Definisi
Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Lesi sifilis biasa
terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa dipastikan hampir
seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.
Penyakit ini bisa menular jika ia melakukan hubungan seksual dengan wanita lainnya.
Namun tidak hanya sebatas itu, seorang ibu yang sedang hamil yang telah tertular penyakit ini
bisa menularkannya kepada janinnya. Sifilis juga dapat diartikan sebagai penyakit infeksi yang
disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan peyakit kronis dan dapat menyerang seluruh
organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di dalam kandungan melalui plasenta.
Efek sipilis pada kehamilan dan janin tergantung pada lamanya infeksi tersebut terjadi,
dan pada pengobatannya. Jika segera diobati dengan baik, maka ibu akan melahirkan bayinya
dengan keadaan sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak segera diobati akan menyebabkan abortus
dan partus prematurus dengan bayi meninggal di dalam rahim atau menyebabkan sipilis
kongenital. Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan. Apabila sifilis terjadi pada
kehamilan tua, maka plasenta memberi perlindungan terhadap janin sehingga bayi dapat
dilahirkan dengan sehat. Dan apabila infeksi sifilis terjadi sebelum pembentukan plasenta maka
harus dilakukan pengobatan dengan segera, sehingga kemungkinan infeksi pada janin dapat
dicegah.
Etiologi
Patofisiologi
Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan bersifat sistemik. Hampir semua alat
tubuh dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita hamil yang
menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis
kongenital yang dapat menyababkan kelainan bawaan atau bahkan kematian. Jika cepat
terdeteksi dan diobati, sifilis dapat disembuhkan dengan antibiotika. Tetapi jika tidak diobati,
sifilis dapat berkembang ke fase selanjutnya dan meluas ke bagian tubuh lain di luar alat
kelamin.
Klasifikasi
Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan tersier. Tiap
stadium perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda-beda dan menyerang organ
tubuh yang berbeda-beda pula.
a. Stadium Dini atau I (Primer)
Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema pallidum.
Lesi pada umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa penonjolan-penonjolan kecil
yang erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya
tampak meradang, dan bila diraba ada pengerasan. Kelainan ini tidak nyeri. Dalam
beberapa hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus, sedangkan sifat
lainnya seperti pada afek primer. Keadaan ini dikenal sebagai ulkus durum.
Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening di daerah lipat
paha. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada perabaan, tidak nyeri, tunggal dan
dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini disebut sebagai sifilis stadium 1
kompleks primer. Lesi umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat pula di bibir, lidah,
tonsil, putting susu, jari dan anus. Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang spontan dalam 4-
6 minggu, cepat atau lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi
b. Stadium II (Sekunder)
Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I sudah sembuh.
Waktu antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-kadang terjadi masa
transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium II.
Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti nyeri
kepala, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului, kadang-
kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul berupa
bercak-bercak atau tonjolan-tonjolan kecil. Tidak terdapat gelembung bernanah. Sifilis
stadium II seringkali disebut sebagai The Greatest Immitator of All Skin Diseases karena
bentuk klinisnya menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada kulit, stadium
ini juga dapat mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening di seluruh tubuh.
Komplikasi
1. Komplikasi Pada Janin Dan Bayi
Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus dan partus premature. Bayi
dengan sifilis kongenital memiliki kelainan pada tulang, gigi, penglihatan, pendengaran,
gangguan mental dan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, setiap wanita hamil sangat
dianjurkan untuk memeriksakan kesehatan janin yang dikandungnya. Karena pengobatan
yang cepat dan tepat dapat menghindari terjadinya penularan penyakit dari ibu ke janin.
2. Komplikasi Terhadap Ibu
a. Menyebabkan kerusakan berat pada otak dan jantung
b. Kehamilan dapat menimbulkan kelainan dan plasenta lebih besar, pucat, keabu-abuan
dan licin
c. Kehamilan <16 minggu dapat menyebabkan kematian janin
d. Kehamilan lanjut dapat menyebabkan kelahiran prematur dan menimbulkan cacat.
Penularan
Sifilis bisa ditularkan atau diturunkan dari seorang ibu kepada anak dalam
kandungannya. Sipilis kongenital, melalui infeksi transplasental terjadi pada saat janin berada
di dalam kandungan ibu yang menderita sifilis. Penularan karena mencium atau pada saat
menimang bayi dengan sifilis kongenital jarang sekali terjadi.
Cara penularan sifilis lainnya antara lain melalui transmisi darah. Hal ini bisa terjadi
jika pendonor darah menderita sifilis pada stadium awal. Ada lagi kemungkinan penularan cara
lain, yaitu penularan melalui barang-barang yang tercemar bakteri penyebab sifilis, Treponema
pallidum, walaupun itu baru secara teoritis saja, karena kenyataannya boleh dikatakan tidak
pernah terjadi.
Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa resiko penularan penyakit syphilis
dapat terjadi jika:
1. Melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang mengidap penyakit sifilis, jika tidak
(pernah) melakukan hubungan seksual aktif dengan penderita sifilis maka dia tidak akan
punya resiko terkena penyakit ini.
2. Ibu menderita sifilis saat sedang mengandung kepada janinnya lewat transplasental
3. Lewat transfusi darah dari darah penderita sifilis.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriskaan laboratorium dan pemeriksaan fisik. Infeksi pada janin terjadi
minggu 16 kehamilan dapat terjadi; partus prematurus, kelahiran mati, cacat bawaan pada janin.
Diagnosis pada ibu hamil agak sulit di tegakkan karena pada ibu hamil terjadi perubahan
hormon. Diagnosis dapat ditegakkan
a. Pemeriksaan serologik: VDRL (veneral diesses research laboratory).
b. Dengan mempergunakan lapangan gelap, untuk membuktikan langsung terdapat spirokaeta
treponea palidum.
c. Fungsi lumbal untuk membuktikan neurosifilis.
1. Pengkajian
Perawat menghubungkan riwayat sifilis dengan kategori berikut
a. Anamnesa
1) Tanyakan kepada klien sejak kapan mengeluh nyeri
2) Bagaimana dan berupa apa saja kelainan pada awalnya dan apakah
menyebar/menetap
3) Apakah ada sensasi panas, gatal serta cairan yang menyertai
4) Obat apa saja yang telah dipakai dan bagaimana pengaruh obat tersebut apakah
membaik, memburuk, atau menetap
5) Apakah klien mengeluh adanya nyeri pada tulang, nyeri pada kepala, mengeluh
kesemutan, mati rasa (sebagai tanda kerusakan neorologis)
6) Tanyakan social ekonomi keluarga, jumlah anggota keluarga, gaya hidup dan
penyakit keluarga/individu sekitarnya
7) Bagaimana aktivitas seksual (pernah/sering melakukan seks beresiko missal
berganti-ganti pasangan, oral/anal seks, homo seksual, melakukan dengan PSK)
8) Apakah ada tanda-tanda kelainan pada alat kelamin pasangan seperti
kemerahan, muncul benjolan, dan vesikel
9) Bagaimana dengan urin klien apakah bercampur darah, urin tidak lancar, nyeri
saat berkemih
10) Apa disertai dengan febris, anoreksia
11) Pada sifilis kongietal selain anamnesa diatas, perlu ditanya orang tua apakah
pernah keluar secret bercampur darah dari hidung, perforasi palatum durum,
gangguan pengelihatan dan pendengaran, gangguan berjalan, serta
keterlambatan tumbuh kembang.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
a) Adanya eritema dan papula, macula, postula, vesikula dan ulkus
b) Timbulnya lesi pada alat kelamin ekstra genital, bibir, lidah, tonsil, jari dan
anus
c) Kelainan selaput lender dan limfa denitis
d) Kelainan pada mata dan telinga
e) Kelainan pada tulang dan gaya berjalan
2) Palpasi
Adanya pembesaran limfe, adanya nyeri tekan
3) Auskultasi
Perubahan suara pada paru-paru, jantung dan system pencernaan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi b/d proses infeksi d/d adanya peningkatan suhu tubuh (lebih dari 37,2
drajat celcius) kulit teraba hangat
b. Nyeri akut b/d agen cedera fisiologis d/d laporan nyeri secara verbal, sikap
melindungi area nyeri, wajah tampak meringis, klien tampak gelisah.
c. Kerusaka integritas kulit b/d peradangan pada lapisan kulit d/d adanya tanda
elfloresensi
d. Gangguan citra tubuh b/d penyakit d/d respon non verbal terhadap perubahan actual
pada tubuh ( bentuk/ struktur dan fungsi perasaan negative terhadap tubuh)
e. Kurang pengetahuan b/d ketidakmampuan mengenal pemyakit d/d pengungkapan
secara verbal ketidaktahuan penyakit permintaan informasi
f. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan b/d respon nyeri
g. Risiko tinggi cidera b/d disfungsi sensorik
h. Risiko keterlambatan tumbuh kembang b/d infeksi kongietal
3. Rencana Keperawatan
4. Tindakan Keperawatan
Disesuaikan dengan intervensi yang ada
5. Evaluasi
Dx.I, suhu tubuh normal (36-37 drajat celcius), kulit tidak panas, tidak kemerahan,
turgor kulit elastis, mukosa bibir lembab
Dx II, pasien tidak mengeluh nyeri, skala nyeri 0-2, pasien tidak gelisah
Dx III pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka membaik, luka menutup,
pencapai penyembuhan luka tepat waktu
Dx IV mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, pencegahan, perawatan
tindakan yang dibutuhkan dengan kemungkinan komplikasi. Mengenal perubahan gaya
hidup dari tingkah laku untuk mencegah terjadinya komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Price,Sylvia Anderson.2005.Patofisiologi.Jakarta:EGC