Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Masa kanak- kanak adalah masa keemasan dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan baik fisik maupun psikisnya. Pertumbuhan dan perkembangan ini sangat
penting diperhatikan guna membentuk manusia yang sehat fisik dan psikis sehingga dapat
mengaktulisasikan diri dengan maksimal di masa depan. Namun dalam periode emas ini
banyak sekali hal- hal yang dapat menjadi penyebab timbulnya gangguan proses tersebut,
yang tentunya dapat bermanifestasi menjadi berbagai macam kelainan baik penyakt psikis
maupun penyakit fisik. Salah satunya adalah retardasi mental.

Menurut WHO, retardasi mental (RM) adalah intelektual kurang atau sama dengan 70
dan adanya keterampilan yang buruk paling tidak pada dua hal berikut yaitu; komunikasi,
perawatan diri, interpesonal sosial, kinerja sekolah, bekerja dan kesehatan yang onset dan
gejalanya timbul sebelum usia 18 tahun. Seorang idividu dengan IQ lebih atau sama dengan
85 dikatakan normal, IQ diantara 71 sampai 84 dikategorikan sebagai level borderline, IQ
diantara 50-70 dikatakan retardasi mental ringan, IQ diantara 35-50 dikategorikan retardasi
mental sedang, IQ diantara 20-35 dikategorikan retardasi mental berat dan apabila IQ
dibawah 20 dikategorikan retardasi mental sangat berat. 6

Gangguan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti genetik, psikososial,


lingkungan seperti umur dan jenis kelamin.9 Anak-anak dengan retardasi mental dapat
ditemukan kesulitan belajar, susah memecahkan masalah yang dihadapi, kurang memahami
dan menyesuaikan diri dengan berbagai situasi.10

Saat ini masalah kejiwaan masih menjadi salah satu masalah di Indonesia. Beberapa
penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi gangguan jiwa dalam masyarakat
berkisar satu sampai tiga permil penduduk. Diharapkan petugas kesehatan dapat berperan
dalam pencegahan, deteksi dini, terapi maupun rehabilitatif.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Retardasi mental adalah kelainan jiwa dengan inteligensi yang kurang (subnormal)
sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat
perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala yang utama ialah
keterbelakangan inteligensi. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo: kurang atau
sedikit dan fren: jiwa) atau tuna mental. Retardasi mental merupakan kelemahan yang terjadi
pada fungsi intelek. Kemampuan jiwa retardasi mental gagal berkembang secara wajar.
Mental, inteligensi, perasaan, dan kemauannya berada pada tingkat rendah, sehingga yang
bersangkutan mengalami hambatan dalam penyesuaian diri.1

2.2 Epidemiologi

Retardasi mental dapat terjadi dalam setiap keluarga baik itu dipengaruhi oleh ras,
pendidikan, sosial dan latar belakang ekonomi. Diperkirakan 6,2-7,5 orang memiliki
keterbelakangan mental di India atau sekitar 3% dari total populasi penduduk.10

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Nepal pada tahun 2012 bahwa prevalensi
dari keseluruhan retardasi mental dalam penelitian tersebut adalah 25% dari populasi. Dan
sekitar 8% dikategorikan RM sangat berat, 12% RM sedang, 35% RM ringan dan 19% adalah
bordeline. Dari penelitian tersebut juga didapatkan hasil bahwa kejadian retardasi mental
paling banyak pada laki-laki yaitu 42% dan 15% adalah perempuan. Sebagian kasus pada
penelitian tersebut di diagnosis antara usia 6-10 tahun.9

2.3 Etiologi

a. Genetik

terjadi karena terdapatnya kelainan kromosom seperti pada penyakit fragile X sindrom,
neurofibromatosis, tuberous sklerosis, sindrom down, sindom klinefelter, sindrom Parader
Willy dan sindrom tangisan kucing.7

b. Faktor prenatal

2
Disebabkan oleh infeksi dan penyalahgunaan obat selama ibu mengandung. Infeksi yang
biasanya terjadi adalah CMV, toxoplasmosis, herpes simplex, sifilis, rubella, HIV, demam
yang berkepanjangan pada trimester pertama. Penggunaan Obat-obatan atau pun alkohol
selama kehamilan dapat mempengaruhi bayi melalui plasenta.7

c. Faktor perinatal

Beberapa bukti menunjukan bahwa kelahiran prematur, berat bayi lahir rendah, bayi asfiksia,
septikemia, berada dalam resiko tinggi mengalami gangguan neurologis dan intelektual.7

d. Faktor post natal

keadaaan-keadaan terjadinya infeksi diotak seperti tuberkulosis, ensefalitis, meningitis


bakteri, trauma kepala dan malnutrisi beresiko mengalami gangguan neurologis dan
intelekual. 7

e. Metabolic disorder

metabolic disorde merupakan salah satu penyebab retardasi mental seperti pada penyakit
phenilketouria, hypotiroidisme, mucopolisacacharidosis dan sphingolpidoses.7

f. Defisiensi yodium (cretinism)

kurangnya asupan yodium akan menyebabkan kurangnya pertumbuhan otak pada janin.7

g. Malnutrisi

Malnutrisi merupakan penyebab umum dari penurunan intelijen di belahan dunia yang
terkena dampak kelaparan, seperti Ethiopia.7

h. Deprivasi psikososial
Devripasi artinya tidak terpenuhinya kebutuhan. Tidak terpenuhinya kebutuhan
psikososial awal-awal perkembangan ternyata juga dapat menyebabkan terjadinya
retardasi mental pada anak.1
i. Terjadinya rudapaksa dan / atau sebab fisik lain
Rudapaksa sebelum lahir serta trauma lainnya, seperti hiper radiasi, alat kontrasepsi,
dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan berupa retardasi mental. Pada
waktu proses kelahiran (perinatal) kepala bayi dapat mengalami tekanan sehingga timbul
pendarahan di dalam otak. Mungkin juga karena terjadi kekurangan oksigen yang

3
kemudian menyebabkan terjadinya degenerasi sel-sel korteks otak yang kelak
mengakibatkan retardasi mental.2

2.3 Derajat Retardasi Mental


Untuk menentukan berat-ringannya retardasi mental, kriteria yang dipakai adalah: 1.
Intelligence Quotient (IQ), 2. Kemampuan anak untuk dididik dan dilatih, dan 3. Kemampuan
sosial dan bekerja (vokasional). Berdasarkan kriteria tersebut kemudian dapat
diklasifikasikan berat-ringannya retardasi mental yang menurut PPDGJ-III, sebagai berikut:4
1. Retardasi Mental Ringan
Karakteristik retardasi mental ringan adalah:
a. Intelligence Quotient : 50-69 (debil/moron/keadaan tolol)
b. Patokan sosial : Dapat mencari nafkah sendiri dengan mengerjakan sesuatu yang
sederhana dan mekanistis.Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada
berbagai tingkat, dan masalah kemampuan berbicara yang mempengaruhi perkembangan
kemandirian dapat menetap sampai dewasa. Walaupun mengalami keterlambatan dalam
kemampuan bahasa, tapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan bicara untuk
keperluan sehari-hari
c. Patokan pendidikan : Dapat dididik dan dilatih tetapi pada sekolah khusus (SLB).
2. Retardasi Mental Sedang
Karakteristik retardasi mental sedang adalah:
a. Intelligence Quotient : 35-49 (taraf embisil/keadaan dungu)
b. Patokan sosial : Tidak dapat mencari nafkah sendiri. Dapat melakukan perbuatan untuk
keperluan dirinya (mandi, berpakaian, makan, dan sebainya). Umumnya ada profil
kesenjangan dari kemampuan, beberapa dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam
ketrampilan visuo-spasial daripada tugas-tugas yang tergantung pada bahasa, sedangkan
yang lainnya sangat canggung namun dapat mengadakan interaksi sosial dan percakapan
sederhana.
c. Patokan pendidikan : Tidak dapat dididih, hanya dapat dilatih.4

3. Retardasi Mental Berat


Karakteristik retardasi mental berat adalah:
a. Intelligence Quotient : 20 – 34
- b. Patokan sosial :Tidak dapat mencari nafkah sendiri. Kurang mampu melakukan
perbuatan untuk keperluan dirinya. Dapat mengenal bahaya. Kebanyakan penyandang

4
retardasi mental berat menderita gangguan motorik yang mencolok atau defisit lain yang
menyertainya, menunjukkan adanya kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang
bermakna secara klinis dari susunan saraf pusat.4
c. Patokan pendidikan : Tidak dapat dididik, dapat dilatih untuk hal-hal yang sangat
sederhana.
4. Retardasi Mental Sangat Berat
Karakteristik retardasi mental sangat berat adalah:
a. Intelligence Quotient : Kurang dari 20 (idiot/keadaan pander)
b. Patokan sosial : Tidak dapat mengurus diri sendiri dan tidak dapat mengenal bahaya.
Selama hidup tergantung dari pihak lain.Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas,
hanya mengerti perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana. Keterampilan
visuospasial yang paling dasar dan sederhana tentang memilih dan mencocokkan mungkin
dapat dicapainya dan dengan pengawasan dan petunjuk yang tepat, penderita mungkin
dapat sedikit ikut melakukan tugas praktis dan rumah tangga.4
c. Patokan pendidikan : Tidak dapat dididik dan dilatih.
5. Retardasi Mental lainnya
Kategori ini hanya digunakan bila penilaian dari tingkat retardasi mental dengan memakai
prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena adanya gangguan
sensorik atau fisik, misalnya buta, bisu, tuli dan penderita yang perilakunya terganggu
berat atau fisiknya tidak mampu.4
6. Retartadi Mental YTT
Jelas terdapat retardasi mental, tetapi tidak ada informasi yang cukup untuk
menggolongkannya dalam salah satu kategori tersebut diatas.4

2.4 Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk RM menurut DSM IV – TR adalah sebagai berikut:4
1. Fungsi intelektual dibawah rata – rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa secara
individual.
2. Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama dengan kekurangan individu
untuk memenuhi tuntutan standar perilaku sesuai dengan usianya dari lingkungan
budayanya) dalam sedikitnya 2 hal, yaitu komunikasi, self-care, kehidupan rumah-tangga,
ketrampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana komunitas, mengarahkan diri
sendiri, ketrampilan akademis fungsional, pekerjaan, waktu senggang, kesehatan dan
keamanan

5
3. Awitan terjadi sebelum usia 18 tahun.

Pedoman diagnostik berdasarkan PPDGJ-III : 5


A. tingkat kecerdasan (intelegensia) bukan satu-satunya karakteristik, melainkan harus
dinilai berdasarkan sejumlah besar keterampilan spesifik yang berbeda.
Meskipun ada kecenderungan umum bahwa semua keterampilan ini akan berkembang
ketingkat yang sama pada setiap individu, namun dapat terjadi suatu ketimpangan
yang besar, khususnya pada penyanda retardasi mental.
Orang tersebut mungkin memperlihatkan hendaya berat dalam satu bidang tertentu,
misalya bahasa atau mungkin mempunyai suatu area keterampilan tertentu yang lebih
tinggi (misalnya tugas visuospasial sederhana) yang berlawanan dengan latar
belakang adanya retardasi mental berat.
B. Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia,
termasuk temuan klinis, perilaku adaptid dan hasil psikometrik
C. Untuk dignosis yang pasti, harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang
mengakibatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutn dari lingkungan
sosial biasa sehari-hari
D. Gangguan fisik dan jiwa yang menyerta retardasi mental, mempunyai pengaruh besar
pada gambaran klinis dan penggunaan dari semua keterampilannya.
E. Penilaiain diagnostik adalah terhadap kemampuan umum bukan terhadap suatu area
tertentu yang spesifik dari hendaya atau keterampilan.

Pemeriksaan Fisik
Berbagai bagian tubuh memiliki karakteristik tertentu yang sering ditemukan pada
orang retardasi mental dan memiliki penyebab prenatal. Tanda fasial tersebut adalah
hipertelorisme, tulang hidung yang datar, alis mata yang menonjol, lipatan epikantus, opasitas
kornea, perubahan retina yag letaknya rendah atau bentuknya aneh, lidah yang menonjol, dan
gangguan gigi geligi. Lingkaran kepala harus diukur sebagai bagian dari pemeriksaan klinis,
ekspresi wajah seperti orang dungu. Warna dan tekstur kulit dan rambut, palatum dengan
lengkung yang tinggi, ukuran kelenjar tiroid, dan ukuran anak dan batang tubuh dan
ekstremitasnya adalah bidang lain yang digali. 1

Pemeriksaan Neurologis

6
Gangguan sensorik dapat berupa gangguan pendengaran dan gangguan visual.
Gangguan pendengaran terentang dari ketulian kortikal sampai deficit pendengaran yang
ringan. Gangguan visual dapat terentang dari kebutaan sampai gangguan konsep ruang,
pengenalan rancangan, dan konsep citra tubuh.2,3
Gangguan dalam bidang motorik dimanifestasikan oleh kelainan pada tonus otot
(spastisitas atau hipotonia), refleks (hiperefleksia), dan gerakan involunter (koreoatetosis).
Derajat kecacatan lebih kecil ditemukan dalam kelambanan dan koordinasi yang buruk.1

Tes Laboratorium
Tes laboratorium yang digunakan pada kasus retardasi mental adalah pemeriksaan
urin dan darah untuk mencari gangguan metabolik. Penentuan kariotipe dalam laboratorium
genetic diindikasikan bila dicurigai adanya gangguan kromosom.1
Amniosintesis, di mana sejumlah kecil cairan amniotic diambil dari ruang amnion
secara transabdominal antara usia kehamilan 14 dan 16 minggu, telah berguna dalam
diagnosis berbagai kelainan kromosom bayi, terutama Sindroma Down. Amniosintesis
dianjukan untuk semua wanita hamil berusia di atas 35 tahun.3
Pengambilan sampel vili korionik (CVS; chorionic villi sampling) adalah teknik
skrining yang baru untuk menentukan kelainan janin. Cara ini dilakukan pada usia kehamilan
8 dan 10 minggu. Hasilnya tersedia dalam waktu singkat (beberapa jam atau hari), dan jika
kehamilan adalah abnormal, keputusan untuk mengakhiri kehamilan dapat dilakukan dalam
trimester pertama.1
Pemeriksaan Psikologis
Tes psikologis, dilakukan oleh ahli psikologis yang berpengalaman, adalah bagian
standar dari pemeriksaan untuk retardasi mental. Pemeriksaan psikologis dilakukan untuk
menilai kemampuan perceptual, motorik, linguistik, dan kognititf. Informasi tentang factor
motivasional, emosional, dan interpersonal juga penting. 1

2.5 Pencegahan
Terjadinya retardasi mental dapat dicegah. Pencegahan retardasi mental dapat
dibedakan menjadi dua: pencegahan primer dan pencegahan sekunder.4
1. Pencegahan Primer
Usaha pencegahan primer terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan dengan:
a. Pendidikan untuk meningkatkan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat umum tentang retardasi mental

7
b. Perbaikan keadaan sosial ekonomi.
c. Konseling genetik untuk membantu menurunkan insidensi retardasi mental
d. Tindakan kedokteran, antara lain:
1) Perawatan prenatal dengan baik,
2) Pertolongan persalinan yang baik,
3) Pencegahan kehamilan usia sangat muda (usia ibu kurang dari 20 tahun) dan terlalu tua
(usia ibu lebih dari 46 tahun).
2. Pencegahan Sekunder dan Tersier
Jika suatu gangguan yang disertai dengan retardasi mental dikenali, gangguan harus
diobati untuk mempersingkat pejalanan penyakit (pencegahan sekunder) dan untuk menekan
kecacatan yang terjadi setelahnya (pencegahan tersier).
a. Kontrol diet dan terapi penggantian hormon untuk mengobati gangguan metabolik
dan endokrin herediter seperti PKU dan hipotiroidisme
b. Pendidikan untuk anak.
Lingkungan pendidikan untuk anak-aank retardasi mental harus temasuk program
yang lengkap meliputi keterampilan adaptif, latihan keterampilan sosial, dan latihan
kejuruan. Pehatian khusus harus dipusatkan pada komunikasi dan usaha untuk
meningkatkan kualitas hidup.
c. Terapi perilaku, kognitif dan psikodinamika
Terapi perilaku betujuan untuk membentuk dan meningkatkan perilaku sosial dan
untuk mengendalikan dan menekan perilaku agresif pasien. Terapi kognitif seperti
mrnghilangkan keyakinan palsu dan terapi psikodinamika yang betujuan untuk
menurunkan konflik tentang harapan yang menyebabkan kecemasan, keekrasan, dan
depresi yang menetap.
d. Pendidikan keluarga
Merupakan hal yang penting dengan cara meningkatkan kompetensi dan harga diri
sambil mempertahankan harapan yang realistik untuk pasien. Kelurga seringkali
merasa sulit untuk menyeimbangkan antara mendorong kemandirian dan memberikan
lingkungan yang mengasuh dan suportif bagi anak retardasi mental, yang
kemungkinan mengalami suatu tingkat penolakan dan kegagalan dari luar konteks
keluarga. 4

2.6 Penatalaksanaan

8
Penanganan terhadap penderita retardasi mental bukan hanya tertuju pada penderita
saja, melainkan juga pada orang tuanya. Agar orang tua dapat berperan secara baik dan benar
maka mereka perlu memiliki kesiapan psikologis dan teknis. Untuk itulah maka mereka perlu
mendapatkan layanan konseling. Konseling dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan
tujuan agar orang tua penderita mampu mengatasi bebab psiko-sosial pada dirinya terlebih
dahulu.3
1. Pentingnya Pendidikan dan Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
a. Latihan untuk mempergunakan dan mengembangkan kapasitas yang dimiliki dengan
sebaik-baiknya.
b. Pendidikan dan latihan diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat yang salah.
c. Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat keterampilan berkembang, sehingga
ketergantungan pada pihak lain menjadi berkurang atau bahkan hilang. Melatih penderita
retardasi mental pasti lebih sulit dari pada melatih anak normal antara lain karena
perhatian penderita retardasi mental mudah terinterupsi. Untuk mengikat perhatian mereka
tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan merangsang indera.
2. Jenis-jenis Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
Ada beberapa jenis latihan yang dapat diberikan kepada penderita retardasi mental, yaitu:1,2
a. Latihan di rumah: belajar makan sendiri, membersihkan badan
dan berpakaian sendiri, dst.
b. Latihan di sekolah: belajar keterampilan untuk sikap social.
c. Latihan teknis: latihan diberikan sesuai dengan minat dan jenis kelamin penderita.
d. Latihan moral: latihan berupa pengenalan dan tindakan mengenai hal-hal yang baik dan
buruk secara moral.
3. Intervensi farmakologis
Pendekatan farmakologis dalam terapi gangguan mental komorbid pada pasien retardasi
mental adalah banyak kesamaannya seperti untuk pasien yang tidak mengalami retardasi
mental. Semakin banyak data yang mendukung pemakaian berbagai medikasi untuk pasien
dengan gangguan mental yang tidak retardasi mental.

BAB III

9
PENUTUP

Retardasi mental adalah suatu keadaan pekembangan jiwa yang terhenti atau tidak
lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya hendaya keterampilan selama masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruhan,
misalnya kemampuan kognitif, bahasa dan sosial.

Retardasi mental ini disebabkan oleh berbagai faktor yang penyebab dasarnya belum
dapat dijelaskan secara pasti. Anak dengan retardasi mental akan banyak mengalami
hambatan dalam fungsi intelektual maupun aktivitas sehari-hari. Kebanyakan anak dengan
kemunduran intelektual ini tidak bisa mengikuti teman sebayanya dan tidak bisa mencapai
perkembangan sesuai dengan umur. Dalam mendiagnosa retardasi mental, tidak hanya dinilai
dari IQ saja akan tetapi kita perlu mendapatkan anamnesa yang komprehensif dari orang tua
mengenai riwayat kehamilan, persalinan dan tumbuh kembang anak. Selain itu diperlukan
pemeriksaan fisik, psikologis, pemeriksaan laboratorium secara cermat terhadap seorang anak
untuk dapat menegakan diagnosis.

10
REFERAT
RETARDASI MENTAL

Oleh:
FUJIYANI SULISTIAWATI AQQAD
H1A011024

Pembimbing:
dr. Hj. Elly Rosilla Wijaya, Sp.KJ, MM
dr. Azhari Cahyadi Nurdin, Sp.KJ

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT JIWA MUTIARA SUKMA PROVINSI NTB
2015

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Goldson Edward, Reynolds Ann. Child Development & Behavior. In : Hay WW, Levin
MJ, Sondheimer JM, Deterding RR, editors. Current Diagnosis & Treatment Pediatrics.
20th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2011. p. 99-103.
2. Roy B. Adjusment Problems of Educable Menatlly Reatrded. International Journal of
Scientific and Research Publications, Vol 2. 2012;p:1-5. Tersedia dalam www.ijsrp.org
3. Patricia C. Assesment and Treatment of the Child with Mental Retardation. Guidlines for
the Publis School Therapist. 2015;p: 1265-1272. Tersedia dalam
http://ptjournal.apta.org/by
4. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadock: buku ajar psikiatri klinis. Edisi 2. Jakarta:
EGC; 2012.Tangerang, Indonesia.
5. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
FK Unika Atmajaya; Retardasi Mental; p 118-121.
6. Aggarwal, S., Bogula, VJ., Mandal, K., Kumar, R., & Phadke, SR. Aetiologic spectrum
of mental retardation & developmental delay in India. Indian J Med. pp 436-444. 2012.
7. Armatas, V. Mental retardation: definitions, etiology, epidemiology and diagnosis.
Journal of Sport and Health Research. 1(2):112-122. 2009.
8. Jain, S., Chowdhury, V., Juneja, M., Kabra, M., Pandey, S., Singh, A., Bhattacharya, M.,
& Kapoor, S. Intellectual Disability in Indian Children: Experience with a Stratified
Approach for Etiological Diagnosis. pp. 1125-1130. 2013.
9. Koirala, NR., Kumar, A., Das., & Bhagat, SK. The prevalence of mental retardation by
genderage, and age of diagnosis at nobel medical college, biratnagar. Journal of Nobel
Medical College. Vol 1, no 2. pp. 77-81. 2012.
10. Thakur, GK. A Study Of Mental Retardation Amongst Children In The Context Of Their
Socio – Economic Background. Journal of Business Management & Social Sciences
Research (JBM&SSR). Vol 3, no 7. pp. 1-3. 2012.

12

Anda mungkin juga menyukai