Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan

tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.9

Fraktur depressed diartikan sebagai fraktur dengan tabula eksterna pada

satu atau lebih tepi fraktur terletak di bawah level anatomik normal dari

tabula interna tulang tengkorak sekitarnya yang masih utuh. Jenis fraktur

ini terjadi jika energi benturan relatif besar terhadap area benturan yang

relatif kecil. Misalnya benturan oleh martil, kayu, batu pipa besi.10 Fraktur

depressed terjadi dari gaya yang terlokalisir pada satu tempat di kepala.

Ketika gaya tersebut cukup besar, atau terkonsentrasi pada daerah sempit,

tulang terdesak ke bawah, sehingga menghasilkan fraktur depressed.

Keadaaan tersebut tergantung dari besarnya benturan dan kelenturan

tulang kepala.8

B. Anatomi

Anatomi dari lapisan kranial adalah :11

1. Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu :

a. Skin atau kulit

b. Connective Tissue atau jaringan penyambung

c. Aponeurosis atau galea aponeurotika

d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar


e. Perikranium yang terdiri atas 3 lapisan, yaitu: tabula eksterna, diploe,

tabula interna.

2. Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3

lapisan yaitu : duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah selaput

yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada

permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput

araknoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang

subdural) yang terletak antara duramater dan araknoid, dimana sering

dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh

vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di

garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan

menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan

darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-

sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri-arteri meningea

terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang

epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi

pada arteri-arteri ini dan dapat menyebabkan perdarahan epidural. Yang

paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang

terletak pada fosa temporalis (fosa media). Dibawah duramater terdapat

lapisan kedua dari meningen, yang tipis dan tembus pandang disebut

lapisan araknoid. Lapisan ketiga adalah piamater yang melekat erat pada

permukaan korteks serebri.

3. Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum

terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri
yaitu lipatan duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada

hemisfer serebri kiri terdapat pusat bicara manusia. Hemisfer otak yang

mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan. Lobus

frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fiungsi motorik, dan pada sisi

dominan mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan

dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur

fungsi memori. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses

penglihatan. Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan

medula oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem

aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada

medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik, yang terus memanjang

sampai medulla spinalis dibawahnya. Lesi yang kecil saja pada batang

otak sudah dapat menyebabkan defisit neurologis yang berat. Serebelum

bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan, terletak

dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula spinalis, batang otak,

dan juga kedua hemisfer serebri.

Gambar 1. Anatomi lapisan kranial


C. Epidemiologi

Di Amerika Serikat (2004) trauma kapitis menyumbang sekitar

40% dari semua kematian karena cedera akut. Setiap tahunnya 200.000

korban trauma kapitis perlu dirawat inap, dan 1,74 juta orang mengalami

trauma kapitis ringan yang masih bisa bekerja seperti biasa.12 Penelitian

Ingebrigtsen di Rumah Sakit Universitas Tromso (1998) Swedia Utara

terdapat rasio penderita trauma kapitis laki-laki dibandingkan dengan

perempuan yaitu 1,7:1 yang disebabkan jatuh (62%), kecelakaan lalu lintas

(21%), dan serangan (7%).13 Insiden fraktur tulang tengkorak rata-rata 1

dari 6.413 penduduk (0.02%), atau 42.409 orang setiap tahunnya. Sejauh

ini fraktur linear adalah jenis yang banyak, terutama pada anak usia

dibawah 5 tahun di Amerika Serikat.12 Fraktur depressed tersering terjadi

pada frontoparietal (75%), dan juga dapat terjadi pada bagian temporal

(10%), occipital (5%), dan lainnya (10%). Sebagian besar dari fraktur

depressed adalah fraktur terbuka (75-90%).8

D. Etiologi

Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi

kemampuan tulang dalam menahan tekanan. Tekanan pada tulang dapat

berupa tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau

oblik, tekanan membengkok yang menyabkan fraktur transversal, tekanan

sepanjang aksis tulang yang menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau

fraktur dislokasi, kompresi vertical dapat menyebabkan fraktur kominutif

atau memecah, misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle
pada anak-anak. Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya

meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem.

Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang

berlebihan pada tulang.10 Penyebab umum untuk fraktur akibat trauma

kapitis adalah jatuh (28%), kecelakaan kendaraan bermotor

(20%), pedestrian impact (19%), dan penyerangan (11%).14

E. Patomekanisme10

Luas dan tipe fraktur ditentukan oleh beberapa hal :

1. Besarnya energi yang membentur kepala (energy kinetic objek)

2. Arah benturan

3. Bentuk tiga dimensi (geometris) objek yang membentur

4. Lokasi anatomis tulang tengkorak tempat benturan terjadi.

Energi sebesar 454 kg/m2 sudah dapat meyebabkan fraktur. Adanya

fraktur tulang tengkorak tidak menggambarkan beratnya cedera otak yang

terjadi, demikian juga sebaliknya. Ketebalan dan elastisitas jaringan tulang

menentukan kemampuan tulang tersebut untuk menyesuaikan diri dengan

proses perubahan bentuk (deformasi) saat benturan. Hal ini juga

dipengaruhi oleh umur, dengan pertambahan usia maka elastisitas jaringan

tulang akan berkurang.

Pada saat benturan, terjadi peristiwa penekanan pada tabula

eksterna di tempat benturan dan peristiwa peregangan pada tabula interna.

Peristiwa peregangan tabula interna ini tidak hanya terbatas di bawah

daerah kontak, tetapi meliputi seluruh tengkorak. Jika peregangan ini


melebihi kemempuan deformasi tulang tengkorak, terjadilah fraktur. Oleh

sebab itu, peristiwa fraktur pada tulang tengkorak berawal dari tabula

interna yang kemudia disusul oleh tabula eksterna. Pada fraktur depressed

fragmen dari fraktur masuk ke rongga intrakranial minimal setebal tulang

fragmen tersebut dimana tabula eksterna pada satu atau lebih tepi fraktur

terletak di bawah level anatomik normal dari tabula interna tulang

tengkorak sekitarnya yang masih utuh.

F. Diagnosis

1. Anamnesis

Anamnesis dapat dilakukan pada penderita sendiri atau keluarga pasien

karena seringkali pasien dengan fraktur tulang tengkorak mengalami

penurunan kesadaran. Oleh karena trauma tulang tengkorak merupakan

kasus gawat darurat, anamnesis dapat dilakukan setelah dilakukan Primary

Survey terhadap pasien. Tanyakan bagaimana mekanisme kejadian, apa

yang membentur kepala, arah benturan, dan bagian kepala mana yang

terkena. Dapat juga ditanyakan tanda atau gejala tambahan yang bisa

terjadi pada trauma tulang tengkorak, seperti: ada pingsan, kejang, pusing,

sakit kepala, hilang keseimbangan, mual, muntah.15 Namun, kira-kira 25%

dari pasien dengan fraktur depressed tidak didapatkan adanya kehilangan

kesadaran, dan 25% lainnya didapatkan ada kehilangan kesadaran kurang

dari satu jam.8

2. Pemeriksaan Fisik11

Primary survey (ABCDE) :


A : airway, menjaga airway dengan control servikal

B : breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi dan oksigenasi

C : circulation dengan control perdarahan

D : disability = status neurologis

E : exposure dengan membuka pakaian pasien untuk melihat daerah mana

saja yang terkena

Secondary survey (AMPLE):

A : alergi

M : medikasi (obat yang sedang dikonsumsi pasien)

P : past illness (penyakit penyerta)

L : last meal

E : environment (tempat/lingkungan yang berhubungan dengan kejadian)

Setelah dilakukan Primary and Secondary survey maka dapat dilakukan

pemeriksaan fisik pada pasien. Pada daerah kepala bisa terdapat luka atau

hematom, perdarahan atau keluar cairan dari hidung, telinga, sekitar mata

dan belakang telinga yang menandakan adanya fraktur pada daerah basis.11

Ukuran diameter pupil bisa berubah, isokor atau anisokor, tidak bereaksi

terhadap cahaya, dan bisa ada gangguan penglihatan. Periksa juga apakah

ada jejas dan kekakuan pada leher.15

3. Pemeriksaan Penunjang8

Selain pemeriksaan analisa lab darah, dapat dilakukan pemeriksaan

pencitraan. Pemeriksaan pencitraan yang dapat dilakukan adalah X-ray,

CT-scan dan MRI. Fraktur pada vertex akan lebih terlihat pada X-ray,

namun kriteria standar untuk diagnosis fraktur pada tulang kepala adalah
dengan menggunakan CT-scan. Pemeriksaan MRI digunakan apabila ada

kecurigaan kelainan pada ligamen atau pembuluh darah.

Gambar 2. CT-scan fraktur depressed

G. Penatalaksanaan8,16

Setiap pasien yang mengalami trauma kapitis harus diobservsi

selama kurang lebih 4 jam. Di bawah ini adalah kriteria minimal untuk

dilakukan pemeriksaan CT scan dan pasien masuk rumah sakit :

1. hilang kesadaran (post-traumatic amnesia) lebih dari 10 menit

2. rasa mengantuk yang terus-menerus

3. deficit neurologis fokal

4. fraktur tulang tengkorak

5. mual atau muntah terus menerus setelah 4 jam obsrvasi

6. ada tanda patologis yang didapatkan dari hasil CT scan

7. jika pasien tidak memiliki perawatan yang adekuat di rumah

Manajemen lebih lanjut untuk pasien-pasien seperti ini adalah

obeservasi dengan baik; observasi neurologis harus dicatat dalam grafik

yang menampilkan Glasgow Coma Scale. Jika terdapat periode yang

signifikan dari kehilangan kesadaran, atau jika pasien terus menerus


mengantuk, tindakan di bawah ini harus dilakukan untuk meminimalisai

edema serebri :

1. elevasi kepala 20°

2. evaluasi patologi intracranial; tindakan yag lebih lanjut dilakukan

berdasarkan hasil evaluasi.

Pada fraktur depressed gabungan terjadi, maka antibiotik

profilaksis dan tetanus profilaksis harus diberikan, dan tindakan operasi

dengan general anestesi, harus dilakukan secepat mungkin. CT scan per-

operatif tidak hanya menunjukkan fraktur pada fragmen tulang tengkorak

tetapi juga adanya kelainan patologi di intrakranial.

Craniotomy adalah potongan yang dilakukan pada kranium. Saat

operasi dibuat suatu flap yang memungkinkan akses ke dura di bawahnya.

Selain untuk melakukan elevasi pada segmen tulang yang terkena,

craniotomy juga dilakukan untuk mengevakuasi hematoma, mengeluarkan

benda asing dari dalam tulang kepala dan menutup bolongan pada basis

kranii untuk mengobati atau mencegah terjadinya perembasan CSF. Pada

dewasa, indikasi dilakukannya elevasi adalah ketika segmen lebih cekung

dari 8-10 mm (atau melebihi ketebalan dari tulang), terdapat defisit

neurologis, perembasan CSF, dan pada fraktur terbuka.

Pada perioperatif, luka pada kulit kepala haus dibersihkan dan

dilakukan debridemen, dan fragmen tulang diangkat. Jika duramater

tertekan, atau fragmen tulang masuk ke dalam otak, harus dilakukan

debridemen dengan cermat dan diperoleh hemostasis. Diharapkan dura

harus ditutup dan ini mungkin memerlukan penggunaan tambalan dari


perikranium atau fascia lata dari paha. Jika luka dan fragmen tulang

terkontaminasi berat, dan jika ada keterlambatan operasi, tulang tidak

boleh diganti dan kranioplasti rekonstruksi mungkin diperlukan setelah itu.

Jika fraktur depressed tertutup tidak ada urgensi untuk dilakukan elevasi

fragmen tulang, dan terbukti tidak ada komplikasi intrakranial. Ada

kontroversi terhadap pendapat bahwa fragmen pada fraktur depressed

dapat mengarah ke epilepsy akibat addanya tekanan terus menerus ke otak.

Terkadang, craniectomy dilakukan ketika otak yang terdapat di bawahnya

juga terkena dan bengkak. Pada kasus ini cranioplasty perlu dilakukan di

kemudian hari.

Fraktur depressed yang terjadi pada anak tanpa kelainan neurologis

akan sembuh dengan baik dan tidak memerlukan tindakan operasi.

Pengobatan terhadap kejang dianjurkan apabila kemungkinan terjadinya

kejang. Balita dan anak dengan fraktur depressed terbuka memerlukan

intervensi bedah (craniotomy). Kebanyakan dokter bedah saraf akan

mengelevasi fraktur apabila segmen cekung lebih dari 5 mm dibandingkan

dengan tulang yang disekitarnya. Indikasi lain operasi pada anak adalah

ketika terdapat penetrasi dari dura, defek kosmetik yang persisten dan

terdapatnya defisit neurologis fokal. Indikasi untuk dilakukannya elevasi

yang segera adalah ketika terdapat kontaminasi yang masif, ataupun

terdapatnya hematoma.
Gambar 3. Craniotomy

H. Komplikasi8

Pasien dengan fraktur terbuka yang terkontaminasi dan ditangani

dengan tindakan bedah, perlu dipantau 2-3 bulan setelah operasi dengan

dilakukannya beberapa kali CT-scan, untuk melihat apakah terbentuk

abses. Pemantauan juga dilakukan untuk memastikan apakah terjadi

komplikasi fraktur tulang kepala, seperti infeksi ataupun kejang. Resiko

epilepsi pada fraktur depressed adalah 15%, tetapi 3 sampai 70%

tergantung pada patologi intrakranial dari trauma yang terjadi.

Kemungkinan terjadinya kejang kecil namun kemungkinan ini meningkat

apabila pasien kehilangan kesadaran lebih dari 2 jam, dan ketika terdapat

robekan pada dura.

G. Prognosis16

Walaupun fraktur tulang tengkorak memiliki resiko potensial yang

signifikan terhadap cedera nervus kranialis dan vaskuler serta cedera otak

secara langsung, sebagian besar fraktur tulang tengkorak adalah fraktur

linear dan tidak berhubungan dengan epidural hematoma. Kebanyakan

fraktur tulang tengkorak, termasuk fraktur depressed, tidak membutukan


tindakan operatif. Oleh karena itu, setiap komplikasi berhubungan dengan

prognosis yang jelek jika fraktur primer tidak terdiagnosa pada saat

pemeriksaan.

Anda mungkin juga menyukai