Anda di halaman 1dari 19

PORTOFOLIO

PERITONITIS ET CAUSA APENDISITIS AKUT PERFORASI

Disusun oleh :
dr. Anna Widi Prianita

Pendamping :
dr. Alexander Bramukhair

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT ISLAM KENDAL
2014
Kasus 1
Topik : Apendisitis Akut Perforasi
Tanggal (Kasus) : 22 Oktober 2014 Persenter : dr. Anna Widi Prianita
Tanggal Presentasi : 30 Oktober 2014 Pendamping : dr. Alexander Bramukhair
Tempat Presentasi : Aula RSI Kendal
Obyektif Presentasi :
- Keilmuan
- Diagnostik dan Manajemen
- Dewasa
- Deskripsi: Laki- laki, 31tahun, nyeri perut
- Tujuan: mendiagnosis dan memberikan penganganan yang tepat pada pasien
peritonitis e.c appendisitis akut perforasi

Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka


Cara Membahas : Presentasi dan Diskusi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nyeri akut abdomen adalah suatu kegawatan abdomen yang sering dikeluhkan dan
menjadi alasan utama pasien datang ke dokter. Tetapi, nyeri abdomen yang dijadikan sebagai
keluhan utama masih memberikan banyak kemungkinan diagnosis karena nyeri dapat berasal
baik dari organ dalam abdomen (nyeri viseral) maupun dari lapisan dinding abdomennya (nyeri
somatik). Nyeri akut abdomen yang timbul bisa tiba-tiba atau sudah berlangsung lama. Namun,
penentuan lokasi dari nyeri abdomen mampu membantu dokter untuk mengarahkan lokasi pada
organ yang menyebabkan nyeri tersebut, walaupun nyeri yang dirasakan mungkin akibat dari
penjalaran organ lain. Salah satu lokasi nyeri abdomen yang paling sering terjadi yaitu pada
titik Mc Burney.Nyeri pada titik ini mengarah pada infeksi di apendiks (apendisitis).
Apendisitis adalah penyakit pada bedah mayor yang paling sering terjadi dan biasanya sebagian
besar dialami oleh para remaja dan dewasa muda. Dalam kasus ringan, apendisitis dapat
sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran apendiks yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi,
dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketikaapendiks yang terinfeksi mengalami
perforasi. Berdasarkan pada keadaan tingginya insidensi dan komplikasi yang terjadi akibat
apendisitis tersebut menjadi dasar penulis untuk mengulas lebih dalam mengenai apendisitis
serta penatalaksanaanya.
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ perut
(peritonieum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan
dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau
kronik dan patogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptik. Peritonitis merupakan suatu
kegawat daruratan yang biasanya disertai dengan bakterisemia atau sepsis.
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat
penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi
ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, ataudari
luka tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi
bakteri (secara inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen,
resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-
faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari
kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Pada tulisan ini akan disajikan kasus seorang laki-laki dengan peritonitis et causa
apendisitis perforasi yang mendapatkan perawatan rawat inap di RSI Kendal.

B. Tujuan
Pada laporan kasus ini disajikan kasus ”Seorang Laki-laki 31 tahun dengan peritonitis
et causa Apendisitis Perforasi” Penyajian kasus ini bertujuan untuk mempelajari lebih dalam
tentang cara mendiagnosis dan mengelola penderita dengan penyakit tersebut diatas.

C. Manfaat
Penulisan portofolio ini diharapkan dapat membantu para dokter untuk dalam
menegakkan diagnosis dan melakukan pengelolaan kasus peritonitis e.c apendisitis akut
BAB 2
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama : Tn. A
Umur : 31 tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
Alamat : Tanjungsari, Tersono
No. RM : 0015277
Tanggal Periksa: 22 Oktober 2014

B. SUBYEKTIF – ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien tanggal 22 Oktober pk 15.30 WIB di Bangsal Umar

Keluhan Utama: nyeri perut


Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih 2 hari SMRS pasien mengeluh nyeri perut (+). Nyeri perut pada
awalnya timbul di daerah ulu hati kemudian berpindah ke daerah perut kanan bawah. Saat
ini nyeri dirasakan di seluruh perut. Nyeri dirasakan semakin berat dan terus-
menerus.Pasien mengaku lebih nyaman jika tidur kedua kaki ditekuk (+). Pasien juga
mengeluh badan panas kurang lebih 2 hari SMRS. Mual (+), muntah (-), nafsu makan
menurun (-), flatus (+),BAB (+), BAK (+). Riwayat dipijat di dukun pijat (+). Lalu pasien
berobat ke RSI Kendal dan disarankan mondok.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Sakit Jantung : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat Sakit Jantung : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi:


Pasien seorang karyawan swasta. Istri seorang ibu rumah tangga. Memiliki 1 orang anak
yang belum mandiri. Biaya pengobatan dengan biaya sendiri.
Kesan: sosial ekonomi cukup

C. OBJEKTIF
1. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : tampak lemah, komposmentis


Vital Sign : Tensi : 120/80 Respiratory Rate : 22x/menit
Nadi : 102x/menit Suhu : 37,9 C
Kepala : bentuk mesocephal
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), mata cekung (-/-),sklera ikterik (-/-)
Telinga : discharge -/-
Hidung : discharge -/-
Mulut : bibir kering (-),bibir sianosis (-)
Leher : Pembesaran nnll -/-,trachea di tengah
Thorak : retraksi (-)
Cor : I : iktus cordis tidak tampak
P : iktus cordis teraba di SIC 5 2cm dari linea medioclavicularis sinistra
P : Batas jantung kanan SIC 5 linea sternalis dextra
Batas jantung kiri SIC 5 linea medioclavicularis sin dan SIC 5 linea
parasternalis sinistra
Batas jantung atas SIC 2 Linea parasternalis sinistra
Pinggang jantung SIC 3 Linea Parasternalis sinistra

A : bunyi jantung I-II reguler, bising (-), gallop (-)


Pulmo : I : simetris saat statis dan dinamis
P : stem fremitus kanan = kiri
P : sonor seluruh lapangan paru
A : Suara Dasar Vesikuler (+/+), Suara tambahan (-/-)

Abdomen: I : Datar
A : bising usus (+) menurun
Pe : hipertimpani (+), nyeri ketuk (+) di seluruh lapangan abdomen
Pa : Nyeri tekan (+) seluruh lapangan abdomen terutama daerah Mc
Burney, tegang (+)
Rovsing sign (+), Psoas sign (+), Obturator sign (+)

Extremitas : superior inferior


Oedema : -/- -/-
Sianosis : -/- -/-
Akral dingin : -/- -/-

2. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 22 Oktober 2014


Hb : 15 gr/dL
Hematokrit : 45%
Trombosit : 394.000/mm3
Lekosit : 36.100/mm3
Eritrosit : 5,65 juta/mm3
GDS : 99 mg/dL
Cloothing time : 4 menit
Bleeding time : 2 menit
HbsAg : Negatif
Ureum : 24 mg/dl
Creatinin : 1,1 mg/dl
SGOT : 13 gr/dl
SGPT : 24 gr/dl
3. PEMERIKSAAN EKG

Kesan : Sinus Takikardi

D. ASSESSMENT
Peritonitis e.c apendisitis akut perforasi

Seorang laki-laki 31 tahun datang dengan keluhan nyeri perut. Kurang lebih 2 hari
SMRS pasien mengeluh nyeri perut (+) yang berawal dari daerah epigastrium lalu
kemudian berpindah ke perut kanan bawah dan saat ini dirasakan di seluruh lapangan
perut. Nyeri dirasakan semakin berat dan terus-menerus.Pasien mengaku lebih nyaman
jika tidur kedua kaki ditekuk (+). Pasien juga mengeluh badan panas kurang lebih 2 hari
SMRS. Mual (+), nafsu makan menurun (+), flatus (+),BAB (+) sedikit-sedikit, BAK (+)
dalam batas normal. Riwayat dipijat di dukun pijat.
Dari riwayat penyakit dahulu didapatkan bahwa pasien belum pernah mengalami
sakit seperti ini sebelumnya dan tidak pernah menderita peyakit jantung,kencing manis
atau darah tinggi. Dari riwayat penyakit keluarga tidadk didapatkan riwayat adanya
anggota keluarga yang menderita penyakit jantug, kencing manis dan darah tinggi.
Pada pemeriksaan fisik tanggal 22 Oktober 2014 didapatkan keadaan umum pasien
tampak lemah dan terpasang infus RL 20 tetes per menit, dengan tanda vital: tekanan darah
120/80 mmHg, nadi 102 kali/menit reguler, frekuensi pernafasan 22x/ menit dan suhu
37,90C (axiller). Pada pemeriksaan fisik didapatkan bising usus (+) menurun pada
auskultasi, hipertimpani dan nyeri ketok di seluruh lapangan abdomen pada perkusi, nyeri
tekan (+) pada seluruh lapangan abdomen dan abdomen tegang pada palpasi. Pada
pemeriksaan tambahan didapatkan Rovsing sign (+), Psoas sign (+), obturator sign (+).
Pada pemerisaan rectal toucher didapatkan nyeri tekan (+). Dari pemeriksaan hematologi
tanggal 22 Oktober 2014 didapatkan jumlah leukosit lebih dari batas normal yaitu 36.100
mm3.
Skoring alvarado pada pasien didapatkan : Migrating pain (+) = 1, anorexia (+) = 1,
nausea/vomiting (+)= 1, tenderness in right iliac fossa (+)=2, rebound tenderness in right
iliac fossa (+)=1, elevated temperature(+)=1, leukositosis (+)=2. Jumlah alvarado score =
9 dengan interpretasi definite acute appendicitis.
Berdasarkan, pemeriksaan fisik , pemeriksaan penunjang dan hasil skoring Alvarode
Score pasien didiagnosis dengan peritonitis e.c appendisitis akut perforata.

E. PLAN

Pengobatan : - Infus RL 20 tpm


- Injeksi Cefotaxim 3x1 gr (skin test terlebih dahulu)
- Infus Metronidazole 3x 500 mg
- Injeksi Ulceranin 2x1 amp
- Injeksi Toramin 30 mg (ekstra)
Konsul Sp.B advice:
- Puasakan pasien
- Pasang NGT
- Pasang DC
- Rencana operasi

Edukasi : memberikan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit yang diderita
pasien, pengobatan dan perlunya dilakukan tindakan operasi untuk menghilangkan sumber
infeksi dan mencegah penyebaran infeksi. Selain itu dijelaskan pula kepada pasien dan
keluarga bahwa untuk membantu proses penyembuhan dan pemulihan post operasi pasien
harus menjaga kebersihan bekas luka post operasi, minum obat, disarankan agar tidak
berpantang dalam makan sehingga membantu dalam penyembuhan luka serta perlunya
kontrol ke rumah sakit.
Konsultasi : dijelaskan secara rasional perlunya konsultasi dengan spesialis Bedah untuk
pemeriksaan lebih lanjut dan pengobatan yang lebih intensif
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

PERITONITIS
Definisi
Peritonitis didefinisikan suatu proses inflamasi membran serosa yang membatasi
rongga abdomen dan organ-organ yang terdapat didalamnya.

Klasifikasi Peritonitis
Peritonitis Primer
Peritonitis primer disebabkan oleh infeksi monomikrobial. Sumber infeksi umumnya
ekstraperitonial yang menyebar secara hematogen. Ditemukan pada penderita serosis hepatis
yang disertai asites, sindrom nefrotik, metastasis keganasan, dan pasien dengan peritoneal
dialisis. Peritonitis primer atau spontaneus peritonitis erhubungan dengan menurunnya
ketahanan imun seseorang. Kejadian peritonitis primer kurang dari 5% kasus bedah.
Manajemen dari peritonitis primer ini meliputi antibiotik dan resusitasi cairan dan terkadang
diperlukan pembedahan yaitu laparotomi diagnostik.

Peritonitis Sekunder
Merupakan infeksi yang disebabkan oleh inflamasi atau proses mekanis yang terjadi
pada saluran cerna, traktus urogenital atau organ solid sehingga akan mengekspos cavum
peritoneal terhadap flora pada saluran cerna. Peritonitis sekunder diklasifikasikan menjadi:
peritonitis akut karena perforasi, peritonitis postoperatif, dan peritonitis post-traumatik.
Peritonitis akut karena perforasi merupakan jenis yang paling sering terjadi. Perforasi usus
halus dapat terjadi akibat proses inflamasi dan nekrosis dari usus halus seperti yang terjadi
pada demam tifoid. Pada kenabanyakan kasus peritonitis yang disebabkan oleh apendisitis
peritonitis yang terlokalisir dapat berkembang menjadi peritonitis generalisata.
Peritonitis tersier
Peritonitis tersier terjadi akibat kegagalan respon inflamasi tubuh atau superinfeksi.
Peritonitis tersier dapat terjadi akibat peritonitis sekunder yang telah delakukan interfensi
pembedahan ataupun medikamentosa. Kejadian peritonitis tersier kurang dari 1% kasus
bedah.

Diagnosis
Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis yang sebagian besar didapatkan
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Keluhan utama yang didapatkan adalah nyeri perut.
Nyeri ini bisa timbul tiba-tiba atau tersembunyi. Pada awalnya, nyeri abdomen yang timbul
sifatnya tumpul dan tidak spesifik dan kemudian infeksi berlangsung secara progresif,
menetap, nyeri hebat,semakin terlokalisasi dan diperberat dengan gerakan. Sebagian besar
pasien biasanya tampak berbarang dengan menekuk lutut, posisi ini mengurangi tekanan pada
dinding abdomen dan mengurangi rasa nyeri. Gejala penyerta yang sering timbul adalah
anoreksia, mual dan muntah.
Sebagian besar pasien biasanya tampak sakit berat serta mengalami kenaikan suhu dan
takikardi. Nyeri pada palpasi merupakan tanda karakteristik pada peritonitis, nyeri timbul baik
pada palpasi dalam maupun palapasi superficial kemudian timbul reaksi involunter dan spasme
otot abdomen. Bising usus dapat menurun atau hilang. Perkusi pada abdomen dapat
menunjukkan punctum maksimum dari irtasi peritoneal. Pemeriksaan colok dubur jarang
menunjukkan lokasi sumber peritonitis.
Pada pemeriksaan laboratorium kecurigaan peritonitis miningkat apabila didapatkan
peningkatan jumlah leukosit lebih dari 11.000/ml dengan shift to the left. Pemeriksaan kimia
darah dapat menunjukkan hasil yang normal namun pada keadaan serius dapat menunujukkan
dehidrasi berat. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak rutin dilakukan. Pada pemeriksaan foto
polos abdomen dapat ditemukan adanya ileus paralitik dengan distensi usus atau air fluid
levels.
Diagnostic Peritoneal Lavage merupakan metode yang aman dan terpercaya untuk
mendiagnosis peritonitis generalisata terutama pada pasien yang tidak memberikan tanda
konsklusif pada pemeriksaan fisik atau pada pasien dengan riwayat medis yang terbatas. Hasil
posistif pada DPL (lebih dari 500 leukosit/ml) menunjukkan adanya peritonitis. Laparoskopi
juga merupakan metode yang efektif selain DPL. Gold Standard intervensi diagnostik pada
peritonitis adalah laparotomi eksplorasi.
Manajemen peritonitis
Manajemen yang dilakukan antara lain adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan
memuasakan pasien, resusitasi cairan intravena untuk mengganti cairan dan elektrolit yang
hilang. Pemberian obat-obatan profilaksis seperti omeprazol atau ranitidin untuk mencegah
terjadinya stress ulcer sangat diperlukan. Pemberian terapi antibiotik harus dilakukan sesegera
mungkin. Pembedahan dilakukan untuk mengeliminasi penyebab kontaminasi, mengurangi
inokulum bakteri dan menghindari terjadinya sepsis yang persisten atau rekuren.

APENDISITIS AKUT
Epidemiologi
Insidens apendisitis akut akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang,
namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna. Kejadian ini diduga
disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.Insiden
pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insiden lelaki
lebih tinggi. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu
tahun jarang dilaporkan, mungkin karen tidak diduga. Insidens tertinggi pada kelompok 20-30
tahun lalu menurun.

Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor faktor
pencetus di samping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor appendiks, dan cacing askaris
dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis
ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.hystolitica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal, yang berakibat, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan memperpanjang
timbulnya apendisitis akut.

Patologi
Patologi yang didapat pada apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian
melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24- 48 jam pertama. Usaha
pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup appendiks dengan
omentum, usus halus, atau adnexa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang dikenal
dengan nama infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang
dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh sempurna
tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan di
sekitarnya. Perlengkatan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada
suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.

Gambaran klinik
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak
umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang
peritonium lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar- samar ialah nyeri samar-samar
dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan
ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney. Disini nyeri akan
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi. Bila terdapat perangsangan
peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.
Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya terlindung sekum
maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan
peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sis kanan atau timbul pada saat berjalan, karena
kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.
Appendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda
rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan
menjadi lebih cepat dan beriulang-ulang. Jika appendiks tadi menempel ke kandung kemih
dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya.
Pada beberapa keadaan apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak pada waktunya dan
terjadi komplikasi.

Pemeriksaan
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 – 38,50 C. Bila suhu lebih tinggi
mungkin sudah terjadi perforasi. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik.
Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi.
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai dengan nyeri
nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal. Nyeri
tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut di kiri bawah
akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing.
Perisltaktik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila
darah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pemeriksaan
uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditutujukan untuk mengetahui
letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m. psoas, tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang
kontak dengan m. obturator internus. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada
posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.

Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan Alvarado Score , yaitu:
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagososis apendisitis akut. Pada
kebanyakan kasus terjadi leukositosis terlebih pada kasus komplikasi. Pemeriksaan radiologi
berupa foto barium usus buntu (Appendicogram) dapat membantu melihat terjadinya sumbatan
atau adanya kotoran (skibala) didalam lumen usus buntu. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi)
dan CT scan bisa membantu dakam menegakkan adanya peradangan akut usus buntu atau
penyakit lainnya di daerah rongga panggul. Namun dari semua pemeriksaan pembantu ini,
yang menentukan diagnosis apendisitis akut adalah pemeriksaan secara klinis.

Pengelolaan
Bila diagnosis klinis sudah jelas ,maka tindakan paling tepat adalah apendiktomi dan
merupakan satu-satunya pilihan yang baik. Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa
antara 4 sampai 6 jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus agar tidak
terjadi dehidrasi. Apendiktomi bisa dilakukan dengan cara apendiktomi terbuka atau
laparoskopi. Pada apendiktomi terbuka insisi dilakukan pada daerah Mc Burney paling banyak
dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosis nya tidak jelas adapat dilakuakn
observasi terlebih dahulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila
dalam observasi masih terdapat keraguan. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak
perlu diberikan antibiotik kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforata.

Apendisitis Perforata
Adanya fekalit di dalam lumen, umur (orang tua atau anak muda) dan keterlambatan
diagnosis merupakan faktor yang bereperanan dalam terjadinya perforasi apendiks. Faktor
yang mempengaruhi tingginya insidens perforasi pada orang tua adalah gejala yang samar,
keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen.
Insidens tinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak yang
kurang komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis dan omentum anak yang belum
cepat berkembang.

Diagnosis
Perforasi apendiks akan menyebabkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan
demam tinggi, nyeri makin hebat serta meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan
kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, mungkin dengan pungtum
maksimum di regio iliaka kanan.

Pengelolaan
Perbaikan keadaan umum dengan infus, antibiotik untuk kuman gram negatif dan
positif serta kuman anaerob dan pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan. Perlu
dilakukan laparotomi dengan insisi panjang supaya dapat dilakukan pencucian rongga
peritoneum ataupun pengeluaran fibrin secara adekuat dan memudahkan pembersihan kantong
nanah.

BAB 4
PEMBAHASAN

Seorang laki-laki 31 tahun datang dengan keluhan nyeri perut. Kurang lebih 2 hari
SMRS pasien mengeluh nyeri perut (+) yang berawal dari daerah epigastrium lalu
kemudian berpindah ke perut kanan bawah dan saat ini dirasakan di seluruh lapangan
perut. Nyeri dirasakan semakin berat dan terus-menerus.Pasien mengaku lebih nyaman
jika tidur kedua kaki ditekuk (+). Pasien juga mengeluh badan panas kurang lebih 2 hari
SMRS. Mual (+), nafsu makan menurun (+), flatus (+),BAB (+) sedikit-sedikit, BAK (+)
dalam batas normal. Riwayat dipijat di dukun pijat.
Dari riwayat penyakit dahulu didapatkan bahwa pasien belum pernah mengalami
sakit seperti ini sebelumnya dan tidak pernah menderita peyakit jantung,kencing manis
atau darah tinggi. Dari riwayat penyakit keluarga tidak didapatkan riwayat adanya anggota
keluarga yang menderita penyakit jantug, kencing manis dan darah tinggi.
Pada pemeriksaan fisik tanggal 22 Oktober 2014 didapatkan keadaan umum pasien
tampak lemah dan terpasang infus RL 20 tetes per menit, dengan tanda vital: tekanan darah
120/80 mmHg, nadi 102 kali/menit reguler, frekuensi pernafasan 22x/ menit dan suhu
37,90C (axiller). Pada pemeriksaan fisik didapatkan bising usus (+) menurun pada
auskultasi, hipertimpani dan nyeri ketok di seluruh lapangan abdomen pada perkusi, nyeri
tekan (+) pada seluruh lapangan abdomen dan abdomen tegang pada palpasi. Pada
pemeriksaan tambahan didapatkan Rovsing sign (+), Psoas sign (+), obturator sign (+).
Pada pemerisaan rectal toucher didapatkan nyeri tekan (+). Dari pemeriksaan hematologi
tanggal 22 Oktober 2014 didapatkan jumlah leukosit lebih dari batas normal yaitu 36.100
mm3.
Skoring alvarado pada pasien didapatkan : Migrating pain (+) = 1, anorexia (+) = 1,
nausea/vomiting (+)= 1, tenderness in right iliac fossa (+)=2, rebound tenderness in right
iliac fossa (+)=1, elevated temperature(+)=1, leukositosis (+)=2. Jumlah alvarado score =
9 dengan interpretasi definite acute appendicitis.
Berdasarkan, pemeriksaan fisik , pemeriksaan penunjang dan hasil skoring Alvarode
Score pasien didiagnosis dengan peritonitis e.c appendisitis akut perforata.
Pengelolaan pada pasien ini adalah dengan pemberian infus RL 20 tetes per menit
untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang. Pemberian antibiotik spektrum luas
golongan cephalosporin yaitu Injeksi Cefotaxime 3x 1 gram,pemberian profilaksis Injeksi
Ulceranin 2x1 ampul untuk mencegah terjadinya stress ulcer, pemberian injeksi Toramin
30 mg ekstra untung mengurangi rasa nyeri pada pasien. Selain itu pasien dipuasakan
untuk mengistirahatkan saluran cerna sekaligus untuk persiapan operasi, pemasangan
NGT untuk dekompresi,pemasangan DC dan perencanaan tindakan pembedahan.
Edukasi diberikan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit yang
diderita pasien, pengobatan dan perlunya dilakukan tindakan operasi untuk menghilangkan
sumber infeksi dan mencegah penyebaran infeksi. Selain itu dijelaskan pula kepada pasien
dan keluarga bahwa untuk membantu proses penyembuhan dan pemulihan post operasi
pasien harus menjaga kebersihan bekas luka post operasi, minum obat, disarankan agar
tidak berpantang dalam makan sehingga membantu dalam penyembuhan luka serta
perlunya kontrol ke rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat, R. Usus halus, appendiks, kolon, dan anorektum dalam Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi Revisi. Ed Sjamsuhidajat R, De Jong W.Jakarta: EGC, pp: 865-875.
Craig, S. Appendicits . Available at : http://emedicine.medscape.com/article/7738
Ordonez, CA. Management of peritonitis in the critically ill patient. Available at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3413265/
Daley, JB. Peritonitis and abdominal sepsis. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/180234-overview

Anda mungkin juga menyukai