Anda di halaman 1dari 18

2/2/2018 Agama Islam

“Khutbah Singkat Dan Fardhu Kifayah”

Nama : M.Rizki kurniawan


KELAS : XI AKUNTANSI 7
KONTEN

Agama Islam

Khutbah Singkat Fardhu Kifayah

1. Pengertian 1. Pengertian &


2. Ketentuan : Pembahasan
- Syarat Khatib 2. Contoh
- Syarat 2 Khutbah
- Rukun Khutbah
- Sunnah Khutbah

3. Contoh Khutbah
Khutbah Singkat
Khutbah Singkat
Pengertian Khutbah
Khutbah secara bahasa, adalah ‘perkataan yang disampaikan di atas mimbar’. Sebagian ulama
mendefinisikan “khotbah” sebagai ‘perkataan tersusun yang mengandung nasihat dan informasi.

Khutbah yang disyari’atkan dalam Islam, yaitu khutbah jumat, khutbah, Idul Adha, khutbah Idul
Fitri, khutbah pada shalat istisqa (shalat minta hujan), khutbah nikah dan khutbah tatkala wuquf
di ‘Arafah. Dari sejumlah jenis khutbah yang ada, hal yang paling penting diketahui yaitu
mengenai khutbah jumat. Karena memang, khutbah Jumat itu memerlukan rukun yang harus
terpenuhi, agar bisa sah secara aturan. Bilamana salah satu rukun itu tidak terpenuhi, maka
khutbah tidak sah.

Ketentuan Khutbah Jumat

A. Syarat Khatib.
1. Memahami tentang ajaran Islam atau tema yang akan disampaikan di mimbar.
2. Memahami dan mengetahui betul mengenai syarat, rukun dan sunahnya khutbah.
3. Mampu melafalkan syahadat, salawat, Al-Qur’an dan hadis secara baik dan benar.
4. Sudah baligh, berakal sehat dan berakhlak baik.
5. Dipandang sebagai orang terhormat dan disegani

B. Syarat-syarat Dua Khutbah Jumat.


Syarat dua khutbah sebagai berikut :

1. Suci dari hadas dan najis.


2. Khutbah dilaksanakan sesudah matahari tergelencir.
3. Khatib hendaknya berdiri jika mampu.
4. Khatib hwndaknya duduk diantara dua khutbah.
5. Diucapkan dengan suara yang keras supaya terdengar.
6. Tertib dan baik dalam rukun-rukunnya.

C. Rukun Khutbah
Khutbah memenuhi rukun-rukunnya sebagai berikut :

1. Mengucap hamdalah dan puji-pujian kepada Allah Swt. Khutbah jumat itu wajib
dimulai dengan hamdalah, yaitu lafaz yang memuji Allah Swt.
2. Misalnya lafaz alhamdulillah, atau innalhamda lillah. Pendeknya, minimal ada kata
alhamd dan lafaz Allah, baik di khutbah pertama atau khutbah kedua.
3. Membaca syahadat tauhid dan syahadat rasul. Misalnya dengan kalimat, “asyhadu
allaa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhμ wa rasuluh.”
4. Membaca salawat Nabi Muhammad Swt., misalnya “Allahuma shalli ‘ala
Muhammad wa ala ali sayidana Muhammad”
5. Berwasiat memberi nasehat untuk menyampaikan ajaran tentang akidah, ibadah,
akhlak, muamalah yang bersumber dari Allah Swt.
6. Membaca ayat Al–Qur’an pada salah satu dua khutbah.
7. Pada bagian akhir, khatib harus mengucapkan lafaz doa yang intinya meminta kepada
Allah kebaikan untuk umat Islam. Misalnya kalimat: Allahummagfir lil muslimin wal
muslimat ( Ya Allah, ampunilah orang-orang muslim laki dan wanita). Atau kalimat
Allahumma ajirna minannar ( Ya Allah, selamatkan kami dari api neraka).

D. Sunnah Khutbah Jumat


Sunah Khutbah jumat sebagai berikut :

1. Khatib berdiri diatas mimbar sebelah kanan tempat berdiri imam salat
2. Mengawali khutbahnya dengan memberikan salam.
3. Khutbah hendaknya jelah, mudah dipahami, tidak telalu panjang atau pendek.
4. Berkhutbah menghadap kepada jamaah khutbah.
5. Menertibkan tiga rukun yaitu puji-pujian, shalawat dan nasihat.
6. Membaca Al Ikhlas ketika duduk diantara dua khutbah.
7. Membaca ayat Al-Qur’an pada salah satu dua khutbah.

Contoh Khutbah

ZAKAT TEPAT UMMAT KUAT

Khutbah Pertama:

َ ‫ َو لم ۡن‬،‫سنَا‬
،‫سيلّئ َاتلأ َ ۡع َما للنَا‬ ‫ َونَعُ ۡوذُبلاللّٰ له لم ۡنش ُُر ۡو لرأ َ ۡنفُ ل‬،‫ـح َم ُدهُ َونَ ۡست َ لع ۡينُهُ َونَ ۡست َ ْغ لف ُر ُه‬ ۡ ‫ َن‬، َ‫ب ۡال هعَلَ لمين‬ ‫ُِلل َر ّ ل‬ ‫ۡالـ َح ۡمد ل ّ ه‬
،ُ‫لي لَه‬ ۡ ۡ ُ‫ َو َم ۡني‬،ُ‫اِلُ َف ََل ُم لضلَّلَه‬ ّٰ ‫َم ۡن َي ۡه لد له‬
َ ‫ض للل َف ََل َهاد‬
،ُ‫سولُه‬ ُ ‫ َوأ َ ۡش َه ُدأَنَّ ُمـ َح َّمدًاع َۡب ُده َُو َر‬،‫نَلإل هل َه لإ ََّّلاللّٰ ُه َو ۡح َده ََُلش لَر ۡيكَ لَه‬ َّ َ ‫أ َ ۡش َه ُدأ‬
َ ‫و َم ۡنتَبلعَ ُه ۡم لب لإ ۡح‬،‫ين‬
.‫سانٍ لإ َلىيَ ۡو لم ال ّد ۡلين‬ َ ‫ص َحابل لهأ َ ۡج َم لع‬ ۡ َ ‫علَىآ لل له َوأ‬ َ ‫س للّ ۡم َعلَى َم َح َّمد ٍَو‬
َ ‫ص للّ َو‬ َ ‫اللّٰ ُه َّم‬
. َ‫عتل له لَ َعلَّكُمۡ ت ُۡر َح ُم ۡون‬َ ‫ىاِلل تَ َع هالى َو َطا‬ ّٰ ‫أ ُ ۡو لص ۡيك ُۡم َونَ ۡفسلي لبت َ ۡق َو‬،‫َّٰللال‬ّٰ ‫فَ َيا لع َباد‬
( َ‫ٱِلَ حَقَّ تُقَاتل لۦه َو ََّل ت َ ُموت ُنَّ إل ََّّل َو أَنت ُم ُّم ۡس لل ُمون‬ َّ ‫) هيََٰٓأَيُّ َها ٱلَّ لذينَ َءا َمنُوا ٱتَّقُوا‬:‫الي فلي ۡالقُ ۡر ها لن ۡالك لَر ۡي لم‬ ّٰ ‫قَا َل‬
‫ّٰللاُ ت َ َع ه‬
ُ‫سولَه‬ َّ ‫ص لل ۡح َلكُمۡ أ َ ۡع َمالَكُمۡ َو َي ۡغ لف ۡرلَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡ ۞ َو َم ۡن يُ لط لع‬
ُ ‫ّٰللاَ َو َر‬ ۡ ُ‫سدليدًا ۞ي‬ َ ‫ٱِلَ َوقُولُوا قَ ۡو ًَّل‬ َّ ‫) هيََٰٓأَيُّ َها ٱلَّ لذينَ َءا َمنُوا ٱتَّقُوا‬
(‫از فَ ۡو ًزا ع لَظي ًما‬ َ َ‫فَقَ ۡد ف‬
.‫س ٍن‬َ ‫ق َح‬ٍ ُ‫اس بل ُخل‬
َ َّ‫ق الن‬ ‫سنَةَ ت َ ۡم ُح َها َو َخا لل ل‬َ ‫س ّليئ َةَ ۡال َح‬ َّ ‫ّٰللاَ َح ۡيثُما ك ُۡنتَ َوأ َ ۡتبل لع ال‬
ّٰ ‫ق‬ ‫ اتَّ ل‬:‫س َّل َم‬
َ ‫ع َل ۡي له َو‬ ّٰ ‫ص َّلي‬
َ ُ‫ّٰللا‬ َ ‫ّٰللال‬ ُ ‫َوقَا َل َر‬
ّٰ ‫س ۡو ُل‬
: ‫أ َ َّما بَ ۡع ُد‬

Kaum Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah ...


Pada kesempatan yang membahagiakan ini, di hari Jum’at yang penuh berkah, marilah kita senantiasa
memanjatkan syukur tiada tara kepada Allah azza wa jalla atas segala nikmat yang Allah anugerahkan
kepada kita. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan atas baginda Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wasallam beserta keluarga, shahabat, para tabi’iin, tabi’ut tabi’iin dan seluruh ummat
beliau hingga akhir zaman. Semoga kita mendapatkan syafaat beliau kelak pada hari pembalasan. Aamiin
Kaum Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah ...
Marilah kita senantiasa meningkatkan kualitas iman dan taqwa kepada Allah subhanahu wataala, dengan
cara melaksanakan ibadah yang didasari hati yang khusyu’, tawadhu’, tulus dan ikhlas hanya mengharap
ridha Allah semata. Mudah-mudahan seluruh amal ibadah kita senantiasa diterima di sisi Allah
subhanahu wataala. Dan juga, marilah kita senantiasa berhati-hati dalam beramal, jangan sampai
terjerumus, terjerembab dan terperosok ke dalam perbuatan dosa dan kemaksiatan kepada Allah
subhanahu wataala. Dimana perbuatan dosa dan kemaksiatan itu akan mengantarkan pelakunya menuju
kehinaan dunia dan akhirat.
Kita berlindung kepada Allah, semoga kita terhindar dari adzab Allah yang pedih baik di dunia maupun
di akhirat. Akhirnya, kita berharap kepada Allah subhanahu wataala, agar kita termasuk bagian dari
hamba-Nya yang terbaik, yaitu hamba yang paling bertaqwa. Allah subhanahu wataala menegaskan:

ّٰ ‫إلنَّ أ َ ۡك َر َمكُمۡ لع ۡن َد‬


ۡ‫ّٰللال أ َ ۡت َقاكُم‬

“Sesungguhnya hamba yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang
paling bertaqwa.” (QS.al-Hujurat: 13)

Kaum Muslimin rahimakumullah ...


Allah subhanahu wataala telah mewajibkan zakat atas kaum muslimin yang memiliki kekayaan harta
dan memenuhi syarat-syarat tertentu dalam pandangan syara’. Diantara syarat itu adalah, muslim yang
memiliki harta mencapai nishab (batas minimal) dan haul (masa satu tahun). Zakat bukanlah sekedar
kebajikan, akan tetapi merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima. Dalam hal ini, zakat menjadi
salah satu barometer ke-Islaman seseorang.
Dalam Al-Qur'an tidak kurang dari 82 kali ayat-ayat yang menjelaskan tentang zakat yang selalu
dikaitkan dengan perintah shalat. Itu artinya zakat mempunyai posisi yang sejajar dengan shalat. Jika
seseorang telah melakukan shalat 5 kali sehari semalam, berarti ia juga harus mengeluarkan zakat sesuai
dengan yang diperintahkan. Allah subhanahu wataala berfirman:

َّ ‫ص هلوةَ َو َءات ُۡوا‬


ّٰ ‫الز هكوةَ َو ۡار َكعُ ۡوا َم َع‬
َ‫الر لك لع ۡين‬ َّ ‫َوأَقل ۡي ُم ۡوا ال‬

"Kalian dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat, serta ruku’lah bersama dengan orang-
orang yang ruku’. ” (QS. al-Baqarah: 43)

Inilah salah satu ayat yang menjadi dasar ketegasan Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu anhu dalam
menegakkan perintah zakat. Pada masa kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq, orang-orang yang
menolak perintah untuk menunaikan zakat diperangi karena dianggap sebagai tindakan yang mendurhakai
agama bahkan bisa menyebabkan pelakunya keluar dari Islam, karena hal itu menunjukkan bahwa ia telah
mengingkari salah satu dari syariat Islam.
Kaum Muslimin rahimakumullah ...
Zakat merupakan ibadah yang memiliki dua dimensi, yaitu hablum minallah (ibadah ritual) dan hablum
minannaas (ibadah sosial). Zakat dikatakan ibadah ritual, karena dalam pelaksanaannya menghendaki
adanya pemurnian niat (lillahi ta’ala) dan pembenaran cara (ittiba’ur Rasul). Dengan dua syarat inilah,
niscaya zakat yang kita tunaikan akan diterima di sisi Allah subhanahu wataala. Tanpa niat yang ikhlas
dan cara yang benar, maka zakat yang kita tunaikan akan sia-sia tanpa makna di mata Allah subhanahu
wataala. Dengan demikian, ibadah zakat akan mampu memperkuat tali hubungan antara seorang hamba
dengan Allah subhanahu wataala (hablum minallah).
Zakat dikatakan sebagai ibadah sosial karena ada unsur kepedulian sosial yang sangat kental dalam
pelaksaaannya. Orang yang mengeluarkan zakat berarti ia juga ikut memperhatikan kehidupan sosial,
membantu kaum yang lemah dan sekaligus ikut menanggulangi persoalan-persoalan kemiskinan yang kita
hadapi dewasa ini. Oleh karena itu zakat tidak saja bertujuan untuk membersihkan jiwa dan harta, akan
tetapi juga dapat membantu mengentaskan kemiskinan dan memperkuat ketahanan ekonomi ummat.
Dengan demikian, ibadah zakat akan mampu memperkuat tali hubungan baik antara seseorang dengan
orang lainnya (hablum minannaas). Maka, orang yang senantiasa menunaikan zakat berarti telah
menebarkan kemanfaatan kepada sesama. Inilah ciri manusia yang terbaik di mata Allah (hablum
minannaas). Rasulullah shallallahu alahi wasallam bersabda:

‫اس أ َ ۡنفَعُ ُهمۡ للل َّن ل‬


‫اس‬ ‫َخ ۡي ُر ال َّن ل‬

“Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”(HR.
Tabrani dan Daruquthni).

Kaum Muslimin rahimakumullah ...


Sebagai contoh, pada masa pemerintahan khulafaur rasyidin, pengelolaan zakat sukses dilakukan dan
dapat berdiri tegak sebagai instrumen sosial utama dalam pemerataan kesejahteraan dan pemberdayaan
ummat. Pada masa Abu Bakar radhiyallahu anhu zakat dikelola oleh sebuah lembaga pengurus zakat atau
yang sering disebut ‘amil zakat. Lembaga ini dibentuk oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu anhu
untuk mengumpulkan dan mendistribusikan zakat ke seluruh penjuru negeri Arab. Pada masa ini,
pengelolaan zakat mengalami kemajuan sangat pesat baik dari segi menejemennya maupun perluasan
fungsinya. Kemudian manajemen pengelolaan zakat ini diteruskan dan diperbaiki hingga masa
kepemimpinan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu dan kepemimpinan Islam setelahnya.
Pada masa pemerintahan Umar bin Abdul 'Aziz, zakat telah dikelola dengan cara profesional dan sesuai
dengan undang-undang dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan berdasarkan ajaran Islam. Lembaga
zakat pada masa itu telah mampu mengelola zakat untuk pemberdayaan ummat, pemantik kemandirian
ekonomi dan penopang kemampuan usaha produktif. Sehingga pada masa itu tidak lagi dijumpai
masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Masyarakat secara merata dapat merasakan
kemakmuran, keadilan dan kesejahteraan.
Kaum Muslimin rahimakumullah ...
Sejarah telah mencatat dengan tinta emasnya, bahwa zakat mampu berperan signifikan dalam
pemberdayaan ummat. Tidak ada alasan lagi kita mengabaikan perintah zakat ini, jika kita menginginkan
masa depan bangsa yang lebih baik. Oleh karena itu, marilah kita menunaikan zakat dengan tepat, niscaya
ummat akan kuat, “Zakat Tepat Ummat Kuat”.
Zakat dikatakan tepat jika memenuhi rambu-rambu pemahaman sebagai berikut:

Pertama, zakat adalah ibadah. Artinya, setiap muslim merdeka yang memiliki harta mencapai nishab dan
haul harus menunaikan zakat dengan niat yang ikhlas hanya mengharap ridha Allah subhanahu wataala,
dan cara yang benar sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu alahi wasallam. Sehingga zakat akan
memberikan dampak (atsar) bagi kemaslahatan individu dan ummat.
Kedua, zakat adalah tazkiyah. Artinya, zakat merupakan sarana untuk pembersihan dan penyucian jiwa
dari segala sifat kikir, pelit dan bakhil. Juga sarana pembersihan dan penyucian harta dari segala syubhat
dan keharaman. Allah subhanahu wataala berfirman:

... ‫ط لّه ُرهُمۡ َو ت َُز ۡ ّك ۡي لهمۡ بلهَا‬ َ ۡ‫ُخ ۡذ مل ۡن أ َ ۡم هول للهم‬


َ ُ ‫ص َدقَةً ت‬

“Ambillah (sebagian) dari harta mereka menjadi sedekah (zakat), dengan zakat itu kamu
membersihkan dan menyucikan mereka ...” (QS. at-Taubah: 103)

Ketiga, zakat adalah barakah. Artinya, zakat yang dilakukan dengan tepat akan mendatangkan barakah,
yaitu kebaikan-kebaikan yang banyak (ziyadutul khoir), baik kebaikan untuk diri, orang lain dan
lingkungan. Kebaikan diri berupa terbebasnya jiwa dari sifat kikir, kebaikan bagi orang lain dan
lingkungan berupan kesejahteraan dan keamanan.

Keempat,zakat adalah maslahah. Artinya, zakat yang dikelola dengan tepat akan menimbulkan
kemaslahatan yang banyak bagi ummat. Oleh karena itu, zakat harus dikelola dengan menejemen yang
profesional dalam aspek perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam hal pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Zakat harus diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan produktif,
bukan sekedar pemenuhan kebutuhan konsumtif. Program-program pendayagunaan zakat yang inovatif
harus terus dikembangkan. Sebagai contoh, program zakat produktif pembinaan mental spiritual, program
zakat produktif penguatan pendidikan, program zakat produktif pemberdayaan ekonomi ummat, dan
program zakat produktif pemeliharaan kesehatan jiwa raga. Dengan program-program tersebut,
diharapkan zakat benar-benar bermanfaat dan tepat sasaran.
Kelima,zakat adalah ukhuwwah. Artinya, zakat yang tepat akan menumbuhkan ukhuwwah yang kokoh di
antara sesama umat Islam (al-Ukhuwwah al-Islamiyah) dan sesama ummat manusia (al-Ukhuwah al-
Insaniyyah). Dengan zakat, umat Islam yang satu membantu umat Islam yang lain, orang mampu
membantu orang yang lemah, sehingga yang lemah dapat hidup dengan layak. Menurut al-Qur'an, orang
yang tidak menyantuni kaum yang lemah (dhu'afa) dianggap sebagai pendusta agama dan hari
pembalasan (yukadzdzibu biddiin).
Kaum Muslimin rahimakumullah ...
“Zakat Tepat Ummat Kuat”. Zakat yang tepat akan mewujudkan ummat kuat. Dan ummat yang kuat
inilah yang lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah subhanahu wataala dari pada ummat yang lemah,
karena akan mampu memberikan manfaat yang lebih luas kepada ummat. Rasulullah shallallahu alahi
wasallam bersabda:

‫اِلل َو ََّل ت َۡع لج ۡز‬ ۡ ‫ص ع هَلي َما يَ ۡنفَعُكَ َو‬


ّٰ ‫استَع ۡلن بل‬ ۡ ‫ الحْ لر‬،‫ف لو فلي ُك ٍ ّل َخ ۡي ٌر‬ َّ ‫ّٰللال مل نَ ۡال ُم ۡؤمل لن ال‬
‫ضع ۡلي ل‬ ّٰ ‫َب إل هلي‬
َّ ‫ي َخ ۡي ٌر َو أَح‬ ۡ ۡ
ُّ ‫ال ُم ۡؤ لمنُ القَ لو‬

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada mukmin yang lemah,
meskipun pada keduanya ada kebaikan. Bersemangatlah atas apa yang bermanfaat bagimu,
minta tolonglah kepada Allah dan jangan merasa lemah” (HR. Muslim)

Ummat dikatakan kuat jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:


Pertama,kuat aqidah, ibadah dan akhlak. Zakat adalah bagian dari aqidah, ibadah dan akhlak. Zakat yang
tepat akan memperkokoh aqidah, memperbaiki ibadah dan memuliakan akhlak.
Kedua,kuat ekonomi.Zakat yang tepat akan memperkuat ketahanan ekonomi dan kemandirian
masyarakat. Kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan akan teratasi. Di sisi lain, kemakmuran,
keadilan dan kesejahteraan akan terwujud.
Ketiga,kuat menejemen dan perencanaan.Zakat yang tepat akan melatih kemapuan menejemen pihak-
pihak yang terlibat dalam pengelolaan zakat. Termasuk memperkuat menejemen para individu muslim
dalam mengatur harta.

Keempat,kuat jiwa dan fisik.Zakat yang tepat akan melatih jiwa untuk tunduk dan tawadhu’ di hadapan
Allah dan sesama manusia. Rasa kasih sayang akan terwujud, kesombongan akan terhapus dan fisik
menjadi kuat. Karena fisik yang kuat adalah pencerminaan jiwa yang kuat.
Kaum Muslimin Rahimakumullah.....
Oleh karena itulah jika kesadaran berzakat sudah tumbuh dari setiap jiwa kaum muslimin, maka banyak
persoalan yang dapat kita tanggulangi, baik persoalan kemiskinan, kebodohan, kesenjangan sosial dan
lain sebagainya.

ُ‫ّٰللاُ لمنَّا َو لم ۡنكُمۡ لت ََل َوت َ له إلنَّه‬


ّٰ ‫وتَقَبَّ َل‬، ‫ َونَفَ َعني َوإليَاكُمۡ لب َما فل ۡي له لمنَ ۡاۡل َيا ل‬،‫ّٰللاُ للي َولَكُمۡ فلى ۡالقُ ۡر هأ لن ۡالعَ لظ ۡي لم‬
َ ‫ت لوالذّ ۡلك لر ۡال َح لك ۡي لم‬ ّٰ َ‫ارك‬َ َ‫ب‬
ۡ‫س لم ۡيعُ ۡالعَ للي ُم‬
َّ ‫ه َُوال‬

Khutbah Kedua:

َ ُ‫ لليُ ۡظ له َره‬،‫ق‬
َّ ‫ َو َكفَ هى بل‬،‫علَى ال ّد ۡلي لن ُك للّ له‬
.‫اِلل ش لَه ۡيدًا‬ ۡ ۡ
‫سولَهُ لبال ُهد هَى َو د ۡلي لن ال َح ّ ل‬ ُ ‫س َل َر‬ َ ‫ۡال َح ۡم ُد لللّٰ لهالَّذلي أ َ ۡر‬
‫علَي‬
َ ‫ َو‬،‫علَ ۡي له‬ َ ‫صلَ َواتُ َر لّبي َو‬
َ ُ‫س ََل ُمه‬ َ ،ُ‫س ۡولُه‬ ُ ‫ َو أ َ ۡش َه ُد أَنَّ ُم َح َّمدًا ع َۡب ُدهُ َو َر‬،ُ‫ّٰللاُ َو ۡح َدهُ ََّل ش لَر ۡيكَ لَه‬ ّٰ ‫أ َ ۡش َه ُد أَ ۡن ََّل إل هلهَ إل ََّّل‬
.‫ان لإ هلي يَ ۡو لم ال ّد ۡلي لن‬ َ ‫ َو َم ۡن تَبلعَ ُهمۡ بل لإ ۡح‬،‫ص ۡحبل له‬
ٍ ‫س‬ َ ‫ها لل له َو‬
. َ‫از ۡال ُمتَّقُ ۡون‬ ّٰ ‫فَ َيا لع َبادَاللّٰ لهأ ُ ۡو لص ۡيك ُۡم َونَ ۡفسلي لبتَ ۡق َو‬
َ َ‫ىاِلل تَ َع هالى َفقَ ۡد ف‬
‫ۦو ََّل ت َ ُم ۡوت ُنَّ لإ ََّّل َو أَنت ُم ُّم ۡس لل ُمونَ (‬ ‫ّٰللاَ حَقَّ تُقَا لت له َ‬‫الي لفي ۡالقُ ۡر ها لن ۡالك لَر ۡي لم‪ ):‬ه ََٰٓيأ َ ُّي َها ٱ َّلذ ۡلينَ َءا َمنُوا اتَّقُوا ّٰ‬‫ّٰللاُ ت َ َع ه‬ ‫قَا َل ّٰ‬
‫علَ هيٱلنَّ لب ّي ل هيََٰٓأَيُّ َهاٱلَّ لذينَ َءا َمنُوا‬
‫صلُّونَ َ‬ ‫ٱِلَ َو َم ه ََٰٓلئل َكت َ ُهيُ َ‬‫س ََل ُم ع هَلى ُم َح َّمدٍ‪،‬فَ َقا َل تَعَالَى‪) :‬إلنَّ َّ‬ ‫ص هلو لة َوال َّ‬ ‫ّٰللاَ يَ ۡأ ُم ُركُمۡ لبال َّ‬
‫اعلَ ُم ۡوا أَنَّ ّٰ‬ ‫َو ۡ‬
‫ّ‬
‫س لل ُموات َ ۡس للي ًما(‬‫علي له َو َ‬ ‫ۡ‬ ‫َ‬ ‫صلُّوا َ‬ ‫َ‬
‫صلَّ ۡيتَ ع هَلي لإ ۡب هر له ۡي َم و ع هَلي ها لل لإ ۡب هر له ۡي َم‪ ،‬لإ َّنكَ َح لم ۡي ٌد َم لج ۡيد‪ ،‬اللّٰ ُه َّم َب لار ۡك ع هَلي‬ ‫ص لّل ع هَلي ُم َح َّم ٍد َوع هَلي ها لل ُم َح َّمدٍ‪َ ،‬ك َما َ‬ ‫اللّٰ ُه َّم َ‬
‫ه‬
‫ار ۡكتَ عَلي لإ ۡب هر له ۡي َم و عَلي ها لل لإ ۡب هر له ۡي َم‪ ،‬لإنَّكَ َح لم ۡي ٌد َم لج ۡيدٌ‪.‬‬ ‫ه‬ ‫ه‬
‫ُم َح َّم ٍد َو عَلي ها لل ُم َح َّمد‪َ ،‬ك َما َب َ‬
‫ب‬‫ب ُم لج ۡي ُ‬ ‫س لم ۡي ٌع قَ لر ۡي ٌ‬‫اۡل ْم َواتل‪ ،‬إل َّنكَ َ‬ ‫اغ لف ۡر لل ۡل ُم ۡس لل لم ۡينَ َو ۡال ُم ۡس لل َماتل‪َ ،‬و ۡال ُم ۡؤ لم لن ۡينَ َو ۡال ُم ۡؤ لم َناتل‪ۡ ،‬اۡل َ ۡحيَا لَٰٓء لم ۡن ُهمۡ َو ۡ ۡ‬ ‫اللّٰ ُه َّم ۡ‬
‫ال َّدع ََواتل‪.‬‬
‫ف َّر لح ۡي ٌم‪.‬‬ ‫ان‪َ ،‬و ََّل ت َ ۡجعَ ۡل فلي قُلُ ۡو لب َنا لغ اَل لللَّذ ۡلينَ آ َمنُ ۡوا َربَّ َنا لإ َّنكَ َرؤ ُۡو ٌ‬ ‫سبَقُ ۡونَا لب ۡ ل‬
‫اِل ۡي َم ل‬ ‫اغ لف ۡرلَ َنا َو ل لِل ۡخ َوانل َنا ا َّلذ ۡلينَ َ‬ ‫َربَّنَا ۡ‬

‫سنَا َو لإ ۡن لَّمۡ ت َ ۡغ لف ۡر لَنَا َوت َ ۡر َح ۡمنَا َلنَك ُۡو َننَّ لمنَ ۡال َخا ل‬
‫س لر ۡينَ ‪.‬‬ ‫َربَّنَا َظلَ ۡمنَا أ َ ۡنفُ َ‬
‫اج َع ۡلنَا لل ۡل ُمت َّ لق ۡينَ لإ َما ًما‪.‬‬ ‫َر َّبنَا َه ۡب لَ َنا لم ۡن أ َ ۡز َو ل‬
‫اج َنا َوذُ ل ّر َّياتل َنا قُ َّرةَ أَ ۡع ُي ٍن َو ۡ‬
‫عذَ َ‬
‫اب ال َّن لار‪.‬‬ ‫سنَةً َوقلنَا َ‬ ‫َربَنَا َٰٓ َءاتل َنا فلي الد ُّۡن َيا َح َ‬
‫سنَةً َو لفي ۡاۡل َ لخ َر لة َح َ‬
‫ع َّم ۡن ل‬
‫س َواكَ ‪.‬‬ ‫امكَ َوأ َ ۡغنل لنى بلفَ ۡ‬
‫ض للكَ َ‬ ‫اف َو ۡال لغ هنى‪ ،‬اللّٰ ُه َّم ا َ ۡك لفنلى بل َح ََل للكَ ع َۡن َح َر ل‬‫اللّٰ ُه َّم إل َّنا نَ ۡسأَلُكَ ۡال ُه هدى َو الت ُّ هقى َو ۡالعَ َف َ‬
‫ب ۡال هعَلَ لمينَ ‪.‬‬ ‫‪،‬و ۡال َح ۡمد ل ّ ه‬
‫ُِلل َر ّ ل‬ ‫س للينَ َ‬ ‫علَى ۡال ُم ۡر َ‬
‫س ََل ٌم َ‬‫ع َّما َي لصفُ ۡونَ ‪َ ،‬و َ‬ ‫ب ۡال لع َّز لة َ‬ ‫س ۡب َحانَ َر لّبكَ َر لّ‬‫ُ‬
‫ص ََلة‪...‬‬ ‫َوأَقل ۡي ُم ۡوا ال َّ‬
Fardhu Kifayah
Fardhu Kifayah
Pengertian Fardhu Kifayah

Fardu kifayah (Arab: ‫ )فرض كفاية‬adalah status hukum dari sebuah aktivitas dalam Islam yang
wajib dilakukan, namun bila sudah dilakukan oleh muslim yang lain maka kewajiban ini gugur.
Contoh aktivitas yang tergolong fardu kifayah:

 Menyalatkan jenazah muslim


 Belajar ilmu tertentu (misalnya kedokteran, ekonomi)
 Melakukan hal yang diperintahkan dan menjauhi hal-hal yang dilarang oleh Tuhan
 Jihad ibtida'i
 Membela negara tempat ia tinggal
Suatu perbuatan yang semula hukumnya fardu kifayah bisa menjadi fardu 'ain apabila perbuatan
dimaksud belum dapat terlaksana dengan hanya mengandalkan sebagian dari kaum muslimin
saja.
Tata Cara mengurus Jenazah

A. Memandikan Jenazah

Jenazah yang wajib untuk dimandikan adalah sebagai berikut:


 Jenazah muslim.
 Mati bukan karena perang membela agama Allah
Sedangkan orang yang memandikan jenazah hendaknya orang muslim yang dapat dipercaya. Hal
ini dimaksudkan apabila mengetahui suatu aib atau cacat pada diri jenazah, mereka mampu
menyimpannya, tidak diceritakan kepada orang lain.

Rasulullah saw. bersabda yang artinya:

Hendaknya yang memandikan jenazah itu orang-orang yang terpercaya. (H.R. Ibnu Majah)

Jenazah laki-laki hendaknya yang memandikan orang laki-laki, kecuali istrinya. Demikian pula
halnya apabila jenazah itu perempuan, hendaknya yang memandikan orang perempuan, kecuali
suaminya.

1. Cara Memandikan Jenazah


1. Dimulai dengan memijat penuh perutnya secara perlahan-lahan. Agar kotoran yang akan
keluar dapat keluar terlebih dahulu.
2. Jenazah dibersihkan dari najis. Ketika membersihkan kem*lu*nnya, hendaknya
menggunakan kain pelapis, karena menyentuhnya haram hukumnya (kecuali suami-istri).
3. Memandikan jenazah hendaknya dilaksanakan dengan jumlah bilangan gasal, misalnya
tiga kali, lima kali, atau jika perlu sampai tujuh kali.
4. Air yang digunakan untuk menyiram yang terakhir kali, hendaknya dicampur dengan kapur
barus. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengawetkan kulit dan mengusir serangga yang
akan mengganggunya/
5. Rambut jenazah hendaknya dihanduki agar cepat kering dan tidak terlalu membasahi kain
kafan.
Saat jenazah dimandikan harus diberi tabir atau pembatas agar tidak terlihat dari pandangan umum
(bukan/tidak daru arah atas sebagaimana biasanya).
Jenazah yang mengidap penyakit menular hendaknya ditaruh diatas dingklik atau meja panjang
yang agak tinggi. Hal ini dimaksudkan agar penyakit yang ada pada jenazah tidak menular kepada
orang yang masih hidup. Air yang mengalir dari tubuh jenazah hendaknya diatur, sehingga tidak
mengganggu lingkungan.

2. Mengafani Jenazah

Mengafani jenazah maksudnya membungkus jenazah dengan kain kafan. Hukumnya fardu
kifayah. Kain kafan hendaknya diperoleh dari harta yang halal. Harta jenazah itu sendiri atau harta
keluarga yang menanggungnya ketika masih hidup. Ketentuan tenaga mengafani jenazah sama
dengan ketentuan tenaga memandikan jenazah.

Cara mengafani jenazah:

1. Disunahkan menggunakan tiga lapis untuk jenazah laki-laki dan lima lapis untuk
jenazah perempuan. Mengenai pembagian kain (untuk sarung, untuk baju, dan sebagainya)
bukan merupakan keharusan. Ini hanyalah masalah teknis semata-mata. Hadis yang
menjelaskan masalah ini tidak ada.
2. Kain kafan hendaknya diusahakan yang berwarna putih dan cukup baik (tidak
terlalu jelek dan tidak pula terlalu baik).
Rasulullah saw. bersabda yang artinya:
Pakailah diantara pakaian-pakaiannmu yang putih warnanya, karena pakaian putih itu sebaik-
baiknya pakaian, dan kafanilah jenazahmu dengan (warna) itu. (H.R. Ahmad dan Abu Dawud
dan Ibnu 'Abbas)
Sabda Rasulullah saw. yang lain dalam terjemahannya, "Jika salah satu diantara kamu
menyelenggarakan (mengafani) saudaranya, hendaknya ia memiliki kain kafan yang baik". (H.R.
Ibnu Majjah, Abu Qatadah, dan Tirmizi)

Mengafani jenazah secara berlebih-lebihan makruh hukumnya.

Rasulullah saw. bersabda yang artinya:

Jangan kamu berlebih-lebihan dalam hal kafan, karena itu (kafan) cepat rusak. (H.R. Abu
Dawud)
Berdasarkan hadis diatas, mengafani jenazah hendaknya diusahakan secukupnya saja, tidak
terlalu tebal dan tidak terlalu tipis, tidak terlalu mahal, dan tidak pula terlalu murah harganya
agar tidak termasuk dalam perbuatan tabzir.

B. Menyalatkan Jenazah

Seorang muslim yang meninggal, kemudian jenazahnya disalatkan oleh empat puuh orang
yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun (orang beriman), niscaya Allah akan
memberinya syafaat pada jenazah itu. (H.R. Ahmad dan Muslim)

1. Jenazah yang Wajib Disalatkan

Jenazah yang wajib disalatkan adalah jenazah muslim (bukan yang mati syahid, maka tidak perlu
disalatkan). Menyalatkan jenazah kafir atau musyrik haram hukumnya, walaupun mereka itu
masih kerabat sendiri.

Firman Allah Swt.:

َ ُ ‫ل أَبَدًا َماتَا م ْن ُه ْام أ َ َحدا َعلَىا ت‬


...‫صلا َو َلا‬ ‫اّلل َكفَ ُروا إنَّ ُه ْام ۖ قَبْرها َعلَىا ات َقُ ْام َو َا‬
‫سولها ب َّا‬
ُ ‫َو َر‬

Artinya:

Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati diantara
mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir
kepada Allah dan rasul-Nya. (Q.S. At-Taubah: 84.

‫ن آ َمنُوا َوالَّذينَا للنَّبيا كَانَا َما‬‫ن قُ ْربَىا أُولي كَانُوا َولَ ْاو ل ْل ُم ْشركينَا يَ ْست َ ْغف ُروا أ َ ْا‬ ‫ص َحابُا أَنَّ ُه ْام لَ ُه ْام تَبَيَّنَا َما بَ ْعدا م ْا‬ْ َ‫ ْال َجحيما أ‬. ‫كَانَا َو َما‬
‫ل ِلَبيها إب َْراه َا‬
‫يم اسْت ْغفَ ُا‬
‫ار‬ ‫عدُوا أَنَّ اهُ لَ اهُ تَبَيَّنَا فَلَ َّما إيَّااهُ َو َع َدهَا َم ْوع َدةا َع ْا‬
‫ن إ َّا‬ ‫ن ۖ م ْن اهُ تَبَ َّراأ َ َّا‬
َ ‫ّلل‬ ‫َحليما َِل َ َّواها إب َْراه َا‬
‫يم إ َّا‬
Artinya:

Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah)
bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya),
sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka
jahanam. Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain
hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas
bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah maka Ibrahim berlepas diri daripadanya.
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (Q.S. At-
Taubah: 113-114)

2. Rukun Salat Jenazah

1. Niat. Orang yang menyalatkan jenazah hendaknya benar-benar mempunyai niat untuk
menyalatkannya. Perlu diingatkan bahwa niat tidak perlu dilafalkan/diucapkan secara
lisan, melainkan cukup dengan hati.
2. Berdiri (jika mampu berdiri).
3. Membaca takbir 4 kali.
4. Membaca Al-Fatihah dan salawat atas Nabi.
5. Membaca do'a untuk jenazah.

3. Cara Melaksanakan Salat Jenazah

Salat jenazah dikerjakan dengan berjama'ah, namun boleh juga dikerjakan dengan munfarid
(sendirian).

Apabila jenazahnya laki-laki hendaknya imam berdiri lurus dekat kepala, sedangkan untuk jenazah
perempuan hendaknya imam berdiri lurus di dekat pinggannya. Sementara itu para makmum
berdiri dibelakang imam. Setelah imam dan makmum merapatkan di posisi yang benar,
selanjutnya salat jenazah dimulai dengan urutan sebagai berikut.

1. Takbir pertama (takbiratul ihram), diteruskan membaca Al-Fatihah.


2. Takbir kedua, diteruskan dengan membaca salawat atas Nabi.
3. Takbir ketiga, diteruskan dengan do'a untuk jenazah.
4. Takbir keempat, membaca do'a.
5. Kemudian mengucapkan salam ke arah kanan dan kiri.
C. Menguburkan Jenazah

Setelah dimandikan, dikafani, dan disalatkan, maka tahap terakhir dari perawatan jenazah adalah
memakamkannya.

1. Menyegerakan Pemakaman Jenazah

Menyegerakan pemakaman jenazah hukumnya sunah. Maka setelah dipersiapkan segala


sesuatunya hendaknya jenazah segera dimakamkan, tidak ditunda-tunda. Kecuali ada hal-hal yang
harus menundanya, Seperti apabila masih menunggu kedatangan sanak saudaranya yang jauh
tempat tinggalnya, jika sekiranya tidak dikhawatirkan segera rusak (membusuk).

Rasulullah saw. bersabda yang artinya:

“Cepat-cepatlah kamu menyegerakan jenazah (memakamkan). Karena jika ia (orang) baik


berarti kamu segera mempertemukan dia dengan alam baiknya. Sebaliknya jika dia (orang)
jahat, maka keburukan yang kamu letakkan diatas pundakmu”

2. Hal-hal yang Dimakruhkan Menjelang Proses Penguburan Jenazah

1. Dzikir dengan suara nyaring.


2. Mengiringi jenazah dengan api pedupaan.
3. Duduk sebelum selesai penguburan jenazah.

D. Takziyah

Kata takziyah berarti hiburan. Maksudnya mendatangi keluarga yang mendapat musibah kematian
salah satu dari anggota keluarganya, dengan maksud untuk menghibur hatinya. Setidaknya ikut
serta merasakan musibah yang menimpanya.

Takzuyah hukumnya sunah, berdasarkan hadis yang artinya:

Seorang mukmin yang datang bertakziyah kepada saudara yang ditimpa musibah, maka akan
diberi pakaian kebesaran Allah pada hari kiamat. (H.R. Ibnu Majah dan Baihaqi dari Amar
bin Hazm).
Takziyah sebaiknya dilakukan sebelum jenazah dimakamkan. Dengan tujuan agar dapat
membantu merawat jenazah, setidaknya ikut dalam menyalatkan dan menguburkannya.

Takziyah disunatkan hanya satu kali dan sebaiknya dilakukan terhadap seluruh ahli waris mayat.
Namun demikian tidaklah dilarang jika Takziyah dilakukan beberapa kali (misalnya dalam waktu
tiga hari), selama kondisi masih memerlukan dan tidak menimbulkan kerepotan bagi ahli waris itu
sendiri.

E. Ziarah Kubur

Ziarah kubur disunahkan bagi kaum lelaki, berdasarkan hadis riwayat Ahmad, Muslim, dan As-
Habussunan dari Abdullah bin Buraidah yang diterima dari ayahnya, bahwa Nabi saw. bersabda
yang artinya:

Dahulu aku melarang menziarahi kubur, sekarang berziarahlah kepadanya (kubur), karena
yang demikian itu akan mengingatkan kamu akan hari akhirat.

Larangan Rasul untuk ziarah kubur pada awal perkembangan Islam itu ialah karena masih
dekatnya umat Islam kala itu dengan masa jahiliyah, disamping masih belum banyaknya mereka
yang belum mampu meninggalkan ucapan-ucapan keji dan kotor (di saat berziarah). Setelah umat
Islam merasa tenteram (dengan Islam) serta mengetahui aturan-aturannya, maka mereka diizinkan
untuk ziarah kubur.

Tata Caranya:

1. Masuk ke kubur dengan cara yang sopan, tidak melangkahi kuburan seseorang atau duduk
di atasnya. Cara seperti ini sangat tidak etis dan harus dijauhi. Tentang penggunaan alas
kaki yang berupa sepatu atau sandal tidaklah terlarang, demi keselamatan kaki dan
kesehatan.
2. Duduk atau jongkok menghadap wajah mayat serta memberi salam dan mendoakannya.

Diriwayatkan bahwa:

Nabi saw. telah mengajarkan kepada para sahabat ketika mereka pergi menziarahi kubur,
supaya ada yang mengucapkan "Assalamualaikum hai penduduk kubur dari golongan yang
beriman dan beragama Islam. Kami insya Allah juga akan menyusul di belakang. Kami
memohon kepada Allah agar kita semua dilimpahi keselamatan oleh Allah." (H.R. Ahmad,
Muslim dan lain-lain dari Buraidah)
Daftar Pustaka
http://materiku86.blogspot.co.id/2016/10/mengurus-jenazah.html

http://www.bacaanmadani.com/2016/12/pengertian-khutbah-dan-tata-cara.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Fardu_kifayah

http://www.ikadi.or.id/artikel/khutbah/1542-khutbah-jumat-zakat-tepat-ummat-
kuat.html

Anda mungkin juga menyukai