Anda di halaman 1dari 4

Wira Aulia Fadhil

1410024427158
Metode Geokimia (Isotop) Dalam Penentuan Umur Batuan

Isotop adalah atom-atom yang mempunyai nomor atom yang sama, namun
mempunyai massa atom yang berbeda atau unsure-unsur sejenis yang memiliki
jumlah proton sama, tetapi jumlah neutron yang berbeda. Diketahui nomor atom
merupakan identitas dari atom, sehingga setiap atom yang mempunyai nomor atom
yang sama maka unsurnya pun sama. Geokimia isotop merupakan suatu aspek geologi yang
berdasarkan penelitian kandungan relatif dan absolut dari elemen serta isotopnya di
Bumi. Secara umum, bidang ini dibagi menjadi dua cabang yaitu geokimia isotop
stabil dan radiogenik.
Variasi isotop dapat dibedakan menjadi dua kelompok utama, yaitu :
1. Variasi isotop yang diakibatkan karena adanya pelepasan radioaktif dari nuklida tdak stabil,
yang menyebabkan variasi komposisi isotop.
2. Variasi isotop yang diakibatkan karena adanya variasi dalam isotop non radiogenik yang
biasanya dihasilkan oleh reaksi pertukaran, reaksi kinetika dalam sistem biologi, atau proses-
proses kimia-fisika, seperti penguapan atau difusi.

Metode Isotop
A. Radiokarbon atau C-14
Waktu paruh yang digunakan ialah 5730 tahun dan diukur pada material
organik dengan kisaran 0-35.000 tahun (dengan metode AMS dapat mencapai 50-70
ribu tahun). Sangat berguna dalam studi arkeologis.
Kelemahan metode ini ialah:
1. Sampelnya harus mengandung material organik
2. Untuk sampel arkeologis dibutuhkan ukuran yang besar
3. Sampel dan lokasi pengambilannya harus benar-benar terhindar dari
kontaminasi karbon di atmosfer
4. Tidak terlalu akurat pada endapan yang relatif baru karena memiliki
keterbatasan atas dan bawah yang signifikan akibat tingkat
peluruhannya yang logaritmik.

B. Metode Potassium-Argon (K-Ar)


Mengukur akumulasi Argon pada substansi yang berasal dari dekomposisi
Potassium. Prinsip kerjanya secara umum sama dengan metode radiokarbon, tetapi
metode ini hanya sesuai untuk batuan beku vulkanik yang masih segar.
1. Kosmogenik: metode ini dapat mengukur umur erosional dan umur
material tersebut tersingkap. Unsur yang digunakan ialah Cl-36, Be-10,
He-3, Al-26.
2. Uranium Series Disequilibrium:
a. Peluruhan Uranium-Helium sangat cocok untuk fosil yang
mengandung aragonit (koral, Moluska) selama tidak mengalami
perubahan atau rekristalisasi.
b. Peluruhan Uranium-Thorium efektif digunakan pada sedimen laut,
tulang, kayu, koral, batu dan tanah dan waktu paruhnya 75.830 tahun.
Kelebihan metode ini ialah ukuran sampel yang dibutuhkan tidak
besar, yaitu kurang dari 20 gram bahkan untuk tulang hanya
diperlukan 3-5 gram. Kekurangannya ialah sampel yang diambil tidak
boleh mengandung Thorium dan harus segera ditutup sehingga tidak
dapat mengambil banyak sampel. Hal ini dapat dilakukan dalam gua,
dalam air dan area terbuka.

C. Metode Pb-210
Waktu paruhnya ialah 22,3 tahun sehingga berguna dalam kisaran umur 150-
200 tahun. Metode ini dapat diaplikasikan untuk mengukur umur hujan salju,
sedimen muda, ikan dan angka historis pencemar lingkungan (logam). Perhitungan
dari metode ini adalah dengan menggunakan konsep isotop yang di kerjakan
sedimikian rupa sehingga akan berhubungan dengan konsep waktu paruh dan karbon
sebagai tolak ukur perhitungannya. Alasan menggunakan karbon adalah dikarenakan
karbon mempanyai 15 isotop yang kebanyakan mempunyai waktu paruh yang sangat
cepat karena isotopnya yang tidak stabil.
Tapi C-14 mempunyai isotop yang mempunyai waktu paruh cukup panjang
yaitu sekitar 5.730 tahun. C-14 ini terbentuk di atmosfer, dari N-14 yang bereaksi
dengan radiasi dari luar tata surya. Sementara itu, fosil yang akan dijadikan sampel
biasanya merupakan makhluk hidup.
Lalu, dengan adanya siklus karbon akan membuat semua makhluk hidup
selalu berhubungan langsung dengan atmosfer, sehingga kadar C-14 juga akan ikut
masuk ke dalam tubuh semua makhluk hidup. Saat makhluk hidup mati,
hubungannya akan terputus dengan siklus karbon. Dari sinilah perhitungan untuk
menentukan umur fosil dilakukan, yaitu dengan membandingkan waktu paruh dari
kadar C-14 pada fosil dengan kadar C-14 pada atmosfer saat ini.
Untuk metode radiometic dating tidak selalu berpatokan pada karbon karena
indikator C-14 ini memiliki beberapa keterbatasan yang bisa mempengaruhi
perhitungan umur fosil. Yang pertama adalah keterbatasan umur dalam perhitungan,
biasanya batas dari perhitungan menggunakan C-14 ini adalah 50.000 tahun, karena
semakin tua umur fosil akan menyebabkan peluruhan pada C-14 semakin banyak,
sehingga waktu paruhnya pun juga ikut semakin berkurang. Alasan yang kedua
adalah karena kadar C-14 di atmosfer yang kadang berubah secara drastis yang
disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil yang tidak memiliki C-14 dan akan
mengurangi kadar C-14 di atmosfer. Lalu ada tes nuklir yang justru akan menmabah
kadar C-14 di atmosfer sampai dua kali lipat.
Untuk mengatasinya, para arkeolog juga menggunakan jenis unsur radiokatif
lainnya seperti K-40 yang meluruh menjadi Ar-40 dengan paruh waktu 1,25 milyar
tahun. Karena waktu paruhnya yang sangat panjang, metode dengan K-Ar ini dipakai
untuk menghitung umur batu dan mineral. Lalu ada pula yang menggunakan unsur
Uranium di mineral lapisan tanah untuk menentukan umur fosil dinosaurus yang
berumur lebih dari 65 juta tahun.
Selain metode radiometic dating yang menggunakan beberapa unsur radioaktif, ada
pula metode lain yaitu “Metode Stratigrafi”. Stratigafi ini sendiri merupakan salah
satu cabang ilmu geologi yang memperlajari mengenai lapisan bumi, tepatnya lapisan
batuan di lapisan terluar bumi yaitu kerak, dan bagaimana terbentuknya lapisan-
lapisan tersebut. Bidang ini pertama kali diteliti mendalam oleh Nicolas Steno pada
tahun 1669, beliau membuat teori dasar agar para ilmuwan bisa menganalisa umur
fosil berdasarkan letaknya di lapisan tanah yang berbeda-beda.
Jadi, pada dasarnya ilmu stratigrafi ini memungkinkan para ilmuwan untuk
memperkirakan umur fosil dari lokasi tanah tempat fosil tersebut ditemukan. Ada 5
prinsip dasar dalam stratigrafi yang membantu para ilmuwan menentukan umur fosil.

Anda mungkin juga menyukai