Anda di halaman 1dari 11

TINJAUAN PUSTAKA

Longsor

Gerakan tanah atau lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah

suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan

bergeraknya massa tanah dan batuan ke tempat yang lebih rendah. Gaya yang

menahan massa tanah di sepanjang lereng tersebut dipengaruhi oleh sifat fisik

tanah, dan sudut dalam tahanan geser tanah yang bekerja di sepanjang lereng.

Perubahan gaya -gaya tersebut ditimbulkan oleh pengaruh perubahan alam

maupun tindakan manusia. Perubahan kondisi alam dapat diakibatkan oleh

gempa bumi, erosi, kelembaban lere ng karena penyerapan air hujan dan

perubahan aliran permukaan. Pengaruh manusia terhadap perubahan gaya-gaya

antara lain adalah penambahan beban pada lereng dan tepi lereng, penggalian

tanah di tepi lereng dan penajaman sudut lereng. Tekanan jumlah penduduk

yang banyak menempati tanah -tanah berlereng sangat berpengaruh terhadap

peningkatan resiko longsor. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gerakan

tanah antara lain: tingkat kelerengan, karakteristik tanah, keadaan geologi,

keadaan vegetasi, curah hujan/hidrologi dan aktivitas manusia di wilayah

tersebut (Sutikno, 1997).

Darsoatmodjo dan Soedrajat (2002), menyebutkan bahwa terdapat

beberapa ciri/karakteristik daerah rawan akan gerakan tanah, yaitu :

a. Adanya gunung api yang menghasilkan endapan batuan volkanik yang

umumnya belum padu dan dengan proses fisik dan kimiawi maka batuan

akan melapuk, berupa lempung pasiran atau pasir lempungan yang bersifat

sarang, gembur dan mudah meresapkan air.

b. Adanya bidang luncur (diskontinuitas) antara batuan dasar dengan tanah

pelapukan, bidang luncuran tersebut merupakan bidang lemah yang licin


dapat berupa batuan lempung yang kedap air atau batuan breksi yang

kompak dan bidang luncuran tersebut miring kearah lereng yang terjal.

c. Pada daerah pegunungan dan perbukitan terdapat lereng yang terjal, pada

daerah jalur patahan /sesar juga dapat membuat lereng menjadi terjal dan

dengan adanya pengaruh struktur geologi dapat menimbulkan zona retakan

sehingga dapat memperlemah kekuatan batuan setempat.

d. Pada daerah aliran sungai tua yang bermeander dapat mengakibatkan lereng

menjadi terjal, akibat pengikisan air sungai ke arah lateral, bila daerah

tersebut disusun oleh batuan yang kurang kuat dan tanah pelapukan yang

bersifat lembek dan tebal maka mudah untuk longsor.

e. Faktor air juga berpengaruh terhadap terjadinya tanah Iongsor, yaitu bila di

lereng bagian atas terdapat adanya saluran air tanpa bertembok,

persawahan, kolam ikan (genangan air), bila saluran tersebut jebol atau bila

turun hujan air permukaan tersebut meresap ke dalam tanah akan

mengakibatkan kandungan air dalam massa tanah akan lewat jenuh, berat

massa tanah bertambah dan tahanan geser tanah menurun serta daya ikat

tanah menurun sehingga gaya pendorong pada lereng bertambah yang dapat

mengakibatkan lereng tersebut goyah dan bergerak menjadi longsor.

Kelerengan (slope)

Menurut Karnawati (2001), kelerengan menjadi faktor yang sangat

penting dalam proses terjadinya tanah longsor. Pembagian zona kerentanan

sangat terkait dengan kondisi kemiringan lereng. Kondisi kemiringan lereng lebih

15o perlu mendapat perhatian terhadap kemungkinan bencana tanah longsor dan

tentunya dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mendukung. Pada

dasarnya sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan daerah perbukitan

atau pegunungan yang membentuk lahan miring. Namun tidak selalu lereng atau

lahan yang miring berbakat atau berpotensi longsor. Potensi terjadinya gerakan
pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan dan tanah penyusun lerengnya,

struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup dan penggunaan lahan pada

lereng tersebut.

Lebih jauh Karnawati (2001), menyebutkan terdapat 3 tipologi lereng yang

rentan untuk bergerak/ longsor, yaitu:

- Lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah gembur dialasi oleh batuan atau

tanah yang lebih kompak.

- Lereng yang tersusun oleh pelapisan batuan miring searah lereng.

- Lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan.

Kemantapan suatu lereng tergantung kepada gaya penggerak dan gaya

penahan yang ada pada lereng tersebut. Gaya penggerak adalah gaya-gaya

yang berusahan untuk membuat lereng longsor, sedangkan gaya penahan

adalah gaya-gaya yang mempertahankan kemantapan lereng tersebut. Jika gaya

penahan ini lebih besar dari pada gaya penggerak, maka lereng tersebut tidak

akan mengalami gangguan atau berarti lereng tersebut mantap (Das, 1993;

Notosiswojo dan Projosumarto, 1984, dalam Mustafril, 2003).

Faktor-faktor yang menyebabkan Iongsor secara umum diklasifikasikan

sebagai berikut (Notosiswojo dan Projosumarto, 1984 dalam Mustafril, 2003):

1). Faktor-faktor yang menyebabkan naiknya tegangan geser, yaitu : naiknya

berat unit tanah karena pembasahan, adanya tambahan beban eksternal

seperti bangunan, bertambahnya kecuraman lereng karena erosi alami atau

karena penggalian, dan bekerjanya beban goncangan.

2). Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya kekuatan geser, yaitu : adanya

absorbsi air, kenaikan tekanan pori, beban goncangan atau beban berulang,

Pengaruh pembekuan dan pencairan, hilangnya sementasi material, proses

pelapukan, dan hilangnya kekuatan karena regangan berlebihan pada

lempung sensitif.
Secara umum bentuk penampang keruntuhan lereng dibedakan atas :

(1) berbentuk rotasi lingkaran (circular rotational slips) untuk kondisi tanah

homogen, (2) tidak berbentuk lingkaran (non-circular) untuk kondisi tanah tidak

homogen (3) bentuk translasi (translational slip) untuk kondisi tanah yang

mempunyai perbedaan kekuatan antara lapisan permukaan dengan lapisan

dasar longsoran dan pada umumnya terletak pada lapisan tanah dangkal

(shallow depth) serta longsoran yang terjadi berupa bidang datar dan sejajar

dengan lereng, dan (4) bentuk kombinasi (compound slip) biasanya terjadi pada

lapisan tanah dalam yang besar (greater depth) dan bentuk keruntuhan

penampangnya terdiri dari lengkung dan datar (Peck dan Terzaghi, 1987;

McKyes, 1989; Craig, 1992; Bhandari, 1995, dalam Mustafril, 2003). Bentuk

penampang keruntuhan tersebut tertera pada Gambar 1.

Gambar 1. Bentuk Longsor pada Lereng (Craig, 1992, dalam Mustafril, 2003)

Karakteristik Tanah

Menurut Crozier (1986), pergerakan lereng (slope movement) merupakan

suatu bagian dari proses pelapukan , dimana pelapukan itu sendiri merupakan

satu bagian dari empat komponen utama siklus pembentukan batuan seperti

yang ditunjukkan oleh Gambar 2. Pelapukan sebagai suatu konsep merujuk

pada proses perombakan/penghancuran bahan induk yang dipengaruhi oleh


rentang waktu. Lebih jauh Crozier (1986), menyebutkan bahwa pergerakan

massa tanah merupakan bagian dari erosi seperti terlihat pada Gambar 3.

Pelapukan

singkapan Sedimentasi
(exposure)

Pembentukan
Batuan

Gambar 2. Komponen dalam Siklus Pembentukan Batuan (Crozier, 1986)

Gamba r 3. Proses Pelapukan dan Pergerakan Tanah (Crozier, 1986)

Dari Gambar 3 terlihat bahwa erosi merupakan bagian dari suatu proses

pelapukan/penghancuran batuan dan proses pengangkutan/pemindahan

material hasil penghancuran salah satunya melalui mekanisme pergerakan tanah

(mass movement). Keseluruhan proses erosi tersebut diatas (Gambar 3) sangat

dipengaruhi oleh faktor eksternal (kondisi alamiah) atau dengan kata lain disebut
sebagai proses eksogenik. Pergerakan massa tanah (mass movement)

dibedakan dari bentuk pergerakan yang dipengaruhi oleh gravitasi tanpa bantuan

air sebagai media transportasi. Dalam hal ini, air menjadi bagian dari proses

yang menyebabkan bertambahnya beban pada lereng dan melemahkan ikatan

antar partikel tanah sehingga material tanah se makin berpeluang untuk bergerak.

Bentuk erosi lainnya adalah proses aliran dimana air menjadi agent

utama yang menyebabkan berpindahnya material tanah. Menurut Arsyad (2000),

berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda.

Kepekaan erosi tanah merupakan fungsi berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan

kimia tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah (1)

sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas

menahan air dan (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur

tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh dan

aliran permukaan.

Selanjutnya Arsyad (2000), menyebutkan beberapa karakteristik fisik

tanah yang berkaitan dengan kerentanan erosi adalah (a) tekstur, (b) struktur,

(c) kedalaman dan (d) sifat lapisan tanah.

Tekstur. Tekstur adalah ukuran dan proporsi kelompok ukuran butir-butir primer

bagian mineral tanah. Butir-butir primer tanah terbagi dalam liat (clay), debu (silt)

dan pasir (sand). Tanah-tanah bertekstur kasar seperti pasir dan pasir berkerikil

mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi, dan jika tanah tersebut dalam, maka

erosi dapat diabaikan. Tanah bertekstur pasir halus juga mempunyai kapasitas

infiltrasi cukup tinggi, akan teta pi jika terjadi aliran permukaan maka butir-butir

halus akan mudah terangkut. Tanah-tanah yang mengandung liat dalam jumlah

yang tinggi dapat tersuspensi oleh butir-butir hujan yang jatuh menimpanya dan

pori-pori lapisan permukaan akan tersumbat oleh butir-butir liat. Hal ini

menyebabkan terjadinya aliran permukaan dan erosi. Akan tetapi jika tanah
demikian ini mempunyai struktur yang mantap yaitu tidak mudah terdispersi

maka infiltrasi masih cukup besar sehingga aliran permukaan dan erosi tidak

begitu hebat.

Struktur. Struktur adalah ikatan butir primer ke dalam butir sekunder atau

agregat. Susunan butir-butir primer tersebut menentukan tipe struktur. Tanah

berstruktur kersai atau granular lebih terbuka dan lebih sarang dan akan

menyerap air lebih cepat daripada yang berstruktur dengan susunan butir-butir

primernya lebih rapat. Terdapat dua aspek struktur yang penting dalam

hubungannya dengan erosi. Pertama adalah sifat-sifat fisika -kimia liat yang

menyebabkan terjadinya flokulasi, dan kedua adalah adanya bahan pengikat

butir-butir primer sehingga terbentuk agregat yang mantap. Liat mengembang

jika basah seperti montmorillonit menyebabkan agregat tidak stabil.

Kedalaman tanah. Tanah -tanah yang dalam dan permeabel kurang peka

terhadap erosi dari pada tanah yang permeabel tetapi dangkal. Kedalaman tanah

sampai lapisan kedap air menentukan banyaknya air yang dapat diserap tanah

dan dengan demikian mempengaruhi besarnya aliran permukaan.

Terkait dengan warna tanah (sebagai salah satu penciri sifat fisik tanah),

Olson (1981), berpendapat bahwa warna tanah penting untuk diperikan karena

kemampuannya memberi sejumlah gambaran mengenai a) tingkat peluruhan

bahan tanah, b) kandungan bahan organik tanah dan c) gejolak musiman air

tanah.

Keadaan Geologis

Faktor geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah adalah

struktur geologi, sifat bawaan batuan, hilangnya perekat tanah karena proses

alami (pelarutan), dan gempa. Struktur geologi yang mempengaruhi terjadinya

gerakan tanah adalah kontak batuan dasar dengan pelapukan batuan,

retakan/rekahan, perlapisan batuan, dan patahan. Zona patahan merupakan


zona lemah yang mengakibatkan kekuatan batuan berkurang sehingga

menimbulkan banyak retakan yang memudahkan air meresap (Surono, 2003).

Gempa bumi adalah getaran pada kulit bumi yang disebabkan oleh

pelepasan energi akibat aktivitas lempeng -lempeng kerak bumi ataupun kegiatan

patahan di darat atau dasar laut. Dampak dari gempa bumi dapat berupa

goncangan permukaan tanah (ground shaking), pergeseran permukaan tanah

(ground faulting) dan tsunami. Goncangan permukaan tanah dapat

mengakibatkan : tanah longsor/gerakan tanah dan penurunan muka tanah.

Gerakan tanah disebabkan oleh faktor penahan lateral yang hilang,

kelebihan beban, getaran, tahanan bagian bawah hilang dan tekanan lateral .

Faktor-faktor utama penyebab gerakan tanah terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Faktor-faktor Utama Penyebab Gerakan Tanah

No Faktor Penyebab Mekanisme Utama


1. Hilangnya penahan lateral a. Aktivitas erosi
b. Pelapukan
c. Kemiringan bertambah akibat gerakan
d. Pemotongan bagian bawah
2. Kelebihan beban tanah a. Air hujan yang meresap pada tanah
b. Penimbunan bangunan
c. Adanya genangan air di lereng bagian atas
3. Getaran a. Gempa bumi
b. Getaran karena ulah manusia
4. Hilangnya tahanan bagian bawah a. Pengikisan oleh air bawah
b. Pemotongan lereng bagian bawah
c. Erosi
d. Penambangan/pembuatan terowongan.
5. Tekanan lateral a. Pengisian air di pori-pori antar butir tanah
b. Pengembangan tanah
Sumber: Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung, 2000 .

Lebih jauh Surono (2003), menyebutkan bahwa gerakan tanah terjadi

apabila gaya -gaya yang menahan (resisting forces) massa tanah di lereng lebih

kecil daripada gaya yang mendorong atau meluncurkan tanah sepanjang lereng.

Gaya yang menahan massa tanah di sepanjang lereng dipengaruhi kedudukan

muka air tanah, sifat fisik/mekanisme tanah terutama daya ikat tanah dan sudut

dalam tahanan geser tanah yang bekerja di sepanjang bidang luncuran. Gaya
pendorong tersebut dipengaruhi diantaranya oleh kandungan air, beban

bangunan, dan berat massa tanah.

Vegetasi/Penggunaan Lahan

Faktor penyebab terjadinya bencana longsor selain karena karakteristik

alam, juga akibat pemanfaatan lahan yang tidak kondusif terhadap pencegahan

tanah longsor. Bencana longsor yang terjadi di lahan pertanian penduduk berada

pada ketinggian lebih rendah (kurang dari 1000 m dpl) dan dengan kemiringan

lereng yang juga lebih landai dibandingkan dengan tanah longsor di kawasan

hutan lindung. Secara prinsip tanah longsor di lahan pertanian terjadi karena

kelembaban tanah sangat tinggi pada tanah latosol (kedalaman tanah sekitar

3 m) dengan kemiringan lereng relatif besar. Dua kondisi rentan longsor ini

diperparah dengan kenyataan bahwa pada lahan pertanian ini tidak disertai

tanaman keras (pohon) sehingga tidak ada mekanisme pengikatan agregat tanah

oleh sistem perakaran pohon (Asdak, 2003).

Vegetasi merupakan faktor yang penting dalam menjaga kemantapan

lereng. Hilangnya tumbuhan atau pohon -pohon di daerah pegunungan akan

mempengaruhi terhadap proses longsor. Akar tumbuhan berfungsi mengikat

butir-butir tanah sekaligus menjaga pori-pori tanah dibawahnya, sehingga

infiltrasi air hujan berjalan lancar (Naryanto, 2001).

Menurut Hirnawan (1997), vegetasi berpengaruh positif terhadap

ketahanan massa tanah melalui penstabilan agregat tanah, kandungan fraksi

pasir meningkat, sehingga pada musim hujan penurunan kohesi maupun sudut

geser dalam diperkecil (penurunannya berkurang).

Curah Hujan

Pada dasarnya ada dua tipe hujan pemicu terjadinya longsoran, yaitu

hujan deras yang mencapa i 70 mm hingga 100 mm per hari (Heath dan Sarosa,

1988) dan hujan kurang deras namun berlangsung terus-menerus selama


beberapa jam hingga beberapa hari yang kemudian disusul dengan hu jan deras

sesaat. Seluruh kejadian bencana alam gerakan tanah di tahun 2001 ini

umumnya terjadi setelah hujan turun selama beberapa jam hingga beberapa hari

yang kemudian disusul hujan deras sesaat (1 - 2 jam) (Karnawati, 2001).

Lebih jauh Karnawati (2001), menyatakan bahwa faktor curah hujan yang

mempengaruhi terjadinya tanah longsor mencakup terjadinya peningkatan curah

hujan yang menyebabkan tekanan air pori bertambah besar, kandungan air

dalam tanah naik dan terjadi pengembangan lempung dan mengurangi tegangan

geser, lapisan tanah jenuh air. Disamping itu, curah hujan yang tinggi

menyebabkan rembesan air masuk dalam retakan tanah serta menyebabkan

terjadinya genangan air. Di Indonesia umumnya curah hujan maksimum akan

terjadi pada bulan Oktober sampai Januari, sehingga bila dihubungkan dengan

kejadian gerakan tanah yang selalu terjadi pada musim hujan, maka sebagai

pemicu penyebab terjadinya gerakan tanah adalah adanya curah hujan yang

tinggi.

Aktivitas Manusia

Manusia dalam aktivitasnya dapat mempercepat terjadinya tanah longsor.

Longsor yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia semakin lama semakin

bertambah akibat bertambahnya jumlah populasi, penambahan beban

(bangunan, timbunan tanah, kebocoran pipa air, reservoir), pemotongan lereng,

penggalian/penerowongan dan terjadinya getaran (Naryanto, 2001).

Disamping itu, pola sebaran permukiman bersifat horizontal, sehingga

banyak dijumpai pemukiman berada di daerah rawan bencana. Konsentrasi

penduduk yang tidak merata (sekitar 60% bermukim di Pulau Jawa, sisanya di

pulau lainnya), sehingga menimbulkan ketidak seimbangan lingkungan sehingga

bencana dipercepat kejadiannya (Surono, 2003).


Jenis dan Ciri Daerah Rawan Gerakan Tanah

Menurut Naryanto (2001 ), jenis tanah longsor berdasarkan kecepatan

gerakannya dapat dibagi menjadi 5 (lima) jenis, yaitu:

a. Aliran; longsoran bergerak serentak/mendadak dengan kecepatan tinggi.

b. Longsoran; material longsoran bergerak lamban dengan bekas longsoran

berbentuk tapal kuda.

c. Runtuhan; umumnya material longsoran baik berupa batu maupun tanah

bergerak cepat sampai sangat cepat pada suatu tebing.

d. Majemuk; longsoran yang berkembang dari runtuhan atau longsoran dan

berkembang lebih lanjut menjadi aliran.

e. Amblesan, terjadi pada penambangan bawah tanah, penyedotan air tanah

yang berlebihan, proses pengikisan tanah serta pada daerah yang dilakukan

proses pemadatan tanah. Proses pengikisan tanah ini biasanya disebabkan

oleh adanya aliran air di bawah permukaan tanah yang menyebabkan tanah

di lapisan bawah tergerus oleh aliran air. Keadaan ini menyebabkan lapisan

bawah tanah menjadi kosong sehingga jika beban di permukaan tanah

semakin berat menyebabkan terjadinya amblesan..

Anda mungkin juga menyukai