Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

DISKUSI

Telah dilaporkan sebuah kasus atas nama Ny.SF berusia 48 tahun dengan

diagnosis mioma uteri + hiperplasia endometrium yang dirawat di ruang nifas RSUD

Ulin Banjarmasin. Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Pasien sebelumnya mengeluhkan perdarahan tidak berhenti-henti sejak ± 5

bulan SMRS. Mulanya pada 4 tahun SMRS pasien merasa perdarahan haid menjadi 1

minggu lebih. Dalam 5 bulan SMRS pasien merasa perdarahan sudah tidak normal/1x

mens = 8 softex/hari). ± 3 bulan SMRS pasien disertai dengan perbesaran perut +

disertai nyeri perut terutama saat menstruasi.

Dari data anamnesis di atas, pasien kemungkinan mengalami mioma uteri +

hiperplasia endometrium. Hal ini didasari teori terkait mioma uteri yang disesuaikan

dengan anamnesis yang didapat pada pasien yaitu Hipermenore, menometroragia

adalah merupakan gejala klasik dari mioma uteri. Dari penelitian multisenter yang

dilakukan pada 114 penderita ditemukan 44% gejala perdarahan, yang paling sering

adalah jenis mioma submukosa, sekitar 65% wanita dengan mioma mengeluh

dismenore, nyeri perut bagian bawah, serta nyeri pinggang. 3

Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan

menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak ditemukan bukti yang

menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan peningkatan luas permukaan

52
endometrium atau kerana meningkatnya insidens disfungsi ovulasi. Teori yang

menjelaskan perdarahan yang disebabkan mioma uteri menyatakan terjadi perubahan

struktur vena pada endometrium dan miometrium yang menyebabkan terjadinya

venule ectasia.3

Faktor risiko terjadinya mioma uteri pada kasus ini terutama adalah usia dan

Paritas pasien. Berkaitan dengan usia yaitu frekuensi kejadian mioma uteri paling

tinggi antara usia 35-50 tahun yaitu mendekati angka 40%, sangat jarang ditemukan

pada usia dibawah 20 tahun. Kemudian faktor risiko lain yang terkait adalah paritas

dimana pasien dalam kasus ini pernah hamil hanya 1 kali sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya

untuk terjadinya perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah

hamil atau satu kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada

wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali.3

Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya konjungtiva anemis, dan dari

pemeriksaan ginekologi inspeksi ditemukan adanya abdomen cembung dan distensi

abdomen, kemudian pada palpasi ditemukan fundus uteri tidak teraba, Massa teraba

at regio suprapubic, ukuran ±4 jari, mobile, permukaan teraba rata dan keras. Tidak

didapatkan adanya nyeri. Dan pada saat dilakukan Inspekulo ditemukan adanya

darah dari vagina, Portio licin. Hal ini sesuai dengan teori manifestasi klinis yang

terdapat pada mioma uteri umumnya diketahui terabanya massa pada bagian perut

bawah.

Pada kasus ini telah dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang sebelum

pasien dirawat inap berupa pemeriksaan USG abdomen dan ginekologi, laboratorium

53
darah lengkap serta kimia darah. Pada pemeriksaan USG abdomen dan ginekologi

ditemukan adanya mioma uteri dan hiperplasia endometrium. Menurut teori, dari

gambaran USG Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang

mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Pada

pemeriksaan laboratorium darah lengkap serta kimia darah, ditemukan kadar

hemoglobin yang menurun yaitu 10,2 g/dl. Hasil ini menunjukan adanya anemia,

pasien tidak menunjukan gejala syok yang menunjukan anemia pada kasus ini terjadi

secara kronis, karena penyakit yang dideritanya. Anemia merupakan akibat paling

sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya

cadangan zat besi.3

Tatalaksana awal yang dilakukan untuk kasus ini adalah rencana tindakan

operatif berupa laparotomi dan TAH (Total Abdominal Histerektomi). Kemudian

pada hari ke-2 perawatan, dilakukan laparotomi dan TAH (Total Abdominal

Histerektomi). Histerektomi, adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan

terpilih. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan

timbulnya karsinoma servisis uteri. Dalam prosedur pengangkatan rahim, tiga

kelompok pasien harus dibedakan yaitu pasien asimtomatik yang hadir dengan

Subfertilitas, pasien simtomatik yang menginginkan hamil di masa depan, dan pasien

simtomatik yang ingin mempertahankan rahim mereka terlepas dari tahap reproduksi

dan menopause.3,8

54
Gambar 4.1. Algoritma Manajemen Mioma Uteri.11

Selanjutnya pasien mendapatkan terapi post operasi berupa IVFD RL 20 tpm,

Injeksi Ceftriaxone 2x1 gr, Injeksi Ketorolac 3x30 mg, PO. SF 2x1, Mobilisasi,

Rawat luka / hari, Monitor Keluhan/vital sign/fluksus dan Diet TKTP Penegakkan

diagnosis pasti menunggu hasil pemeriksaan PA dari beberapa jaringan yang telah

diambil saat operasi untuk menetapkan rencana terapi selanjutnya.

Setelah dirawat selama 9 hari, dan menjalani observasi pasca operasi selama 6

hari, kondisi pasien membaik. Saat ini pasien telah dipulangkan dan diminta untuk

kontrol kembali ke poliklinik setelah hasil pemeriksaan PA selesai untuk menentukan

terapi selanjutnya.

55

Anda mungkin juga menyukai