Yunastiti Purwaningsih
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret, Surakarta
E mail: yst_stm@yahoo.com
ABSTRACT
The problem of food security is availability, distribution, and consumption. The
problem of availability is limited and decreasing production capacity; the
distribution’s problems are infrastructure, institution, safety link of distribution’s and
the variation production capacity between region and season. The problem of
consumption is most of energy consumption are grain and rice biased. The policy of
food security not only to create the food sufficiency with development economic with
rural and agriculture are the basis, but also the sufficiency of food for poor society.
In order to create food reserve of society, lumbung desa is important to be improved.
Key words: food security, rural, agriculture, food reserve
Sumber: dihitung dari data BPS dan FAO (2003), dalam Arifin (2004:5).
4 Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 1, Juni 2008
jemen air irigasi serta drainase). salah satu indikasi tingkat pemerataan di
Ekstensifikasi adalah perluasan areal tingkat pedesaan, daerah produksi padi
yang mengkonversi hutan tidak identik dengan kesejahteraan pedesaan.
produktif menjadi areal persawahan Kinerja yang baik dari institusi ekonomi
dan pertanian. di tingkat desa, kelompok tani, koperasi
pedesaan, sistem penyuluhan, dukungan
Diversifikasi adalah penganekaraga-
skema pendanaan dan sistem perbankan,
man usaha pertanian untuk menam-
kesemuanya menghasilkan kinerja yang
bah pendapatan rumah tangga
baik pada produksi pertanian. Manaje-
petani, usaha tani terpadu peternak-
men pemerintahan Presiden Suharto
an, dan perikanan.
dengan sistem linier dan komando
Pada saat yang bersamaan pemerintah sangat efektif untuk menjalankan
juga melakukan kebijakan: administrasi pemerintahan sampai ke
Membangun sarana irigasi, jalan dan tingkat pedesaan. Sebagai contoh,
industri pendukung (semen, pupuk kebijakan harga dasar gabah dan mana-
dan lain-lain). jemen operasi pasar untuk menjaga
stabilitas harga pangan, berjalan efektif
Melakukan pembenahan institusi
karena persyaratan detil implementasi
ekonomi seperti konsolidasi kelom-
kebijakan sudah dipersiapkan, mulai
pok tani hamparan, KUD dan kope-
pergudangan, armada transportasi,
rasi pertanian lainnya, sistem penyu-
dukungan kredit perbankan sampai pada
luhan dengan program andalannya
waktu pengumuman harga dasar baru.
adalah latihan dan kunjungan ke
Antisipasi harga beras di pasar dunia
petani.
juga diperhatikan secara seksama.
Melakukan terobosan skema penda-
c. Pada fase dekonstruksi periode tahun
naan, memberikan kredit pertanian
1986-1997, tanaman pangan hanya
(walau bersubsidi), serta keterjang-
tumbuh 1,90 persen. Fase ini dinamakan
kauan akses finansial sampai ke
dekonstruksi karena sektor pertanian
tingkat pelosok pedesaan. Ini
mengalami fase pengacuhan (ignor-
merupakan reformasi spektakuler di
ance) oleh para perumus kebijakan dan
bidang ekonomi.
bahkan para ekonom sendiri. Pencapai-
b. Pada fase tumbuh tinggi periode tahun an swasembada pangan menimbulkan
1978-1986, tanaman pangan tumbuh persepsi bahwa pembangunan pertanian
dengan 4,95 persen, dimana pada masa akan bergulir dengan sendirinya,
ini penerapan revolusi hijau membawa sehingga melupakan prasyarat keberpi-
Indonesia kepada pencapaian swasem- hakan serta kerja keras pada periode
bada pangan pada tahun 1984. Kontri- sebelumnya. Indikasi fase buruk ini
busi riset atau ilmu pengetahuan dan sebenarnya muncul pada tahun 1990-an
teknologi dalam sektor pertanian ketika kebijakan pembangunan ekonomi
menjadikan kinerja produksi pertanian mengarah ke strategi industrialisasi,
meningkat. Revolusi teknologi menjadi dimana berbagai komponen proteksi
Yunastiti Purwaningsih - Ketahanan Pangan: Situasi, Permasalahan 5
Tahun Luas Panen Produktivitas Produksi Gabah Produksi Berasa Impor Berasb
(000 ha) (ton/ha) (000 ton) (000 ton) (000 ton)
1990 10,502 4,30 45,179 29,366 29,000
1991 10,282 4,35 44,689 29,048 178,000
1992 11,103 4,34 48,240 31,356 634,000
1993 11,013 4,38 48,181 31,318 0,000
1994 10,734 4,35 46,641 30,317 876,000
1995 11,439 4,35 49,744 32,334 3,014
1996 11,569 4,41 51,101 33,215 1,090
1997 11,141 4,43 49,377 32,095 406,000
1998 11,613 4,17 48,472 30,537 5,765
1999 11,963 4,25 50,866 31,118 4,183
2000 11,793 4,40 51,898 32,345 1,513
2001 11,415 4,39 50,181 31,283 1,400
2002 11,521 4,47 51,379 32,369 3,100
2003c 11,453 4,53 51,849 32,697 2,000
Tabel Catatan:
a Faktor konversi 0,68 sebelum tahun 1989, dan 0,65 setela tahun 1989, lalu menurun menjadi 0,63 setelah tahun 1998.
b Data impor beras dikumpulkan dari berbagai sumber.
c Angka ramalan III, Oktober 2003.
Sumber: BPS berbagai tahun, dalam Arifin, 2004, halaman 46, tabel 4.1.
Komoditi 1990 1995 1998 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Padi 45,179 49,744 49,200 51,898 50,461 51,490 52,138 54,088 53,985
Jagung 6,734 8,246 10,169 9,677 9,347 9,654 10,886 11,225 12,014
Ubi Kayu 15,830 15,410 14,696 16,089 17,055 16,913 18,524 19,425 19,459
Kedelai 1,487 1,680 1,306 1,018 827,000 673,000 672,000 723,000 797,000
Sumber:
• Tahun 1990-1998 dari BPS (2003), World Bank (2003), dalam Arifin, 2004, hal.164, tabel 12.1, diolah.
• Tahun 2000-2005 dari Statistik Pertanian 1999-2003, Ditjen Teknis Lingkup Deptan 2004-2005, dalam Nainggolan, 2007,
halaman 92, tabel 1, diolah.
2000, dan meningkat mulai tahun 2004, internasional yang menguntungkan dapat
nampak dalam Tabel 3. digunakan untuk mensejahterakan rakyat.
Khusus produksi kedelai tahun 2005- Kemandirian pangan dilihat dari rata-rata
2007, pulau Jawa merupakan produsen pangsa produksi terhadap konsumsi
kedelai terbanyak dibanding dengan pulau domestik, menunjukkan bahwa sebenarnya
lain, dimana pada tahun 2007 sebanyak peningkatan produksi pangan di Indonesia
427,354 ribu ton sedangkan luar Jawa tidak mampu memenuhi permintaan yang
sebanyak 170,675 ribu ton, nampak dalam terus meningkat dan bervariasi. Berdasar data
Tabel 4. neraca bahan pangan FAO tahun 2003, rasio
produksi domestik terhadap konsumsi bahan
2. Kemandirian Pangan pangan Indonesia tahun 1970-2001 terlihat
Kemandirian suatu negara dalam memenuhi pada Tabel 5, semua di bawah 100 persen,
kebutuhan rakyatnya merupakan indikator kecuali ikan (Arifin, 2004:48). Untuk beras,
penting yang harus diperhatikan, karena rasionya adalah 95,5 persen, jagung 98,5
negara yang berdaulat penuh adalah yang persen, kedelai 76,20 dan gula 84,67 persen,
tidak tergantung (dalam bidang politik, yang berarti kekurangan dari 100 persen
keamanan, ekonomi, dan sebagainya) pada merupakan impor. Komoditi susu menunjuk-
negara lain. Ketergantungan suatu negara kan rasio tertinggi 43,66 persen, yang berarti
dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya dapat bahwa 57,34 persen konsumsi susu domestik
berbentuk ketergantungan dalam pasokan, dicukupi dengan impor.
pengambilan keputusan, teknologi, atau pola Selanjutnya dengan melihat Tabel 6
konsumsi, dan gaya hidup. Indonesia dengan nampak bahwa data mengenai porsi beberapa
penduduk lebih dari 210 juta orang, menjadi produk pangan terhadap pemenuhan
sangat berbahaya apabila tidak mandiri dalam kebutuhan tahun 1995-2005, menunjukkan
pangan. Namun perlu dicatat bahwa gula dan susu merupakan produk dengan
kemandirian pangan, tidak berarti menolak tingkat kemandirian yang rendah, bahkan
ekspor-impor pangan, karena perdagangan dapat dikategorikan pada tahap ketergantung-
an. Begitu pula untuk gandum dan kedelai
8 Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 1, Juni 2008
yang tidak dapat ditampilkan karena perbe- berpendapatan tetap dan masyarakat miskin.
daan spesifikasi (digit) data produk Bagi masyarakat pedesaan yang merupakan
(Krisnamurthi, 2006). petani penghasil produksi pangan, kenaikan
Kondisi tersebut membawa Indonesia harga pangan di pasar internasional yang
tergantung pada impor pangan, dan karena- selanjutnya membawa kenaikan harga terse-
nya sangat tergantung pada harga produk but di dalam negeri, merupakan insentif bagi
tersebut di pasar internasional. Dengan demi- petani untuk menanam tanaman pangan
kian dikaitkan dengan ketersediaan pangan tersebut.
bagi masyarakat, maka apabila terjadi
kenaikan harga pangan di pasar internasional, 3. Keterjangkauan Pangan
pangan cenderung menjadi barang mewah Keterjangkauan pangan atau aksesibilitas
bagi masyarakat, terutama masyarakat masyarakat (rumah tangga) terhadap bahan
Yunastiti Purwaningsih - Ketahanan Pangan: Situasi, Permasalahan 9
pangan sangat ditentukan oleh daya beli, dan Maxwell et al., 2000 (Rachman, dkk.)
daya beli ini ditentukan oleh besarnya sebagai berikut:
pendapatan dan harga komoditas pangan. • Rumah tangga tahan pangan yaitu bila
Pengaruh pendapatan terhadap akses pangan proporsi pengeluaran pangan rendah
dapat dilihat melalui pengeluaran bahan (kurang dari 60 persen dari penge-
pangan, yaitu dengan besarnya proporsi luaran rumah tangga) dan cukup
pengeluaran rumah tangga untuk bahan mengkonsumsi energi (>80 persen dari
pangan. Selanjutnya harga pangan berpe- syarat kecukupan energi).
ngaruh terhadap aksesibilitas terhadap bahan
• Rumah tangga rentan pangan yaitu bila
pangan melalui daya beli.
proporsi pengeluaran pangan tinggi
a. Pengeluaran Bahan Pangan (lebih dari 60 persen dari pengeluaran
Terdapat hubungan yang negatif antara rumah tangga) dan cukup
proporsi pengeluaran bahan pangan dan mengkonsumsi energi (>80 persen dari
ketahanan pangan (ditinjau dari akses ke syarat kecukupan energi).
pangan) (Hukum Working 1943, dikutip • Rumah tangga kurang pangan yaitu
oleh Pakpahan, dkk., 1993 dalam bila proporsi pengeluaran pangan
Rachman, dkk., 2002): tinggi (lebih dari 60 persen dari
• Semakin besar proporsi pengeluaran pengeluaran rumah tangga) dan kurang
rumah tangga untuk bahan pangan, mengkonsumsi energi (≤80 persen dari
maka akses terhadap bahan pangan syarat kecukupan energi).
adalah rendah. Semakin besar proporsi • Rumah tangga rawan pangan yaitu bila
pengeluaran rumah tangga untuk proporsi pengeluaran pangan tinggi
bahan pangan juga menunjukkan dan tingkat konsumsi energinya
rendahnya kepemilikan bentuk keka- kurang. (Milifpk, 2007)
yaan lain yang dapat ditukarkan
dengan bahan pangan. Dengan menggunakan indikator
proporsi pengeluaran rumah tangga untuk
• Semakin kecil proporsi pengeluaran
bahan pangan, maka dari tahun 1984-1993
rumah tangga untuk bahan pangan,
rumah tangga pedesaan mempunyai
maka akses terhadap bahan pangan
proporsi pengeluaran rumah tangga untuk
adalah besar, atau menunjukkan
makanan yang lebih tinggi dibanding
semakin tinggi ketahanan pangannya.
dengan rumah tangga perkotaan. Selama
• Semakin kecil proporsi pengeluaran kurun waktu tersebut, lebih dari 60 persen
rumah tangga untuk bahan pangan, pengeluaran rumah tangga pedesaan
juga menunjukkan tingginya kepemi- digunakan untuk makanan, sedangkan di
likan bentuk kekayaan lain yang dapat perkotaan sekitar 50 persen, lihat Tabel 7.
ditukarkan dengan bahan pangan. Berdasar indikator Johnson dan Toole
Ketahanan pangan rumah tangga juga (1999), yang dilihat dari proporsi
dapat dilihat dari pendapatan rumah pengeluaran untuk pangan, berarti rumah
tangga dan konsumsi gizi rumah tangga tangga pedesaan adalah rentan terhadap
(Johnson dan Toole, 1999), diadopsi oleh pangan. Ini berarti rumah tangga pedesaan
10 Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 1, Juni 2008
Tabel 7. Pengeluaran Rata-rata per Bulan/Kapita Tahun 1984-1993 Menurut Harga Berlaku
Tabel 11. Perkembangan Harga Dunia Beberapa Komoditas Pangan Tahun 2005-2007
Data mengenai konsumsi beras per 2005 untuk angka nasional sebesar 56,27
kapita menunjukkan bahwa rata-rata gram/kap/hari, lihat Tabel 13.
konsumsi beras sekitar 141 kg/kap/tahun, Indikator kualitas konsumsi pangan
yang terdiri dari konsumsi rumah tangga 120 ditunjukkan oleh skor PPH (Pola Pangan
kg/kap/tahun dan industri pengolahan sebesar Harapan) yang dipengaruhi oleh keragaman
120 kg/kap/tahun (Nainggolan, 2006). Ban- dan keseimbangan konsumsi antar kelompok
dingkan dengan Jepang 60 kg/kapita/tahun pangan, menunjukkan bahwa telah terjadi
(Soetrisno, 2005). Selanjutnya konsumsi peningkatan mutu gizi konsumsi pangan
protein penduduk mulai tahun 2002 sudah penduduk Indonesia yang diindikasikan
melebihi konsumsi protein yang direkomen- meningkatnya skor PPH dari tahun 1999
dasikan sebesar 52 gram/kap/hari. Pada tahun (66,3) ke tahun 2005 (78,2), lihat Tabel 12.
Yunastiti Purwaningsih - Ketahanan Pangan: Situasi, Permasalahan 15
prasarana produksi pangan dan memper- sional meliputi bidang produksi, perda-
tahankan lahan produktif. gangan dan distribusi pangan; cadangan
• Cadangan pangan nasional pangan; pencegahan dan penanggulangan
Berasal dari cadangan pangan masyarakat masalah pangan; serta riset dan teknologi
dan cadangan pemerintah (dari tingkat pangan.
desa, kabupaten/kota, propinsi sampai Badan Ketahanan Pangan menyusun
pemerintah pusat). Selanjutnya cadangan kebijakan umum mengenai ketahanan pangan
masyarakat dilakukan oleh lembaga yang arahnya adalah mewujudkan keman-
swadaya masyarakat, organisasi dirian pangan untuk menjamin ketersediaan
masyarakat, swasta, koperasi dan atau dan konsumsi pangan yang cukup, aman,
perorangan. bermutu, dan bergizi seimbang pada tingkat
• Penganekaragaman pangan rumah tangga, daerah dan nasional sepanjang
Konsumsi pangan yang beraneka ragam waktu dan merata melalui pemanfaatan
dengan prinsip gizi yang seimbang. sumber daya dan budaya lokal, teknologi
inovatif dan peluang pasar, serta memperkuat
• Pencegahan dan penanggulangan masalah
ekonomi kerakyatan dan mengentaskan dari
pangan
kemiskinan.
Suatu langkah antisipatif untuk meng-
hindari terjadinya masalah pangan (kele- 1. Kebijakan Umum
bihan/kekurangan pangan dan kemam- Substansi kebijakan umum ketahanan pangan
puan rumah tangga dalam memenuhi terdiri dari 14 elemen penting, yang tersusun
kebutuhan pangan).
dalam rencana aksi pangan periode 2006-
• Peran pemerintah daerah dan masyarakat 2009, yang diharapkan menjadi panduan
Pemerintah daerah melaksanakan jakan pelaksanaan kebijakan umum di tingkat
ketahanan pangan di wilayahnya masing- lapangan, yaitu para pelaksana dan para
masing melalui pemberian informasi dan stakeholders ketahanan pangan yang meliputi
pendidikan, meningkatkan motivasi lembaga pemerintah, swasta, BUMN, pergu-
masyarakat dan kemandirian rumah ruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat
tangga dalam meningkatkan ketahanan dan kalangan masyarakat umum. Rencana
pangan. Selanjutnya peran masyarakat aksi tersebut tertuang dalam kegiatan opera-
dalam ketahanan pangan dilakukan sional yang disusun dalam bentuk matriks,
melalui kegiatan produksi, perdagangan memuat tujuan kebijakan, dimana masing-
dan distribusi pangan, serta cadangan masing tujuan tersebut memuat kegiatan,
pangan. instansi sebagai penanggungjawab, dan
indikator keberhasilan. Secara garis besar
• Pengembangan sumber daya manusia dan
disajikan dalam tulisan ini adalah tujuan
kerjasama internasional
kebijakan dan kegiatan pada setiap tujuan,
Pengembangan sumber daya manusia
sebagai berikut (Badan Ketahanan Pangan):
dilakukan melalui pendidikan/ pelatihan
di bidang pangan, penyebarluasan ilmu a. Tujuan Kebijakan: Menjamin keterse-
dan teknologi di bidang pangan, serta diaan pangan
penyuluhan pangan. Kerjasama interna-
18 Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 1, Juni 2008
Kegiatan: Kegiatan:
• Pengembangan lahan abadi 15 juta ha • Pengembangan cadangan pangan
lahan sawah beririgasi dan 15 juta ha pemerintah (nasional, daerah dan
lahan kering. desa).
• Pengembangan konservasi dan reha- • Pengembangan lumbung pangan
bilitasi lahan. masyarakat.
• Pelestarian sumber daya air dan
pengelolaan daerah aliran sungai. d. Tujuan Kebijakan: Mengembangkan
• Pengembangan dan penyediaan sistem distribusi pangan yang adil dan
benih, bibit unggul, dan alsintan. efisien
• Pengaturan pasokan gas untuk Kegiatan:
memproduksi pupuk.
• Pembangunan dan rehabilitasi sarana
• Pengembangan skim permodalan bagi
dan prasarana distribusi.
petani/nelayan.
• Penghapusan retribusi produk perta-
• Peningkatan produksi dan produkti-
nian dan perikanan.
vitas (perbaikan genetik dan tekno-
• Pemberian subsidi transpotasi bagi
logi budidaya).
daerah yang sangat rawan pangan dan
• Pencapaian swasembada lima komo-
daerah terpencil.
ditas strategis (padi, jagung, kedelai,
• Pengawasan sistem persaingan perda-
tebu, daging sapi).
gangan yang tidak sehat.
• Penyediaan insentif investasi di
bidang pangan termasuk industri gula, e. Tujuan Kebijakan: Menjaga stabilitas
peternakan dan perikanan. harga pangan
• Penguatan penyuluhan petani/nelayan Kegiatan:
dan kemitraan.
• Pemantauan harga pangan pokok
b. Tujuan Kebijakan: Menata pertanahan secara berkala untuk mencegah
dan tata ruang serta wilayah jatuhnya harga gabah/beras dibawah
Kegiatan: HPP.
• Pengelolaan pasokan pangan dan
• Pengembangan reforma agraria.
cadangan penyangga untuk stabilitas
• Penyusunan tata ruang daerah dan
harga pangan.
wilayah.
• Perbaikan administrasi pertanahan f. Tujuan Kebijakan: Meningkatkan aksesi-
dan sertifikasi lahan. bilitas rumah tangga terhadap pangan
• Pengenaan sistem perpajakan progre- Kegiatan:
sif bagi pelaku konversi lahan perta-
nian subur dan yang mentelantarkan • Pemberdayaan masyarakat miskin
lahan pertanian. dan rawan pangan
• Peningkatan efektivitas program
c. Tujuan Kebijakan: Mengembangkan raskin.
cadangan pangan
Yunastiti Purwaningsih - Ketahanan Pangan: Situasi, Permasalahan 19
Kegiatan: Kegiatan:
melalui pemberian bantan langsung agar kesempatan berusaha, bahwa usaha yang
tidak semakin terpuruk, serta pemberda- dilakukan tidak harus pada usahatani padi,
yaan agar mereka semakin mampu tapi juga usahatani non padi (on-fram), off-
mewujudkan ketahanan pangannya secara farm bahkan non-farm. Pada intinya upaya
mandiri. peningkatan ketahanan pangan tidak fokus
pada pengembangan pertanian dalam arti
Kedua strategi ini dijalankan dengan
primer, namun juga sistem dan usaha
melibatkan seluruh komponen bangsa yaitu
agribisnis (Tauchid, 2007). Tujuan utama
pemerintah, masyarakat termasuk LSM,
pembangunan ketahanan pangan tingkat
organisasi profesi, organisasi massa, organi-
rumah tangga adalah meningkatnya daya beli
sasi sosial, koperasi dan pelaku usaha.
rumah tangga melalui peningkatan penda-
Pemerintah menandaskan bahwa kebija- patannya.
kan ketahanan pangan difokuskan kepada
Ketahanan pangan rumah tangga tidaklah
pemberdayaan rumah tangga dan masyarakat
berdiri sendiri, namun secara hierarkis
agar mampu menolong dirinya sendiri dalam
berkaitan dengan ketahanan pangan tingkat
mewujudkan ketahanan pangan dan menga-
regional (kabupaten-propinsi) dan ketahanan
tasi masalah-masalah pangan yang dihadapi.
pangan tingkat nasional (Simatupang, 2007).
Pemberdayaan masyarakat tersebut diupaya-
Pada tingkat rumah tangga, penanggunggja-
kan melalui peningkatan kapital dan kapasitas
wab adalah kepala keluarga, dengan stake-
rumah tangga agar mampu memproduksi,
holder-nya seluruh anggota keluarga. Pada
mengolah dan memasarkan produk pangan,
tingkat regional, penanggungjawab adalah
serta mampu memasuki pasar tenaga kerja
pemerintah daerah dengan stakeholder-nya
dan memberikan kesempatan berusaha guna
desa-desa di dalam wilayah yuridiksinya.
meningkatkan pendapatan rumah tangga.
Pada tingkat nasional penanggunggjawab
adalah pemerintah pusat atau negara. Secara
Pemberdayaan Ketahanan Pangan hierarkis ketahanan pangan keluarga ditentu-
Masyarakat kan oleh ketahanan pangan regional dan
Kecukupan pangan nasional tidak menjamin nasional. Pemerintah pusat memfasilitasi
bahwa semua rumah tangga memperoleh pemerintah daerah dalam upayanya mewu-
pangan yang dibutuhkannya, sehingga fokus judkan ketahanan pangan di wilayahnya.
ketahanan pangan adalah rumah tangga. Dalam rangka membangun ketahanan
Dengan demikian kebijakan ketahanan pangan rumah tangga tersebut, maka fokus
pangan difokuskan kepada pemberdayaan pembangunan ketahanan pangan adalah
rumah tangga dan masyarakat agar mampu pemberdayaan masyarakat, yang berarti
menolong dirinya sendiri dalam mewujudkan meningkatkan kemandirian dan kapasitas
ketahanan pangan dan mengatasi masalah- masyarakat untuk berperan aktif dalam
masalah pangan yang dihadapi. mewujudkan ketersediaan, distribusi dan
Seiring dengan otonomi daerah, maka konsumsi pangan dari waktu ke waktu.
proses pemberdayaan didesentralisasikan Pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat
sesuai dengan potensi dan keragaman sumber diimplementasikan melalui program Desa
daya wilayah. Demikian juga mengenai Mandiri Pangan yang dimulai pada tahun
22 Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 1, Juni 2008
Lumbung pangan juga didapati di setiap • Di Jawa Tengah, lumbung desa dianggap
rumah tangga petani. Rumah tangga petani sebagai kelembagaan desa yang mendu-
mempunyai ruang khusus atau tempat khusus kung ketahanan pangan, dimiliki oleh
sebagai tempat penyimpan hasil panen dan semua desa (8.530 desa). Dari sejumlah
benih. tersebut, 25,12 persen (2.143 desa)
Keberadaan lumbung desa yang mempu- mempunyai lumbung desa secara fisik
nyai fungsi sosial dan dikelola secara sebagai tempat menyimpan bahan pangan
bersama, akan menumbuhkan rasa sosial di (padi/ gabah, jagung dan sembako).
antara anggotanya, dan ini merupakan modal • Kapasitas rata-rata lumbung untuk
sosial bagi pembangunan. Dengan demikian menyerap marketable surplus relatif kecil
perlu menumbuhkan lumbung desa atau dan bervariasi. Kapasitas simpan rata-rata
meningkatkan fungsi lumbung desa yang di Jawa Barat adalah 0,59 persen (dengan
telah ada, apalagi bila dilakukan pada desa marketable surplus sekitar 4 juta ton),
mandiri pangan yang telah dirintis oleh sedang di Jawa Tengah sebesar 0,92
pemerintah. Keberadaan lumbung pangan persen (dengan marketable surplus
diarahkan menuju lumbung desa sebagai sekitar 4,5 juta ton GKG).
sarana untuk pemupukan cadangan pangan • Jasa peminjaman bervariasi antara 0-30
masyarakat yang fungsinya adalah mewujud- persen dalam bentuk natura per musim.
kan ketersediaan, distribusi dan konsumsi Penggunaan jasa pinjaman untuk akumu-
pangan dari waktu ke waktu. lasi modal, susut, jasa pengurus dan
Kajian terhadap keberadaan lumbung anggota, serta untuk kegiatan sosial
pangan masyarakat oleh Pusat Pengem- seperti bantuan musibah, pengembangan
bangan Ketersediaan Pangan dilakukan pada infrastruktur pedesaan. Ada lumbung
tahun 2002, di propinsi Jawa Barat dan Jawa desa yang tidak memberikan jasa kepada
Tengah. Di Propinsi Jawa Barat, kajian pengurus.
dilakukan di Kabupaten Tasikmalaya, • Berdasar hasil kajian tersebut maka
Cirebon dan Cianjur, sedangkan Propinsi keberadaan lumbung desa belum dapat
Jawa Tengah, di Kabupaten Banyumas, menyerap marketable surplus, sehingga
Purworejo, dan Boyolali. Hasil kajiannya dapat dinyatakan belum dapat digunakan
sebagai berikut: sebagai cadangan pangan masyarakat dan
• Modal awal lumbung pangan berbentuk membantu mengamankan harga gabah.
natura yaitu gabah yang disetor sekali
Terkait dengan pemberdayaan kelemba-
pada waktu pembentukan. Selanjutnya
gaan lumbung pangan masyarakat, pemerin-
tidak ada aktivitas penyimpanan (setor).
tah mengimplementasikan program aksi
Aktivitas yang ada adalah peminjaman
pemantapan ketahanan pangan, yang dimulai
dan pengembalian dalam bentuk natura.
pada tahun 2002 di 13 propinsi yang melibat-
Penggunaan pinjaman untuk konsumsi
kan 57 kabupaten dengan melibatkan kelom-
pada masa paceklik dan bantuan musibah
pok lumbung. Pada tahun 2003, diperluas
(di Tasikmalaya), selain itu juga untuk
mencakup 22 propinsi, 96 kabupaten dan 330
modal kerja usahatani (di Cirebon dan
kelompok lumbung (Jayawinata, 2003).
Cainjur).
Yunastiti Purwaningsih - Ketahanan Pangan: Situasi, Permasalahan 25