan dan

pembentukan produksi tanaman, seperti buah, daun dan umbi (Sutejo, 1990).

13
b. Fosfor, fosfor dibutuhkan untuk menyusun 0,1-0,4% bahan kering tanaman.

Unsur ini sangat penting dalam proses fotosintesis dan fisiologi kimiawi tanaman.

Pospor juga dibutuhkan dalam pembelahan sel, pengembangan jaringan dan titik

tumbuh tanaman, serta memiliki peran penting di dalam proses transfer energi

(Sutejo, 1990). Di alam, fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat

organik (pada tumbuhan dan hewan) dan anorganik (pada air dan tanah). Fosfor di

dalam bentuk terikat sebagai Ca3(PO4)2, Fe3(PO4)2, Al3(PO4)2, fitat atau protein

dan sebagai P2O5 di dalam kompos.

c. Kalium, kalium dibutuhkan untuk menyusun 1-4% bahan kering tanaman.

Kalium memiliki banyak fungsi, diantaranya mengaktifkan 60 enzim tanaman dan

berperan penting dalam sintesis karbohidrat dan protein (Sutejo, 1990). Kalium

terikat dalam bentuk mineral di dalam tanah sebagai K-feldspar, K-mika, biotit dan

muskovit.

2.7.1. Keunggulan Kompos

Pupuk kompos memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan jenis

pupuk yang lainnya, keunggulan yang dimiliki kompos adalah sebagai berikut:

a. Pupuk kompos yang remah serta gembur akan memperbaiki pH dan struktur

tanah.

b. Walaupun kandungan unsur mikro dan makro di dalam kompos sedikit, tetapi

kelengkapannya sangat diperlukan tanaman.

c. Pemakaian kompos lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan

pemakaian pupuk kimia pada tanaman.

d. Murah dan mudah didapat, bahkan dapat dibuat sendiri.

14
e. Mampu menyerap dan menampung air lebih banyak dibandingkan dengan

pupuk kimia.

f. Membantu meningkatkan jumlah mikroorganisme pada media tanam,

sehingga meningkatkan unsur hara tanaman (Redaksi Agro Media, 2007).

2.7.2. Kualitas Kompos

Kualitas kompos biasanya diidentikan dengan kandungan unsur hara yang

ada di dalamnya, kadarnya sangat bergantung dari bahan baku atau proses

pengomposan.

A. Menentukan Kematangan Kompos

Kompos dikatakan bagus dan siap diaplikasikan jika tingkat kematangannya

sempurna. Kompos yang matang bisa dikenali dengan memperhatikan keadaan

bentuk fisiknya, sebagai berikut:

1. Jika diraba, suhu tumpukan bahan yang dikomposkan sudah dingin, mendekati

suhu ruang.

2. Tidak mengeluarkan bau busuk lagi.

3. Bentuk fisiknya menyerupai tanah yang berwarna kehitaman.

4. Kompos yang sudah matang tidak akan larut ke dalam air.

5. Strukturnya remah, tidak menggumpal.

Jika dianalisis, kompos yang sudah matang akan memiliki cirri sebagai berikut:

1. Tingkat keasaman (pH) kompos netral (6,5-7,5)

2. Memiliki C/N sebesar 10-20

3. Kapasitas tukar kation tinggi, mencapai 110 me/100 gram

15
4. Daya absorbsi air tinggi

Kompos yang akan digunakan untuk memupuk tanaman sangat diajurkan berupa

kompos yang matang. Pemberian kompos yang kurang matang akan merugikan

tanaman. Apabila kompos yang belum matang memiliki suhu yang cukup tinggi,

akan menyebabkan kematian pada tanaman jika diaplikasikan. Selain itu, akan

terjadi persaingan nutrien antara tanaman dan mikroorganisme yang terlibat dalam

pengomposan. Akibatnya, kebutuhan hara tanaman tidak terpenuhi sehingga

pertumbuhan tanaman terganggu atau tidak optimal (Simamora & Salundik, 2006).

B. Standar Kualitas kompos

Kualitas kompos biasanya diidentikan dengan kandungan unsur hara yang

ada di dalamnya. Kualitas kompos sangat variatif, tergantung dari bahan baku atau

proses pengomposan. Unsur hara dalam kompos terbilang lengkap (mengandung

unsur hara mikro dan makro), tetapi kadarnya kecil sehingga tidak dapat memenuhi

kebutuhan tanaman. Karena itu, kualitas kompos akan lebih baik jika mutunya

ditingkatkan, terutama kandungan unsur hara makro (Murbandono, 2000).

Spesifikasi dan standar kualitas untuk pupuk organik padat berdasarkan peraturan

Menteri Pertanian No.70/ Permentan/ SR.140/ 10/ 2011 dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3 Persyaratan teknis minimal pupuk organik padat, Menteri

Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011

Standar Mutu
Granul/Pelet Remah/Curah
No Parameter Satuan
Diperkaya Diperkaya
Murni Murni
Mikroba Mikroba
1 C Organik % Min 15 Min 15 Min 15 Min 15
2 C/N Rasio - 15-25 15-25 15-25 15-25

16
3 Bahan Ikutan % Maks 2 Maks 2 Maks 2 Maks 2
4 Kadar Air % 8-20 10-25 15-25 15-25
5 Logam berat
Maks 10 Maks 10 Maks 10 Maks 10
As
Maks 1 Maks 1 Maks 1 Maks 1
Hg Ppm
Maks 50 Maks 50 Maks 50 Maks 50
Pb
Maks 2 Maks 2 Maks 2 Maks 2
Cd
Standar Mutu
Granul/Pelet Remah/Curah
No Parameter Satuan
Diperkaya Diperkaya
Murni Murni
Mikroba Mikroba
6 pH - 4-9 4-9 4-9 4-9
7 N + P2O5 + K2O % Min 4 Min 4 Min 4 Min 4
8 Mikroba Kontaminan
E.Coli MPN/g Maks 102 Maks 102 Maks 102 Maks 102
Salmonella Sp
9 Mikroba Fungsional
Penambat N Cfu/g - Maks 103 - Maks 103
Pelarut P
10 Ukuran Butiran 2-5 mm % Min 80 Min 80 - -
11 Hara Mikro
Maks 9000 Maks 9000 Maks 9000 Maks 9000
Fe Total
Maks 500 Maks 500 Maks 500 Maks 500
Fe Tersedia Ppm
Maks 5000 Maks 5000 Maks 5000 Maks 5000
Mn
Maks 5000 Maks 5000 Maks 5000 Maks 5000
Zn
12 Unsur Lain
La Ppm 0 0 0 0
Ce
Sumber: Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011

2.7.3. Metode Analisa Kompos

2.7.3.1.Metode Kjeldhal

Metode kjeldhal merupakan metode yang sederhana untuk penetapan

nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen.

Sampel didestruksi menggunakan labu kjeldal dengan asam sulfat dan dikatalisis

dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan ammonium sulfat.

Kemudian ammonia dibebaskan dengan menggunakan alkali kuat dan diikat oleh

suatu asam, sehingga dapat dilakukan titrasi asam basa dengan bantuan indikator.

17
Titrasi asam-basa adalah titrasi berdasarkan reaksi asam dengan basa atau

sebaliknya. Larutan peniter yang digunakan pada titrasi asam-basa yaitu HCl,

H2SO4, NaOH dan KOH.

Pada titrasi asam-basa, tidak terlihat perubahan warna atau tanda-tanda lain

yang menunjukkan titik ekivalen. Oleh karena itu, untuk menentukan titik ekivalen

perlu digunakan penunjuk (indikator). Indikator asam-basa adalah suatu asam atau

basa organik yang mempunyai perbedaan warna dalam bentuk ion dan molekulnya

(Sumarna, Ismail & Hariyanto, 1999).

2.7.3.2.Metode UV-Vis

Spektrofotometri UV-Visible adalah bagian teknik analisa spektroskopi

yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan

sinar tampak (380-900 nm) dengan memakai instrument spektrofotometer. Prinsip

kerja dari spektrofotometri UV-Visible adalah penyerapan cahaya oleh molekul-

molekul. Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-visible (tampak)

karena mengandung elektron, baik berpasangan maupun sendiri, kemudian dapat

dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi pada panjang gelombang tertentu saat

terjadi absorbsi yang bergantung pada kekuatan elektron yang terikat dalam

molekul. Elektron dalam suatu ikatan kovalen tunggal terikat dengan kuat dan

diperlukan radiasi berenergi tinggi atau panjang gelombang rendah untuk

eksitasinya (Clark, 1993).

Penggunaan spektrofotometri UV-Visible dalam penentuan kadar fosfor

berprinsip pada ortofosfat yang terlarut direaksikan dengan ammonium

18
molibdatvanadat membentuk senyawa kompleks molibdovanadat asam fosfat yang

berwarna kuning. Sehingga semua fosfor dalam suatu campuran dapat terukur

sebagai P2O5 (SNI 2803, 2010).

2.7.3.3.Metode AES

Spektrometri emisi atom (Atomic Emission Spectrometri) atau yang biasa

disebut dengan AES adalah suatu metode analisa yang digunakan untuk

menentukan unsur-unsur suatu bahan dengan konsentrasi io-ion logam rendah

seperti Na, K, dan Ca yang didasarkan pada proses pemancaran atau emisi oleh

atom-atom. Mekanisme yang terjadi adalah apabila atom logam dibakar, maka atom

logam akan menyerap energi dan tereksitasi, kemudian pada saat berubah kebentuk

dasar, sejumlah energi akan dilepaskan (Hendayana, 1994).

19
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian ini dimulai dari bulan Oktober hingga Desember 2017.

Proses utama yang dilakukan adalah composting tandan kosong kelapa sawit yang

diperoleh dari pabrik PT.Telen Prima Sawit, Desa Sebulu, Kutai Kartanegara.

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar Jurusan Teknik Kimia

Politeknik Negeri Samarinda. Untuk analisa produk kompos dilakukan di

Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Samarida.

3.2. Rancangan Penelitian

3.2.1 Variabel Tetap

a. Massa tandan kosong kelapa sawit 100 gram.

b. Waktu inkubasi 3 minggu

c. Volume EM-4 5 mL

d. Volume pelarut 50 mL

e. Massa nutrisi 5 gram

f. Pengadukan kompos setiap 2 hari sekali

g. Waktu pengomposan 21 hari

3.2.2 Variabel Berubah

Nutrisi bagi mikroorganisme berupa gula aren, molase, dan gula pasir.

20
3.2.3 Variabel Respon

a. Kadar Nitrogen

b. Kadar Posfor

c. Kadar Kalium

3.3. Alat dan Bahan

3.3.1. Alat

A. Pembuatan Kompos
1. Toples plastik

2. Labu ukur

3. Neraca analitis

4. Bulp

5. Gelas beaker 100 mL

6. Spatula

7. pH meter tanah

8. Termomether tanah

B. Analisa Total Nitrogen

1. Neraca analitis

2. Labu ukur 100 mL, 500 mL dan 1000 mL

3. Pipet volumetrik 25 mL

4. Labu kjeldhal

5. Alat distilasi

6. Lumpang porselin

21
7. Buret 50 mL

8. Termometer 300oC

C. Analisa Total Pospor

1. Neraca analitis

2. Oven

3. Lumpang porselin

4. Labu ukur 100 mL, 500 mL dan 2000 mL

5. Corong Ø 7 cm

6. Kertas saring whatman 41

7. Erlenmmeyer 500 mL

8. Pipet volumetrik 5 mL, 10 mL 15 mL dan 50 mL

9. Pipet ukur 5 mL

10. Spektrofotometer

11. Pemanas

D. Analisa Total Kalium

1. Spektrofotometer emisi atom dan lampu katoda kalium

2. Neraca analitik

3. Gelas piala 300 mL

4. Labu ukur 100 mL, 250 mL 500 mL dan 1000 mL

5. Pemanas listrik

6. Kertas saring whatman 41

7. Pipet volumetrik 2 mL, 5 mL dan 10 mL

22
3.3.2. Bahan

A. Pembuatan Kompos

1. Tandan kosong kelapa sawit


2. EM-4
3. Gula Aren
4. Gula pasir
5. Molase
6. Aquadest

B. Analisa Total Nitrogen

1. Larutan asam sulfat-salisilat


2. Natrium tiosulfat
3. Larutan asam borat 1%
4. Larutan H2SO4 0,05 N
5. Indikator conway
6. Larutkan NaOH 40%
7. Aquades

C. Analisa Total Pospor

1. Pereaksi molibdovanadat
2. Larutan standar fosfat
3. HClO4 70-72%
4. HNO3 p.a

D. Analisa Total Kalium

1. Larutan standar kalium 1 mg/mL


2. Larutan supresor

23
3.4. Prosedur Penelitian

3.4.1. Diagram Alir Penelitian


Tandan Kosong Kelapa Sawit

Pengecilan ukuran 18 mesh

Penambahan 50 mL campuran
(5 g gula + 5 mL EM-4 + air)

Pengadukan hingga homogen

Proses pengomposan
21 hari

Kompos

Uji karakteristik kompos :


- Analisa Total Nitrogen dengan metode titrimetri

asam basa

- Analisa Total Fosfor dengan metode UV-Vis

- Analisa Total Kalium dengan metode AES


Gambar 3.1 Diagram alir proses pembuatan kompos

24
3.4.2. Prosedur Penelitian

A. Pembuatan Kompos TKKS

1. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dicacah hingga berukuran kecil

berukuran 18 mesh.

2. Menimbang masing-masing sebanyak 100 g TKKS yang telah cacah dan

memasukanya ke dalam toples plastik.

3. Menimbang molase/gula aren/gula pasir (nutrisi MO) sebanyak 5 gram

kemudian mentambahkan 5mL EM-4

4. Melarutkan ke dalam labu ukur 50 mL menggunakan aquadest

5. Menambahkan larutan gula dan EM-4 kedalam tumpukan TKKS dan

mengaduk hingga homogen, kemudian metutup rapat dan mendiamkan

6. Mengukur suhu dan pH setiap hari dan dilakukan pengadukan setiap 2 hari

7. Melakukan proses pengomposan selama 21 hari

8. Melakukan analisa kadar N, P, K dan rasio C/N

B. Prosedur Analisa Total Nitrogen (SNI 2803:2010)

1. Menimbang dengan teliti 0,5 g kompos yang telah dihaluskan dan

memasukkan ke dalam labu kjeldhal.

2. Menambahkan 25 mL larutan asam sulfat salisilat, menggoyangkan hingga

merata dan mendiamkan semalaman.

3. Menambahkan 4 g Na2S2O2.5H2O kemudian memanaskan pada suhu rendah

hingga gelembung habis.

25
4. Menaikan suhu secara bertahap maksimum 300oC (sekitar 2 jam) dan

mendiamkannya hingga dingin.

5. Mengencerkan dengan air suling, memindahkan ke dalam labu takar 500 mL

kocok dan menepatkan sampai tanda garis.

6. Memipet 25 mL, memasukkan ke dalam labu distilasi, serta menambahkan

150 mL air suling dan batu didih.

7. Mendistilasi setelah menambahkan 10 mL larutan NaOH 40% dan

menampung hasil distilasi pada 20 mL larutan asam borat 1% yang ditambah

3 tetes indikator Conway.

8. Menghentikan penyulingan bila hasil sulingan mencapai 100 mL.

9. Menitrasi dengan larutan H2SO4 0,05 N sampai titik akhir titrasi tercapai

(warna hijau berubah menjadi merah jambu) dan melakukan hal yang sama

pada larutan blanko.

C. Prosedur Analisa Total Pospar (SNI 2803:2010)

a. Preparasi Sampel

1. Menimbang dengan teliti 1 g sampel yang halus, masukkan ke dalam gelas

piala 250 mL.

2. Menambahkan dengan 25 mL HNO3 p.a.

3. Mendidihkan perlahan-perlahan selama 30 menit, mendinginkan.

4. Menambahkan 10-20 mL HClO4 70-72%.

5. Mendidihkan perlahan-lahan sampai larutan tidak berwarna dan timbul

asap putih pada gelas piala, mendinginkan.

26
6. Menambahkan 50 mL air suling dan mendidihkan beberapa menit,

mendinginkan.

7. Meminindahkan dalam labu ukur 500 mL dan menepatkan dengan air

suling sampai tanda tera, menghomogenkan.

8. Menyaring dengan kertas saring Whatman No. 41 dan menampung ke

dalam erlenmeyer.

b. Prosedur Analisa

1. Memipet 5 mL larutan contoh dan masing-masing larutan standar fosfat ke

dalam labu ukur 100 mL.

2. Menambahkan 45 mL air suling, Mendiamkan selama 5 menit.

3. Menambahkan pereaksi molibdovanadat sebanyak 20 mL dan

mengencerkan dengan air suling hingga tanda tera, kemudian

mengocoknya hingga homogen.

4. Mendiamkan larutan selama 10 menit dan melakukan hal yang sama pada

larutan blanko.

5. Optimasi spektrofotometer pada panjang gelambang 400 nm.

6. Membaaca absorbansi larutan sampel dan standar pada spektrofotometer.

7. Membuat kurva standar.

8. Menghitung kadar P2O5 dalam sampel.

27
D. Analisa Kadar Kalium (SNI 2803:2010)

a. Preparasi Sampel

1. Menimbang dengan teliti 5 g sampel yang siap, memasukkan ke dalam

gelas piala 300 mL.

2. Menambahkan 10 mL HCl, 100 mL air suling dan mendidihkan selama 5

menit.

3. Mendiamkan hingga dinginkan, memindahkannya ke dalam labu ukur 250

mL.

4. Mengecerkan dengan air suling samapai tanda tera dan menyaringnya

dengan kertas saring whatman 41.

b. Prosedur Analisa

1. Memipet larutan sampel sesuai kebutuhan dan masukkan ke dalam labu

ukur 100 mL.

2. Menambahkan 10 mL larutan supresor, encerkan dengan air suling sampai

tanda tera dan homogenkan.

3. Mengukur konsentrasi kalium dengan spektrofotometer emisi atom pada

panjang gelombang 766,5 nm.

28
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. (2013). Produksi Hasil

Perkebunan Menurut Jenis Tanaman dan Kabupaten Kota. Kalimantan Timur

Chasanah,U.,Rahmawati, L. & Iskarlia, G.R. (2013). Jurnal Sains dan Terapan

Hasnur: Optimasi Proses Dekomposisi Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis

Guineensis) Menggunakan Aktivator EM4

Darnoko dan A. S. Sutarta. (2006). Pabrik Kompos di Pabrik Sawit. Tabloid Sinar

Tani

Djuarnani, N., Kristian & Budi, S. (2000). Cara Cepat Membuat Kompos. Jakarta:

AgroMedia Pustaka.

Elvianita, Tresia. (2016). Pengaruh waktu pengomposan terhadap unsur hara

kompos tandan kosong kelapa sawit dengan menggunakan EM-4 sebagai

bioaktivator. Kalimantan Timur. Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan

Tinggi Politeknik Negeri Samarinda

Firmansyah, A.M. (2010). Teknik Pembuatan Kompos.. Kalimantan Tengah. Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian

Hasibuan, Z.H., Sabrina, T. & Sembiring, M. (2012). Jurnal Agroekoteknologi:

Potensi Bakteri Azobacter dan Hijauan Mucuna Brakteata Dalam

Meningkatkan Hara Nitrogen Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit, 2-3.

Oktober 28, 2015. http://www.dowload.portalgaruda.org./article

29
Judoamidjojo,M., dan A,A, Darwis. (1992). Teknologi Fermentasi. 24-28. Jakarta:

Rajawali Pers

Manguwidjaya,D dan A, Suryani. 1994. Teknologi Bioproses. Jakarta: Penebar

Swadaya

Murbandono, L. (2000). Membuat Kompos. Bogor: Penebar Swadaya.

Nasrul, T.M. (2009). Jurnal Rekayasa dan Lingkungan: Pengaruh Penambahan

Jamur Pelapuk Putih (white Rot Fungi) Pada Proses Pengomposan Tandan

Kosong Kelapa Sawit, 1-2. Oktober 27, 2015. http://www.bio.unsoed.ac.id

Peraturan Mentri Pertanian. (2011). Pupuk Hayati dan Pembenahan Tanah:

Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011. Indonesia

Purnomo, H. (1995). Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan.

Jakarta: UI Press

Purwani, A. Rofiq, dan N, Hidayat. (2007). Simulasi Model Produksi Etanol dari

Molase oleh Saccharomyces cerevisiae pada Kultur Batch.

http://www.ziddu.com/download2087842/purwani.pdf.html. Diakses tanggal 12

September 2017

Redaksi AgroMedia. (2007). Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis: Cara Praktis

Membuat Kompos. Tanggerang: AgroMedia Pustaka.

Simamora, S. & Salundik. (2006). Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis:

Meningkatkan Kualitas Kompos. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

30
Sofian. (2006). Sukses Membuat Kompos dari Sampah. Tanggerang: AgroMedia

Pustaka.

Sutejo, M.M. (1990). Analisa Tanah, Air, dan Jaringan Pertanian. Jakarta: Rineka

Cipta.

Witono,J.A. (2003). Produksi Furfural dan Turunannya: Alternatif Peningkatan

Nilai Tambah Ampas Tebu Indonesia (Sebuah Wacana Bagi Pengembangan

Industri Berbasis Limbah Pertania).

http://www.kompas.com/kesehatan/news/0510/21/113325.htm . Diakses

tanggal 12 September 2017

31

Anda mungkin juga menyukai