Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh bronkitis
kronis atau empisema. Obstruksi aliran udara pada umumnya progresif kadang
diikuti oleh hiperaktivitas jalan nafas dan kadangkala parsial reversibel, sekalipun
empisema dan bronkitis kronis harus didiagnosa dan dirawat sebagai penyakit
khusus, sebagian besar pasien PPOK mempunyai tanda dan gejala kedua penyakit
tersebut. Sekitar 14 juta orang Amerika terserang PPOK dan Asma sekarang
menjadi penyebab kematian keempat di Amerika Serikat. Lebih dari 90.000
kematian dilaporkan setiap tahunnya. Rata-rata kematian akibat PPOK meningkat
cepat, terutama pada penderita laki-laki lanjut usia. Angka penderita PPOK di
Indonesia sangat tinggi.
Banyak penderita PPOK datang ke dokter saat penyakit itu sudah lanjut.
Padahal, sampai saat ini belum ditemukan cara yang efisien dan efektif untuk
mendeteksi PPOK. Menurut Dr Suradi, penyakit PPOK di Indonesia menempati
urutan ke-5 sebagai penyakit yang menyebabkan kematian. Sementara data dari
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 2010 diperkirakan
penyakit ini akan menempati urutan ke-4 sebagai penyebab kematian. "Pada
dekade mendatang akan meningkat ke peringkat ketiga. Dan kondisi ini tanpa
disadari, angka kematian akibat PPOK ini makin meningkat.
Oleh karena itu penyakit PPOK haruslah mendapatkan pengobatan yang
baik dan terutama perawatan yang komprehensif, semenjak serangan sampai
dengan perawatan di rumah sakit. Dan yang lebih penting dalah perawatan untuk
memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang
perawatan dan pencegahan serangan berulang pada pasien PPOK di rumah. Hal
ini diperlukan perawatan yang komprehensif dan paripurna saat di Rumah Sakit.
B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian PPOK
2. Mengetahui etiologi dan manifestasi klinis PPOK
3. Memahami klasifikasi PPOK
4. Mengetahui komplikasi dan penatalaksanaan PPOK
C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Sebagai syarat memenuhi tugas semester III
Sebagai sumber reverensi mengenai asuhan keperawatan PPOK
2. Bagi Mahasiswa
Sebagai sumber pedoman dalam memahami penyakit PPOK
3. Bagi Dosen
Dapat menjadi referensi bagi dosen terkait dengan penyakit PPOK

BAB II
ANALISA KASUS

A. Kasus
Tn.S 56 Th masuk 3 Maret 2013 $ Diagnosa PPOK, jenis kelamin Laki-
laki Agama Islam pekerjaan Tani, Pendidikan SD. Alamat Sendang Kulon.
Alasan di rawat Sesak napas Keluhan utama : Sesak dan batuk Riwayat keluhan
utama: riawayat penyakit dahulu: Sesak napas sejak 5tahun yang lalu. Riwayat
penyakit sekarang : Sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit pasien sesak terus-
menerus akhirnya keluarga membawa ke Rumah Sakit Umum Daerah
Dr.Soetomo Surabaya. Riwayat kesehatan keluarga tidak ada keluarga yang
menderita penyakit seperti ini. Riwayat kesehatan lain : Pasien pernah merokok,
dan berhenti sejak sakit kurang lebih 5 tahun yang lalu.
Observasi dan Pemeriksaan Fisik CM, GCS : 456, Keadaan umum : lemah Tanda-
tanda vital : S= 37 oC, T= 130/80mmHg, Nadi= 104x/m, RR= 28x/m. Pernafasan
melalui : hidung + terpasang 02 kanule ( 2 liter/menit ). Trachea tidak ada
pembengkokan Cyanosis (-), dyspnea (+), batuk lendir putih, darah( )Whezeeng
(+) / (+), Ronchi (+) / (+) dada simetris. Eliminasi urin : 400-500cc/hari, warna
kuning, jernih, khas amoniak. Ekstremitas atas tangan kiri terpasang infus RL 7
Tetes/menit. Spiritual Klien mengharapkan dengan perawatan yang diberikan
bisa sembuh dan yakin dengan pertolongan Tuhan bisa sembuh, persepsi
penyakitnya sebagai cobaan dalam hidup. Tetapi pasien tidak dapat melakukan
sholat di RS. Pemeriksaan Lab AGD : - PH : 7,359 ( 7,35-7,45 ), PCO2 : 46,0 (
35-45 ), PO2 : 115,0 ( 80-104 ), HCO3 : 25, Sputum : BTA (-)
Therapi. Infus RL : Dex.5% 1:1/ 24 jam ( 7 tts/menit ), Aminophylin 1 amp / 24
jam, - Tarbutalin 4x0,025 mg, Ciprofloxasin 2x500 mg, Nebulezer 4x ( Atroven :
Agua ) = 1:1, Oksigen 2 liter / menit Diet TKTP
B.Identifikasi kata sulit
1. PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkhitis kronis
bronkiektasis, enfisema dan asma (Brunner & Suddart)
2. Dispneau adalah susah bernafas
3. Syanosis adalah kebiruan
4. Wheezing adalah bunyi ngik terdengar saat inspirasi maupun ekspirasi karena
penyempitan bronkus eksudat yang lengket pada pasien asma bronkitis
5. Ronchi adalah suara yang dihasilkan saat udara melewati jalan nafas yang
penuh cairan atau mukus terdengar saat inspirasi atau ekspirasi
C.Identifikasi masalah
1. Apa pengertian dari PPOK?
2. Bagaimana penyebab dari PPOK ?
3. Apa saja manifestasi klinis dari PPOK ?
4. Sebutkan klasifikasi dari PPOK ?
5. Apa komplikasi yang terjadi pada penyakit PPOK ?
6. Bagaimana patofisiologi dari PPOK ?
7. Penatalaksanaan apa yang bisa dilakukan pada penyakit PPOK?
D.Brainstorming
1. PPOK adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang
disebabkan oleh enfisema / bronkitis kronis
PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi Kronis) adalah klasifikasi luas dari gangguan,
yang mencangkup bronkitis kronis, bronkiestasis, emfisema, dan asma. PPOK
merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan
penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.(Brunner&Suddarth,2001)
Penyakit paru obstruktif kronis merupakan sejumlah gangguan yang
mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke luar paru. (Arif Muttaqin,2008).
2. Penyebab PPOK adalah :
a. Merokok
b. Polusi udara
c. Pemajanan di tempat kerja (thd batu bara, kapas, padi padian )
d. Infeksi paru berulang
3. Manifestasi klinis PPOK adalah
a. Batuk
b. Sesak napas
c. Mengi atau wheeze
d. Ekspirasi yang memanjang
e. Penggunaan otot bantu pernapasan
f. Suara napas melemah
4. Klasifikasi PPOK
a. Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi
paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.
b. Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan
anatomik paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara
bagian distal bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding alveolus
1) Emfisema Centriolobular Merupakan tipe yang sering muncul, menghasilkan
kerusakanbronchiolus, biasanya pada region paru atas. Inflamasi berkembang
pada bronchiolus tetapi biasanya kantung alveolar tetap bersisa
2) Emfisema Panlobular (Panacinar) Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan
biasanya termasuk pada paru bagian bawah. Bentuk ini bersama disebut
centriacinar emfisema, timbul sangat sering pada seorang perokok.
3) Emfisema Paraseptal Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang
mengakibatkan isolasi dari blebs sepanjang perifer paru. Paraseptal emfisema
dipercaya sebagai sebab dari pneumothorax spontan. Panacinar timbul pada orang
tua dan klien dengan defisiensi enzim alpha-antitripsin. Pada keadaan lanjut,
terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi pulmoner, seringkali timbul Cor
Pulmonal (CHF bagian kanan) timbul.

c. Astma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang
cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan. Keadaan ini
bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran napas secara periodic dan
reversible akibat bronkospasme.
5. Komplikasi PPOK
a. Acute respiratory failure (ARF)
terjadi ketika ventilasi dan oksigenasi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
tubuh saat tidur .
b. Cor Pulmonare /dekompensasi ventrikel kanan
Merupakan pembesaran ventrikel kanan yang disebabkan oleh over loading akibat
dari penyakit pulmo.terjadi sebagai mekanisme kompensasi sekunder bagi paru-
paru yang rusak bagi penderita PPOK
c. Pneumothoraks
Merupakan akumulasi udara dalam rngga pleural
d. Giant Bullae
kelaina yang timbul karena udara terperangkap di parenkim paru-paru.Sehingga
alveoli menjadi tempat menangkapnya udara untuk pertukaran gas menjadi benar-
benar efektif.
6. Patofisiologi PPOK
Faktor-faktor resiko seperti merokok, polusi, umur, akan mendatangkan
proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkus
terminal. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus
terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara
yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak
terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal
inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya.
Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi
gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al,
1993).
7. Penatalaksanaan PPOK adalah
a. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
b. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
1) Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh Haemophilus Influenza dan Streptococcus
Pneumonia, maka digunakan ampisilin atau eritromisin. Augmentin (amoksilin
dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah
Haemophilus Influenza. Pemberian antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin,
atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti
mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow
rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat
infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang
kuat.
2) Terapi oksigen diberikan jika terdapata kegagalan pernapasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
3) Fisioterapi dada membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
4) Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya
golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan
salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam
dengan nebulizer atau aminofilin .
c. Terapi jangka panjang di lakukan :
1) Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin dapat
menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
2) Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap
pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari
fungsi faal paru.
3) Fisioterapi dada.
4) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
5) Mukolitik dan ekspektoran
6) Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II
dengan PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg)
7) Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan
terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
PHATWAY PPOK
Asap tembakau / polusi udara

Gangguan kebersihan paru


Peradangan bronkus
Hipoventilasi alveolar
Dinding bronkiolus melemah dan alveoli pecah
Bronkitiskronik
Saluran nafas kecil kolap saat ekspirasi
Emfisema
Penyempitan saluran nafas
Berkurangnya elastis paru
Saluran nafas kecil
Saluran nafas menjadi kecil lebih kecil berkelok-kelok dan beroblitrasi
Metaplasia sel goblet
Saluran nafas besar
Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus
Obstruksi jalan nafas
PPOK
Kontraksi otot
PCO2 & PO2 Meningkat
Kontraksi otot
Resistensi pernafasan
Frekuensi nafas meningkat
dyspneau
Ketidakefektifan jalan nafas
PCO2 & PO2 Meningkat
Gangguan pertukaran gas
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Sekresi mukus meningkat
Sekresi mukus meningkat
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PPOK

A.PENGKAJIAN
Identitas
Nama : Tn. S
Umur : 56 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Alamat : Sendang Kulon
Keluhan Utama : sesak dan batuk
Riwayat Penyakit
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RS dengan keluhan sesak nafas , sejak 2 hari sebelum masuk RS
pasien sesak terus menerus, dan sering batuk.
Keadaan umum Compos mentis, GCS : E4,V5,M6, suhu : 37C, T : 130/80mmHg,
N : 104 x/menit, RR: 28x/menit
Pernafasan melalui : hidung + terpasang 02 kanule ( 2 liter/menit ). Trachea tidak
ada pembengkokan Cyanosis (-), dyspnea (+), batuk lendir putih, darah(
)Whezeeng (+) / (+), Ronchi (+) / (+) dada simetris. Eliminasi urin : 400-
500cc/hari, warna kuning, jernih, khas amoniak. Ekstremitas atas tangan kiri
terpasang infus RL 7 Tetes/menit. Spiritual Klien mengharapkan dengan
perawatan yang diberikan bisa sembuh dan yakin dengan pertolongan Tuhan bisa
sembuh, persepsi penyakitnya sebagai cobaan dalam hidup. Tetapi pasien tidak
dapat melakukan sholat di RS. Pemeriksaan Lab AGD : - PH : 7,359 ( 7,35-7,45
), PCO2 : 46,0 ( 35-45 ), PO2 : 115,0 ( 80-104 ), HCO3 : 25, Sputum : BTA (-)
Therapi. Infus RL : Dex.5% 1:1/ 24 jam ( 7 tts/menit ), Aminophylin 1 amp / 24
jam, - Tarbutalin 4x0,025 mg, Ciprofloxasin 2x500 mg, Nebulezer 4x ( Atroven :
Agua ) = 1:1, Oksigen 2 liter / menit Diet TKTP
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan pernah mengalami sesak nafas sejak 5 tahun yang lalu
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan di keluarganya tidak ada yang mengalami sakit seperti ini
B. Pengkajian Pola Virginia Handerson
1. Pola Pernafasan
Sebelum sakit : Pasien dapat bernafas dengan normal dan tidak menggunakan alat bantu
pernafasan .
Saat dikaji : pasien mengeluh sesak nafas dan tampak terpasang O2 kanul (2 liter/ menit)
2. Pola Nutrisi
Sebelum sakit : Pasien makan 3x sehari dengan menu nasi, sayur dan lauk
Saat dikaji : Saat dirawat di rumah sakit, makan ¼ porsi pada menu yang disajikan di rumah
sakit pada tyap kali jadwal makan
3. Kebutuhan Eliminasi
Sebelum sakit : BAB 1x sehari, fesesnya lunak, warna kuning dan BAK lancar , warna jernih
kekuningan
Saat dikaji :BAB 1x sehari, fesesnya lunak, warna kuning dan BAK lancar , warna jernih
kekuningan
4. Gerak dan keseimbangan
Sebelum sakit : Pasien dapat melakukan aktivitas tanpa gangguan
Saat dikaji : Pasien tampak keseimbangannya terganggu karenatidak bisa bernafas
5. Kebutuhan Istirahat dan tidur
Sebelum sakit : Pasien biasa tidur 8 jam sehari dan bangun pada pukul 05.00
Saat dikaji : Malam hari kadang terbangun karena sesak nafas dan batuk
6. Personal Hygiene
Sebelum Sakit : Mandi 2x sehari dan gosok gigi mandiri.
Saat dikaji : Pasien mandi dengan di seka oleh istrinya pagi dan sore, serta gosok gigi.
7. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Sebelum sakit : Pasien merasa aman dan nyaman jika bersama keluarga dan
istrinya
Saat dikaji : Pasien mengeluh tidak nyaman karena sering sesak nafas dan
batuk
8. Kebutuhan berpakaian
Sebelum sakit : Pasien ganti baju 2x sehari dan dapat berpakaian sendiri.
Saat dikaji : Memakai pakaian dibantu oleh anaknya.
9. Kebutuhan Spiritual
Sebelum sakit : Pasien dapat melakukan ibadah solat 5 waktu
Saat dikaji : Pasien tidak bisa sholat di RS dan berkeyakinan bahwa penyakitnya dapat sembuh
karena pertolongan Tuhan.
10. Kebutuhan berkomunikasi dan berhubungan
Sebelum sakit : Hubungan pasien dengan keluarga baik biasa berkomunikasi dengan bahasa
jawa.
Saat dikaji :Pasien mau berkomunikasi dengan perawat dengan ditemani anaknya
11. Temparatur tubuh
Sebelum sakit : Pasien biasa memakai pakaina tipis jika panas begitu juga sebaliknya
Saat dikaji : Pasien suhunya normal S : 37 C
12. Kebutuhan bekerja
Sebelum sakit : Pasien adalah seorang petani
Saat dikaji : Pasien hanya berbaring ditempat tidur.
13. Kebutuhan bermain dan rekreasi
Sebelum sakit : Pasien tidak biasa bermaian ataupun rekreasi
Saat dikaji : Pasien tidak bisa pergi kemana - mana, hanya tetangganya sering menjenguk di RS
untuk menghibur.
14. Kebutuhan Belajar
Sebelum Sakit : Pasien tidak tahu tentang penyakit PPOK yang dideritanya
Saat dikaji : Pasien sudah tahu tentang penyakit yang dideritanya karena penjelasan perawat.
C.Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : compos mentis,TD 130/80mmHg, RR 28x/menit, suhu 37 C, N
:104x/menit
2. Kepala
a. Kepala : mesosephal
b. Rambut : hitam, tidak mudah dicabut,
c. Mata : Bulu mata tidak mudah dicabut, sklera tidak ikterik, konjungtiva
tidak anemis, palpebra dekstra udem dan spasme, oedem pada kornea dekstra.
d. Hidung : tampak terpasang kanul O2 (2L/menit)
e. Telinga : Besih, tidak ada serumen, reflek suara baik.
f. Mulut : Gigi kekuningan, lengkap, tidak ada stomatitis.
g. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan tidak ada
pembengkakan pada trakhea
h. Ektremitas : tidak ada oedem pada kedua ekstremitas atas dan bawah.
Ekstremitas atas tangan kiri terpasang infus RL 7 ttes/menit
3. Dada
a. Paru
1) Inspeksi
Bentuk dada simetris
Tampak RR 28x/menit
2) Palpasi
Tidak ada pembengkakan pada paru
Tidak ada nyeri tekan
3) Perkusi
Hipersonor
4) Auskultasi
Suara nafas wheezing dan kadang terdengar ronchi
D.Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
AGD
a) PH = 7,359 (7,35-7,45)
b) PCO2 = 46,0 (35-45)
c) PO2 = 115,0 (80-104)
d) HCO3 = 25
Sputum BTA ( - )
2. Terapi
a) Terapi infus : RL Dextro 5 % 1:1/24 jam (7 tetes/menit)
b) Terapi injeksi :
Aminiphylin 1 amp/24 jam
Tarbulatin 4x0,025mg
Ciproflaxosin 2x 500 mg
c) Terapi Oksigen
Nebulizer 4x (atroven : agua) = 1:1 ,O2 2L/menit
d) Diet TKTP
E.Analisa Data
NO DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM
1. DS : Pasien mengatakan sesak Hiperventilasi Ketidak efektifan
nafas sejak 5 tahun yang lalu. pola nafas
DO: ps. Tampak sesak
nafas/dispneu ,tampak
menggunakan alat bantu
pernafasan kanul O2 , RR: 28
x/m, wheezing(+), Ronchi(+)
2. DS: ps. Mengatakan sering batuk Adanya mukus Bersihan jalan
DO: p stampak batuk , batuk nafas tidak
tampak ada lendir putih efektif
3. DS : pasien mengatakan kesulitan
nafas Ventilasi perfusi Gangguan
DO: PCO: 46 ,PO2 : 115 pertukaran gas

F.Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas bd hiperventilasi
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif bd adanya mukus
3. Gangguan pertukaran gas bd ventilasi perfusi

G.Intervensi
NO DX DIAGNOSA NOC NIC
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Airway Management
pola nafas bd tindakan keperawatan
1. Posisikan pasien
hiperventilasi 2x24 jam masalah untuk
(00032) ketidakefektifan pola memaksimalkan
nafas teratasi ventilasi
Kriteria : 2. Lakukanfisioterapi
1. RR normal 16-24 dada jikaperlu
2. Adanya kesimetrisan
3. Keluarkan sekret
ekspansi dada dengan batuk atau
3. Tidak menggunakan suction
otot nafas tambahan 4. Auskultasi suara
4. Tidak ada pernafasan nafas, catat adanya
cuping hidung saat suara tambahan
beraktifitas 5. Atur intake untuk
5. Tidak ada nafas pendek cairan
mengoptimalkankese
imbangan.
6. Monitor respirasi
dan status O2
7.
Berikanbronkodilator
bila perlu
(amonophilin 1
amp/24 jam)
2 Bersihan jalan Setelah dilakukan Airway Management
nafas tidak tindakan keperawatan Intervensi :
efektif bd 2x24 jam masalah
1. Posisikan pasien
adanya mukus bersihan jalan nafas tidak untuk
efektif dapat teratasi memaksimalkan
Kriteria : ventilasi
1. RR normal 2. Lakukan fisioterapi
2. Tidak ada kecemasan dada jika perlu
3.Mampu membersihkan
3. Berikan minum
secret hangat kepada pasien
4. Tidak ada hambatan
4. Ajarkan batuk
dalam jalan nafas efektif
5. Tidak ada batuk 5. Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan

3 Gangguan Setelah dilakukan Monitoring


pertukaran gas tindakan keperawtan 2x24 pernafasan :
bd ventilasi jam masalah gangguan1. Monitor rata-rata,
perfusi pertukaran gas teratasi ritme, kedalaman,
Kriteria : dan usaha pernafasan
Status pernafasan:2. Monitor pola nafas
pertukaran gas :bradipnea, takipnea,
1. Kemudahan bernafas 3. Palpasi kesimetrisan
2. tidak ada sesak nafas ekspansi paru
dalam istirahat 4. Perkusi dada
3. tidak ada sesak nafas anteriordan posterior
saat beraktivitas dari apeks sampai
4.Tidak ada kelelahan bawah
5.Tidak ada sianosis 5. Auskultasi suara
6.PaCO2 DBN (35-45) pernafasan, catat area
7.PaO2 DBN (80-104) yang mengalami
penurunan ventilasi
dan adanya suara
tambahan
6. Monitor adanya
dispnea dan kejadian
yang meningkatkan
dan memperburuk
keadaan pasien
7.tidur menyamping
untuk mencegah
aspirasi
BAB IV
PENUTUP

A.Kesimpulan
PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi Kronis) adalah klasifikasi luas dari
gangguan, yang mencangkup bronkitis kronis, bronkiestasis, emfisema, dan asma.
PPOK merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-
paru.(Brunner&Suddarth,2001)
Penyakit paru obstruktif kronis merupakan sejumlah gangguan yang
mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke luar paru. (Arif Muttaqin,2008).
Diagnosa yang muncul pada kasus di atas adalah :
1. Ketidakefektifan pola nafas bd hiperventilasi
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif bd adanya mukus
3. Gangguan pertukaran gas bd ventilasi perfusi
DAFTAR PUSTAKA

Tamsuri, Anas .2008.Seri Asuhan Keperawtan Klien Gangguan Pernafasan.Jakarta :


EGC
Brown,Sandra Clark.2004.Nursing Outcomes Classification (NOC).US : ELSEVIER
Brown,Sandra Clark.2004.Nursing Outcomes Classification (NOC).US : ELSEVIER
Smeltzer, Suzanne C& Bare, Brenda G .2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah.Jakarta : EGC
Herdman,T.Heather.2010.Diagnosa Keperawatan: definisi dan klasifikasi 2009-
2011.Jakarta : EGC
Tim PDPI.2003.PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.http// :jurnal –
PPOK- Perhimpunan- Dokter -Paru –Indonesia.com diakses pada hari
rabu,6/3/2013
Tim PDPI.2008.Diagnosis dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Paru.Jakarta : Sagung
Seto
Yasmin,Niluh G.dkk.2004.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC

ASKEP EFUSI PLEURA


EFUSI PLEURA

A. TINJAUAN TEORI
1.
Definisi

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam
kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan
transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu
penyakit paru, 1994, 111). Efusi pleura adalah jumlah cairan ion purulen yang
berlebihan dalam rongga pleura, antara lain visceral dan parietal. ( tucker : 1998 :
265 )
Efusi pleura adalah akumulas cairan didalam rongga pleura ( Al-segaf : 1995 :
143 ) Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan karena terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis.
Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan suatu gejala penyakit
yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita (Hood Alsaggaff, 1995). Dari
berbagai definisi diatas maka
efusi pleura
adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada rongga pleura, cairan tersebut
mengisi ruangan yang mengelilingi paru. Cairan dalam jumlah yang berlebihan
dapat mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru selama
inhalasi.
2. Anatomi dan Fisiologi Pleura
Pleura adalah membra tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan
parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan
ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis.
Membran serosa yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis,
sedangkan membran serosa yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan
mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura

terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan
yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan
pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara
pleura viseralis dan parietalis, diantaranya :
· Pleura visceralis : - Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang
tipis < 30mm. - Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit - Di bawah sel-sel
mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit - Di
bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastik -
Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak
mengandung pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis serta
pembuluh limfe - Menempel kuat pada jaringan paru - Fungsinya. untuk
mengabsorbsi cairan. pleura · Pleura parietalis
- Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan
elastis) - Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a.
Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf
sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan
berasal n. Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada -
Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya - Fungsinya untuk
memproduksi cairan pleura
3. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura
melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh
saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap
harinya diproduksi cairan kira-kira 16,8 ml (pada orang dengan berat badan 70
kg). Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila
antara produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau
reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura. Diketahui bahwa cairan
masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan selanjutnya keluar lagi dalam
jumlah yang sama melalui membran pleura parietal melalui sistem limfatik dan
vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi
karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan
kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang
diabsorpsi

oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada
pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel
mesothelial. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi bila: 1. Meningkatnya tekanan
intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan cairan pleura melalui
pengaruh terhadap hukum Starling.Keadaan ni dapat terjadi pada gagal jantung
kanan, gagal jantung kiri dan sindroma vena kava superior. 2. Tekanan intra
pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis, baik karena obstruksi
bronkus atau penebalan pleura visceralis 3. Meningkatnya kadar protein dalam
cairan pleura dapat menarik lebih banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura 4.
Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan
transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura 5. Obstruksi dari
saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe bermuara pada vena untuk
sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan menghambat pengosongan
cairan limfe.
4. Etiologi
a. Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat,
eksudat dan hemoragis 1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung
kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik ( hipoproteinemia ), asites (oleh
karena sirosis hepatis), syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig,
dialisis peritoneal, atelektasis akut, pasca bedah abdomen. 2. Eksudat disebabkan
oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, infark paru, radiasi, penyakit
kolagen. 3. Efusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark
paru, tuberkulosis. b. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi
menjadi unilateral dan bilateral. 1. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan
yang spesifik dengan penyakit penyebabnya. 2. Akan tetapi efusi yang bilateral
bisa ditemukan juga pada penyakit-penyakit dibawah ini : Kegagalan jantung
kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic,
tumor dan tuberkulosis. c. Timbulnya efusi pleura dapat juga disebabkan oleh
kondisi

kondisi : 1. Gangguan reabsobsi cairan pleura ( misalnya karena adanya tumor )
2. Peningkatan produksi cairan pleura ( misalnya akibat infeksi pada pleura )
d. Secara patologis, efusi pleura disebabkan oleh keadaan

keadaan : 1. Meningkatnya tekanan hidrotastik ( misalnya akibat gagal jantung )
2. Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma ( misalnya hipoproteinemia ) 3.
Meningkatnya permeabilitas kapiler ( misalnya infeksi bakteri ) 4. Berkurangnya
absorbsi limfatik
5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinik efusi pleura akan tergantung dari jumlah cairan yang ada serta
tingkat kompresi paru. -Jika jumlah efusinya sedikit (misalnya <250 ml), mungkin
belum menimbulkan manifestasi klinik dan hanya dapat dideteksi dengan X-ray
foto thorakks. Dengan membesarnya efusi akan terjadi restriksi ekspansi paru dan
pasien mungkin mengalami : 1.Dispneu bervariasi 2.Nyeri pleuritik biasanya
mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleura 3.Trakea bergeser menjauhi sisi
yang mengalami efusi 4.Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)
5.Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena 6.Perkusi
meredup di atas efusi pleura 7.Egofoni di atas paru-paru yang tertekan dekat efusi
8.Suara nafas berkurang di atas efusipleura 9.Fremitus vokal dan raba berkurang
6. Pemeriksaan Penunjang
a) Sinar tembus dada Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan
membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi
daripada bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti
terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dari dalam
paru-paru itu sendiri. Hal lain yang bisa terlihat dalam foto dada efusi pleura
adalah terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan.
Namun, bila terdapat atelektasis pada sisi yang bersamaan dengan cairan,
mediastinum akan tetap pada tempatnya. b) Torakosintesis Aspirasi cairan pleura
berguna sebagai sarana untuk diagnosis maupun terapeutik. Pelaksanaan
sebaiknya dilakukan pad posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian
paru-paru di sela iga IX garis axila posterior dengan memakai jarum abocath
nomor 14 atau 16. pengeluaran cairan sebaikna tidak lebih dari 1000-1500 cc pada
setiap kali aspirasi. Aspirasi banyak sekaligusakan menimbulkan pleura shock
(hipotensi) atau edema paru-paru. Edema paru-paru terjadi karena paru-paru
terlalu cepat mengembang. c) Biopsi pleura Pemerikasaan histologis satu atau
beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50-75% diagnosis kasus
pleuritis tuberkulosis atau tumor pleura. Bila hasil biopsi pertama tidak
memuaskan dapat dilakukan biopsi ulangan. Komplikasi biopsi adalah
pneumothoraks, hemotoraks, dam penyabaran infeksi atau tumor pada dinding
dada. d) Pemeriksaan tambahan : Bronkoskopi, scanning isotop, torakoskopi.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanan tergantung pada penyakit yang mendasari terjasinya efusi pleura.
Aspirasi cairan menggunakan jarum dapat dilakukan untuk mengeluarkan cairan
pleura, apabila jumlah cairan banyak dapat dilakukan pemasangan drainase
interkostalis atau pemasangan WSD. Efusi pleura yang berulang mungkin
memerlukan tambahan medikamentosan atau dapat dilakukan tidakan operatif
yaitu pleurodesis, dimana kedua permukaan pleura ditempelkan sehingga tida ada
lagi ruangan yang akan terisi oleh cairan.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan atau dikaji


meliputi : a. Identitas Pasien Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang
nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa,
bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien. b. Keluhan Utama
Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas,
rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan
terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif. c.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.
Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut. d. Riwayat Penyakit Dahulu Perlu ditanyakan
apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal
jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya faktor predisposisi. e. Riwayat Penyakit Keluarga Perlu
ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang
disinyalir sebagai penyebab efusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain
sebagainya. f. Riwayat Psikososial Meliputi perasaan pasien terhadap
penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien
terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya. g. Pengkajian Pola-Pola
Fungsi Kesehatan 1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Adanya tindakan
medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang
kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap
pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok,
minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi
timbulnya penyakit. 2) Pola nutrisi dan metabolisme Dalam pengkajian pola
nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat
badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan
kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi
pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan
penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat
proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah. 3) Pola
eliminasi Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi,
selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan
peristaltik otot-otot tractus degestivus. 4) Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan
cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga
akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi
kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan
keluarganya. 5) Pola tidur dan istirahat Adanya nyeri dada, sesak nafas dan
peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur
dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan
rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang
mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya. 6) Pola hubungan dan peran Akibat
dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran, misalkan
pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya
sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya.
Disamping itu, peran pasien di masyarakat pun juga mengalami perubahan dan
semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien. 7) Pola persepsi dan
konsep diri Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya
sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam,
pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya
dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif
terhadap dirinya. 8) Pola sensori dan kognitif Fungsi panca indra pasien tidak
mengalami perubahan, demikian juga dengan proses berpikirnya. 9) Pola
reproduksi seksual Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks
intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah
sakit dan kondisi fisiknya masih lemah. 10) Pola penanggulangan stress Bagi
pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan
mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya
atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya. 11) Pola
tata nilai dan kepercayaan Sebagai seorang beragama pasien akan lebih
mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini
adalah suatu cobaan dari Tuhan.
h. Pemeriksaan fisik 1) B1 (breath) Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk
hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar,
pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax
kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung
meningkat dan Px biasanya dyspneu. Fremitus tokal menurun terutama untuk
effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga
ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Suara
perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak
mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis
lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk.
Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan
dada, kurang jelas di punggung. Auskultasi Suara nafas menurun sampai
menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya
ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-
tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah
lagi dengan tanda i

e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar
suara e sengau, yang disebut egofoni. Pada sistim ini terdapat nafas dangkal,
pembentukan mucus yang berlebih, sulit mengelurkan secret, meningkatnya
viskositas atau kekentalan secret. Perlu kita kaji juga jika cairan lebih dari 500cc
biasanya akan kita dapati penurunan pergerakan hemi torak yang sakit, fremitus
suara dan suara nafas melemah. Cairan yang lebih dari 1000cc dapat
menyebabkan dada cembung dan egofoni (dengan syarat cairantidak memenuhi
seluruh rongga pleura). Jika cairan lebih dari 2000cc, suara nafas
melemah/menurun, mungkin menghilang sama sekali dan mediasinum terdorong
ke arah paru yang sehat. Tetapi perlu kita ketahui bahwa cairan pleura yang
kurangdari 300cctidak member tanda-tanda fisik yang nyata. 2) B2 (blood) Pada
inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS

5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung
frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur
tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus
cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar
pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau
ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau
gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
Adakah peningkatan tekanan osmotic koloid yang menurun dalam darah misalnya
pada pasien hipoalbuminemi. Apakah terjadi peningkatan permeabilitas kapiler
misalnya pada keradangan atau neoplasma, tekanan hidrostatis dipembuluh darah
ke jantung/vena pulmonalis misalnya pada kegagalan jantung kiri, tekanan
negative intra pleura. 3) B3 (brain) Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji
Disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau
somnolen atau comma. refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks
fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan. Faktor usia
(sudah tua/usia anak-anak) dapat menyebabkan atelektasis obstruksi dan kondisi
tubuh dengan kesadaran menurun (pengaruh anastesi) yang mengakibatkan
kelemahan otot-otot nafas sehingga tidak dapat mengeluarkan sumbatan pada
jalan nafas atau bisa juga menghambat rangsangan batuk. Dan pada gas-gas
anastesi dan oksigen yang di absorpsi juga bisa dengan cepat akan
mempersingkat ventiasi kolateral. 4) B4 (blader) Pada pemeriksaan blader perlu
diperhatikan adanya retensi urinaria, keseimbangan input dan output cairan yang
seimbang. Adakah nyeri tekan atau lepas pada blast. 5) B5 (bowel) Pada inspeksi
perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol
atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada
tidaknya benjolan-benjolan atau massa. Auskultasi untuk mendengarkan suara
peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu
juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces),
turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba,
juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanik, adanya massa padat
atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).
6) B6 (bone) Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi
pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan. Dan
perlu kita ketahui juga adakah gangguan tentang batas kekuatan pasian dalam
melakukan kegiatan aktivitas sehari-hari.
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak sianosis akibat adanya
kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan
kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian tekstur kulit (halus-lunak-kasar) serta
turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang. i. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan medis dan laboratorium
1. Pemeriksaan Radiologi
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak
bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan
kostofrenikus. Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari
300 cc, frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk
memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral
dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit.
2. Biopsi Pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan melalui
biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel
ganas atau kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan
tumor pleura). j. Pemeriksaan Laboratorium Dalam pemeriksaan cairan pleura
terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
1. Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat

Eksudat
Kadar protein dalam efusi < 3 > 3 Kadar protein dalam efusi < 0,5 > 0,5 Kadar
protein dalam serum Kadar LDH dalam efusi ( IV ) < 200 .> 200 Kadar LDH
dalam efusi < 0,6 > 0,6 Kadar LDH dalam serum Berat jenis cairan efusi <1,06 >
1,06 Hasil tes revalta - + Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia
diperiksakan juga cairan pleura : a. Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah
pada penyakit-penyakit infeksi,
arthritis reumatoid dan neoplasma b. Kadar amilase. Biasanya meningkat pada
paulercatilis dan metastasis adenocarcinona 2. Analisa cairan pleura a. Transudat :
jernih, kekuningan b. Eksudat : kuning, kuning-kehijauan c. Hilothorax : putih
seperti susu d. Empiema : kental dan keruh e. Empiema anaerob : berbau busuk f.
Mesotelioma : sangat kental dan berdarah 3. Perhitungan sel dan sitologi Leukosit
25.000 (mm3): empiema Banyak Netrofil: pneumonia, infark paru, pankreatilis,
TB paru Banyak Limfosit: tuberculosis, limfoma, keganasan. Eosinofil
meningkat: emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur Eritrosit :
mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan tampak kemorogis, sering
dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3
menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan. Misotel banyak : Jika
terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan. Sitologi : Hanya 50 - 60 %
kasus- kasus keganasan dapat ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih
terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme obstruksi, . 4.
Bakteriologis Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah
pneamo cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB
kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif
sampai 20 % .
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura . 2. Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sehubungan dengan
peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu makan akibat sesak nafas
sekunder terhadap penekanan struktur abdomen . 3. Cemas sehubungan dengan
adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
4. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan
sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan . 5. Ketidakmampuan melakukan
aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah) . 6.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan
kurang terpajang informasi .
3. Intervensi dan Rasionalisasi

1. Diagnosa Keperawatan I
Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura. Tujuan : Pasien
mampu mempertahankan fungsi paru secara normal Kriteria hasil : Irama,
frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar
X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
¨ Identifikasi faktor penyebab.
Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis
effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
¨ Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan
yang terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita
dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
¨ Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala
tempat tidur ditinggikan 60

90 derajat.
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru
bisa maksimal.
¨ Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan
fungsi paru.
¨ Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-
paru.
¨ Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan
otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
¨ Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O
2
dan obat-obatan serta foto thorax.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah
terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan
dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.
2. Diagnosa Keperawatan II
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan
akibat sesak nafas. Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria hasil : Konsumsi
lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil laboratorium dalam
batas normal.
¨ Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya,
kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi
bagi tubuh.
¨ Auskultasi suara bising usus.
Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya
gangguan pada fungsi pencernaan.
¨ Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
¨ Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.
¨ Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak
selingan memudahkan reflek.
¨ Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it TKTP
Rasional : Di’it TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan
pembentukan
antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.
¨ Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya
(zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari
kebutuhan.
Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam
lemak dalam tubuh.
3. Diagnosa Keperawatan III

Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang


dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas). Tujuan : Pasien mampu
memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan. Kriteria
hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan
keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur
dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.
¨ Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler. ¨
Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.
Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak
kerjasama dalam perawatan.
¨ Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
¨ Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.
Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat
bermanfaat dalam mengatasi stress.
¨ Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.
Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
¨ Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang
dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
¨ Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.
Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah
teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.
4. Diagnosa Keperawatan IV
Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan
nyeri pleuritik. Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat
terpenuhi. Kriteria hasil : Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan
nyaman tanpa mengalami gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam
waktu 30-40 menit dan pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per
hari.
¨ Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar
peredaran O
2
dan CO
2
.
¨ Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan
pasien sebelum dirawat.
Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan
mengganggu proses tidur.
¨ Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.
Rasional : Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.
¨ Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
Rasional : Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan terhadap kondisi
pasien.
5. Diagnosa Keperawatan V
Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan
keletihan (keadaan fisik yang lemah). Tujuan : Pasien mampu melaksanakan
aktivitas seoptimal mungkin. Kriteria hasil : Terpenuhinya aktivitas secara
optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat, personel hygiene pasien cukup.
¨ Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta
adanya perubahan tanda-tanda vital.
Raasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan
aktivitas.
¨ Bantu Px memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.
¨ Awasi Px saat melakukan aktivitas.
Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan
selanjutnya.
¨ Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.
Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.
¨ Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan
istirahat.
Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.
¨ Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.
Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan
pasien pada kondisi normal.
6. Diagnosa Keperawatan VI
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan
kurangnya informasi. Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan
aturan pengobatan.
Kriteria hasil : Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah. PX
dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan
evaluasi medik. Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan
menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya
masalah.
¨ Kaji patologi masalah individu.
Rasional : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan
pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi
terapeutik.
¨ Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang.
Rasional : Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan
keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.

¨ Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh,
nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).
Rasional : Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk
mencegah, menurunkan potensial komplikasi.

¨ Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).
Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan
dapat mencegah kekambuhan. Daftar pustaka
Smeltzer,dkk. 2002.
Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah
. Jakarta: EGC. Brunner & Suddart. 2002.
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
. Jakarta: EGC Carpenito, Lynda Juall. 1995.
Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6
. EGC; Jakarta Engram,Barbara. 1999.
Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I
. Kedokteran EGC: Jakarta Gibson, John. 1995.
Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat
. EGC ; Jakarta Tjokronegoro, Arjatmo, dkk. 1994 .
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
. Jakarta : FKUI Sudoyo, Aru W, dkk. 2007.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
. Jakarta : FKUI Susan Martin Tucker.1998.
Standar Perawatan Pasien
. EGC ; Jakarta Marrilyn. E. Doengus. 1999.
Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.
EGC ; Jakarta

Anda mungkin juga menyukai