Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hipokondriasis merupakan salah satu dari enam gangguan somatoform
yang dikategorikan dalam DSM-IV. Hipokondriasis dibedakan dari kelainan
delusi somatik lainnya oleh karena gangguan ini dihubungkan dengan
pengalaman gejala fisik yang dirasakan oleh penderitanya, dimana gangguan
somatoform lainnya tidak menunjukkan gejala fisik di dalam dirinya. Gejala
yang timbul bisa saja merupakan pernyataan gejala fisik yang dilebih-
lebihkan, yang justru akan memperberat gejala fisik yang disebabkan oleh
keyakinan bahwa pasien tersebut sedang sakit dan keadaannya lebih buruk dari
keadaan yang sebenarnya. Gangguan somatoform diperkenalkan pada DSM-
III sebagai kategori diagnosis bagi gejala somatic yang tidak dapat dijelaskan
oleh kondisi medis umum.1
Penelitian terakhir melaporkan prevalensi enam bulan terakhir sebesar
4-6 persen pada populasi klinik medis umum. Namun demikian angka
persentase ini dapat mencapa 15 %. Laki-laki dan wanita sama-sama terkena
oleh hipokondriasis. Walaupun onset gejala dapat terjadi pada setiap manusia,
onset paling sering antara usia 20 dan 30 tahun. 2

Gangguan somatoform itu sendiri adalah suatu kelompok gangguan


yang memiliki gejala fisik dimana tidak ditemukan penjelaan medis yang
adekuat dengan ciri utama adalah preokupasi yang menetap akan
kemungkinan menderita satu atau lebih gangguan fisik yang serius dan
progresif. Perhatian biasanya hanya terfokus pada satu atau dua organ atau
sistem tubuh .. Sering disertai depresi dan anxietas yang berat. Pasien dengan
gangguan hipokondriasis datang secara khas datang dengan ketakutan dan
perhatian terhadap penyakitnya dibandingkan dengan gejala yang dirasakan,
pasien percaya bahwa mereka sedang menderita suatu penyakit yang serius
yang belum pernag dideteksi dan tidak dapat menerima penjelasan akan
gangguan yang dideritanya. 1,3
2

Pada hipokondrik pasien biasanya mengeluhkan satu penyakit berat


yang dalam pemeriksaan penunjang tidak ditemukan adanya kelainan yang
mendasarinya. Pasien merasa yakin bahwa ada sesuatu yang salah dalam
dirinya dan selalu ingin diperiksa untuk memastikan adanya gangguan pada
tubuhnya. Hal lain yang berbeda dengan gangguan somatisasi dimana pasien
biasanya meminta pengobatan terhadap penyakitnya yang seringkali
menyebabkan terjadinya penyalahgunaan obat, maka pada gangguan
hipokondrik pasien malah takut untuk makan obat karena dikira dapat
menambah keparahan dari sakitnya.1

Gangguan somatoform membutuhkan perencanaan terapi yang kreatif


dan bersifat biosikososial oleh klinisi yang meliputi dokter umum,sub-spesialis
dan ahli psikiatri professional. Strategi penatalaksaan pada hipokondriasis
meliputi pencatatan gejala, tinjauan psikososial dan psikoterapi. 1,3

Hipokondriasis sebagai kategori diagnosis masih tetap kontroversial


meskipun ada bukti yang baik dari kejadian serangkai keyakinan terkena
penyakit, terkait marabahaya dan pencarian bantuan medis, gejala-gejala ini
dikatakan lebih baik dipahami sebagai bentuk kecemasan yang terjadi untuk
focus pada masalah kesehatan, dan berkaitan erat dengan bentuk lain dari
gangguan kecemasan. 4
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Hipokondriasis


Hipokondriasis didefinisikan sebagai seseorang yang keterpakuan
(preokupasi) dengan ketakutan atau keyakinan menderita penyakit serius.
Pasien dengan hipokondriasis memiliki interpretasi yang tidak realistis
maupun akurat terhadap gejala atau sensasi fisik, meskipun tidak ditemukan
penyebab medis. Preokupasi pasien menimbulkan penderitaan bagi dirinya
dan menggangu kemampuannya untuk berfungsi secara baik di bidang
social,interpersonal dan pekerjaan.5 (buku prikiatri fk ui) Berbeda dengan
gangguan somatisasi dimana pasien biasanya meminta pengobatan terhadap
penyakitnya yang seringkali menyebabkan terjadinya penyalahgunaan obat,
maka pada gangguan hipokondrik pasien malah takut untuk makan obat
karena dikira dapat menambah keparahan dari sakitnya5.
Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa
simptom fisik yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit
serius yang mendasarinya, seperti kanker atau masalah jantung. Gangguan
ini paling sering muncul antara usia 20 dan 30 tahun, meski dapat terjadi di
usia berapapun. Prevalansi hipokondriasis 4-6% dari populasi pasien medic
umum, dan kemungkinan tertinggi adalah 15% awitan dari gejala dapat
terjadi pada segala usia, namun yang tersering pada usian 20-30 tahun.
Angka kejadian tak di pengaruhi oleh strata social,pendidikan maupun
perkawinan. Keluhan hipokondriasis terjadi pada 3% mahasiswa kedokteran
yang umumnya terjadi pada 2 tahun pertama pendidikan namun bersifat
sesaat saja.5 (BUKU FK UI BIRU)
Orang dengan hipokondriasis tidak secara sadar berpura-pura akan
simptom fisiknya. Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik,
seringkali melibatkan sistem pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan
nyeri. Berbeda dengan gangguan konversi yang biasanya ditemukan sikap
ketidakpedulian terhadap simptom yang muncul, orang dengan
4

hipokondriasis sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli pada


simptom dan hal-hal yang mungkin mewakili apa yang ia takutkan.
Pada gangguan ini, orang menjadi sangat sensitif terhadap
perubahan ringan dalam sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak
jantung dan sedikit sakit serta nyeri. Padahal kecemasan akan simptom fisik
dapat menimbulkan sensasi fisik itu sendiri, misalnya keringat berlebihan
dan pusing, bahkan pingsan. Mereka memiliki lebih lanjut kekhawatiran
akan kesehatan, lebih banyak simptom psikiatrik, dan mempersepsikan
kesehatan yang lebih buruk daripada orang lain. Sebagian besar juga
memiliki gangguan psikologis lain, terutama depresi mayor dan gangguan
kecemasan.1,3,6

2.2. Epidemiologi
Satu penelitian terbaru menyatakan bahwa prevalensi hipokondriasis
dalam enam bulan terakhir sebesar 4-6 persen pada populasi klinik medis
umum. Namun demikian angka persentase ini dapat mencapai 15 persen .
Laki-laki dan wanita mempunyai perbandingan yang sama untuk menderita
hipokondriasis. Walaupun onset gejala dapat terjadi pada setiap manusia, onset
paling sering antara usia 20 dan 30 tahun.1

Gangguan hipokondrial primer lebih sering terjadi pada orang-orang


golongan sosial lebih rendah, orang muda dan lansia. Hipokondriasis juga
didapatkan pada 3 persen mahasiswa kedokteran terutama pada 2 tahun
pertama pendidikan namun bersifat sementara. Beberapa bukti menyatakan
bahwa diagnosis lebih sering diantara kelompok kulit hitam dibandingkan
kulit putih. Status perkawinan tampaknya tidak mempunyai diagnosis. 1

2.3. Etiologi
Dalam kriteria diagnostik untuk hipokondriasis, DSM-IV menyatakan
bahwa gejala mencerminkan gejala-gejala tubuh. Data tubuh yang cukup
menyatakan bahwa orang hipokondriakal meningkatkan dan membesarkan
sensasi somatiknya; mereka memiliki ambang dan toleransi yang lebih rendah
terhadap gangguan fisik. Sebagai contohnya apa yang dirasakan oleh orang
5

normal sebagai tekanan abdominal, orang hipokondriakal mungkin berpusat


pada sensasi tubuh, salah menginterpretasikannya dan menjadi tersinyal oleh
hal tersebut karena skema kognitif yang keliru.6

Teori yang lain mengemukakan bahwa hipokondriasis dapat suatu sifat


yang dipelajari yang dimulai masa kanak-kanak dimana pada anggota
keluarganya sering terpapar oleh suatu penyakit. Etiologi yang lain yang
diajukan adalah bahwa hipokondriasis adalah bagian dari gangguan depresi
atau obsesif-kompulsif dengan focus gejala pada keluhan fisik. 6

Teori kedua adalah bahwa hipokondriasis dapat dimengerti berdasarkan


model belajar sosial. Gejala hipokondriasis dipandang sebagai keinginan
untuk mendapatkan perasaan sakit oleh seseorang yang menghadapi masalah
yang tampaknya berat dan tidak dapat dipecahkan. Peranan sakit memberikan
jalan keluar, karena pasien yang sakit dibiarkan menghindari kewajiban yang
menimbulkan kecemasan dan menunda tantangan yang tidak disukai dan
dimaafkan dari kewajiban yang biasanya diharapkan.6

Teori ketiga adalah bahwa gangguan ini adalah bentuk varian dari
gangguan mental lain. Gangguan yang paling sering dihipotesiskan
berhubungan dengan hipokondriasis adalah gangguan depresif dan gangguan
kecemasan. Diperkirakan 80 persen pasien dengan hipokondriasis mungkin
memiliki gangguan depresif atau gangguan kecemasan yang ditemukan
bersama-sama. 6

Bidang pikiran keempat tentang hipokondriasis adalah bedang


psikodinamika yang menyatakan bahwa harapan agresif dan permusuhan
terhadap orang lain dipindahkan kepada keluhan fisik. Kemarahan pasien
hipokondriakal berasal dari kekecewaan, penolakan dan kehilangan di masa
lalu, tetapi pasien mengekspresikannya pada saat ini dengan meminta
pertolongan dan perhatian dari orang lain dan selanjutnya menolaknya karena
tidak efektif. Hipokondriakal juga dipandang sebagai pertahanan terhadap rasa
bersalah yang melekat, suatu ekspresi harga diri yang rendah, dan tanda
perhatian terhadap diri sendiri yang berlebihan. Penderitaan nyeri dan somatik
6

selanjutnya menjadi alat untuk menebus kesalahan dan membatalkan dan


dapat dialami sebagai hukuman yang diterimanya atas kesalahan di masa lalu
dan perasaan bahwa seseorang adalah jahat dan memalukan.6

2.4. Patofisiologi
Defisit neurobiokimia berhubungan dengan hipokondriasis dan
gangguan somatoform lain seperti gangguan somatisasi, kontriversi dan
kelainan bentuk tubuh terlihat sema dengan gangguan mood dan cemas.7
Hollander dkk menjelaskan “spectrum obsesif-kompulsif” untuk
memasukan gangguan obsesif-kompulsif, kelainan bentuk tubuh (body
dysmorphic disorder), anorexia nervosa, sindrom Tourette, dan gangguan
control impuls (misalnya trichotillomania, pathological gambling). Penulis lain
mempostulasikan bahwa kelainan somatoform seperti hipokondriasis dapat
saja merupakan hasil atas kebiasaan tak sadar yang dilakukan pasien untuk
menghindari konflik internal dan stressor eksternal. 1,7
Formulasi dari gangguan spectrum obsesif kompulsif ini walaupun
bukan bagian dari consensus diagnostik dan klasifikasi psikiatri, melintasi
sedikit bagian dalam beberapa kategori diagnostic dalam DSM-IV walaupun
pertemuan kasus dari deficit neurobiokinia ini bersifat ringan, beberapa deficit
menunjukan mengapa gejala dapat menjadi berlebihan, dan berakibat
komorbid, dan mengapa terapi yang efektif itu bersifat parallel antara orang
yang satu dengan orang yang lain. 7
Pada studi terakhir dari maker biologis, penelitian yang berdasarkan
kriteria diagnostik untuk hipokondriasis DSM- IV menemukan bahwa terdapat
penurunan level neurotropin 3 (NT-3) dan serotonin trombosit (5-HT) dalam
plasna dibandingkan dengan subjek kontrol. NT-3 aalah marker dari fungsi
neuronal sementara trombosit 5-HT adalah marker penting untuk aktivitas
serotogenik. 1

2.5. Gambaran Klinis


Pasien dengan gangguan hipokondriasis secara khas datang dengan
ketakutan dan perhatian terhadap penyakitnya, dibandingkan dengan gejala
7

yang dirasakan. Pesien hipokondriakal percaya bahwa mereka menderita


penyakit yang parah yang belum dapat dideteksi dan mereka tidak dapat
diyakinkan akan kebalikannya. Pasien hipokondriakal dapat mempertahankan
keyakinan bahwa mereka memiliki satu penyakit tertentu atau dengan jalannya
waktu, mereka mungkin mengubah keyakinannya tentang penyakit tertentu.
Keyakinan tersebut menetap walau hasil lab adalah negatif. Mereka terus
menyimpan keyakinan bahwa mereka memiliki penyakit yang serius.
Hipokondriasis biasanya disertasi dengan gejala depresi dan anxietas dan
biasanya bersamaan dengan gangguan depresi dan anxietas. 8

Pasien mempunyai ketakutan yang hebat dan menetap terhadap


penyakit. Mereka mewaspadai indikasi penyakit yang bahkan sangat ringan,
tetapi bagi mereka menjadi sinyal yang sangat kuat. Preokupasi tubuh mereka
sangat berat dan meluas ke status kesehatan umum mereka. Pasien meneliti
sendiri tubuh mereka sendiri secara intens. Mereka mempunyai kebiasaan
mengunjungi dokter umum dan klinik rumah sakit serta menumouk riwayat
perawatan medis yang banyak. Akhirnya mereka tetap saja tidak puas akan
kontak mereka dengan profesi kedokteran yang sering mereka kritik dan
salahkan atas keluhannya yang berlanjutan. Hubungan dokter-pasien yang
buruk seringkali terjadi. 8

Walaupun DSM-IV menyebutkan bahwa gejala harus ada selama sekurangnya


enam bulan, keadaan hipokondriakal sementara dapat terjadi setelah stress
berat, paling sering kematian atau penyakit berat pada seseorang yang penting
bagi pasien atau penyakit serius ( kemungkinan membahayakan hidup) yang
telah disembuhkan tetapi meninggalkan pasien hipokondriakal secara
sementara dengan akibatnya. Keadaan hipokondriakal tersebut yang
berlangsung kurang dari enam bulan harus didiagnosis sebagai gangguan
somatoform yang tak tergolongkan. Hipokondriakal sementara sebagai respon
dari stress eksternal biasanya menyembuh jika stress dihilangkan, tetapi dapat
menjadi kronis jika diperkuat oleh orang didalam system sosial pasien atau
oleh professional kesehatan.8
8

2.6. Diagnosis
Diagnosis hipokondriasis (F45.2) berdasarkan PPDGJ III, kedua hal ini
harus ada: 9

1. Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu


penyakit fisik yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya,
meskipun pemeriksaan yang harus berulang-ulang tidak menunjang
adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi
yang menetap kemungkinn deformitas atau perubahan bentuk
penampakan fisiknya (tidak sampai waham)

2. Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari


beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas
fisik yang melandasi keluhan-keluhannya.

Sementara itu berdasarkan diagnostic and statistical manual of mental


disorder, Fourth edition (DSM-IV) mendefinisikan hipokondriasis (F45.2)
berdasarkan kriteria berikut ini : 3,9

Tabel dari DSM-IV, diagnostic and statistical manual of mental disorder

Kriteria diagnostik untuk hipokondriasis

a. Preokupasi dengan ketakutan penderita atau ide bahwa ia menderita suatu


penyakit serius didasarkan pada intepretasi keliru orang tersebut terhadap
gejala-gejala tubuh.

b. Preokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang


tepat dan penentraman.

c. Keyakinan pada kriteria 1 tidak memiliki intensitas waham (seperti pada


gangguan delusional, tipe somatic) dan tidak terbatas pada kekhawatiran
yang terbatas tentang penampilan ( seperti pada gangguan dismorfik
tubuh)

d. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau


gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya
9

e. Durasi gangguan sekurang-kurangnya 6 bulan

f. Preokupasi tidak dapat deterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan


umum, gangguan obsesif kompulsif, gangguan panic, gangguan depresif
berat, cemas perpisahan, atau gangguan somatoform lain.

2.7. Tatalaksana
Pasien hipokondriakal biasanya tahan terhadap pengobatan psikiatrik.
Beberapa pasien hipokondriakal menerima pengobatan psikiatrik jika
dilakukan menerima pengobatan psikiatrik jika dilakukan di lingkungan medis
dan dipusatkan untuk menurunkan stress dan pendidikan tentang mengatasi
penyakit kronis. Diantara pasien-pasien tersebut, psikoterapi kelompok adalah
cara yang terpilih karena cara ini sebagian cara ini memberikan dukungan
sosial dan interaksi sosial yang tampaknya menurunkan kecemasan pasien.
Psikoterapi individual berorientasi-tilikan mungkin berguna, tetapi biasanya
tidak berhasil. 10

Jadwal pemeriksaan fisik yang tertib dan teratur adalah berguna untuk
menenangkan pasien bahwa mereka tidak ditelantarkan oleh dokternya dan
keluhan mereka ditanggapi secara serius. Tetapi prosedur diagnostic dan
terapeutik yang infasif harus dilakukan jika hanya bukti-bukti objektif
mengharuskannya. Jika mungkin klinisi harus menahan diri supaya tidak
mengobati temuan pemeriksaan fisik yang tidak jelas atau kebetulan. 10

Farmakoterapi menghilangkan gejala hipokondriakal hanya jika pasien


memiliki suatu kondisi dasar yang responsive terhadap obat seperti gangguan
kecemasan atau gangguan depresif berat. Jika hipokonsriasis adalah sekunder
dari akibat gangguan primer lainnya, gangguan tersebut harus diobati untuk
gangguan itu sendiri. Jika hipokondriasis adalah rekasi situasional yang
sementara, klinisi harus membantu pasien untuk mengatasi stress tanpa
mendorong perilakusakit mereka dan pemakaian peranan sakit sebagai suatu
pemecahan masalah. 10

Penatalaksanaan biasanya dilakukan oleh seorang dokter umum karena


penderita sering tidak dapat menerima rujukan ke seorang psikiater. Jelas,
10

penyakit organic sebaliknya disingkirkan dan gangguan psikiatri primer


apapun seperti depresi harus diterapi. 11

Terapi psikiatri spesifik mungkin berguna jika individu tersebut


menyadari kesulitan emosional yang menyebabkan timbulnya keluhan fisik.
Terapi psikiatri lebih baik diberikan dalam suasana klinis non-psikiatri, dengan
penekanan pada pengurangan stress psikososial dan pendidikan mengenai
peran faktor-faktor psikologis terhadap timbulnya gejala dan cara mengatasi
gejala tersebut. Dokter harus berhati-hati jika gejala jelas tampak berperan
sebagai pertahanan psikologis yang kuat dan habis-habisan. Terapi perilaku-
kohnitif adalah terapi spesifik terpilih. 11

obat antidepresan,terutama tipe ssri, dianjurkan oleh beberapa orang


ahli untuk semua pasien seperti ini, terutama jika sebagian besar gejala
hipokondrial dalam populasi umum disebabkan oleh depresi. Terapi
antidepresan tentu saja merupakan pilihan terapi lini kedua jika terapi prilaku-
kognitif gagal atau jika terdapat penyakit penyerta bermakna atau gejala-gejla
yang berat. Psikoterapi kelompok adalah pendekatan psikoterapi terpilih
meskipun tujuan utama terapi ini biasanya suportif bukan kuratif. 11

secara keseluruhan, gejala pasien yang disebabkan alasan psikologis


dan sosial dan tidak adanya intervensi bedah atau medis spesifik yang dapat
menyembuhkan keinginan untuk sakit haruslah diingat. Tujuannya adalah agar
dapat focus terhadap pasien secara menyeluruh. Pasie harus dipantau secara
teratur dan perhatian harus diberikan pada keadaan sosial dan personal apapun
yang dianggap menyebabkan timbulnya keluhan pasien. 12

Intervensi medik spesifik sebaiknya dikurangi, misalnya pemeriksaan


fisik sederhana. Terapi utama adalah perhatian personal seorang dokter.
Prosedur terapeutik diagnostik invasif dan rumit sebaiknya dilakukan bila
terdapat manfaat nyata penggunaanya, dan kelainan insidental serta temuan
bermakna sebaiknya tidak diterapi. 13

Farmakoterapi digunakan sebagai pelengkap dari psikoterapi dan terapi


edukasi yang dilakukan. Tujuan dari pemberian farmakoterapi adalah untuk
11

mengurangi gejala dangangguan yang menyertai (contohnya depresi), untuk


mencegah komplikasi, dan untuk mengurangi gejala hipokondrik. 1,11

Hipokondriasis hampir selalu disertai dengan gangguan depresi,


anxietas, obsesif-kompulsif. Apabila salah satu dari gangguan di atas ada,
penatalaksanaan yang sesuai haruslah dilakukan. Biasanya terapi farmakologi
diberikan denganmemulai dosis yang rendah, kemudian dinaikan sampai pada
dosis terapi. Hal ini untuk mencegah efeksamping dimana pasien dengan
gangguan hipokondria sangat sensitive terhadap efek samping obat. 10,11

Terapi kognitif

Tujuan dari terapi kognitif untuk hipokondriasis adalah untuk


mengarahkan pasien untuk mengenali, bahwa masalah utama mereka adalah
rasa takut terhadap menderita suatu penyakit dan bukannya menderita
penyakit itu. Pasien juga diminta untuk memantau sendiri kekhawatiran yang
muncul dan mengevaluasi kenyataan dan alasannya. Terapis juga membujuk
pasien untuk mempertimbangkan penjelasan alternatif untuk tanda fisik yang
biasanya mereka interpretasikan sebagai suatu penyakit. Percobaan mengenai
kebiasaan juga digunakan sebagai usaha untuk mengubah kebiasaan pikiran
pasien. Singkatnya, pasien diberitahukan untuk secara intens fokus pada gejala
fisik yang spesifik dan memantau peningkatan rasa cemas yang muncul.
Keluarga juga perlu diikutsertakan untuk mengobservasi rasa cemas yang
muncul. 1,6,11

2.8. Prognosis
Perjalanan penyakit biasanya episodik; episode berlangsung dari
beberapa bulan sampai beberapa tahun dan dipisahkan oleh periode tenang
yang sama panjangnya. Mungkin terdapat hubungan jelas antara eksaserbasi
gejala hipokondriakal dan stressor psikososial. Walaupun hasil penelitian besar
yang dilakukan belum dilaporkan, diperkirakan sepertiga sampai setengah dari
semua pasien akhirnya membaik secara bermakna. Prognosis yang baik adalah
berhubungann dengan status sosioekonomi yang tinggi, onset gejala yang tiba-
tiba, tidak adanya gangguan kepribadian dan tidak adanya kondisimedis non
12

psikiatrik yang menyertai. Sebagian besar anak hipokondriakal menjadi


sembuh pada masa remaja akhir atau pada dewasa awal.10

Pasien dengan riwayat psikologi premorbid yang baik biasanya hanya


mengalami hipokondriasis sementara pada penyakit yang akut atau stress
mempunyai prognosis yang baik dan dapat mengalami kesembuhan yang
sempurna. Sedangkan bila gejala disebabkan oleh gangguan anxietas
menyeluruh atau depresif, prognosis akan lebih baik.9,13
13

BAB III
KESIMPULAN

Hipokondriasis merupakan salah satu dari enam gangguan


somatoform yang dikategorikan dalam DSM-IV. Hipokondriasis dibedakan
dari kelainan delusi somatik lainnya oleh karena gangguan ini dihubungkan
dengan pengalaman gejala fisik yang dirasakan oleh penderitanya, dimana
gangguan somatoform lainnya tidak menunjukkan gejala fisik di dalam
dirinya. Gejala yang timbul bisa saja merupakan pernyataan gejala fisik yang
dilebih-lebihkan, yang justru akan memperberat gejala fisik yang disebabkan
oleh keyakinan bahwa pasien tersebut sedang sakit dan keadaannya lebih
buruk dari keadaan yang sebenarnya.

Hipokondriasis adalah suatu gangguan neurotik yang ditandai dengan


fokus gejala yang lebih ringan daripada kepercayaan bahwa ia menderita
penyakit tertentu. Hipokondriasis merupakan salah satu dari enam gangguan
somatoform yang dikategorikan dalam DSM IV. 5 dibedakan dari kelainan
delusi somatic lainnya oleh karena gangguan ini dihubungkan dengan
pengalaman gejala fisik yang dirasakan oleh penderitanya. Dimana gangguan
somatoform lainnya tidak menunjukan gejala fisik di dalam dirinya.

Pasien dengan gangguan hipokondriasis secara khas datang dengan


ketakutan dan perhatian terhadap penyakitnya, dibandingkan dengan gejala
yang dirasakan. Pesien hipokondriakal percaya bahwa mereka menderita
penyakit yang parah yang belum dapat dideteksi dan mereka tidak dapat
diyakinkan akan kebalikannya. Pasien hipokondriakal dapat mempertahankan
keyakinan bahwa mereka memiliki satu penyakit tertentu atau dengan jalannya
waktu, mereka mungkin mengubah keyakinannya tentang penyakit tertentu.
Keyakinan tersebut menetap walau hasil lab adalah negatif. Mereka terus
menyimpan keyakinan bahwa mereka memiliki penyakit yang serius.
14

Hipokondriasis biasanya disertasi dengan gejala depresi dan anxietas dan


biasanya bersamaan dengan gangguan depresi dan anxietas.

Walaupun DSM-IV menyebutkan bahwa gejala harus ada selama


sekurangnya enam bulan, keadaan hipokondriakal sementara dapat terjadi
setelah stress berat, paling sering kematian atau penyakit berat pada seseorang
yang penting bagi pasien atau penyakit serius ( kemungkinan membahayakan
hidup) yang telah disembuhkan tetapi meninggalkan pasien hipokondriakal
secara sementara dengan akibatnya. Keadaan hipokondriakal tersebut yang
berlangsung kurang dari enam bulan harus didiagnosis sebagai gangguan
somatoform yang tak tergolongkan.

Farmakoterapi digunakan sebagai pelengkap dari psikoterapi dan terapi


edukasi yang dilakukan. Tujuan dari pemberian farmakoterapi adalah untuk
mengurangi gejala dangangguan yang menyertai (contohnya depresi), untuk
mencegah komplikasi, dan untuk mengurangi gejala hipokondrik.

Hipokondriasis hampir selalu disertai dengan gangguan depresi,


anxietas, obsesif-kompulsif. Apabila salah satu dari gangguan di atas ada,
penatalaksanaan yang sesuai haruslah dilakukan. Biasanya terapi farmakologi
diberikan denganmemulai dosis yang rendah, kemudian dinaikan sampai pada
dosis terapi. Hal ini untuk mencegah efeksamping dimana pasien dengan
gangguan hipokondria sangat sensitive terhadap efek samping obat.

Pasien dengan riwayat psikologi premorbid yang baik biasanya hanya


mengalami hipokondriasis sementara pada penyakit yang akut atau stress
mempunyai prognosis yang baik dan dapat mengalami kesembuhan yang
sempurna. Sedangkan bila gejala disebabkan oleh gangguan anxietas
menyeluruh atau depresif, prognosis akan lebih baik.

Penatalaksanaan hipokondriasis meliputi pencatatan gejala,tinjauan


psikososial, dan psikoterapi. Prognosis baik berhubungan dengan status sosial
ekonomi yang tinggi, awal yang tiba-tiba, tidak adanya gangguan kepribadian
dan tidak adanya kondisi medis nonpsikiatri yang menyertai.
15

DAFTAR PUSTAKA

1. Glen L.X, David B. 2011. Hypocondriasis. Medscape Reference. Diakses dari


http:/www.emedicine.medscape.com/article/290955. Tanggal akses 7
November 2017

2. Basant K.P, Paul J.L, ian H.T. 2002. Gangguan Disosiasi (konversi) dan
somatoform, Gangguan Hipokondrial dalam Buku Ajar Psikiatri, Edisi ke-2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

3. Benjamin J.S, Virginia A.S. 2007. Somatoform Disorder and others causes of
medically unexplained symptoms, Hypocondriasis in New Oxford Textbook of
Pyschiatry, 10th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins.

4. Mayou Richard, M.A., M.Sc., M.Phil., F.R.C.P., F.R.C.Psych Laurence J.


Kirmayer. M.D., F.R.C.P.(C.). Somatoform Disorders : Time For a New
Approach in DSM-V Am J Psychiatry 2005; http://ajp.psychiatryonline.org
diakses tanggal 7 november 2017

5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012. Buku Ajar Psikiatri.


Jakarta: Badan Penerbit Fakutas Kedokteran Universitas Indonesia.

6. Michael G.G, Juan J.L, Nancy A. 2002. Somatoform Disorder and other
causes of medically unexplained symptoms, Hypochondriasis in New Oxford
Textbook of Psychiatry, Psychiatry and Madicine.

7. Jerald K, Allan T. 2006. Somatoform Disorders, Hypochondriasis in Essential


of psychiatry, John Wiley & Sons.

8. Michael B., James J.S. 2003. Hypochondriasis in Psycosomatic Medicine,


section 3: Psychiatric Conditions.

9. Maslim, R. 2001. Diagnosis Gangguan jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III,
Cetakan Pertama. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya

10. Kaplan H.I, Sadock, B.J, and Greeb J.A. 2010. Sinopsis Psikiatri. In:
Gangguan Somatoform. Jilid Dua. Ciputat: Binapura Angkasa, Jakarta.

11. Jonathan S. A. 2010. Hypochondriasis: What is it and How do you Treat it


16

University of North Carolina at Chapel Hill. Diakses dari


http://www.ocdchicago.org/images/uploads/pdf/EP13.pdf. Diakses tanggal 7
November 2017.

12. Maramis, Willy F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. Cetakan pertama
2009. Surabaya: Airlangga University Press.

13. Saddock BJ, Sadock VA, Ruiz Pedro. 2009. Comprehensive Textbook of
Psychiatry. 10th edition. Philadhelphia; lippincot Williams 7 Walkins.

Anda mungkin juga menyukai