Anda di halaman 1dari 5

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


Jl. R. A. Kartini No.11 A, Salatiga 50711
Jawa Tengah Indonesia
Telepon : (0298) 324-861; Fax : (0298) 321728
E-mail :fkikuksw@adm.com

BIOFISIK

Engelien Milannia Gigir1 , Catherina Frisca2 , Arlissha Sharon Pariama3


1,2,3
Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen Satya Wacana

472017031

ABSTRACT

Keywords :

ABSTRAK

Kata kunci :

PENDAHULUAN

kenampakan, kesegaran, tekstur, serta cita rasa makanan. Kadar abu merupakan sisa residu inorganic

Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi
“acceptability”, kenampakan, kesegaran, tekstur, serta cita rasa makanan (Legowo dan Nurwantoro,
2004). Kadar air merupakan factor penting dalam kualitas makanan, kestabilan dan ketahanan terhadap
kerusakan 1.

Air dalam bahan makanan ada 3 bentuk, yaitu air bebas, air terikat lemah atau air teradsorbsi, air
terikat kuat. Air yang terukur pada bahan makanan adalah air bebas dan air teradsorbsi. Makin tinggi
kadar air, maka tinggi Aw. Hubungan nya bukan linier tapi sigmod karena kadar air dalam persen (0-
100%), nilai Aw dalam angka decimal (0-0.1).

Dalam beberapa jenis makanan, terdapat kadar air yang tinggi, tetapi pada makanan kering,
seperti susu bubuk, dendeng, dan kerupuk, kadar air harus di jaga untuk menghindari kerusakan baik
secara kimiawi atau biologis. Oleh karena itu, makakadar analisa air sangat penting untuk.

Banyak metode yang digunakan untuk analisa kadar air, baik yang konvensional hingga yang
modern. Tujuan nya adalah untuk mendapatkan hasil analisa yang lebih cepat, lebih akurat, dan lebih
tepat dari metode-metode terdahulunya. Umum nya metode analisa kadar air dalam bahan makanan
dikelompokan kedalam 4 kelompok, yakni : metode termogravimetri, metode kimiawi, metode
spektrokopis, dan metode lain (fisis).

Analisa terhadap elemen-elemen dalam bahan makanan dilakukan secara rutin untuk menilai
kemungkinan implikasi nya sebagai nutrisi atau justru beracun. Analisa ini sangat penting untuk
memberikan masukan kepada pemerintah dalam merumuskan peraturan yang berkaitan dengan kualitas
suatu produk makanan. Pada kadar tertentu, suatu elemen bisa menutrisi, tetapi pada level yang lebih
tinggi dapat bersifat toksik. Elemen dalam bahan makanan sering didefinisikan sebagai ‘logam’ atau

1
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
Jl. R. A. Kartini No.11 A, Salatiga 50711
Jawa Tengah Indonesia
Telepon : (0298) 324-861; Fax : (0298) 321728
E-mail :fkikuksw@adm.com

‘logam berat’. Akan tetapi penggunaan kedua istilah ini kemudian dihentikan karena arti dari kedua
tersebut tidak selalu dimengerti 2.

Kadar abu merupakan sisa residu inorganic setelah pembakaran atau oksidasi bahan organic.
Akibat kandungan bahan organic dan air terdapat dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan bahan
inorganic, yakni 96% 3, maka kadar abu dalam suatu bahan makanan terdapat dalam jumlah yang sangat
kecil. Kadar masing-masing mineral dalam total abu yang di hasilkan dari suatu proses pembakaran atau
oksidasi juga berbeda-beda. Ada mineral yang terdapat dalam jumlah besar, tetapi ada yang dalam jumlah
sangat kecil 2.

Tujuan dari praktikum kadar air dan kadar abu adalah : untuk menganalisis kadar air dalam
beberapa sampel makanan dengan metode pengeringan secara baik dan benar dan untuk menghitung
kadar abu total dari beberapa sampel serealia dengan menggunakan krus terbuka dan krus tertutup.

METODE

2.1. Waktu dan Tempat

Praktikum dilaksanakan pada hari Rabu, 31 Januari 2018, pukul 10.00-12.00 WIB di
Laboratorium Biokimia, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen Satya Wacana.

2.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pipet tetes, jarum, tabung reaksi, mikroskop, dan
preparat. Bahan bahan yang digunakan adalah akuades, larutan NaCl 3%, larutan NaCl 5%, larutan NaCl
20%,

2.3. Prosedur

2.3.1. Bobot Jenis

Mengisi akuades ke dalam gelas ukur kurang lebih 60 – 89 mL dan mencatat suhu akuades
kemudian memasukkan hydrometer dan membaca angka BJ pada skala BJ. Melakukan koreksi apabila
suhu akuades berbeda dengan yang tercatat pada hydrometer. Melakukan hal yang sama untuk larutan
NaCl 3%, larutan NaCl 5%, air hujan, air kelapa, air sungai, air sumur, dan urin. Mencatat BJ masing
masing cairan dan mendiskusikan hasil

2.3.2. Tegangan Permukaan Cairan

Meletakkan satu jarum pada cawan petri kemudian dengan hati hati mengisi cawan petri dengan
akuades sehingga jarum terapung. Mengulangi dengan menukar akuades dengan cairan empedu, minyak
kelapa, air sungai, dan larutan detergen. Kemudian mendiskusikan hasil pengamatan. Menghitung jumlah

2
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
Jl. R. A. Kartini No.11 A, Salatiga 50711
Jawa Tengah Indonesia
Telepon : (0298) 324-861; Fax : (0298) 321728
E-mail :fkikuksw@adm.com

tetesan dari 2 mL akuades menggunakan pipet tetes. Memegang pipet dengan lurus. Melakukan hal yang
sama untuk larutan NaCl 20%, alcohol, minyak tanah dan air sabun

2.3.3 Emulsi

Mengisi minyak kelapa pada satu tabung reaksi dan air dengan volume yang sama kemudian
mengocok sampai kedua larutan tersebut serba sama. Mengulangi percobaan yang sama dengan
mencampurkan minyak kelapa dengan sabun. Memperhatikan emulsi masing masing percobaan tersebut.
Mengamati susu segar dalam tabung reaksi. Mengamati setetes susu segar di bawa mikroskop

HASIL

3.1. Bobot Jenis

3.2. Tegangan Permukaan Cairan

3.3. Emulsi

PEMBAHASAN

Hasil pengamatan penentuan kadar air menunjukkan bahwa kedelai memiliki kadar air tertutup
sebesar 78,87% dan yang terbuka memiliki nilai kadar air 11,49%. menurut astawan (2013), kedelai
memiliki kadar air yang berbeda – beda tergantung jenis dari kedelai itu sendiri, proses penanganan,
pengeringan, Menyimpanan dan pendistribusian. Kadar air kedelai yaitu < 13% sehingga dapat diketahui
bahwa hasil poenentuan kadar air yang dilakukan pada praktikumini telah memenuhi syarat pada yang
terbuka yaitu kadar airnya berada dibawah 13% yakni sebesar 11,49%. Menurut SNI -01-6231-2002
kadar air kedelai yang di persyaratkan adalah maksimal 11%.

Penentuan kadar air dengan metote pengeringan atau oven ini cukup mudah dan murah namun
memiliki kelemahan diantaranya bahan air selain air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama uap air.
Selain itu, dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air dan zat mudah menguap lain.
Dengan metode ini bahan yang mengandung senyawa yang dapat mengikat air secara kuat sulit
melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air suatu bahan
pangan adalah daya simpan bahan, air bebas dan air terikat, kadar air basis basah dan kering, aktifitas air,
kelembaban relatif dan kelembaban mutlak serta sifat fisik dari bahan.penentuan kadar air suatu bahan
pangan bergantung pada sifat bahan pangan itu sendiri. Penentuan ini terkadang tidak mudah dilakukan
karena terdapat bahan yang mudah menguap. Dari bahan yang telah di uji kadar airnya maka bahan yang

3
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
Jl. R. A. Kartini No.11 A, Salatiga 50711
Jawa Tengah Indonesia
Telepon : (0298) 324-861; Fax : (0298) 321728
E-mail :fkikuksw@adm.com

kadar airnya rendah memiliki daya simpan yang lebih baik. Kedelai adalah bahan yang kadar airnya
rendah dan daya simpanya lebih lama.

Hasil yang diperoleh dalam penentuan kadar abu pada kedelai yaitu berat bahan akan diketahui
kadar abu sebanyak 5 gram. Sebelum dilakukan pengabuan sebesar 5,0188 gram dan setelah diabukan
beratnya 35,0616 gram, jadi total kadar abu pada kedelai terbuka 4,7501 % dan yang tertutup 263,29.
Hasil ini didapat dari proses pembakaran yang telah dilakukan beberapa jam dan penimbangan secara
berkala sehingga mencapai berat yang konstan. Kadar abu dapat ditentukan dengan membandingkan berat
kedelai setelah mengalami pembakaran yaitu 35,0616 gram dengan berat kedelai sebelum mengalami
pembakaran yaitu 5,0188 gram kemudian dikalikan 100 %, maka diperoleh kadar abu adalah 263,29%
pada yang tertutup dan 4,7501% pada yang terbuka. Hasil yang didapat dari proses pengujian tersebut
dapat membuktikan bahwa dalam segi kandungan kadar abu bahan pangan tersebut masih layak untuk
dikonsumsi karena tidak melewati batas maksimum. Hal ini dipertegas oleh anonim (2011b) yang
memaparkan bahwa Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk bahan pangan kedelai memiliki maksimal
14% kandungan kadar abunya.

Penentuan kadar air dilakukan dengan metode oven. Prinsip kerja oven pengering adalah bahwa
air yang terkandung dalam suatu bahan akan menguap bila bahan tersebut dipanaskan pada suhu 105˚C
selama waktu tertentu. Penentuan kadar abu dilakukan dengan metode tanur. Prinsip kerja tanur adalah
dengan menggunakan tanur ( 500˚C – 600 ˚C) selama ± 3 jam. Pada metode ini, air dan
bahan volatile lain diuapkan kemudian zat- zat organik dibakar hingga menghasilkan CO2, H2O dan N2.

Saat melakukan praktikum dengan menggunakan porselen yang terbuka, maka uap yang terdapat
dalam porselen tersebut akan keluar sehingga tidak mempengaruhi kadar air yang terdapat di suattu bahan
makanan. Sedangkan pada porselen yang tertutup, ini menunjukan bahwa uap yang di hasilkan tidak akan
menguap keluar, melainkan akan tetap di dalam cawan porselen tersebut. Sehingga dapat mengakibatkan
penambahan kadar air pada suatu bahan makanan.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktikum ini adalah total kadar air terbuka dan tertutup adalah 11,49% dan
78,87%. Kadar abu terbuka dan tertutup memliki nilai sebanyak 4,7501% dan 263,29%. Kadar air dan
abu yang tertutup jumlah nya lebih banyak di karenkan uap yang tidak dapat keluar sehingga
mempengaruhi air tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
1
Bradley, D. P. (2010). Effect of Smoking Status onTotal Energy Expenditure. Nutrition & Metabolism .

4
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
Jl. R. A. Kartini No.11 A, Salatiga 50711
Jawa Tengah Indonesia
Telepon : (0298) 324-861; Fax : (0298) 321728
E-mail :fkikuksw@adm.com

2
Legowo, A. M. dan Nurwanto, 2004. Analisis Pangan. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Semarang. Hal.42.
3
Rohman, A. dan Sumantri, 2007. Analisis Makanan. Gjah Mada University Press. Jogjakarta. hal. 200-
203.

Anda mungkin juga menyukai