UU
UU
TAHUN 2017
Soal :
Jawaban :
1. ISI UU NO. 23/1992 TENTANG KESEHATAN :
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
2. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
3. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
4. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan.
5. Transplantasi adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan
atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh
sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan
tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
6. Implan adalah bahan berupa obat dan atau alat kesehatan yang ditanamkan ke
dalam jaringan tubuh untuk tujuan pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan
penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan, dan atau kosmetika.
7. Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara,
obat, dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman dan keterampilan
turun temurun, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat.
8. Kesehatan matra adalah upaya kesehatan yang dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan fisik dan mental guna menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang
berubah secara bermakna baik lingkungan darat, udara, angkasa, maupun air.
9. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
10. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman.
11. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta
memulihkan kesehatan pada manusia dan atau untuk membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
12. Zat aktif adalah bahan yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan
psikis.
13. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep doktcr, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
14. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk
menyclenggarakan upaya kesehatan.
15. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat adalah suatu cara
penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna berdasarkan asas
usaha bersama dan kekeluargaan, yang berkesinambungan dan dengan mutu
yang terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan secara praupaya.
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 15
1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyclamatkan jiwa ibu hamil
dan atau janinnya, dapat ditakukan tindakan medis tertentu.
2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
dilakukan :
a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut;
b. oleh tenaga keschatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta
berdasarkan pertimbangan tim ahli;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya;
d. pada sarana kesehatan tertentu.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 16
Pasal 17
Pasal 18
1) Setiap keluarga melakukan dan mengembangkan kesehatan keluarga dalam
keluarganya.
2) Pemerintah membantu pelaksanaan dan mengembangkan kesehatan
keluarga melalui penyediaan sarana dan prasarana atau dengan kegiatan
yang menunjang peningkatan kesehatan keluarga.
Pasal 19
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 25
Pasal 26
Pasal 27
Pasal 28
Pasal 29
Pasal 30
Pasal 31
Pasal 32
Pasal 33
1) Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan
transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, transfuse darah, implan obat dan
atau alat kesehatan, serta bedah plastik dan rekonstruksi.
2) Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan
kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial.
Pasal 34
1) Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
2) Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus
memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan
donor dan ahli waris atau keluarganya.
3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 35
Pasal 36
1) Implan obat dan atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan implan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 37
1) Bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat dilakukan oleh tenaga keschatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana
keschatan tertentu.
2) Bedah plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma yang
berlaku dalam masyarakat.
3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara bedah plastik dan rekonstruksi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
Pasal 39
Pasal 40
1) Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat
farmakope Indonesia dan atau buku standar lainnya.
2) Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat
kesehatan harus memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditentukan.
Pasal 41
Pasal 43
Pasal 44
Pasal 45
Pasal 46
Pasal 47
Pasal 48
Pasal 49
Pasal 50
Pasal 51
Pasal 52
Pasal 53
Pasal 54
Pasal 55
1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang
dilakukan tenaga kesehatan.
2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 56
Pasal 57
Pasal 58
Pasal 59
Pasal 60
Pasal 61
Pasal 62
1) Pengadaan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dibina dan
diarahkan agar menggunakan potensi nasional yang tersedia dengan
memperhatikan kelestarian lingkungan hidup termasuk sumber daya alam
dan sosial budaya.
2) Produksi sediaan farmasi dan alat keschatan harus dilakukan dengan cara
produksi yang baik yang berlaku dan memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan dalam farmakope Indonesia atau buku standar lainnya dan atau
syarat lain yang ditetapkan.
3) Pemerintah mendorong, membina, dan mengarahkan pemanfaatan obat
tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal.
Pasal 63
Pasal 64
Pasal 65
Pasal 66
Pasal 67
Pasal 68
Pasal 69
Pasal 70
1) Dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan dapat dilakukan bedah
mayat untuk penyelidikan sebab penyakit dan atau sebab kematian serta
pendidikan tenaga keschatan.
2) Bedah mayat hanya dapat dilakukan koleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan
norma yang berlaku dalam masyarakat.
3) Ketentuan mengenai bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 71
Pasal 72
Pasal 73
Pasal 74
Pasal 75
Pasal 76
Pasal 77
Pasal 78
Pasal 79
1) Selain penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia juga kepada pejabat
pegawai negeri sipil tertentu di Departemen Kesehatan diberi wewenang
khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) untuk
melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-
undang ini.
2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang : a. melakukan
pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana
di bidang kesehatan; b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang kesehatan; c. meminta keterangan dan
bahan bukti dari orang atau badan hukum schubungan dengan tindak pidana
di bidang keschatan; d. melakukan pemeriksaan atas surat dan atau
dokumen lain tentang tindak pidana di bidang keschatan; e. melakukan
pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak
pidana di bidang kesehatan; f. meminta bantuan ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan; g.
menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang
membuktikan tentang adanya tindak pidana di bidang kesehatan.
3) Kewenangan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan
menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Pasal 80
Pasal 81
Pasal 82
Pasal 83
Ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, Pasal 81, dan
Pasal 82 ditambah seperempat apabila menimbulkan luka berat atau sepertiga
apabila menimbulkan kematian.
Pasal 84
Barang siapa :
Pasal 85
1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, Pasal 81, dan Pasal
82 adalah kejahatan.
2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 adalah pelanggaran.
Pasal 86
Pasal 87
Pasal 88
Pasal 89
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka :
Pasal 90
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
(1) Jasaboga adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan pengelolaan
makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan.
(2) Pengolahan adalah kegiatan yang meliputi penerimaan bahan mentah atau makanan
terolah, pembuatan, pengubahan bentuk, pengemasan dan pewadahan.
(3) Bahan makanan adalah semua bahan baik terolah maupun tidak, termasuk bahan
tambahan makanan dan bahan penolong.
(4) Hygiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan factor makanan,
orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan
penyakit atau gangguan kesehatan.
(5) Makanan jadi adalah makanan yang telah diolah jasaboga yang langsung disajikan.
(6) Persyaratan Hygiene Sanitasi adalah ketentuan-ketentuan teknis kesehatan yang
ditetapkan terhadap produk jasaboga dan perlengkapannya yang meliputi persyaratan
bakteriologis, kimia dan fisika.
(7) Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan
makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan,
pengangkutan sampai dengan penyajian.
(8) Pengujian adalah pemeriksaan dan analisa yang dilakukan di laboratorium terhadap
contoh-contoh makanan dan specimen.
BAB II
PENGGOLONGAN
Pasal 2
(1) Berdasarkan luas jangkauan pelayanan dan kemungkinan besarnya risiko yang
dilayani, jasaboga dikelompokkan dalam golongan A, golongan B, dan golongan C.
(2) Jasaboga golongan A, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum,
yang terdiri atas golongan A1, A2, dan A3.
(3) Jasaboga golongan B, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan khusus untuk :
a. Asrama penampungan jemaah haji;
b. Asrama transito atau asrama lainnya;
c. Perusahaan;
d. Pengeboran lepas pantai
e. Angkutan umum dalam negeri, dan
f. Sarana Pelayanan Kesehatan.
(4) Jasaboga golongan C, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan untuk alat angkutan
umum internasional dan pesawat udara.
BAB III
PENYELENGGARAAN
Pasal 3
(1) Setiap jasaboga harus memiliki izin usaha dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Untuk memiliki izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jasaboga harus
mamiliki sertifikat hygiene sanitasi yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
(3) Sertifikat hygiene sanitasi jasaboga sebagimana dimaksud pada ayat (2) dikeluarkan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setelah memnuhi persyaratan sebagimana
tercantum dalam Lampiran I.
(4) Tatacara memperoleh sertifikat hygiene sanitasi jasaboga sebagimana dimaksud pada
ayat (2) dan (3) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.
Pasal 4
(1) Setiap usaha jasaboga harus mempekerjakan seorang penanggung jawab yang
mempunyai pengetahuan hygiene sanitasi makanan dan memiliki sertifikat hygiene
sanitasi makanan.
(2) Sertifikat hygiene sanitasi makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh
dari institusi penyelenggara kursus sesuai dengan perundangundangan yang berlaku.
(3) Pedoman penyelenggaraan kursus hygiene sanitasi sebagimana dimaksud ayat (2)
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.
Pasal 5
(1) Tenaga penjamin makanan yang bekerja pada usaha jasaboga harus berbadan sehat
dan tidak menderita penyakit menular.
(2) Penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan
pemeriksaan kesehatannya secara berkala minimal 2(dua) kali dalam satu tahun.
(3) Penjamah makanan wajib memiliki sertifikat kursus penjamah makanan.
(4) Sertifikat kursus penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperoleh
dari institusi penyelenggara kursus sesuai dengan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 6
Pasal 7
Penanggung jawab jasaboga yang menerima laporan atau mengetahui adanya kejadian
keracunan atau kematian yang diduga berasal dari makanan yang diproduksinya wajib
melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat guna dilakukan langkah –
langkah penanggulangan.
BAB IV
Pasal 8
(1) Lokasi dan bangunan jasaboga harus sesuai dengan ketentuan persyaratan
sebagimana ditetapkan dalam Keputusan ini.
(2) Persyaratan lokasi dan bangunan jasaboga untuk tiap golongan jasaboga sebagimana
dimaksud ayat (1) tercantum dalam Lampiran III.
Pasal 9
(1) Pengelolaan makanan yang dilakukan oleh jasaboga harus memenuhi Persyaratan
Hygiene Sanitasi pengolahan, penyimpanan dan pengangkutan.
(2) Setiap pengelolaan makanan yang dilakukan oleh jasaboga harus memenuhi
persyaratan teknis pengolahan makanan.
(3) Peralatan yang digunakan untuk pengolahan dan penyajian makanan harus tidak
menimbulkan gangguan terhadap kesehatan secara langsung atau tidak langsung.
(4) Penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi harus memenuhi persyaratan
Hygiene Sanitasi penyimpanan makanan.
(5) Pengangkutan makanan harus memenuhi persyaratan teknis Hygiene Sanitasi
Pengangkutan makanan.
(6) Ketentuan persyaratan Hygiene Sanitasi pengolahan, peralatan, penyimpanan dan
pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat(2), ayat(3), ayat(4) dan ayat(5)
tercantum dalam Lampiran III.
BAB V
Pasal 10
Pasal 11
(1) Pengawasan pelaksanaan Keputusan ini dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
(2) Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan secara fungsional melaksanakan pengawasan
jasaboga yang berlokasi didalam wilayah pelabuhan.
(3) Tatacara pendataan, audit hygiene sanitasi makanan dan pembinaan, pengawasan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV.
Pasal 12
(1) Dalam hal kejadian luar biasa (wabah) dan/atau kejadian keracunan makanan
Pemerintah mengambil langkah-langkah penanggulangan seperlunya.
(2) Langkah penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilaksanakan melalui
pengambilan sample dan spesimen yang diperlukan, kegiatan investigasi dan kegiatan
surveilan lainnya.
(3) Pemeriksaan sample dan spesimen jasaboga dilakukan di laboratorium.
(4) Ketentuan pemeriksaan sample dan spesimen sebagaimana dimaksud pada ayat(3)
dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VI
SANKSI
Pasal 13
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 14
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 1
1. Rumah makan adalah setiap tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya
menyediakan makanan dan minuman untuk umum ditempat usahanya;
2. Restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat disebagian atau
seluruh bangunan yang permanen dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan
untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan
minuman bagi umum di tempat usahanya;
3. Peralatan adalah segala macam alat yang digunakan untuk niengolah dan menyajikan
makanan;
4. Fasilitas sanitasi adalah sarana fisik bangunan dan perlengkapannya yang digunakan
untuk memelihara kualitas lingkungan atau mengendalikan faktor-faktor lingkungan fisik
yang dapat merugikan kesehatan manusia antara lain sarana air bersih, jamban,
peturasan, saluran limbah, tempat cuci tangan, bak sampah, kamar mandi, lemari
pakaian kerja (Locker), peralatan pencegahan terhadap serangga dan tikus serta
peralatan kebersihan;
5. Makanan jadi adalah makanan yang telah diolah dan siap dihidangkan/disajikan oleh
rumah makan atau restoran;
6. Laik penyehatan adalah kondisi rumah makan atau restoran yang telah memenuhi
persyaratan kesehatan;
7. Penetapan tingkat mutu kesehatan (grading) adalah upaya klasifikasi rumah makan
dan restoran berdasarkan persyaratan kesehatan;
8. Direktur Jenderal adalahD irektur JenderalP emberantasanP enyakit Menular dan
PenyehatanL ingkungan Pemukiman;
9. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Daerah Tingkat I/Dinas Kesehatan Daerah
Tingkat I I .
BAB II
LOKASI. BANGUNAN DAN FASILITAS SANITASI
Pasal 2
(1) Lokasi dan bangunan rumah makan dan restoran harus sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundangundangan yang berlaku.
(2) Persyaratan kesehatan lokasi dan bangunan rumah makan dan restoran harus
memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam huruf A lampiran peraturan ini.
Pasal 3
(1) Setiap bangunan rumah makan dan restoran harus memiliki fasilitas sanitasi.
(2) Fasilitas sanitasi dimaksud pada afat (1) harus memenuhi ketentuan sebagaimana
tercantum dalam huruf B lampiran peraturan ini.
Pasal 4
(1) Dapur, ruang makan dan gudang makanan harus memenuhi persyaratan kesehatan.
(2) Persyaratan dimaksud pada ayat (l) harus memenuhi ketentuan sebagaimana
tercantum dalam huruf C lampiran peraturan ini .
BAB I I I
BAHAN MAKANAN DAN MAKANAN JADI
Pasal 5
(1) Bahan makanan dan makanan jadi harus memenuhi persyaratan kesehatan.
(2) Persyaratan dimaksud pada ayat (l) harus memenuhi ketentuan sebagaimana
tercantum dalam huruf D lampiran peraturan ini.
BAB IV
PENGOLAHAN MAKANAN
Pasal 6
(1) Pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan kesehatan.
(2) Persyaratan dimaksud pada ayat (l) harus memenuhi ketentuan sebagaimana
tercantum dalam huruf E lampiran peraturan ini.
BAB V
PENYIMPANAN DAN PENYAJIAN MAKANAN
Pasal 7
(1) Penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi harus memenuhi persyaratan
kesehatan.
(2) Persyaratan dimaksud pada ayat (l) harus memenuhi ketentuan sebagaimana
tercantum dalam huruf F lampiran peraturan ini.
Pasal 8
(1) Penjajian makanan jadi harus memenuhi persyaratan kesehatan.
(2) Persyaratan dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagaimana
tercantum dalam huruf G lampiran peraturan ini.
BAB VI
PERALATAN
Pasal 9
(1) Peralatan yang digunakan harus memenuhi persyaratan kesehatan.
(2) Persyaratan dimaksud pada ayat (l) harus memenuhi kebntuan sebagaimana
tercantum dalam huruf H lampiran peraturan ini.
BAB VII
PENGUSAHA, PENANGGUNG JAWAB DAN TENAGA
Pasbl 10
Pengusaha dan atau penanggung jawab berkewajiban untuk menyelenggarakan rumah
makan atau restoran yang memenuhi persyaratan kesehatan sebagaimana ditetapkan
dalam peraturan ini.
Pasal 11
(1) Tenaga yang bekerja pada rumah makan dan restoran harus sehat dan tidak boleh
menderita atau menjadi sumber penyebaran penyakit menular ( carier ) berdasarkan
keterangan yang diberikan oleh dokter.
(2) Setiap tenaga yang bekerja pada rumah makan dan restoran harus melakukan
pemeriksaan kesehatan secara berkala minimal 2 kali dam I tahun.
Pasal 12
(1) Penanggungjawab dan tenaga yang bekar jadi rumah makan atau restoranh arus
memiliki pengetahuan dr bidang penyehatan makanan.
(2) Pcngetahuand imak sudp ada ayat (1) harusd ibuk t i kand engans er t i f i katk ur
susp enyehatanm akanan.
(3) Tata cara memperoleh sertifikat sebagaimanad imaksudp ada ayat .( 2) di
tetapkano leh Di rektur Jenderal .
BAB VIII
LAIK PENYEHATAN
Pasal 13
(1) Setiap rumah makan dan restoran harus memiliki sertifikat laik penyehatan yang
dikeluarkan oleh Kepala Dinas kesehatan.
(2) Sertifikat laik penyehatan dimaksud pada ayat (l) dipergunakan sebagai pelengkap
permintaan,izin usaha.
(3) Tata cara memperoleh sertifikat laik penyehatans ebagaimanad imak'sudp ada ayat ( l)
di tetapkan oleh Direktur Jenderal.
BAB IX
PEMBINAAN. PENGAWASAN DAN PENETAPAN TINGKAT MUTU
Pasal 14
(1) Pembinaan teknis penyehatan rumah makan dan restoran secara umum dilakukan oleh
Direktur Jenderal.
(2) Tehnis pengawasan penyehatan rumah makan dan restoran secara fungsional
dilakukan oleh Dinas Kesehatan.
(3) Kantor Kesehatan Pelabuhan secara fungsional malaksanakan pengawasan rumah
makan dan restoran yang berlokasi didalam wilayah pelabuhan
Pasal 15
(1) Untuk menjamin terlaksananyak ketentuan-ketentuapne ratuarani ini di laksanakan
pengawasan.
(2) Hasil pengawasan digunakan sebagai dasar penetapan tingkat mutu rumah makan dan
restoran.
(3) Tata cara pengawasandan penetapant ingkat mutu kesehatanr umah makan dan
restorand imaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 16
Dalam melakuka pembinaan sebagaimana dimaksud pasal l4 dapat mengikut sertakan
Associasi Rumah Makan dan Restoran.
Pasal 17
(1) Pemeriksaan contoh makanan dan spesimen dari rumah makan dan restoran
dilakukan di laboratorium kesehatan.
(2) Tata cara pemeriksaan contoh makanan dln spesimen dari rumah makan dan restoran
harus memenuhi ketentuan sebagaima. tercantum dalam huruf I lampi ran peraturan ini
.
BAB X
PENINDAKAN
Pasal 18
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan pasal-pasal 2, 3, 4 , 5, 6, 7, 8, 9, 10, I I sehingga
merugikan kesehatan masyarakat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Undang-
Undang Nomor I I Tahun 1962 tentan Hygiene Untuk Usaha-Usaha Bagi Umum,
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana.
(2) Pelanggaran terhadap pasal l2 dikenakan tindakan administratif.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
Semua perusahaan atau perorangan yang telah melakukan kegiatan rumah makan atau
restoran sebelum berlakunya peraturan ini, harus menyesuaikan diri dengan peraturan ini
dalam waktu selambat-lambatnya 2 (dua) tahun.
Pasal 20
Dalam masa peralihan sebagaimana dimaksud pasal 19, pengusaha atau penanggung
jawab rumah makan dan restoran wajib mengikuti petunjuk-petunjuk yang dikeluarkan oleh
Direktur Jenderal.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Hal-hal yang bersifat teknis yang belum diatur dalam peraturan ini, ditetapkan oleh Direktur
Jenderal.
Pasal 22
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dangan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.