BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Sirsak (Annona muricata Linn.)
2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Sirsak
Kingdom : Plantae B
A
Subkingdom : Viridiplantae
Divisio : Tracheophyta
Subdivisio : Spematophytina
Class : Magnoliopsida
Superordo : Magnolionae
Ordo : Magnoliales Gambar 2.1
Familia : Annonaceae a. Bunga dan buah Annona muricata
Genus : Annona Linn. Linn. (Plants Database, 2017); b. Daun
Annona muricata Linn. (CCRC UGM,
Spesies : Annona muricata Linn. (ITIS, 2017)
2014).
Nama daerah : soursop (Bahasa Inggris), graviola (Potugis),
tanaman asli dari daerah tropis hangat di Amerika Utara dan Selatan yang
6
tersebar luas ke daerah tropis dan subtropis di dunia seperti Nigeria, India,
Tanaman ini dapat tumbuh pada ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut
Ketinggian pohon tanaman sirsak antara 5-10 meter yang tumbuh tegak
tunggal yang tumbuh sepanjang tahun berbentuk telur atau lonjong dengan
panjang 6-18 cm dan lebar 2-6 cm, ujung dan pangkal meruncing pendek, tepi
rata, dan panjang tangkai 5 mm. Permukaan daun bagian atas bertekstur halus
bawah warnanya lebih pucat, aroma sedikit menyengat dan sedikit kelat
berwarna kuning keputi-putihan, dan benang sari berambut. Buah sirsak dapat
dimakan, berbentuk seperti hati, kulit buah berwarna hijau dan dagingnya
Ojewole, 2009; Artini, Wahjuni & Sulihingtyas, 2012; Dayeef, Karyono and
metals, inorganic salts, vitamin B dan C (Adewole and Ojewole, 2009) yang
2015). Analisis GCMS kandungan minyak atsiri daun sirsak juga telah
sebagai obat herbal (Coria-Téllez et al., 2016). Daun Annona muricata Linn.
lebih sering diteliti karena efek herbalnya yang cukup banyak (Rosdi et al.,
diabetes (Arthur et al., 2011; Artini, Wahjuni & Sulihingtyas, 2012; Coria-
Namun, daun sirsak juga dapat menyebabkan hipoglikemi, efek sedatif, dan
hipotensi (Adri & Delvi, 2013). Ekstrak daun Annona muricata secara spesifik
melawan 12 jenis sel kanker (Artini, Wahjuni & Sulihingtyas, 2012), dan
secara efektif dan selektif akan berpotensi tinggi untuk sebagai anti-tumor,
anti kanker, dan agen pesticidal (Arthur et al., 2011; Adri & Delvi, 2013).
Pengolahan ekstrak yang berbeda menunjukkan kandungan dan efek
farmakologi yang berbeda. Ekstrak etanol daun Annona muricata secara aktif
serta antirematik dengan cara menekan ekspresi TNF-α dan IL-1β di jaringan
lokal (Arthur et al., 2011; Artini, Wahjuni & Sulihingtyas, 2012). Namun,
ekstrak daun Annona muricata dalam bentuk minyak atsiri tidak menunjukkan
efek sebagai anti-inflamasi (Alitonou et al., 2013) yang signifikan dan lebih
sitotoksik pada sel normal dengan cara menghambat enzim mitonkria komplek
2015).
2.1.4 Penelitian Empiris Uji Toksisitas Daun Sirsak (Annona muricata
Linn.)
Penelitian toksisitas ekstrak Annona muricata L. telah banyak dilakukan
baik secara akut maupun subakut (Adewole & Ojewole, 2009; Dayeef,
Karyono & Sujuti, 2013). Penelitian uji toksisitas akut ekstrak etanol daun
menggunakan 30 ekor tikus putih jantan strain wistar (Rattus norvegicus) yang
negatif (hanya diberi aquades) dan kelompok perlakuan dosis yang terdiri dari
dosis 2000 mg/KgBB, 4000 mg/KgBB, 8000 mg/KgBB dan 16000 mg/KgBB.
Ekstrak etanol daun sirsak diberikan secara oral pada hari pertama, diamati
jumlah kematian hewan coba selama 24 jam, dan diterminasi pada hari ke-15
untuk dinilai derajat kerusakan sel hepar dengan kriteria Manja Roenigk.
dengan post-test only with control group design ini menunjukkan nilai LD50
7464 mg/KgBB dan terlihatnya gejala toksik sebelum kematian hewan coba
(Fajriah, 2016).
Namun, penelitian uji toksisitas ekstra aqueous daun sirsak pada 24 mencit
strains Swiss mice dengan satu perlakuan kontrol (dengan destilasi aquades)
dan perlakuan dosis yang terdiri dari 2000 mg/kg BB, 1000 mg/kg BB, serta
500 mg/kg BB menunjukkan hasil yang berbeda. Ekstrak air daun sirsak
diberikan secara per oral single dose yang dilanjutkan pengamatan selama 24
jam untuk menilai adanya kematian dan perubahan perilaku mencit dan
11
Berdasarkan pengamatan nilai LD50 > 2000 mg/kgBB dan tidak didapatkan
tanda-tanda perubahan pada organ ginjal dan hepar (Utomo, Susilaningsih &
dan etanol daun sirsak memiliki LD50 > 2g/kgBB (Coria-Te´llez, dkk., 2016).
dengan frekuensi 3 kali sehari, maka untuk mencapai median lethel dose
dilakukan oleh Damayanti, et al. (unpublished, 2017) pada mencit strain Balb-
jam, 8 jam, 24 jam, 48 jam, dst. yang menunjukkan hasil bahwa LD50 > 7,5
mg/Kg BB.
Pada penelitian toksisitas akut dengan tikus normal yang diberikan ekstrak
organ jika diberikan pada dosis < 5g/kg BB (Dayeef, Karyono, & Sujuti, 2013;
dengan AST dan ALT yang tidak berubah secara signifikan, sehingga dapat
disimpulkan tidak bersifat toksik pada hati (Arthur, et al., 2011; Coria-Te´llez,
et al., 2016). Namun pada penelitian yang sama pada dosis yang lebih rendah
hipolipidemia (Adewole, & Ojewole, 2009; Arthur, et al., 2011). Selain itu
dalam waktu jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan ginjal atau bahkan
infiltrasi ginjal (Dayeef, Karyono, & Sujuti, 2013; Coria-Te´llez, dkk., 2016;
2.2 Hepar
2.2.1 Anatomi Hepar
Gambar 2.2 Anatomi hepar secara makrokopis dilihat dari anterior (Netter, 2014)
Hepar adalah kelenjar terbesar dengan berat organ sekitar 1,5 kg atau 2%
dari berat tubuh manusia dewasa (Guyton & Hall, 2014) yang mengisi bagian
duodenum, flexura coli dexter, renal sinister, dan glandula suprarenal, serta
Gambar 2.3 Anatomi hepar secara makroskopis dilihat dari posterior (Sobotta, 2015)
ligamentum falcifome, yaitu lobus hepatis dexter yang besar dan lobus hepatis
sinister yang berukuran lebih kecil. Lobus hepatis dexter sendiri terbagi
menjadi lobus quadratus dan lobus caudatus oleh vesical biliaris, fissure
ligament teres, vena cava inferior, dan fissure ligament venosi (Snell, 2016).
Vena portae hepatis terletak pada hilum hepatis yang terletak pada
melekat pada bagian atas bebas omentum minus. Pada hilus juga terdapat
ductus hepaticus dexter dan sinister, cabang kanan dan kiri ateria hepatica,
vena portae, saraf simpatis dan parasimpatis, serta beberapa nodi lymphoidei
14
hepatici. semua yang terdapat di hilus bertujuan untuk mendrainase hepar dan
peritoneum. Hepar tersusun atas lobuli hepatis dimana setiap lobules terdapat
vena centralis yang merupakan cabang vena hepatica. Antar lobules terdapat
vena portae, dan cabang ductus choledochus (trias porta) (Snell, 2016).
Lobulus hati meurpakan unit fungsional hati yang berbentuk silindris dengan
panjang beberapa millimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 ml. Jumlah lobulus
hati sekitar 50.000 sampai 100.000 dalam hati manusia (Guyton & Hall,
2016). Sirkulasi arteri dan vena berjalan di antara sel hepar melalui sinusoid
vena sentralis yang terletak ditengah dan dikelilingi hepatosit serta sinusoid
didalamnya terdapat arteri hepatica, vena porta hepatis, duktus biliaris dan
sferis besar dengan nucleolus dua atau lebih dan bersiat poliploid. Pada
Gambar 2.7 Gambaran histologi hepar dengan sinusoid hati dan sel hepatosit yang
menyebar serta septum interlobaris pada tiap lobulus. (Eroschenko, 2015).
ikat yang menebal di hilus hepatis. Pada hilus hepatis pembuluh darah dan
ductus yang keluar masuk dikelilingi jaringan ikat dari ujung hingga di
dalam celah porta diantara lobules hati. Jaringan ikat reticular yang halus
mengelilingi dan menopang sel hati serta sel sinusoid di lobules hati
(Mescher, 2016).
2. Lobulus Hati
Lobulus hati adalah parenkim hati berbentuk heksagonal terdiri dari sel
hepatosit; tersusun radier dan saling terhubung dengan vena portae sentral.
Setiap lobulus terdapat tiga sampai enam area portal di bagian perifer dan
satu venula dibagian vena sentral. Trias porta adalah zona porta di lobulus
yang terdiri dari jaringat ikat dengan suatu venula (cabang vena portal),
17
arteriol (cabang arteri hepatica), dan ductus epitel kuboid ( cabang ductus
lebar, tidak beraturan dan tersusun atas lapisan diskontinyu sel endotel
sempit dan terpisah dari hepatosit dibawahnya oleh suatu lamina basal
proses pertukaran antar sel dan plasma untuk fungsi fisiologis hati
dari bagian tubuh lain melalui vena portae (Ganong, 2017; Guyton & Hall,
bermuara di vena cava inferior. Waktu transit darah melalui vena portae
hingga vena hepatica adalah sekitar 8,4 detik. Darah akan melewati lempeng
hepatosit pada setiap lobulus hati dan mengalami berbagai reaksi kimiawi
usus. Selain darah dari vena hepatica, darah arteri hepatica juga melalui
18
makrofag (sel kuffer) pada lumen bagian dalam yang berperan dalam proses
imunitas hati (Ganong, 2017; Sherwood, 2016). Sel Kupfer akan menelan
dan menghancurkan sel darah merah dan bakteri yang lewat dalam darah
Guyton & Hall, 2016). Salah satu fungsi hati adalah pengaturan
trigliserida menjadi asam amino dan gliserol (Guyton & Hall, 2016).
19
c. Glukoneogenesis
Glukoneogenesis adalah proses pembentukan glukosa yang terjadi di
dengan cara asam amino dan gliserol dari trigliserid dibuah menjadi
KoA baru akan dapat menjadi energy (Guyton & Hall, 2016).
23
hepar yang cepat dan pembesaran hepar. Pada penyakit hepar kronis,
vitamin D dan vitamin B12 juga disimpan dalam hepar dalam batas
normal.
iii. Fungsi hepar sekresi hormone
28
hepar mengandung apoferritin yang dapat berikatan dengan zat besi jika
kadar zat besi banyak dalam darah kemudian akan dirubah menjadi
ferritin. Jika kadar zat besi dalam darah rendah maka ferritin akan
melepaskan zat besi ke dalam darah agar kadar zat besi kembali normal.
2.2.3.2 Metabolisme Xenobiotik
Mtabolisme xenobiotic di hepar terjadi untuk detoksifikasi (Guyton &
Hall, 2016). Xenobiotik adalah senyawa asing bagi tubuh yang nantinya
Beberapa jenis xenobiotic dari segi medis seperti obat, karsinogen kimia,
dan berbagai senyawa yang bersifat toksik seperti insektisida atau tanaman
Pada fase 1, terjadi reaksi hidroksilasi yang dikatalisis oleh enzim mono-
kerja suatu obat. Reaksi utama pada fase 1 meliputi: reaksi oksidasi (90%)
lipofilik dan diubah menjadi hidrofilik atau turunan yang lebih polar melalui
Gambar 2.18. Siklus sitokrom P450 hidroksilase. Siklus ini merupakan sistem
khas untuk steroid hidroksilase pada korteks adrenal. Sitokrom P450
mikrosom hati tidak membutuhkan protein Fe2S2. Karbon monoksida (CO)
menghambat tahap yang ditandai.
agar xenobiotic menjadi lebih larut air dan akhirnya disekresikan melalui
urine dan empedu. Terdapat lima jenis reaksi konjugasi yag paling sering
sebagian alcohol, arilamin, dan fenol. Donor sulfat dan reaksi sulfasi
berikut :
R + GSH → R – S – G
R adalah xenobiotic elektrofilik yang berekasi dengan GSH dan
xenobiotik akan bebas berikatan secara kovalen dengan DNA, RNA, atau
dikeluarkan oleh enzim spesifik dan sebuah gugus asetil (diberikan oleh
2015).
2.3 Hepatotoksisitas
2.3.1 Hepatotoksisitas
Hepatotoksisitas merupakan keadaan hepar mengalami disfungsi atau
kerusakan akibat overload obat atau xenobiotic (Björnsson, 2016). Zat kimia
substrat metabolit reaktif dan respon imun yang menyerang hepatosit, sel
epitel kandung empedu atau vaskuler (Saleem & Faiza, 2014; Singh, William
membran sel dari usus. Substansi tersebut akan diubah menjadi hidrofilik di
hepatosit dan dibawa ke plasma atau empedu melalui transport protein untuk
terjadi dari respon imun adaptif antara ikatan protein dengan metabolit reaktif
atas hepatotoksikan dari suatu substansi (Saleem & Faiza, 2014). Selain itu,
dan ion – ion metal berikatan dengan membran mitokondria dan enzim,
dengan respon imun dan injuri yang dimediasi oleh respon imun.
c. Peroksidasi lipid
Hepatotoksisitas berhubungan dengan kematian sel akibat stres oksidatif.
langsung melalui metabolisme xenobiotic menjadi toksin aktif oleh hati, atau
1. Peradangan
Cedera hepatosit akibat peningkatan sel radang akut maupun kronis sering
disebut hepatitis. Antigen yang terekspresikan pada sel hepar sehat akan
ataupun sebaliknya dan terbatas di saluran porta atau dapat meluas dalam
apoptosis jika diperantarai system imun atau bersifat toksis yang membuat
juga bisa disebabkan oleh degenerasi hidropik atau nekrosis litik yaitu
iskemia sel dan reaksi obat serta toksin, nekrosis hepatosit tersebar di vena
34
karena proses imunologis, apoptosis sel terbatas pada parenkim hati atau
peradangan atau cedera toksik yang lebih berat, apoptosis atau nekrosis
sel stella hati (HSC), sel kupfer, sel proinflamasi, serta berbagai jenis
kolagen. Penumpukan kolagen akan mengganggu pola aliran darah hati dan
perfusi hepatosit secara permanen. Pada tahap awal fibrosis mungkin terjadi
disekitar saluran porta atau vena sentralis atau di dalam sinusoid. Namun
hati. Fibrosis hati merupakan kerusakan hati akibat cedera sel yang
yang merupakan tanda akhir stadium penyakit hati. Pada sirosis, hati
2014). Molekul ini hanya ada dalam waktu yang singkat (10 -9 sampai 10-12)
sebelum berkolisi dengan molekul atau radikal bebas yang lain dan mengambil
atau mendonasi electron membentuk ikatan kovalen agar mencapai stabil (Murray,
et al., 2015). Radikal bebas dapat beraksi dengan, dan memodifikasi protein, asam
2012; Kumar, et al., 2015). Sumber endogen yang dapat membentuk radikal
dan sitokrom sistem P-450. Selain itu, sumber yang lain juga dapat berasal
dari xantin oksidase, peroxisom, jalur arakidonat, reaksi fenton dan logam
udara, oksidasi asap kendaraan, asap rokok dan oksigen itu sendiri (Shinde
et al., 2012; Nahdhiyah, 2012). Beberapa radikal bebas yang diinisiasi oleh
radiasi ion seperti sinar ultraviolet, ozon, pestisida, obat tertentu, makanan
(H2O2), singlet oksigen (O2), oksigen nitrit (NO-), peroksinitrit (ONOO), dan
hidroksil dapat diperoleh dari senyawa H2O2 dan ion seperoksida (O 2-)
menghasilkan radilkan bebas melalui dua tahap (Sayuti dan Yesrina, 2015)..
Fe+++ + O2.- Fe++ + O2
.
Fe++ + H2O2 Fe+++ + OH- + OH
2. Radikal superoksida (O2-)
Anion superoksida merupakan radikal bebas yang diproduksi di beberapa
oksidase, dan rekasi oleh xantin oksidase (Sayuti and Yesrina, 2015).
3. Hidrogen peroksida (H2O2)
Hidrogen peroksida adalah salah satu senyawa turunan oksigen rekatif yang
bersifat non radikal atau oksidan kuat, dan bereaksi lambat dengan substrat
organik. Senyawa H2O2 terbentuk jika terjadi rekasi oksidasi yang dikatalisis
membentuk radikal bebas jika bereaksi dengan Fe++ dan Cu dalam rekasi
Fenton (Sayuti and Yesrina, 2015). Dismutase ion superoksida juga akan
37
reaktivasi lebih tinggi dan terbentuk melalui penyinara sianr matahari dan
pembentukan oksida nitrit yang sangat penting dalam proses relaksasi pembuluh
Mekanisme reaksi radikal bebas terjadi secara bertahap melalui tiga tahapan
yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Pada tahap inisiasi radikal bebeas
38
hidrogen. Reaksi oksidasi akan mengalami tahap terminasi jika tidak ada
antioksidan, dimana melalui reaksi antar radikal bebas akan dihasilkan radikal
bebas yang kurang reaktif (stabil) sehingga reaksi terhenti. Namun, jika radikal
elektron tak berpasangan miliknya atau mengambil elektron dari molekul non-
radikal sehingga terbentuk reaksi rantai yang panjang dan menyebabkan efek
biologis yang lebih jauh (Nahdhiyah, 2012; Nimse and Pal, 2015). Proses secara
a. Inisiasi
ROOH + Logam (n) > ROO* + Logam (n-1) + H+
X* + RH > R* + XH
b. Propagasi
R* + O2 > ROO*
ROO* + RH > ROOH + R*
c. Terminasi
ROO* + ROO* > ROOR + O2
ROO* + R* > ROOR
R* + R* > RR
39
Reaksi radikal bebas yang bersifat destruktif, sangat reaktif, dan mampu
Gambar 2.21: Mekanisme kerusakan membran pada sel injuri. ROS dapat
menyebabkan peroksidasi lipid; penurunan O2 akan menyebabkan penurunan sintesis
fosfolipid; dan peningkatan Ca2+ dalam sitosol dapat mengaktivasi fosfolipase yang
akan meningkatkan degradasi fosfolipid, serta aktivasi protease yang dapat
menyebabkan kerusakan sitoskeleton. (Kumar, et al., 2015)
Radikal bebas lebih mudah menyerang ikatan ganda pada lemak tak jenuh
(polysaturated lipid) pada membrane sel. Interaksi antara radikal bebas dari
oksigen dengan membrane sel kaya akan poly unsaturated fatty acid (PUFA)
peroksida yang tidak stabil dan reaktif, dan terjadi reaksi rantai autokatalitik,
3. Kerusakan DNA
Radikal oksigen dapat menyerang DNA jika terbentuk disekitar DNA seperti
pada radiasi biologis (Nahdhiyah, 2012). Reaksi radikal bebas dengan timin
untaian tunggal. Apabila sel yang rusak ini bereplikasi sebelum terjadi
perbaikan, maka akan terjadi mutasi genetik secara permanen. Hal ini dapat
Gambar 2.22: Efek Patologi Radikal Bebas. Produksi ROS meningkat dalam
mitokondria. Radikal bebas dilepas oleh kerusakan spontan dan sistem enzim khusus.
Produksi yang berlebih atau pelepasan yang inadekuat meningkatkan akumulasi
radikal bebas dalam sel, yang menyebabkan kerusakan lipid oleh peroksidasi, protein,
dan deoxyribonucleic acid (DNA), yang menghasilkan injuri sel (Kumar et al., 2015).
2.5 Antioksidan
2.5.1 Definisi Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa atau bahan bioaktif pemberi elektro (electrons
oksidasi (Jeeva, et al., 2015). Netralisir radikal bebas oleh antioksidan dapat
mencegah timbulnya kerusakan pada sel normal, protein, dan lemak. Mekanisme
antioksidan agar radikal bebas stabil yaitu dengan cara melengkapi kekurangan
radikal bebas dan sebagai peredam radikal setelah terjadinya reaksi. Mekanisme
ini akan menghasilkan radikal baru yang lebih stabil atau senyawa non-radikal
proses reaksi oleh antioksidan yaitu pelepasan hidrogen, pelepasan elektron, adisi
dan oksigen (O2) (Sayuti dan Yenrina, 2015). SOD menghambat kehadiran
simultas O2- dan H2O2 yang berasal dari pembentukan radikal hidroksil dan
menjadi eletron bebas tetapi lemah, sehingga O2- menjadi netral dan tidak
berbahaya (Kabel, 2014). Hal ini terjadi pada proses metabolik normal seperti
(H2O2) menjadi air dan oksigen, dengan tujuan mengeliminasi H 2O2. Proses
Afinitas H2O2 rendah, sehingga hanya dapat bekerja cepat dalam keadaan
mengandung Selenium (Se) pada sisi aktifnya. GPx berperan dalam sebagai
teroksidasi (GSSG) dan mengeliminasi H2O2 (hasil dari aktivitas enzim SOD
dalam sitosol dan mitokondria) dengan membentuk air (Jeeva, et al., 2015).
2GSH + H2O2 GSSG + 2H2O
GPx
44
yang dibagi dalam dua kelompok yaitu larut lemak (tokoferol, karetonoid,
flavonoid, quinon, dan bilirubin) dan larut air (asam askorbat, protein pengikat
logam) (Sayuti dan Yenrina, 2015; Nimse &Dilipkumar, 2016). Antioksidan ini
a. Vitamin C (C6H8O6),
b. Karoten
c. Vitamin E (tokoferol)
45
lipid peroksil radikal (LOO-) dan digantikan dengan radikal α-tokoferol yang
kurang reaktif.
d. Flavonoid
polifenol (senyawa fenolik yang mempunyai lebih dari satu gugus hidroksil).
kedalam:
(Sayuti dan Yenrina, 2015). Antioksidan melindungi tubuh dari kerusakan akibat
menyumbang elektron pada radikal peroksil dalam asam lemak (Jeeva, et al.,
2015).
nitrogen dan bereaksi dengan komponen atau enzim yang menginisiasi reaksi
antioksidan golongan ini, antara lain, sulfit, vitamin C, betakaroten, asam urat,
Mekanisme kerja antioksidan terdiri dari dua mekanisme yaitu (Nimse and
Dilipkumar, 2016):
radikal dalam asam lemak. Berikut adalah reaksi yang mungkin terjadi antara
AH + R* A* + RH
AH + ROO* A* + ROOH
AH + RO* A* + ROH
47
jantung, otot skeletal, ginjal, dan otak (Thapa & Walia, 2007). Enzim ini 30%
berada dalam sitoplasma sel hepar dan 70% berada dalam mitokodria sel hepar
(Rosida, 2016).
SGOT
L-Aspartate + 2-Oxoglutarate L-Glutamate + Oxalacetate
MDH
+
Oxalacetate + NADH +H L-Malate + NAD+
Prinsip kerja enzim SGOT sebagai berikut:
direduksi menjadi malat dan NAD+ (IFCC, 2015). Fungsi fisiologi terpenting
Gambar 2.22: Reaksi SGOT. Pemindahan gugus NH2 aspartat pada glutamat.
Reaksi ini dikatalisis oleh enzim Aminotransferase (AST)/SGOT. King, M.W. 1996.
Terdapat dua isoenzim SGOT yaitu SGOT 1 yang berada di sitosol sel
eritrosit, sel otot, dan sel jantung; dan SGOT 2 yang dominan di mitokondria
sel hepar (Gaze, 2007, dalam Surya, 2009). Kadar enzim SGOT akan
meningkat akibat lepasnya enzim intrasel dari sel atau jaringan yang rusak ke
kadar enzim juga akan menigkat (Sacher & Mcpherson, 2004 dalam Surya,
2009). Nilai normal SGOT untuk wanita adalah <31 U/L sedangkan pria <37
U/L (PAPDI, 2009). Nilai rata-rata SGOT tikus betina usia 8-16 minggu
adalah 102 U/L dan untuk tikus jantan adalah 105 U/L (Giknis & Clifford,
2008). Sedangkan menurut Mitruka, 1981, dalam Amir et al., 2015 kadar
normal SGOT tikus wistar adalah 141±67,4 IU/L (Amir et al., 2015).
2.6.2 Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT)
Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT) adalah enzim sitoplasmik
(ALT) (Marshall, 2012). SGPT sebagian besar terdapat di ginjal dan spesifik
dalam hepar (Marshall, 2012) serta di sitosol sel hepar (Thapa & Walia, 2007).
Prinsip kerja enzim SGPT sebagai berikut:
49
Gambar 2.23: Reaksi ALT. Pemindahan gugus NH2 glutamat menjadi alanin.
Reaksi ini dikatalisis oleh enzim Alanintransferase (ALT)/SGPT. King, M.W. 1996.
hepar. Piruvat diubah menjadi asam amino alanin menggunakan asam amino
glutamate oleh SGPT yang ada di otot. Kemudian, SGPT masuk ke dalam
sirkulasi dan diambil oleh hepar. SGPT pada hepatosit bisa merubah kembali
piruvat menjadi glukosa. Hal ini penting dalam regulasi glukosa ketika kondisi
(PAPDI, 2009). Nilai rata-rata SGPT untuk tikus betina usia 8-16 minggu
adalah 25 U/L dan untuk tikus jantan adalah 28 U/L (Giknis & Clifford, 2008).
Sedangkan menurut Mitruka, 1981, dalam Amir et al., 2015 kadar normal
pada membran plasma dan adanya jejas pada hepar. Sel apoptosis dianggap
pada sel apoptosis sel hepatosit selama fase awal jejas. Pada kondisi tersebut
kadar SGPT tidak meningkat secara signifikan (Leist et al., 1995; Lawson et
al., 1998; Bajt et al., 2000, dalam Mcgill, 2016). Peningkatan SGPT akan
terjadi pada jejas fase lanjut, kerusakan membran plasma, dan kebocoran
al., 1981; Kamiike et al., 1989; Gores et al., 1990 dalam Mcgill, 2016). SGOT
akan keluar terlebih dahulu ketika fase awal IRI (Mcgill, 2016).
Peningkatan kadar SGOT dan SGPT juga dapat terjadi ketika ekspresi
peningkatan dominan dua enzim tersebut yaitu pada kamatian sel dan
yaitu sel mengalami kebocoran enzim dan perubahan produksi enzim seperti
51
berusaha mempertahankan enzim agar tidak bocor dari sel. Produksi ATP
oksigen, pengaruh obat dan polusi lingkungan, stress fisik yang ekstrim,
paparan agen mikroba, infeksi, malfungsi sistem imun, dan defek genetik.
Gambar 2.24: Mekanisme penurunan ATP oleh agen injuri. Adanya agen
injuri menyebabkan peningkatan kalsium dalam sel. Peningkatan kalsium akan
menyebabkan aktivasi dari enzim mitokondria, ATPase, adenosine
triphosphatase. (Kumar et al., 2015)
overflow enzim dari sel yang sehat. Penurunan enzim dapat terjadi akibat
(Kawada et al., 2010). Senyawa ini hanya mengandung karbon dan hidrogen, atau
karbon, hidrogen dan oksigen yang bersifat aromatis. Terpenoid adalah senyawa
dengan kerangka karbon yang terdiri dari dua atom atau lebih unit C5 yang
disebut isoprene. Unit isopren biasanya saling berkaitan dengan teratur, dimana
“kepala” (ujung terdekat kecabang metil) dari unit satu berkaitan dengan “ekor”
Klasifikasi terpenoid dimulai dari rantang yang mengandung dua kali isoprene
(2 x C5 atau C10), diantaranya adalah (Dewick, 2002; Tholl and Lee, 2011) :
a. Monoterpen (C10)
Limonene, menthone, α,β-pinene, champor, carvacrol, linalool, 1,8-cineol
b. Sesquiterpene (C15)
Cedrol, capsidiol, (+)-cedrol, β-caryophyllene, germacrene-D
c. Diterpene (C20)
Taxol, abietic acid, GA12 Aldehyde
d. Triterpene (C30)
Brassinolide, β-sitosterol
e. Tetraterpene (C40)
β-carotene, violaxanthin
2.7.3 Metabolisme Tepenoid
Metabolisme terpenoid melalui tiga jalur yaitu (Kohlert et al., 2000) :
a. Oral route
Terpenoid yang telah diujikan mellaui oral route diantaranya C-citral, C-
dalam tubuh melalui oral route sebagian kecil akan teroksidasi di dalam mulut
seperti carvacrol dan thymol. Sehingga senyawa ini akan aktif sebelum sampai
ke usus (Kohlert et al., 2000). Namun sebagian besar senyawa in-aktif akan
diabsorbsi di usus halus. Terpenoid dalam bentuk glikosida ini akan berikatan
dengan bakteri usus. Ikatan ini akan menimbulkan rekasi yang menyebabkan
senyawa terpenoid menjadi aktif (Wang et al., 2011). Senyawa aktif ini akan
prooksidan (Kohlert et al., 2000). Jika senyawa ini menumpuk dan meningkat
akan terjadi stress oksidatif pada sel target (Wang et al., 2011).
b. Dermal
Terpenoid jenis monoterpene seperti limonene, champor, 3-carene, α dan β-
pinene dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit. Sediaan salep yang
terpenoid ini cukup cepat yaitu sekitar 10 menit karena sedian akan langsung
diserap. Hal ini disebabkan tidak ada hambatan barrier pada kulit untuk
absorbsi terpenoid. Senyawa aktif ini akan langsung beredar dalam darah
Monoterpene ini dijadikan sedian obat hirup yang masuk tubuh lewat hidung
sekitar 15 menit. Selanjutnya senyawa aktif ini akan beredar dalam darah
Keterangan :
Kandungan Minyak atsiri daun sirsak terbanyak adalah terpenoid (89,7%).
Kandungan tersebut diantaranya monoterepene seperti linalool, limonene, α-pinene, β
pinene, 1,8 cineole, carvacrol, thymol, camphor, 3-carene, menthol; dan sesquiterpene
seperti β caryophyllene, germacrene-D. Terpenoid yang dimasukkan ke dalam tubuh
masih dalam bentuk inaktif. Beberapa kandungan terpenoid seperti carvacrol dan thymol
akan teroksidasi terlebih dahulu di dalam mulut.. Senyawa ini akan menjadi pro-oksidan
yang bebas dalam darah. Sebagian yang lain akan masuk ke usus, terpenoid dalam bentuk
glikosida akan diurai oleh bakteri usus. Hasil metabolisme ini adalah senyawa aktif
terpenoid. Sebagian senyawa aktif ini akan diikat oleh albumin dan beredar dalam darah.
Sebagian kecil senyawa ini akan berikatan dengan reseptor di sel target dan akan
memberikan efek biologis sesuai fungsinya. Baik sebagai antioksidan maupun
prooksidan. Sedangkan sebagian besar senyawa aktif ini akan masuk ke dalam sirkulasi
enterohepatik dan akan mengalami metabolism xenobiotic di RE halus hepar. Dalam
hepar xenobiotik terpenoid akan mengalami hidroksilasi yaitu perubahan senyawa
lipofilik menjadi hidrofilik pada fase 1. Reaksi hidroksilasi ini melibatkan rekasi reduksi
dan oksidasi yang dikalasis oleh enzim sitokrom P450 (transkripsi DNA gen CYP3A4).
Reaksi ini melibatkan oksigen dan NADPH sebagai kofaktor, sehingga akan terjadi
peningkatan substrat hasil oksidatif. Hasil metabolit menghasilkan radikal bebas
superoxide (O2.-), hidroksil (OH-), atau hydrogen peroksida (H2O2) dalam darah. Sebagian
terpenoid yang berubah menjadi senyawa aktif akan terkonjugasi sehingga menjadi
glukoronat, sulfat, atau glutation (GSH) pada fase 2. Senyawa aktif ini akan menjadi
senyawa in-aktif atau non toksin dan dieskresikan melalui urine ataupun empedu.
Namun, sebagian senya aktif terpenoid seperti t-anathole dan menthol tidak ikut
terkonjugasi. Sehingga tetap menjadi senyawa aktif yang prooksidan. Senyawa ini akan
menjadi radikal bebas yang apabila peningkatan pembentukannya terus berlanjut dan
meningkat, maka akan terjadi kondisi stres oksidatif. Hal ini menyebabkan ikatan kovalen
zat toksik dengan DNA, RNA, dan protein intrasel. Ikatan kovalen ini menyebabkan
terjadinya peroksidase lipid membrane dan kerusakan DNA serta protein. Keadaan ini
akan menyebabkan kerusakan sel hepar baik nekrosis maupun apoptosis. Peroksdiase
lipid ini menyebabkan kerusakan membrane sel dan mengakibatkan kebocoran sel
hilangnya gradien ion, kenaikan Ca2+ sitosol, kerusakan mitokondria, penurunan ATP dan
pembengkakan serta ruptur sel hepatosit. Kenaikan Ca 2+ sitosol akan mengaktivasi
beberapa enzim seperti fosfolipase, ATPase, protease, endonuclease yang akan
memperparah kondisi kerusakan sel hepatosit hingga menjadi jejas irreversible atau
nekrosis sel hepatosit. Kerusakan DNA akan mengaktivasi jalur p53 sehingga
mengaktifkan kaspase eksekusi. Kaspase eksekusi akan mengaktivasi enzim
endonuclease dan protease, sehingga terjadilah fragmentasi kromatin nuclear dan
terbentuklah badan apoptotik (apoptosis sel hepatosit). Kerusakan mitokondira juga
memiliki efek sekunder apoptotik pada sel hepatosist (Kumar, et al., 2015).
Sel odem akan pecah melalui dengan proses autofagi dan akan mengekspresikan
enzim SGOT dan SGPT yang ada di hepar didalam plasma. Sedangkan sel yang
mengalami apoptosis akan difagositosis oleh makrofag atau sel epithelial hepar (sel
kuffer) sehingga akan mengekspresikan enzim SGOT dan SGPT meskipun dalam jumlah
yang tidak terlalu tinggi.
Namun, beberapa senyawa terpenoid akan berikatan dengan agonis reseptor estrogen
ER atau ER di hepar (Faulds, dkk, 2012). Ikatan E2 (estradiol) dengan ER akan
mengontrol sinyal proliferasi sel hepatosit terutama sel kuffer maupun pada sel hepar
yang rusak (Ahmed dan Hassanein, 2012). Selain itu, E2 juga mampu menunjukkan
regenerasi sel hepatosit (Uebi, Umeda, dan Imai, 2014). Estrogen mampu mengurangi
mediator inflamasi terutama TNFα dan CRP. Estrogen mempunyai respon terhadap
peningkatan enzim antioksidan yang ada di mitokondria seperti SOD dan glutathione
peroxide dan menurunkan hidrogen peroxidase yang merupakan radikal bebas.
57
DAFTAR PUSTAKA
Arthur, F.K.N.; Woode, E.; Terlabi, E.O.; dan Larbie, C. 2011. Evaluation of acute
and subchronic toxicity of Annona Muricata (Linn.) aqueous extract in
animals. Pelagia Research Library European Journal of Experimental
Biology.;1 (4); pp. 115-124.
Artini, Ni Putu Rahayu, Sri Wahjuni, dan Wahyu Dwijani Sulihingtyas. 2012.
Ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) Sebagai antioksidan pada
penurunan kadar asam urat tikus wistar JURNAL KIMIA 6 (2). Juli: 127-137.
Bhagavan, NV., Ha, C-E. 2011. Essentials of Medical Biochemistry with Clinical
Cases. USA: Elsevier.
Eroschenko, V.P. 2013. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional Edisi
11. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Hal: 325-326.
58
Fajriah. 2016. Uji Toksisitas Akut dan Gambaran Histopatologis Hepar Tikus
Putih (Rattus norvegicus) strain Wistar setelah Pemberian Ekstrak Etanol
Daun Sirsak (annona muricata.l). Thesis. Universitas Syiah Kuala, Banda
Aceh.
Guyton A.C, dan Hall, J.E. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Alih
Bahasa: Ermita I, Ibrahim I. Singapura: Elsevier.
Handayani, E. S. et al. (2015) ‘Soursop leaf extract increases gliosis and hepatic
clear cells in female rats’, 34(1), pp. 17–24. doi:
10.18051/univmed.2015.v34.017.
IFCC (2015a) ‘Alanine Aminotransferase Alanine Aminotranferase IFCC’, p.
13485.
IFCC (2015b) ‘Aspartate Aminotransferase ( AST / GOT ) Aspartate
Aminotransferase ( AST / GOT ) IFCC’, p. 13485.
Kabel, Ahmed M. 2014. Free Radicals and Antioxidants : Role of Enzymes and
Nutrition. World Journal of Nutrition and Health; Departement of Clinical
Pharmacy of Taif University Saudi Arabia. Vol.2, No.3, pp. 35-38.
Kawada, T. et al. (2010) ‘Various Terpenoids derived from herbal and dietary
plants function as PPAR modulators and regulate carbohydrate and lipid
metabolism’, PPAR Research, 2010(Figure 1). doi: 10.1155/2010/483958.
Kumar, Vinay, Ramzi S. Cotran and Stanley L. 2015. Robbins. Buku Ajar
Patologi Robbins. Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC.
Murray, RK et al. 2014. Biokimia Harper. Edisi 29. Alih Bahasa: Lilian Roma
Manurung dan Lydia I. Mandera. Jakarta: EGC.
Nahdhiyah, U. 2012. Efek Perasan Buah dan Rebusan Daun Sirsak (Annona
muricata Linn. ) terhadap Kadar SOD Jaringan Hepar Tikus Wistar yang
Diinduksi Rifampisin. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang.
Malang.
Nimse, Satish Balasaheb and Dilipkumar Pal. 2015. Free Radicals, Natural
Antioxidants, and their Reaction Mechanisms. Journal The Royal Society of
Chemistry. pp. 1-21.
Owolabi, Moses, S., Akintayo Lanre Ogundajo, Noura S. Dosoky, and William
N.Setzer. 2013. The cytotoxic activity of Annona muricata leaf oil from
Badagary, Nigeria. American Journal of Essential Oils and Natural Product.
1(1) : pp. 1-3.
Sa’ad, Muhammad. 2009. Uji aktivitas penangkap radikal isolat dan Fraksi iv
ekstrak etanol daun dewandaru (eugeniaUniflora l.) Dengan metode dpph.
Fakultas farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Sayuti, Kesuma dan Rina Yenrina. 2015. Antioksidan Alami dan Sintetik. Andalas
University Press. Padang.
Sherwood, Lauralee. 2016. Fisologi Manusia: dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta.
Thapa, B. R. and Walia, A. (2007) ‘Liver function tests and their interpretation’,
Indian J Pediatr, 74(7), pp. 663–671. doi: 10.1007/s12098-007-0118-7.
Wresdiyati, Tutik; Made A.; Dini F., et al. 2008. Pengaruh α-Tokoferol Terhadap
Profil Superoksida Dismutase dan Malondialdehida pada Jaringan Hati Tikus
di Bawah Kondisi Stres, Jurnal Veteriner.