Hubungan Industrial berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk diantara para pelaku dalam proses
produksi barang dan/atau jasa yang terdiri atas unsur pengusaha, karyawan atau pekerja, dan
pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945. Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tersebut, pihak-pihak yang terlibat dalam
hubungan industrial meliputi pengusaha, karyawan, dan pemerintah.
Setelah karyawan bekerja di perusahaan maka pengusaha harus melakukan pengelolaan tenaga kerja
berdasarkan syarat-syarat kerja yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan menyelesaikan berbagai
permasalahan yang timbul dari adanya perikatan antara pengusaha dan pekerja tersebut. Beberapa
hal yang diatur dalam syarat-syarat kerja antara lain meliputi penarikan tenaga kerja, pengembangan
tenaga kerja, upah atau kompensasi, integrasi, dan pemeliharaan.
Agar hubungan ketenagakerjaan antara pengusaha dengan pekerja berjalan dengan baik, ada
bebepara prinsip hubungan industrial yang harus dipenuhi. Menurut Batubara (2008), ada tujuh prinsip
hubungan industrial, yaitu:
1. Kepentingan bersama pengusaha, pekerja, masyarakat, dan pemerintah;
2. Kemitraan dan saling ketergantungan;
3. Hubungan fungsional dan pembagian tugas;
4. Kekeluargaan;
5. Penciptaan ketenangan berusaha dan ketentraman kerja;
6. Peningkatan produktivitas; dan
7. Peningkatan kesejahteraan bersama
Kepentingan pengusaha meliputi (1) menjaga atau mengamankan semua asetnya; (2)
mengembangkan modal atau aset untuk memberi nilai tambah; (3) meningkatkan penghasilan
pengusaha; (4) meningkatkan kesejahteran karyawan; dan (5) aktualisasi diri sebagai pengusaha yang
sukses. Sedangkan karyawan mempunyai beberapa kepentingan, antara lain (1) mendapatkan
kesempatan kerja; (2) mendapatkan penghasilan; (3) mempunyai sarana untuk melatih diri,
memperkaya pengalaman, dan meningkatkan keterampilan; (4) mempunyai tempat untuk
mengembangkan karakter; dan (5) dapat mengaktualisasikan keberhasilannya dalam berkarir.
Selanjutnya, pemerintah merupakan pihak ketiga yang mendukung dan mengatur hubungan tersebut
dengan seperangkat peraturan perundang-undangan. Pemerinah mempunyai kepentingan terutama (1)
membuka kesempatan kerja yang luas; (2) menambah sumber penghasilan masyarakat; (3) menjamin
tersedianya barang dan jasa bagi masyarakat luas; (4) merupakan sumber pertumbuhan ekonomi; (5)
menambah sumber devisa negara; dan (6) menambah sumber pendapatan negara yang berupa pajak.
Disamping mempunyai kepentingan, pemerintah juga membantu hubungan industrial yang ada dengan
memberikan berbagai dukungan, yaitu (1) menyediakan sarana dan prasarana ekonomi (seperti
transportasi, komunikasi, perbankan, informasi, keamanan, dan stabilitas); (2) kebijakan (seperti
produksi, investasi, distribusi, fiskal, moneter, harga, upah, perdagangan, dan ekspor-impor); dan (3)
ketenagakerjaan dan hubungan industrial. Meskipun pengusaha, pekerja, dan pemerintah memiliki
kepentingan masing-masing, namun mereka sepakat bahwa semua pemangku kepentingan
mempunyai kepentingan bersama atas keberhasilan dan kelangsungan perusahaan.
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengatur fungsi masing-masing pihak dalam
kerangka hubungan industrial. Pasal 102 UU No. 13 Tahun 2003 menyatakan: (1) dalam
melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan
pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan; (2) dalam melaksanakan hubungan industrial, para karyawan
atau pekerja dan serikat pekerja/serikat buruh mempunyai mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan
sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi
secara demokratis, mengembangkan ketrampilan, dan keahliannya serta memajukan perusahaan dan
memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya; dan (3) dalam melaksanakan hubungan
industrial, pengusaha dan organisasi pengusaha mempunyai fungsi menciptakan kemitraan,
mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan karyawan/
pekerja secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan.
Berdasarkan penjelasan tersebut dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa pengusaha dan pekerja
bukan merupakan dua pihak yang saling bertentangan dan masing-masing berjuang untuk
kemenangan diri/organisasinya. Pengusaha dan karyawan justru harus saling berangkulan dan bekerja
sama untuk mencapai tujuan bersama, yaitu kesejahteraan.
Sedangkan karyawan atau pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain. Istilah yang sering digunakan untuk menyebut karyawan atau pekerja atau
buruh adalah pegawai. Pegawai merupakan istilah karyawan bagi pemerintah, sedangkan karyawan
berarti orang yang berkarya atau melakukan karya secara umum.
Meski telah dikembangkan sistem hubungan industrial Pancasila yang mendorong terjalinnya
hubungan kemitraan antara pengusaha dan pekerja namun perselisihan tetap tidak bisa dihindarkan.
Perselisihan hubungan industrial dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu perselisihan hak dan
perselisihan kepentingan dimana mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial tersebut
menggunakan UU No. 22 Tahun 1957 tentang ”Penyelesaian Perselisihan Perburuhan”.
Untuk mencegah timbulnya perselisihan hubungan industrial, pengusaha dapat mengambil berbagai
langkah strategis diantaranya menyangkut hak-hak pekerja, pemeliharaan hubungan baik dengan
pekerja, dan hubungan industrial secara umum. Perhatian yang kurang memadai dari pengusaha
terhadap hal-hal di atas dapat menimbulkan ketidakpuasan pekerja.
Dalam kaitan dengan ketidakpuasan pekerja, sistem pengupahan merupakan salah satu sisi yang
paling rawan di dalam hubungan industrial. Di satu sisi, upah merupakan hak pekerja sebagai imbalan
atas tenaga atau jasa yang diberikan, di lain pihak pengusaha melihat upah sebagai biaya. Dalam
rangka memberikan perlindungan terhadap pekerja atas penghasilan yang diperolehnya, pemerintah
menetapkan upah minimum.
Pengaturan dan kejelasan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang terlibat di dalam proses produksi
merupakan esensi di dalam hubungan kerja dan hubungan industrial. Perjanjian kerja yang dibuat oleh
perusahaan dan disetujui oleh pekerja yang biasanya dibuat dan ditandatangani pada saat penerimaan
sebagai karyawan baru juga memuat hak dan kewajiban bagi pekerja dan perusahaan. Mekanisme lain
mengenai pengaturan hak dan kewajiban adalah perjanjian kerja bersama (PKB). Materi yang dimuat
di dalam PKB adalah persyaratan kerja yang memang benar-benar diperlukan oleh para pekerja.
Apabila di perusahaan belum dapat dibuat PKB karena berbagai alasan, maka di perusahaan yang
bersangkutan dibuat peraturan perusahaan (PP). Pada dasarnya materi atau substansi PP sama
dengan PKB, bedaannya pada proses pembuatan PP maka sepenuhnya dibuat oleh pengusaha dan
hanya sekedar konsultasi dengan pekerja atau sereikat pekerja, sedangkan PKB mutlak harus
dilakukan melalui perundingan antara pengusaha denghan serikat pekerja.
HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA
Awal tahun 1970an pemerintah Indonesia memperkenalkan sistem hubungan industrial berdasarkan
Pancasila atau yang lebih dikenal sebagai Hubungan Industrial Pancasila (HIP). Dalam kerangka
Hubungan Industrial Pancasila maka tidak dikenal adanya sikap saling bermusuhan dan penindasan di
antara para pelaku hubungan industrial. Pendekatan yang ada di dalam Hubungan Industrial Pancasila
adalah pendekatan kesatuan, yaitu pendekatan yang selalu menekankan kepada kebersamaan,
kemitraan, dan keharmonisan antara para pelaku hubungan industrial. Pendekatan kesatuan ini
termasuk dalam lingkup perspektif fungsional.
Hubungan Industrial Pancasila adalah hubungan antara para pelaku dalam proses produksi barang
dan jasa yang meliputi karyawan, pengusaha, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.Tujuan Hubungan Industrial Pancasila
adalah mengemban cita-cita proklamasi kemerdekaan RI dalam membangun dan mewujudkan
masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan pada kemerdekaan, perdamaian yang abadi, dan keadilan sosial. Hal ini dicapai
apabila hubungan antara pengusaha dan karyawan dapat menciptakan ketenangan dan ketertiban
kerja dan meningkatkan produktivitas hasil kerja dan kesejahteraan karyawan.
Hubungan Industrial Pancasila didasarkan pada tiga landasan utama negara Indonesia, yaitu landasan
idiil Pancasila, landasan konstitusional UUD 1945, dan landasan operasional Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) serta ketentuan lain yang diatur pemerintah. Selain itu, Hubungan Industrial Pancasila
didasarkan pada berbagai kebijakan pemerintah, sehingga tercipta keamanan dan stabilitas nasional,
meningkatnya partisipasi sosial dan terwujudnya program pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Ada beberapa hal yang selalu ditekankan dalam Hubungan Industrial Pancasila, yaitu:
a. Mendasarkan pada seluruh nilai Pancasila secara utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
b. Bekerja bukan hanya mencari nafkah, melainkan sebagai cara pengabdian manusia pada
Tuhan.
c. Pekerja atau karyawan bukan merupakan faktor produksi, melainkan sebagai suatu pribadi
yang memiliki harkat, martabat, dan kodratnya.
d. Tidak membedakan antara karyawan dan pengusaha karena golongan, keyakinan, politik,
aliran, paham, suku, dan gender, karena Hubungan Industrial Pancasila berorientasi pada
kepentingan nasional.
e. Meyakini bahwa perbedaan yang ada dan perselisihan yang timbul adalah untuk mencapai
keharmonisan dan dapat diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat dengan ikhlas tanpa
memaksakan pihak lain.
f. Hasil yang dicapai dalam perusahaan dimanfaatkan secara adil, seimbang, dan merata untuk
kepentingan semua pihak, yaitu pekerja dan pengusaha.
Baik perangkat lunak, perangkat keras, maupun penanganan masalah khusus perlu berjalan secara
simultan agar HIP dapat terlaksana dengan baik. Sementara itu, sarana utama dalam pelaksanaan
HIP adalah:
1. Lembaga kerjasama Bipartit, merupakan suatu lembaga di tingkat perusahaan yang terdiri dari
wakil pekerja dan pengusaha. Fungsi LKS Bipartit adalah sebagai forum konsultasi dan
komunikasi, khususnya untuk: (1) mengetahui secara pasti apa yang berkembang di kalangan
pekerja; (2) melakukan antisipasi dan mencegah timbulnya masalah; (3) mencari jalan
meningkatkan produktivitas kerja; (4) meningkatkan partisipasi pekerja dalam meningkatkan kinerja
perusahaan.
2. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) merupakan salah satu rumusan syarat kerja yang dibuat melalui
proses perundingan, sehingga ada unsur partisipasi pekerja yng diwakili oleh serikat pekerja. PKB
memiliki kelebihan anatara lain: (1) penerapan demokrasi di perusahaan; (2) peningkatan tanggung
jawab atau komitmen pekerja terhadap perusahaan; (3) merupakan praktek pengembangan
musyawarah untuk mencapai mufakat.
3. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya mengatur perlindungan hak dan
kewajiban yang sifatnya makro minimal, yang artinya bersifat umum dan merupakan norma
minimal yang wajib dilaksanakan oleh setiap perusahaan.
4. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dilakukan dengan mencegah perselisihan bila di
tingkat perusahaan terdapat mekanisme penampungan keluh kesah atau kanalisasi aspirasi
pekerja. Apabila perselisihan hubungan industrial terjadi, maka penyelesaiannya melalui
mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Pendidikan dan Penyuluhan Hubungan Industrial,merupakan upaya untuk meningkatkan
kesadaran dan pemahaman agar HIP diterspkan dengan baik khususnya oleh pengusaha, pekerja,
dan organisasinya.
6. Serikat Pekerja, yaitu organisasi pekerja yang dibentuk secara demokratis oleh, dari, dan untuk
pekerja dengan fungsi utama sebagai penyalur aspirasi, melindungi kepentingan, dan
meningkatkan kesejahteraan anggota. Di samping itu, serikat pekerja juga merupakan media
komunikasi dengan pengusaha dan pemerintah.
7. Organisasi Pengusaha, merupakan organisasi yang dibentuk oleh para pengusaha yang bertujuan
untuk berpartisipasi dalam mengembangkan hubungan industrial pada umumnya dan sebagai
aspirasi pengusaha di dalam bidang hubungan industrial.
8. Kelembagaan Lain yang dibentuk untuk meningkatkan rasa kebersamaan, mengembangkan
komunikasi informal, serta meningkatkan kesejahteraan pekerja. Kegiatan kelembagaan ini
misalnya melakukan kegiatan bersama seperti rekreasi, kesenian, olah raga, dan sebagainya, dan
pengembangan koperasi pekerja/ karyawan.