Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

Drowning atau tenggelam adalah masuknya cairan yang cukup banyak dalam saluran
napas atau paru-paru. Drowning tidak terbatas di dalam air seperti sungai, danau atau kolam
renang tetapi mungkin juga terbenam dalam kubangan atau selokan dengan hanya muka yang
berada di bawah permukaan air.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat 0,7% kematian diseluruh dunia disebabkan
oleh tenggelam, atau lebih dari 372.000 kematian setiap tahunnya yang paling banyak
disebabkan oleh tenggelam yang tidak disengaja, setengah dari korban tenggelam adalah mereka
yang berusia di bawah 25 tahun, dan lebih sering terjadi pada laki – laki di bandingkan
perempuan, angka ini tidak termasuk kematian tenggelam akibat bencana seperti banjir, tsunami,
dan kecelakaan kapal. Angka kematian yang dicatat ini belum dapat di jadikan sebagai patokan
tepat sebab kematian akibat tenggelam banyak terjadi sebelum korban sampai ke fasilitas
kesehatan sehingga data akurat mengenai tenggelam masih sulit untuk di dapatkan hal ini
menyebabkan diabaikannya penelitian dan pencegahan kejadian tenggelam.
Tenggelam dapat terjadi karena kecelakaan, pembunuhan atau bunuh diri. Sekitar 10-33
% kasus tenggelam merupakan peristiwa bunuh diri, dengan rasio yang sama antara laki-laki dan
wanita. Pada peristiwa bunuh diri, tubuh si pelaku diikat dengan benda pemberat agar tubuhnya
dapat tenggelam. Sedangkan kasus tenggelam karena pembunuhan biasanya terjadi dengan anak-
anak sebagai korbannya. Ada banyak cara yang digunakan, seperti melemparkan korban ke laut
atau memasukkan kepalanya kedalam bak berisi air.1,5

Adanya mekanisme dan jenis air yang berbeda pada kasus tenggelam akan menimbulkan
bermacam gambaran pada hasil pemeriksaan. Seperti pada peristiwa tenggelam di air asin akan
didapatkan gambaran terjadinya anoksia dan hemokonsentrasi sedangkan pada peristiwa
tenggelam di air tawar didapatkan anoksia yang disertai gangguan elektrolit. Dengan demikian
dalam menghadapi kasus tenggelam, pemeriksaan yang dilakukan selain untuk mendapatkan
informasi tentang sebab kematian juga dapat membantu penyidik untuk mengetahui cara
kematiannya yaitu karena kecelakaan, dibunuh atau bunuh diri yang kemudian dapat dijadikan
bukti untuk kepentingan peradilan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFENISI

Tenggelam biasanya didefinisikan sebagai kematian akibat asfiksia yang disebabkan oleh
masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan. Pada suatu kasus tenggelam korban terbenam
dalam air sehingga sistem pernapasannya terganggu dengan akibat hilangnya kesadaran dan
ancaman pada jiwa korban.Pada suatu kasus tenggelam, seluruh tubuh tidak perlu terbenam di
dalam air, asalkan lubang hidung dan mulut berada di bawah permukaan air sudah memenuhi
criteria suatu kasus tenggelam.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Tenggelam merupakan salah satu masalah besar, sehubungan dengan dampaknya secara
global, tenggelam merupakan suatu kasus terabaikan dalam isu kesehatan masyarakat. Pada
tahun 2012, diperkirakan sekitar 372.000 orang meninggal akibat tenggelam, yang
menempatkannya sebagai penyebab kematian ketiga terbanyak di dunia dimana 91% dari total
kematian tersebut terjadi di negara negara miskin dan berkembang, setengah dari korban
tenggelam adalah mereka yang berusia di bawah 25 tahun, dan lebih sering terjadi pada laki –
laki di bandingkan perempuan. Perkiraan jumlah korban sangat mengkhawatirkan karena data
resmi angka kematian mengeksklusikan kematian tenggelam akibat bunuh diri dan tenggelam
karena bencana banjir, dan insiden transportasi lautan.

Menurut survei WHO yang terakhir terjadi peningkatan 39 – 50% angka kematian akibat
tenggelam di negara – negara maju seperti Amerika serikat, Australia dan Finlandia, dan
peningkatan lima kali lipat lebih besar di negara negara miskin dan berkembang.Berdasarkan
studi epidemiologi, tenggelam hampir selalu menempati sepuluh besar penyebab kematian di
seluruh penjuru dunia pada usia 1 – 24 tahun.
Gambar 1. Peringkat tenggelam sebagai 10 penyebab kematian terbanyak.2

Gambar 2. Kematian rata – rata per 100.000 populasi.

Di Indonesia sendiri angka kejadian tenggelam belum diketahui. Namun, merujuk pada
kondisi geografis wilayah Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau dengan garis pantai yang
cukup panjang yang memungkinkan terjadinya tenggelam. Terlebih Indonesia juga merupakan
daerah wisata di mana perairan juga merupakan salah satu daya tarik wisata yang dimiliki.5 Pada
negara maju, korban tenggelam yang bertahan hidup tapi mengalami cedera otak yang berat yang
menyebabkan kelumpuhan dapat menyebabkan tingginya biaya finansial bagi keluarga yang
merawat. Pada waktu yang sama, kurangnya sarana dan pelayanan medis di negara miskin dan
berkembang berarti korban tenggelam yang selamat dengan kecacatan biasanya tidak dapat
hidup lama.
2.3 MEKANISME PROSES TENGGELAM

Reaksi awal : usaha bernapas yang berlangsung hingga batas kemampuan dicapai dimana
seseorang harus bernapas, batas kemampuan ditentukan oleh kominasi antara kadar CO2 yang
tinggi dan konsentrasi O2 yang rendah. Menurut Pearn, batas kemampuan terjadi pada tingkat
PCO2 dibawah 55 mmHg saat terdapat hipoksia dan tingkat PO2 dibawah 100 mmHg saat PCO2
tinggi melewati batas kemampuan,seseorang menarik napas secara involunter,pada saat ini air
mencapai laring dan trakea, menyebabkan spasme laring yang diakibatkan tenggelam pada air
tawar,terdapat penghirupan sejumlah besar air,tertelan dan akan dijumpai dalam perut. Selama
bernapas di dalam air,penderita mungkin muntah dan terjadi aspirasi isi lambung. Usaha
pernapasan di bawah air akan berlangsung selama beberapa menit.,hingga pernapasan terhenti.
Hipoksia serebral akan berlanjut hingga irreversible dan terjadi kematian.

Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat disebabkan oleh :

A. Refleks vagal
Air yang masuk dengan deras ke nasofaring dan atau laring dapat menyebabkan
perangsangan vagal yang menyebabkan hambatan kerja jantung. Kematian yang terjadi karena
refleks vagal terjadi sangat cepat dan pada pemeriksaan post mortem tidak ditemukan adanya
tanda-tanda asfiksia maupun air didalam paru-paru sehingga sering disebut tenggelam kering. 5

B. Spasme laring
Spasme laring lebih sering terjadi bila korban tenggelam dengan cara tengadah
sehingga air masuk dengan mudah melalui hidung mencapai laring lalu timbul spasme laring.
Pada pemeriksaan post mortem dapat ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia tetapi pada paru
tidak didapatkan air atau benda-benda air.

C. Edema pulmonum

Pada tenggelam di air asin akan terjadi difusi garam ke sistem vaskuler sehingga kadar
natrium, klorida dan magnesium yang meningkat. Kemudian air akan bergerak masuk ke alveoli
paru yang berakibat edema paru.
D. Fibrilasi ventrikel

Air yang masuk ke paru akan cepat merembes ke jaringan paru dan kapiler sekitar
alveoli menyebabkan pengenceran darah dan penurunan kadar garam mineral darah yang hebat.
Adanya anoksia dan penurunan kadar natrium darah merupakan pencetus fibrilasi ventrikel,
kematian terjadi dalam waktu kurang dari 5 menit.

2.4 KLASIFIKASI TENGGELAM

Adapun klasifikasi tenggelam berdasarkan kondisi paru adalah :

2.4.1 Typical drowning (wet drowning)


Pada typical drowning ditandai dengan adanya hambatan pada saluran napas dan paru
karena adanya cairan yang masuk ke dalam tubuh. Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam
saluran pernapasan setelah korban tenggelam.
Pada kasus wet drowning ada tiga penyebab kematian yang terjadi, yaitu akibat asfiksia,
fibrilasi ventrikel pada kasus tenggelam di air tawar, dan edema paru pada kasus tenggelam di air
asin.
Tanda yang ditemukan pada typical drowning berupa busa halus pada saluran napas,
emphysema aquosum (emphysema hydroaerique), adanya benda asing di saluran napas, paru
atau lambung, perdarahan di liang telinga, perdarahan konjungtiva, dan kongesti pembuluh darah
vena.
2.4.2 Atypical drowning
Pada atypical drowning ditandai dengan sedikitnya atau bahkan tidak adanya cairan
dalam saluran napas. Karena tidak khasnya tanda otopsi pada korban atypical drowning
maka untuk menegakkan diagnosis kematian selain tetap melakukan pemeriksaan luar juga
dilakukan penelusuran keadaan korban sebelum meninggal dan riwayat penyakit dahulu.

Atypical drowning dibedakan menjadi :


a) Dry drowning
Pada keadaan ini cairan tidak masuk ke dalam saluran pernapasan, akibat spasme laring. Dry
drowning dapat terjadi secara klinis, atau karena penyakit atau kecelakaan atau karena cedera
berulang seperti pada olahraga selancar.
Mekanisme yang dapat menyebabkan dry drowning antara lain:
1) Paralisis otot
2) Luka tusuk pada torso yang mempengaruhi kemampuan diafragma untuk
melakukan gerakan respirasi
3) Perubahan pada jaringan yang mengabsorbsi oksigen
4) Spasme laring yang persisten pada saat terbenam di air
5) Menghirup udara selain oksigen yang tidak membunuh secara langsung seperti
helium
6) Kelebihan cairan dalam tubuh yang menyebabkan penurunan kadar sodium
dalam darah yang kemudian menyebabkan edema otak
7) Immersion syndrome (vagal inhibition)
Terjadi dengan tiba-tiba pada korban tenggelam di air yang sangat dingin (<
20oC atau 68oF) akibat reflek vagal yang menginduksi disaritmia yang menyebabkan
asistol dan fibrilasi ventrikel sehingga menyebabkan kematian.
Umumnya korban berusia muda dan mengkonsumsi alkohol. Reflek ini dapat
juga timbul pada korban yang masuk ke air dengan kaki terlebih dahulu (duck diving)
yang menyebabkan air masuk ke hidung, atau teknik menyelam yang salah dengan
masuk air dalam posisi horizontal sehingga menekan perut. Tidak akan ditemukan
tanda-tanda khas dari tenggelam diagnosis ditegakkan dengan menelusuri riwayat
korban sebelum meninggal.

b) Subemersion of the unconscious


Bisa terjadi pada korban yang memang menderita epilepsi atau menderita penyakit jantung
khususnya coronary atheroma atau hipertensi atau peminum yang mengalami trauma kepala saat
masuk ke air atau dapat pula pecahnya aneurisma serebral dan muncul cerebral haemorrage
yang terjadi tiba-tiba.
c) Delayed death (near drowning and secondary drowning)
Pada jenis ini, korban yang sudah ditolong dari dalam air tampak sadar dan bisa bernapas
sendiri tetapi secara tiba-tiba kondisinya memburuk. Pada kasus ini terjadi perubahan kimia dan
biologi paru yang menyebabkan kematian terjadi lebih dari 24 jam setelah tenggelam di dalam
air. Kematian terjadi karena kombinasi pengaruh edema paru, aspiration pneumonitis, gangguan
elektrolit (asidosis metabolik).

2.5 TIPE-TIPE TENGGELAM


Berdasarkan Morfologi Penampakan Paru :

Berdasarkan morfologi penampakan paru pada otopsi, tenggelam atas dibedakan atas
tenggelam kering (Dry drowning), tenggelam tipe basah (Wet drowning).

2.5.1 Tipe Kering (Dry drowning)

Dry Drowning atau tenggelam tipe kering paling banyak terjadi pada anak-anak dan
dewasa yang banyak dibawah pengaruh obat-obatan (Hipnotik sedatif) atau alkohol, dimana
mereka tidak memperlihatkan kepanikan atau usaha penyelamatan diri saat tenggelam. Selain itu
air tidak teraspirasi masuk ke traktus respiratorius bawah atau ke lambung. Kematian terjadi
secara cepat, merupakan akibat dari reflek vagal yang dapat menyebabkan henti jantung atau
akibat dari spasme laring karena masuknya air secara tiba-tiba kedalam hidung dan traktus
respiratorius bagian atas.

2.5.2 Tipe Basah (Wet drowning)

Pada tenggelam tipe basah (Wet drowning) terjadi aspirasi cairan. Aspirasi 1-3 ml/kgBB
air akan signifikan dengan berkurangnya pertukaran udara. Aspirasi air sampai paru
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru. Air segar bergerak dengan cepat ke membran
kapiler alveoli. Surfaktan menjadi rusak sehingga menyebabkan instabilitas alveoli, ateletaksis
dan menurunnya kemampuan paru untuk mengembang.

Berdasarkan Lokasi Tenggelam :

Jika ditinjau berdasarkan jenis air tempat terjadinya tenggelam, maka dapat dibedakan
menjadi tenggelam di air tawar dan tenggelam di air asin.

a. Air tawar
Pada tenggelam di air tawar,air dengan cepat diserap dalam jumlah besar, sehingga terjadi
hemodilusi yang hebat sampai 72% yang berakibat terjadinya hemolisis massif dari sel-sel darah
merah sehingga menyebabkan hipervolemia. Dengan pecahnya eritrosit, maka ion kalium
intrasel akan dilepas sehingga menimbulkan hiperkalemi, akan mempengaruhi kerja jantung
yang terjadi fibrilasi ventrikel, dan anoksia yang hebat pada miokardium. Sebaliknya kadar
natrium, kalsium, protein dan hemoglobin akan menurun.

b. Air asin

Pada tenggelam di air laut terjadi pertukaran elektrolit dari air asin ke darah
mengakibatkan peningkatan natrium plasma, air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam
jaringan intertisial paru yang akan menimbulkan edema pulmo yang hebat dalam waktu yang
singkat dan peningkatan hematokrit (hipovolemia). Peningkatan viskositas darah
(hemokonsentrasi) menyebabkan sirkulasi aliran darah menjadi lambat dan anoksia pada
miokardium yang menimbulkan payah jantung dan kematian yang terjadi kurang lebih 8-9 menit
setelah tenggelam

2.6 PEMERIKSAAN POST MORTEM

Pada mayat akibat tenggelam, pemeriksaan harus seteliti mungkin agar mekanisme
kematian dapat ditentukan. Hal penting yang perlu ditentukan pada pemeriksaan adalah :

1. Menentukan identitas korban


Identitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain :

 Pakaian dan benda-benda milik korban


 Warna dan distribusi rambut dan identitas lain
 Kelainan atau deformitas dan jaringan parut
 Sidik jari
 Pemeriksaan gigi
 Teknik identifikasi lain
2 Pemeriksaan luar

Pemeriksaan luar jenazah yang dapat dijadikan petunjuk pada mati tenggelam di air laut
maupun air tawar adalah :

a) Mayat dalam keadaan basah berlumuran pasir dan benda-benda asing lainnya
yang terdapat di dalam air laut dan kadang-kadang bercampur Lumpur.
b) Busa halus pada hidung dan mulut, kadang berdarah
c) Mata setengah terbuka atau tertutup. Jarang terjadi perdarahan atau bendungan.
d) Kutis anserinus pada ekstremitas akibat kontraksi otot erector pilli yang dapat
terjadi karena rangsangan dinginnya air. Gambaran seperti kutis anserine dapat
juga terjadi karena rigor mortis pada otot tersebut.
e) Washer woman hand. Telapak tangan dan kaki berwarna keputihan dan berkeriput
yang disebabkan karena inhibisi cairan ke dalam cutis dan biasanya membutuhkan
waktu yang lama.
f) Cadaveric spasme. Merupakan tanda vital yang terjadi pada waktu korban
berusaha menyelamatkan diri., dengan cara memegang apa saja yang terdapat
dalam air.
g) Luka lecet akibat gesekan benda-benda dalam air.
h) Penurunan suhu mayat
i) Lebam mayat terutama pada kepala dan leher.

3. Pemeriksaan dalam

Pemeriksaan bedah jenazah dengan cara memeriksa organ dalam pada mati tenggelam
antara lain ditemukan :

a) Pada tindakan membuka bagian leher dan rongga thorax tampak jalan nafas atas dan
bawah terisi oleh buih halus. Terkadang peristiwa muntah sewaktu tenggelam
sehingga terdapat isi lambung di dalalm jalan nafas.
b) Ukuran paru menjadi lebih besar, pertemuan pada garis tengah di depan kantong
pericardium, dapat tertutup seluruhnya. Paru menjadi tertekan oleh dinding dada dan
tulang iga yang akan menimbulkan indentasi pada permukaan paru. Pada saat paru
dikeluarkan keadaannya tidak dalam keadaan kolaps. Pada alvelolinya terdapat udara
dan air. Pada pengirisan, permukaan kering tetapi terdapat sejumlah air, terkadang
berbuih, dapat keluar dari permukaan apabila diguncang. Apabila paru dibiarkan, air
dapat keluar melalui permukaan dan perlahan-lahan menjadi kolaps. Terjadi
peningkatan tekanan ekspirasi paksa sehingga alveoli rupture, sehingga
mengakibatkan pendarahan subpluera yang dikenal sebagai Perdarahan Paltauf’s.
Kondisi paru seperti ini dikenal sebagai Emfisema Aquasum dan Trocenes Odem.
Permukaan pleura memberikan gambaran marmer dengan daerah berwarna biru
kebau-abuan sampai merah gelap, diselingi jaringan dengan tingkat aerasi yang lebih
tinggi, daerah berwarna merah muda dan abu-abu kekuningan. Bila permukaan
ditekan, akan meninggalkan lekukan. Drowning Lung bersifat karakteristik tetapi
tidak patognomonik. Air dapat sampai ke perifer paru oleh karena adanya gerakan
pernafasan aktif. Dengan adanya tekanan hidrostatik, air dapat masuk ke dalam jalan
nafas. Jika air yang masuk hanya sedikit, maka akan mengumpul pada bagian lobus
bawah paru karena adanya gaya gravitasi. Drowning Lung dapat timbul bila korban
berada pada kedalaman 3 meter selama 65 jam atau 2 meter selama 20 jam. Berat
paru-paru pada kasus tenggelam di air tawar tidak jauh berbeda dibanding dengan
kasus tenggelam di air asin, yaitu 700 gram dan dengan standar deviasi menjadi
sekitar 200 gram. Dapat juga ditemukan paru-paru yang biasa karena cairan tidak
masuk dalam alveoli atau cairan sudah masuk kedalam aliran darah melalui proses
imbibisi.
c) Otak, ginjal, hati dan limfe mengalami pembendungan.
d) Lambung dapat sangat membesar, berisi air, alga, lumpur dan sebagainya yang
mungkin pula terdapat dalam usus halus.
e) Perdarahan pada otot sternocleidomastoideus dan pectoralis diduga karena gerak
pernafasan paksa.
4. Test Konfirmasi

Berbagai test konfirmasi dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa tenggelam.
Test tersebut antara lain :

a) Pemeriksaan diatome.
Diatome adalah alga atau ganggang bersel satu dengan dinding terdiri dari silikat (SiO2)
yang tahan panas dan asam kuat. Bila seseorang mati karena tenggelam maka cairan bersama
diatome akan masuk ke dalam saluran pernafasan atau pencernaan kemudian diatome akan
masuk kedalam aliran darah melalui kerusakan dinding kapiler pada waktu korban masih hidup
dan tersebar keseluruh jaringan.

Diatom dapat ditemukan dalam paru, ginjal, hepar, dan sum-sum tulang. Metode ini
baik untuk menentukan apakah orang masih hidup pada waktu tenggelam. Ada 4 cara yang dapat
dilakukan untuk pemeriksaan diatom ini, yaitu :

1. Pemeriksaan mikroskopik langsung. Pemeriksaan permukaan paru disiram dengan air


bersih iris bagian perifer ambil sedikit cairan perasan dari jaringan perifer paru, taruh pada gelas
objek tutup dengan kaca penutup. Lihat dengan mikroskop.

2.Pemeriksaan mikroskopik jaringan dengan metode Weinig dan Pfanz.


3. Chemical digestion. Jaringan dihancurkan dengan menggunakan asam kuat sehingga
diharapkan diatom dapat terpisah dari jaringan tersebut.
4. Inseneration. Bahan organik dihancurkan dengan pemanasan dalam oven.
Test kimia darah
Test ini untuk mengetahui ada tidaknya hemodilusi atau hemokonsentrasi pada masing-
masing sisi dari jantung, dengan cara memeriksa gaya berat spesifik dari kadar elektrolit antara
lain kadar sodium atau clorida dari serum masing-masing sisi. Test ini baru dianggap reliable
jika dilakukan dalam waktu 24 jam setelah kematian. Test kimia tersebut antara lain :

 Test Gettler

Menunjukan adanya perbedaan kadar klorida dari darah yang diambil dari jantung
kanan dan jantung kiri. Pada korban tenggelam di air laut kadar klorida darah pada jantung kiri
lebih tinggi dari jantung kanan. Perbedaan kadar elektrolit lebih dari 10% dapat menegakkan
diagnosa. Pemeriksaan tidak berarti bila ada atrial atau ventrikel septal defek.

 Tes Durlacher
Penentuan perbedaan berat plasma jantung kanan dan kiri. Pada semua kasus tenggelam
berat jenis plasma jantung kiri lebih tinggi daripada jantung kanan oleh karena itu tidak dipakai
membedakan tenggelam di air tawar atau asin. Perbedaan sebesar 0,005 sudah bermakna.7

 Test asal air


Tes dilakukan dengan cara memeriksa air dari paru atau lambung secara mikroskopis.
Kegunaan tes ini adalah untuk membedakan apakah air dalam paru berasal dari luar atau dari
proses edema serta untuk mencocokkan air dalam paru dengan air dilokasi tempat tenggelam
yaitu dengan meneliti spesies ganggang diatome.
BAB IV

KESIMPULAN

Drowning atau tenggelam adalah masuknya cairan yang cukup banyak dalam saluran
napas atau paru-paru. Drowning tidak terbatas di dalam air seperti sungai, danau atau kolam
renang tetapi mungkin juga terbenam dalam kubangan atau selokan dengan hanya muka yang
berada di bawah permukaan air.

Tenggelam diklasifikasikan menjadi typical drowning dan atypical drowning sedangkan


atypical drowning sendiri diklasifikan menjadi dry drowning, immersion syndrome, subemersion
of the unconscious dan delayed death. Perbedaannya adalah pada typical drowning adanya
hambatan pada saluran napas dan paru karena adanya cairan yang masuk ke dalam tubuh
sedangkan pada atypical drowning ditandai dengan sedikitnya atau bahkan tidak adanya cairan
dalam saluran napas.
Penentuan diagnosis ditentukan dari pemeriksaan luar, dalam dan penelusuran korban
sebelum meninggal serta riwayat penyakit dahulu.
DAFTAR PUSTAKA

1. Szpilman D, Bierens J.J.M, Handley A.J, Orlowski J.P. Current Concepts Drowning. N
Engl J Med 2012;366:2102-10.
2. Global Report on Drowning : Preventing A Leading Killer. World Health Organization
2014.
3. World Health Organization. Chapter 2 : Drowning and Injury Prevention. Guidelines for
Safe Recreational Water Enviroments. 2014
4. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. 2008.
5. Parikh C.K. Drowning: Immersion In: Parikh’s Textbook of Medical Jurisprudence and
Toxicology. India: Medical Publication; 2000. P 207-221
6. Shattock M.J, Tipton M.J. ‘Autonomic Conflict’ : a different way to die during cold
water immersion ?. J Physiol 590.14 (2012) pp 3219–3230.
7. Dolinak D, Matshes E.W, Lew E.O. Section 9 : Drowning. Forensic Pathology Principles
and Practice. California : ELSEVIER. 2005. Page 227-37.
8. James J.P, Jones R, Karch S.B, Manlove J. Section 16 : Immersion and drowning in
Simpson’s Forensic Medicine 13th ed. London : Hodder & Stoughton Ltd. 2013. Page
163 - 68
9. Adelman H.C, Kobilinsky L. Section 7 : Asphyxia/Anoxic Deaths in Forensic Medicine :
Inside Forensic Science. New York : Infobase Publishing. 2007. Page 50 – 59.
10. Bardale R. Section 15 : Violent Asphyxia Drowning in Principle of Forensic Medicine &
Toxicology. New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd. 2011. Page 304 – 313.

Anda mungkin juga menyukai