Anda di halaman 1dari 17

No. ID dan Nama Peserta : / dr.

Aneu Mulyani
No. ID dan Nama Wahana: / Perawatan Saraf RSUD Kota Baubau
Topik: Vertigo
Tanggal (Kasus) : 22 Maret 2016
Nama Pasien : Tn. U No. RM : 051459
Tanggal Presentasi : Pendamping: dr. Kenangan, MARS
Tempat Presentasi:
Obyek Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
• Deskripsi: Seorang laki-laki, 58 tahun, datang dengan keluhan pusing berputar sejak 1
minggu yang lalu. Mual +, muntah + terutama jika menolehkan kepala. Pusing berputar
ini dirasakan sangat megganggu aktifitas.
Tujuan : Memberikan penanganan pada pasien vertigo berupa terapi simtomatik dan suportif
kepada pasien.
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
membahas: diskusi
Data Pasien: Nama : Tn. U No.Registrasi: 051459
Nama klinik Perawatan Saraf RSUD Kota
Baubau
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/ gambaran klinis : Vertigo / pusing berputar dirasakan sejak 1 minggu yang
lalu. Keluhan memberat bila pasien menoleh kepala ke kiri maupun ke kanan. Mual +,
muntah+.
Keadaan umum: tampak sakit sedang / sadar.
Tanda-Tanda Vital:
Tekanan darah : 130/80, Nadi : 88 x/menit, Pernapasan : 22 x/Menit, Suhu : 36.5.
2. Riwayat pengobatan : belum pernah diobati.
3. Riwayat kesehatan/ penyakit : riwayat penyakit yang sama disangkal, riwayat alergi
makanan maupun obat disangkal. Riwayat operasi katarak mata kiri dan kanan.
4. Riwayat keluarga : riwayat penyakit yang sama tidak diketahui
5. Riwayat pekerjaan & kebiasaan : sering konsumsi sayuran dan buah-buahan.
6. Lain-lain: pasien berasal dari golongan ekonomi menengah kebawah.
Daftar Pustaka:
1. Wreksoatmojo BR. Vertigo-Aspek Neurologi. [online] 2009 [cited 2009 May 30th]. Available
from : URL:http://www.google.com/vertigo/cermin dunia kedokteran .html
2. Joesoef AA. Vertigo. In : Harsono, editor. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press; 2000. p.341-59
3. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar N, Editor.
Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2008. Hal. 104-9
4. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 May
20th]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview
5. Johnson J & Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK, editor. Current Diagnosis &
treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery. New York : Mc Graw Hill Companies.
2004. p 761-5
6. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam : Arsyad E, Iskandar
N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. akarta : Balai
Penerbit FKUI. 2008. Hal. 94-101
7. Anderson JH dan Levine SC. Sistem Vestibularis. Dalam : Effendi H, Santoso R, Editor :
Buku Ajar Penyakit THT Boies. Edisi Keenam. Jakarta : EGC. 1997. h 39-45
8. Sherwood L. Telinga, Pendengaran, dan Keseimbangan. Dalam: Fisiologi Manusia dari Sel
ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1996. p 176-189
9. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 May 20th].
Available from : http://www .dizziness-and-balance.com/bppv.htm
10. Mansjoer a, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W. Penyakit Menierre. alam :
KApita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI. 2001. Hal 93-94
11. Wahyudi, Kupiya Timbul. 2012. Vertigo. CDK-198. (39)10 : 738-741.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio:
1. Subyektif:
Seorang laki-laki, 58 tahun, datang dengan keluhan pusing berputar sejak 1 minggu
yang lalu. Mual +, muntah + terutama jika menolehkan kepala. Pusing berputar ini
dirasakan sangat megganggu aktifitas.
2. Obyektif:
Tanda-tanda Vital
KU/Kesadaran : tampak sakit sedang/composmentis
Tekanan darah : 130/80
Nadi : 88 x/menit reguler
Suhu : 36.5
Pernapasan : 22 x/menit, reguler,
Keadaan umum: tampak sakit sedang
Status Generalis
Kepala : Rambut tidak mudah dicabut, sebaran merata,
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-. Isokor 3mm, RC +/+, secret -/-
Telinga : Discharge -/-
Hidung : Sekret -/-, nafas cuping hidung-/-
Mulut : Mukosa kering-, bibir isanosis-, faring hiperemis -, T1-T1 tidak hiperemis
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar limponodi
Dada :
Paru : I: Retraksi -, pergerakan dinding dada simetris kanan=kiri, retraksi (-),
ketinggalan gerak (-), pectus excavatum (-), pectus carinatum(-).
P :Krepitasi (-), massa (-), Vokal fremitus lapang paru kiri=kanan.
P :Sonor pada seluruh lapang paru.
A: Sd bronkovesikuler +/+, Rh +/+, Wh+/+ hampir diseluruh lapang paru
Jantung: I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis tidak teraba, massa tumor -
P : Batas jantung kanan di ICS 5 linea sternalis kanan, batas jantung kiri di
ICS 5 2 jari medial linea midclavicula kiri
A:S1>S2, regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :I : Abdomen datar, sikatriks (-)
A : Bising usus (+) turun
P : timpani
P : supel, nyerti tekan Mc Burney +, psoas sign + , Hepar dbn, Lien dbn.
Ekstremitas: Akral hangat, reflex fisiologis dbn keempat extremitas. Reflek patologis
negative di keempat ekstrimitas. Rangsang meningeal -. Romberg test mata tertutup +,
mata terbuka +.
Laboratorium DL: normal.
Laboratorium GDS normal, Kolesterol total normal.
3. “Assesment” (penalaran klinis)
VERTIGO
1.1. DEFINISI
Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi
(memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa
berputar atau badan yang berputar. Keluhan yang paling sering dijumpai dalam
praktek. Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere” yaitu memutar. Vertigo
termasuk ke dalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing,
pening, sempoyongan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik.
Vertigo paling sering ditemukan adalah Benign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV). Menutur penelitian pasien yang datang dengan keluhan pusing
berputar/vertigo, sebanyak 20% memiliki BPPV, walaupun penyakit ini sering
disertai penyakit lainnya.
1.2. SISTEM KESEIMBANGAN
Manusia, karena berjalan dengan kedua tungkainya, relatif kurang stabil
dibandingkan dengan makhluk lain yang berjalan dengan empat kaki, sehingga
lebih memerlukan informasi posisi tubuh relatif terhadap lingkungan, selain itu
diperlukan juga informasi gerakan agar dapat terus beradaptasi dengan perubahan
sekelilingnya.
Informasi tersebut diperoleh dari sistim keseimbangan tubuh yang melibatkan
kanalis semisirkularis sebagai reseptor, serta sistim vestibuler dan serebelum
sebagai pengolah informasinya, selain itu fungsi penglihatan dan proprioceptif
juga berperan dalam memberikan informasi rasa sikap dan gerak anggota tubuh.
Sistim tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi untuk selanjutnya diolah
disusunan saraf pusat.

1.3. PATOFISIOLOGI
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh
yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan
apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang berusaha
menerangkan kejadian tersebut :
a. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan
hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu, akibatnya akan
timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
b. Teori konflik sensorik.
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari
berbagai reseptor sensorik perifer yaitu mata/visus, vestibulum dan
proprioceptif, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik yang berasal
dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan
sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nnistagmus
(usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler,
serebelum) atau rasa melayang, berputar (berasal dari sensasi kortikal).
Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan
gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.
c. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut teori ini
otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu, sehingga jika
pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan
yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola
gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme
adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.
d. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha
adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis
terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
e. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin
(Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu
dalam pengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala
vertigo.
f. Teori Sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjai peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres
yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor), peningkatan
kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang
selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas
sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang
sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat
aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan
hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf
parasimpatis.
1.4. TATALAKSANA PENDERITA VERTIGO
Vertigo bukan suatu penyakit tersendiri, melainkan gejala dari penyakit yang
letak lesi dan penyebabnya berbeda-beda. Oleh karena itu, pada setiap penderita
vertigo harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang cermat dan terarah
untuk menentukan bentuk vertigo, letak lesi dan penyebabnya
ANAMNESIS
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya, melayang, goyang, berputar, tujuh
keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga keadaan yang
memprovokasi timbulnya vertigo. Perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan
dan ketegangan. Profil wakti, apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang
timbul, paroksismal, kronikm progresif atau membaik.
Beberapa penyakit tertentu mempunyai profil waktu yang karakteristik. Apakah
juga ada gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/ditemukan pada lesi
alat vestibuler atau n. vestibularis. Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin,
kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui
ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti anemia, penyakit
jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru dan kemungkinan trauma akustik.
PEMERIKSAAN FISIK
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik, otologik
atau neurologik-vestibuler atau serebeler, dapat berupa pemeriksaan fungsi
pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi
serebelum. Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan
penyebab, apakah akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan
susunan saraf pusat (korteks serebrim serebelum, batang otak atau berkaitan
dengan sistim vestibuler/otologik, selain itu harus dipertimbangkan pula faktor
psiikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut.
Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung,
hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi. Dalam
menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya,
lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal
yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.
PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik, tekanan darah
diukur dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri, bising karotis, irama (denyut
jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada fungsi
vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata
terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik.
Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya
dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler
hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis
tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak.
Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada
mata terbuka maupun pada mata tertutup.
b. Tandem gait.
Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki
kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan
menyimpang dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.

c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan jalan ditempat
dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan
vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan
gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah
lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan
yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah
lesi.
d. Past-ponting test (Uji Tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan penderita disuruh
mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh
telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulangulang dengan mata
terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan
lengan penderita ke arah lesi.
e. Uji Babinsky-Weil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan
lima langkah ke belakang selama setengan menit; jika ada gangguan vestibuler
unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.
1.5. PEMERIKSAAN KHUSUS OTO-NEUROLOGI
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau
perifer.
1. Fungsi Vestibuler
Uji Dix Hallpike
Perhatikan adanya nistagmus, lakukan uji ini ke kanan dan kiri. Dari posisi
duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang dengan cepat,
sehingga kepalanya menggantung 45° di bawah garis horizontal, kemudian
kepalanya dimiringkan 45° ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan
hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah
lesinya perifer atau sentral. Perifer, vertigo dan nistagmus timbul setelah
periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan
berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue).
Sentral, tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1
menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°, sehingga kanalis semisirkularis
lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air
dingin (30°C) dan air hangat (44°C) masing-masing selama 40 detik dan jarak
setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak
permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis adalah jika abnormalitas
ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin,
sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada
arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Canal paresis
menunjukkan lesi perifer di labarin atau n.VIII, sedangkan directional
preponderance menunjukkan lesi sentral.
Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk
merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut
dapat dianalisis secara kuantitatif.
2. Fungsi Pendengaran
Tes Garpu Tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan
tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli konduktif, tes Rinne negatif,
Weber lateralisasi ke yang tuli dan schwabach memendek.
Audiometri
Ada beberapa macam pemeriiksaan audiometri seperti Ludness Balance Test,
SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay. Pemeriksaan saraf-saraf otak lain
meliputi: acies visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah,
pendengaran dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan
ekstremitas), fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebelar tremor,
gangguan cara berjalan).
1.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain
sesuai indikasi.
b. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
c. Neurofisiologi Elektroensefalografi (EEG), Elektromiografi (EMG),
Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP).
d. Pencitraan CT-scan, arteriografi, magnetic resonance imaging (MRI).
1.7. TERAPI
Tujuan pengobatan vertigo, selain kausal (jika ditemukan penyebabnya), ialah
untuk memperbaiki ketidakseimbangan vestibular melalui modulasi transmisi
saraf, umumnya digunakan obat yang bersifat antikolinergik. Obat-obatan yang
digunakan pada terapi simptomatik vertigo (sedative vestibuler). Selain itu dapat
dicoba metode Brandt-Daroff sebagai upaya desensitisasi reseptor semisirkularis.
Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung, lalu tutup
kedua mata dan berbaring dengan cepat ke salah satu sisi tubuh, tahan selama 30
detik, kemudian duduk tegak kembali. Setelah 30 detik baringkan tubuh dengan
cara yang sama ke sisi lain, tahan selama 30 detik, kemudian duduk tegak
kembali.
Latihan ini dilakukan berulang (lima kali berturut-turut) pada pagi dan petang
hari sampai tidak timbul vertigo lagi. Latihan lain yang dapat dicoba ialah latihan
visual-vestibular, berupa gerakan mata melirik ke atas, bawah kiri dan kanan
mengikuti gerak obyek yang makin lama makin cepat, kemudian diikuti dengan
gerakan fleksi-ekstensi kepala berulang dengan mata tertutup, yang makin lama
makin cepat. Terapi kausal tergantung pada penyebab yang ditemukan. Beberapa
penyebab vertigo yang sering ditemukan.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo
Dianggal merupakan penyebab tersering vertigo, umumnya hilang sendiri (self
limiting) dalam 4 sampai 6 minggu. Saat ini dikaitkan dengan kondisi otoconia
(butir kalsium di dalam kanalis semisirkularis) yang tidak stabil. Terapi fisik dan
manuver Brandt-daroff dianggal lebih efektif daripada medikamentosa.
Penyakit Meniere
Dianggap disebabkan oleh pelebaran dan ruptur periodik kompartemen
endolimfatik di telinga dalam, selain vertigo biasanya disertai juga dengan
tinnitus, dan gangguan pendengaran. Belum ada pengobatan yang terbukti efektif,
terapi profilaktik juga belum memuaskan, tetapi 60-80% akan remisi spontan.
Dapat dicoba penggunaan vasodilator, diuretik ringan bersama diet rendah garam,
kadang-kadang dilakukan tindakan operatif berupa dekompresi ruangan
endolimfatik dan pemotongan n.vestibularis. Pada kasus berat atau jika sudah tuli
berat dapat dilakukan labirinektomi atau merusak saraf dengan instilasi
aminoglikosida ke telinga dalam (ototoksik lokal). Pencegahan antara lain dapat
dicoba dengan menghindari kafein, berhenti merokok, membatasi asupan garam.
Obat diuretik ringan atau antagonis kalsium dapat meringankan gejala.
Simtomatik dapat diberi obat supresan vestibuler.
Neuritis Vestibularis
Merupakan penyakit yang self limiting, diduga disebabkan oleh infeksi virus, jika
disertai gangguan pendengaran disebut labirinitis. Sekitar 50% pasien akan
sembuh dalam dua bulan. Di awal sakit, pasien dianjurkan istirahat di tempat
tidur, diberi obat supresan vestibuler dan anti emetik. Mobilisasi dini dianjurkan
untuk merangsang mekanisme kompensasi sentral.
Vertigo Akibat Obat
Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus dan
hilangnya pendengaran. Obat-obat itu antara lain aminoglikosid, diuretik loop,
antiinflamasi nonsteroid, derivat kina atau antineoplastik yang mengandung
platina. Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik, demikian juga gentamisin,
sedangkan kanamisin, amikasin dan metilmisin lebih bersifat ototoksik.
Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain sulfonamid,
asam nalidiksat, metronidazol dan minosiklin. Terapi berupa penghentian obat
bersangkutan dan terapi fisik; penggunaan obat supresan vestibuler tidak
dianjurkan karena justru menghambat pemulihan fungsi vestibuler. Obat
penyekat alfa adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat menimbulkan rasa
melayang yang dapat dikacaukan dengan vertigo.

Penatalaksanaan Medikamentosa
Secara umum, penatalaksanaan medikamentosa mempunyai tujuan utama : (i)
mengeliminasi keluhan vertigo, (ii) memperbaiki proses-proses kompensasi
vestibuler, dan (iii) mengurangi gejala-gejala neurovegetatif ataupun psikoafektif.
Beberapa golongan obat yang dapat digunakan untuk penanganan vertigo di
antaranya adalah :
a. Antikolinergik
Antikolinergik merupakan obat pertama yang digunakan untuk penanganan
vertigo, yang paling banyak dipakai adalah skopolamin dan homatropin.
Kedua preparat tersebut dapat juga dikombinasikan dalam satu sediaan
antivertigo. Antikolinergik berperan sebagai supresan vestibuler melalui
reseptor muskarinik. Pemberian antikolinergik per oral memberikan efek
rata-rata 4 jam, sedangkan gejala efek samping yang timbul terutama berupa
gejala-gejala penghambatan reseptor muskarinik sentral, seperti gangguan
memori dan kebingungan (terutama pada populasi lanjut usia), ataupun
gejala-gejala penghambatan muskarinik perifer, seperti gangguan visual,
mulut kering, konstipasi, dan gangguan berkemih.
b. Antihistamin
Penghambat reseptor histamin-1 (H-1 blocker) saat ini merupakan antivertigo
yang paling banyak diresepkan untuk kasus vertigo,dan termasuk di
antaranya adalah difenhidramin, siklizin, dimenhidrinat, meklozin, dan
prometazin. Mekanisme antihistamin sebagai supresan vestibuler tidak
banyak diketahui, tetapi diperkirakan juga mempunyai efek terhadap reseptor
histamin sentral. Antihistamin mungkin juga mempunyai potensi dalam
mencegah dan memperbaiki “motion sickness”. Efek sedasi merupakan efek
samping utama dari pemberian penghambat histamin-1. Obat ini biasanya
diberikan per oral, dengan lama kerja bervariasi mulai dari 4 jam (misalnya,
siklizin) sampai 12 jam (misalnya, meklozin).
c. Histaminergik
Obat kelas ini diwakili oleh betahistin yang digunakan sebagai antivertigo di
beberapa negara Eropa, tetapi tidak di Amerika. Betahistin sendiri merupakan
prekrusor histamin. Efek antivertigo betahistin diperkirakan berasal dari efek
vasodilatasi, perbaikan aliran darah pada mikrosirkulasi di daerah telinga
tengah dan sistem vestibuler. Pada pemberian peroral, betahistin diserap
dengan baik, dengan kadar puncak tercapai dalam waktu sekitar 4 jam. efek
samping relatif jarang, termasuk di antaranya keluhan nyeri kepala dan mual.
d. Antidopaminergik
Antidopaminergik biasanya digunakan untuk mengontrol keluhan mual pada
pasien dengan gejala mirip-vertigo. Sebagian besar antidopaminergik
merupakan neuroleptik. Efek antidopaminergik pada vestibuler tidak
diketahui dengan pasti, tetapi diperkirakan bahwa antikolinergik dan
antihistaminik (H1) berpengaruh pada sistem vestibuler perifer. Lama kerja
neuroleptik ini bervariasi mulai dari 4 sampai 12 jam. Beberapa antagonis
dopamin digunakan sebagai antiemetik, seperti domperidon dan
metoklopramid. Efek samping dari antagonis dopamin ini terutama adalah
hipotensi ortostatik, somnolen, serta beberapa keluhan yang berhubungan
dengan gejala ekstrapiramidal, seperti diskinesia tardif, parkinsonisme,
distonia akut, dan sebagainya.
e. Benzodiazepin
Benzodiazepin merupakan modulator GABA, yang akan berikatan di tempat
khusus pada reseptor GABA. Efek sebagai supresan vestibuler diperkirakan
terjadi melalui mekanisme sentral. Namun, seperti halnya obat-obat sedatif,
akan memengaruhi kompensasi vestibuler. Efek farmakologis utama dari
benzodiazepine adalah sedasi, hipnosis, penurunan kecemasan, relaksasi otot,
amnesia anterograd, serta antikonvulsan. Beberapa obat golongan ini yang
sering digunakan adalah lorazepam, diazepam, dan klonazepam.
f. Antagonis kalsium
Obat-obat golongan ini bekerja dengan menghambat kanal kalsium di dalam
system vestibuler, sehingga akan mengurangi jumlah ion kalsium intrasel.
Penghambat kanal kalsium ini berfungsi sebagai supresan vestibuler.
Flunarizin dan sinarizin merupakan penghambat kanal kalsium yang
diindikasikan untuk penatalaksanaan vertigo. Kedua obat ini juga digunakan
sebagai obat migren. Selain sebagai penghambat kanal kalsium, ternyata
flunarizin dan sinarizin mempunyai efek sedatif, antidopaminergik, serta
antihistamin- 1. Flunarizin dan sinarizin dikonsumsi per oral. Flunarizin
mempunyai waktu paruh yang panjang, dengan kadar mantap tercapai setelah
2 bulan, tetapi kadar obat dalam darah masih dapat terdeteksi dalam waktu 2-
4 bulan setelah pengobatan dihentikan. Efek samping jangka pendek dari
penggunaan obat ini terutama adalah efek sedasi dan peningkatan berat
badan. Efek jangka panjang yang pernah dilaporkan ialah depresi dan gejala
parkinsonisme, tetapi efek samping ini lebih banyak terjadi pada populasi
lanjut usia.

g. Simpatomimetik
Simpatomimetik, termasuk efedrin dan amfetamin, harus digunakan secara
hati-hati karena adanya efek adiksi.
h. Asetilleusin
Obat ini banyak digunakan di Prancis. Mekanisme kerja obat ini sebagai
antivertigo tidak diketahui dengan pasti, tetapi diperkirakan bekerja sebagai
prekrusor neuromediator yang memengaruhi aktivasi vestibuler aferen, serta
diperkirakan mempunyai efek sebagai “antikalsium” pada neurotransmisi.
Beberapa efek samping penggunaan asetilleusin ini diantaranya adalah
gastritis (terutama pada dosis tinggi) dan nyeri di tempat injeksi.
i. Lain-lain
Beberapa preparat ataupun bahan yang diperkirakan mempunyai efek
antivertigo di antaranya adalah ginkgo biloba, piribedil (agonis
dopaminergik), dan ondansetron.
4. ”Plan” :
Diagnosis :
Diagnosis : Tn. U 58 tahun dengan vertigo
Terapi dan tindakan :
 IVFD RL 20 tpm makro.
 Inj. Ranitidin 1amp/12 jam
 Inj. Ondansetron 1amp/12 jam
 PO. Betahistin 3x1 tab
 PO. Neurodex 1x1 tab
Pengobatan :
1. Memantau keadaan umum dan tanda vital
2. Mengurasi pusing
3. Mencegah komplikasi

Pendidikan :
Dilakukan kepada pasien dan keluarganya agar membantu proses penyembuhan dan
tetap tenang. Kita menjelaskan prognosis dari pasien serta kemungkinan komplikasi
yang muncul.

Konsultasi :
Dijelaskan adanya indikasi rawat inap dan konsultasi dengan spesialis penyakit saraf
untuk penanganan lebih lanjut.

Rujukan:
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harusnya ditangani di rumah sakit
dengan sarana dan prasarana yang lebih memadai.
Follow up bangsal paska pembedahan
Tanggal Subjektif Objektif Assesment dan Plan
23-3- S: pusing +, KU/Kes: Vertigo
2016 penglihatan tampak sakit Terapi:
kabur sedang/CM IVFD RL 20 tpm
berkurang, VS: Inj. Ranitidine 1amp/12jam
nyeri TD : 110/70 Inj. Ondansetron 1amp/12jam
telinga-, N PO. Betahisstin 3x1 tab
mual-, 78x/menit PO. Neurodex 1x1 tab
muntah-, RR 20x/menit PO. Gratigo 2x1 tab
BAK S 36.2oC Diet biasa
normal. Mata : ca-/- Mobilisasi
si-/-, RC +/+
isokor 3mm.
Abdomen:
I: cembung
A : BU (+) N
Pal : supel, nt
-
Per : timpani
Extremitas:
Akral hangat
Reflek
fisiologis + di
keempat
ekstrimitas,
reflek
patologis – di
keempat
ekstrimitas,
meningeal
sign -,
Romberg test
+.
24-3- S: pusing -, KU/Kes: Vertigo
2016 penglihatan tampak sakit Terapi:
kabur -, sedang/CM IVFD RL 20 tpm
nyeri VS: Inj. Ranitidine 1amp/12jam
telinga-, TD : 110/80 PO. Betahisstin 3x1 tab
mual-, N PO. Neurodex 1x1 tab
muntah-, 76x/menit PO. Gratigo 2x1 tab
BAK RR 20x/menit Diet biasa
normal. S 36.1oC Mobilisasi
Mata : ca-/- Boleh pulang dan rawat jalan
si-/-, RC +/+
isokor 3mm.
Abdomen:
I: cembung
A : BU (+) N
Pal : supel, nt
-
Per : timpani
Extremitas:
Akral hangat
Reflek
fisiologis + di
keempat
ekstrimitas,
reflek
patologis – di
keempat
ekstrimitas,
meningeal
sign -,
Romberg test
-.

Baubau, Maret 2016


Dokter Internsip Dokter Pendamping

dr. Aneu Mulyani dr. Kenangan, MARS

Anda mungkin juga menyukai