Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Vincent Gaspersz (1991), metode dekomposisi merupakan salah satu


model peramalan yang telah lama dipergunakan diantara metode-metode lainnya.
Model ini diperkenalkan oleh para ahli ekonomi pada permulaan abad ke-20
dalam mencoba mengendalikan siklus usaha. Dasar dari metode dekomposisi
yang sekarang diperkenalkan pada tahun 1920 ketika konsep rasio terhadap trend
diperkenalkan. Sejak saat itu pola dan metode dekomposisi telah dipergunakan
secara luas dalam bidang ekonomi dan bisnis. Metode dekomposisi mendasarkan
asumsi bahwa data yang ada merupakan gabungan komponen pola dan data.
Dekomposisi merupakan salah satu tingkatan yang paling penting dalam daur
biogeokimia. Tingkat dekomposisi merupakan suatu keadaan ketika unsur-unsur
hara akan diserap kembali oleh tanaman, sebagian besar hara yang dikembalikan
adalah dalam bentuk serasah yang tidak dapat diserap langsung oleh tumbuhan
tetapi harus melalui proses dekomposisi terlebih dahulu. Proses dekomposisi
serasah antara lain dipengaruhi oleh kualitas serasah tersebut (sifat fisik dan
kimia) dan beberapa faktor lingkungan seperti organisme dalam tanah, curah
hujan, suhu dan kelembaban tempat proses dekomposisi berlangsung.
Metode dekomposisi pada umumnya mencoba mengidentifikasikan tiga
komponen secara terpisah sebagai pola dasar. Ketiga komponen tersebut adalah
kecenderungan (trend), siklik (cyclical), dan faktor musiman (season factor).
Kecenderungan (trend) menggambarkan perilaku data dalam jangka panjang,
yang dapat bersifat menarik, menurun, atau tidak berubah. Faktor musiman
berkaitan erat dengan fluktuasi periodik yang relatif konstan disekitar garis trend
yang berulang secara teratur dalam periode yang sama pada setiap tahun. Faktor
siklik merupakan suatu pola berkala dalam deret waktu yang terjadi dan berulang
kembali setelah suatu massa dalam beberapa tahun dan biasanya dengan waktu
yang tidak sama. Oleh karena itulah faktor siklis ini untuk diramalkan.
Perbedaan antara faktor siklik dan faktor musim adalah musim selalu berulang
pada interval waktu yang tetap sepanjang tahun, dalam arti musim akan berulang
setiap tahunnya atau kurang dari 1 tahun, sedangkan siklik akan berulang kembali
setelah lebih dari 1 tahun bahkan ada kemungkinan tidak akan berulang kembali.
Konsep dasar dari metode dekomposisi adalah memisahkan secara empiris
pengaruh dari faktor musiman, trend, dan siklik. Faktor galat yang tidak lain
adalah sisaan (selisih antara data aktual dan model) tidak dapat diperkirakan tetapi
dapat diidentifaksi. Bentuk fungsi metode ini, bisa dilakukan dalam bentuk
penambahan atau perkalian. Model perkalian merupakan model yang sering
digunakan, karena pada model ini faktor musim dan siklik dinyatakan dalam
bentuk indeks. Model penambahan jarang dipergunakan karena lebih sulit
pengerjaannya. Hal ini disebabkan masing-masing faktor berdiri sendiri, sehingga
trend tidak mempunyai pengaruh atas faktor musim.
Berdasarakan dari beberapa penjelasan diatas, dekomposisi merupakan proses
penting untuk meningkatkan kesuburan tanah. Dekomposisi terjadi melalui
transformasi energi dalam dan antara organisme-organisme yang memiliki fungsi
penting dalam dekomposisi. Material-material yang terdekompisisi dapat
memperbaiki tekstur tanah, sehingga pertumbuhan tanaman bisa lebih baik. Jika
dekomposisi ini tidak terjadi, dunia akan penuh dengan sampah dan semua hara
akan tetap berada pada tubuh organisme mati sehingga tidak menghasilkan
kehidupan baru.
1.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui proses dan tingkat
dekomposisi daun dari beberapa vegetasi pohon.
Percobaan ini juga diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang proses
dekomposisi serta faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi bahan
tanaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Dekomposisi Secara Umum

Bahan-bahan organik dihasilkan diluar ekosistem dinyatakan sebagai


allochthonous (dari Bahasa Yunani chthonos berarti bumi, dan allos berarti yang
lain/beda/other). Pada subsesi berikut, kita mencoba memberikan perhatian yang
sama untuk menggambarkan produksi dan dekomposisi bahan organik. Secara
umum di dunia, proses dekomposisi heterotrop (katabolisme) hanya seimbang
dengan metabolisme autotrop (anabolisme). Dekomposisi dihasilkan dari proses
aerobik maupun anaerobik. Misalnya kebakaran padang rumput luas dan hutan
tidak hanya merupakan faktor penghambat atau pengendali utama, tapi juga
dekomposer dari detritus, melepaskan banyak CO2 dan gas lain ke atmosfir dan
mineral ke dalam tanah, (Ambo Ala, 2016).
Dekomposisi memiliki banyak sekali pengertian, antara lain dekomposisi
didefinisikan sebagai penghancuran bahan organik yang dilakukan oleh agen
biologi fisika. Dekomposisi merupakan proses dimana keberadaan dekomposer
sangat ditentukan oleh berbagai faktor lingkungan, baik itu oksigen, bahan
organik, dan beberapa faktor lainnya. Dekomposisi dapat berarti terurainya suatu
zat atau organisme menjadi unsur-unsur yang lebih kecil. Dalam biologi
dekomposisi suatu organisme hidup akan menghasilkan senyawa yang merupakan
unsur penyusun organisme tersebut, karena organisme hidup terdiri atas senyawa
organik yang mungkin mengandung unsur belerang. Pada proses dekomposisi
sering terjadi senyawa yang berbau. Dalam biologi dikenal juga istilah
dekomposisi pernapasan, yaitu rangkaian reaksi reduksi-oksidasi yang
melepaskan hidrogen secara bertahap dari bahan bakar bersamaan dengan
pelepasan energi dan naiknya tingkat oksidasi atom karbon, (M.A. Jalah, 2014).
Nutrisi dikembalikan ke tanah dalam bentuk sampah yang dilarutkan melalui
kegiatan penguraian atau yang dikenal dengan istilah dekomposisi. Dekomposisi
serasah adalah perubahan fisik maupun kimiawi yang sederhana oleh
mikroorganisme tanah (bakteri, fungi dan hewan tanah lainnya) atau sering
disebut juga mineralisasi yaitu proses penghancuran bahan organik yang berasal
dari hewan atau tanaman senyawa-senyawa organik sederhana (sutedjo et al.
1991). Sampah daun dan kayu yang mencapai tanah akan membusuk dan secara
bertahap akan dimasukkan ke dalam horizon mineral tanah melalui aktivitas
organisme tanah. Pelepasan hara dari pembusukan bahan organik di dalam tanah
merupakan langkah penting dalam fungsi ekosistem. Jika nutrisi diuraikan terlalu
cepat, akan hilang melalui pencucian tanah atau penguapan. Sebaliknya jika
dekomposisi terlalu lambat, hara yang disediakan bagi tumbuhan jumlahnya
sedikit maka hasilnya pertumbuhan tanaman akan terhambat,(Jani Master, 2012).
Dekomposisi merupakan salah satu tingkatan yang paling penting dalam daur
biogeokimia. Tingkat dekomposisi merupakan suatu keadaan ketika unsur-unsur
hara akan diserap kembali oleh tanaman, sebagian besar hara yang dikembalikan
adalah dalam bentuk serasah yang tidak dapat diserap langsung oleh tumbuhan
tetapi harus melalui proses dekomposisi terlebih dahulu, (Rafiuddin, dkk, 2016).
Sifat dekomposisi serasah antara lain dipengaruhi oleh kualitas serasah
tersebut (sifat fisik dan kimia) dan beberapa faktor lingkungan seperti organisme
dalam tanah, curah hujan, suhu dan kelembaban tempat proses dekomposisi
berlangsung, (Rafiuddin, dkk, 2016).
1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Dekomposisi

Dekomposisi atau yang biasa disebut juga sebagai pembusukan ini merupakan
proses alami yang terjadi akibat adanya perusakan susunan dalam tubuh suatu
organisme yang dilakukan oleh dekomposer. Proses pembusukan oleh
dekomposer ini biasanya dapat ditemukan bila ada organisme yang dikubur di
dalam tanah. Dimana proses pembusukan ini terjadi oleh semut, belatung, bakteri
dan uga oleh jamur yang hidup di dalam tanah dan berkembang di tempat yang
lembab, (Jokowarino, 2015).
Pentingnya untuk mengetahui mengenai pengertian humus dan non humus.
Bahan non humus merupakan suatu organisme yang telah mati sedang melalui
proses dekomposisi di sebagian tubuhnya untuk kemudian dapat digunakan
sebagai unsur hara bagi mikroorganisme dan tanaman. Sedangkan bahan humus
yaitu suatu organisme mati yang telah sepenuhnya terdekomposisi sehingga
menjadi salah satu lapisan tanag yang sangat subur, (Bohn, 1979).
Menurut Jokowarino (2015) adapun beberapa faktor-faktor yng
mempengaruhi laju dekomposisi antara lain sebagai berikut :
1. Faktor pertama yaitu iklim. Hal ini menjadi penting karena iklim dapat
memperlambat bahkan mempercepat terjadinya proses dekomposisi.
2. Kemudian adanya tipe penggunaan lahan dimana lahan tersebut berfungsi
sebagai sumber bahan organik yang baik bagi lahaan tersebut.
3. Faktor ketiga yaitu bentuk lahan. Hal ini membantu dekomposisi pada proses
pengumpulan bahan-bahan organik tersebut.
4. Faktor yang paling penting yaitu adanya kegiatan manusia ini pun akan sangat
berpengaruh pada terjadinya proses dekomposisi.
1.3 Keuntungan atau Pentingnya Proses Dekomposisi

Proses dekomposisi berjalan secara bertahap, dimana laju dekomposisi paling


cepat terjadi pada minggu pertama. Hal ini dikarenakan pada serasah yang masih
baru masih banyak persediaan unsur-unsur yang merupakan makanan bagi
mikroba tanah atau bagi organisme pengurai, sehingga serasah cepat hancur (Dita
2007). Proses dekomposisi memiliki banyak keuntungan antara lain sebagai
berikut :

1.3.1 Menyediakan unsur hara bagi tanaman

Unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dibagi menjadi tiga golongan.
Unsur makro primer yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak
Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Unsur hara makro sekunder yaitu unsur
hara yang dibutuhkan dalam jumlah jumlah kecil, seperti Belerang (S), Kalsium
(Ca), dan Magnesium (Mg). Unsur hara mikro yaitu unsur hara yang dibutuhkan
dalam jumlah sedikit, seperti Besi (Fe), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Klor (Cl),
Boron (B), Mangan (Mn), dan Molibdenum (Mo). (Latfan Habibi, 2009)
1.3.2 Memperbaiki struktur tanah

Kompos merupakan perekat pada butir-butir tanah dan mampu menjadi


penyeimbang tingkat kerekatan pada tanah. Kehadiran kompos pada tanah juga
menjadi daya tarik bagi mikroorganisme untuk melakukan aktivitas pada tanah.
Dengan demikian tanah yang pada mulanya keras dan sulit ditembus air maupun
udara, kini dapat menjadi gembur kembali akibat aktivitas mikroorganisme.
(Latfan Habibi, 2009)
1.3.3 Meningkatkan kemampuan tanah untuk menahan air

Tanah yang bercampur dengan bahan organik seperti kompos mempunyai


pori-pori dengan daya rekat yang lebih baik, sehingga kompos mampu mengikat
serta menahan ketersediaan air di dalam tanah. Erosi air secara langsung dapat
ditahan dengan adanya kompos pada tanah. ( Latfan Habibi, 2009)
1.3.4 Meningkatkan pH pada tanah asam

Unsur hara dalam tanah lebih mudah diserap oleh tanaman pada kondisi
pH tanah yang netral, yaitu 7. Pada nilai pH ini, unsur hara menjadi mudah larut
di dalam air. Semakin asam kondisi tanah (semakin rendah pH) maka jumlah ion
Aluminium (Al) dan Mangan (Mn) dalam tanah semakin meningkat. Jumlah
Aluminium dan Mangan yang terlalu banyak akan bersifat racun bagi tanaman.
Kondisi tanah yang asam dapat dinetralkan kembali dengan pengapuran.
Pemberian kompos ternyata membantu peningkatan pH tanah. (Latfan Habibi,
2009)
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan ini dilaksanakan pada hari rabu, tanggal 08 september 2016 pukul
15.45 WITA-selesai, di kebun percobaan (ex-Farm) Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin.
3.2 Bahan Percobaan

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah 3 jenis daun
vegetasi pohon (kihujan, bungur, dan kupu-kupu), Polybag (30 x 40) cm, Kantong
plastik gula, Lebel, dan Tanah.
3.3 Alat Percobaan

Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah Cangkul, Sekop,
Cutter, Oven, Timbangan, dan Alat tulis menulis.
3.4 Prosedur Percobaan

Adapun prosedur kerja dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :


1
1. Menyiapkan polybag berisi tanah 2 bagian.

2. Menyiapkan 3 jenis daun vegetasi pohon yang telah kering dan gugur.
3. Mencacah dan menimbang, kemudian masukkan kedalam kantong plastik
yang telah dilubangi, masing-masing 2 kantong.
4. Mengamati sifat fisik dan kimiaa daun tersebut sebelum dicacah.
5. Memasukkan kantong ke dalam polybag sesuai perlakuan lalu menimbun
kantong tersebut dengan tanah hingga penuh.
6. Setelah 2 bulan, ambillah kantong pertama pada setiap polybag, perhatikan
kembali sifat fisik dan kimia daun tersebut, keringkan dalam oven kemdian
timbang beratnya. Polybag tersebut ditimbun kembali dengan tanah.
7. Setelah 2 bulan, ambillah kantong kedua pada setiao polybag, perhatikan
kembali sifat fisik dan kimia daun tersebut, keringkan dalam oven kemudian
timbang bertatnya.
8. Mengamati laju dekomposisi yang terjadi pada hasil percobaan.
DAFTAR PUSTAKA

Ala, Ambo. 2016. Dasar-dasar Ekologi. Universitas Hasanuddin : Makassar.

Habibi, Latfan. 2009. Pembuatan Pupuk Kompos Dari Limbah Rumah Tangga.
Penerbit : Titian Ilmu. Bandung.

Jalah.A.M. 2014. Pengertian Dekomposisi. http://arti-definisi-pengertian.


Info/pengertian-dekomposisi. Diakses pada 13 september 2016.

Jokowarino. 2015. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dekomposisi.


http://jokowarino.id/Faktor-faktor-yang- mempengaruhi-dekomposisi-
bahan-organik/. Diakses pada 13 september 2016.

Master, Jani. 2012. Dekomposisi. http://staff.unila.ac.id/janter/2012/09/17/


dekomposisi/. Diakses pada 13 september 2016.

.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

a. Hasi dar 7 hari setelah praktikum

Plot Jumlah Vegetasi Total


Daun sempit = 2 vegetasi
V1 = 3
P0 (Tanpa pengrusakan
V2 = 4 8 vegetasi
tanah)
Daun lebar = 1 vegetasi
V1 = 1
Daun sempit = 1
vegetasi
P1 (Penutupan dengan V1 = 1
21 vegetasi
pasir) Daun lebar = 2 vegetasi
V1 = 18
V2 = 2
Daun sempit = 2 vegetasi
V1 = 11
V2 = 5
Daun lebar = 4 vegetasi
P2 (pengrusakan tanah) 56 vegetasi
V1 = 33
V2 = 4
V3 = 2
V4 = 1
Daun sempit = 2
vegetasi
P3 (Pembakaran lahan) 89 vegetasi
V1 = 32
V2 = 11
Daun lebar = 2 vegetasi
V1 = 33
V2 = 13
Daun sempit = 32 139
Daun lebar = 107

Canculation :

Dominasi jenis = Jumlah individu/luas plot individu berada


Dominasi jenis P0 = Jumlah individu/luas plot individu berada = 8/1 = 8
Dominasi jenis P1 = Jumlah individu/luas plot individu berada = 21/1 = 21
Dominasi jenis P2 = Jumlah individu/luas plot individu berada = 56/1 = 56
Dominasi jenis P3 = Jumlah individu/luas plot individu berada = 89/1 = 89

Dominasi Relatif = Dominasi satu jenis/dominasi semua jenis × 100%


Dominasi Relatif P0 = Dominasi satu jenis/dominasi semua jenis × 100%
= 8/139 × 100%
= 5,75%
Dominasi Relatif P1 = Dominasi satu jenis/dominasi semua jenis × 100%
= 21/139 × 100%
= 15,10%
Dominasi Relatif P2 = Dominasi satu jenis/dominasi semua jenis × 100%
= 56/139 × 100%
= 40,28%
Dominasi Relatif P3 = Dominasi satu jenis/dominasi semua jenis × 100%
= 89/139 × 100%
= 64,02%

Kepadatan jenis = Jenis individu/total luas plot


Kepadatan Jenis P0 = Jenis individu/total luas plot = 8/4 = 2
Kepadatan Jenis P1 = Jenis individu/total luas plot = 21/4 = 5,25
Kepadatan Jenis P2 = Jenis individu/total luas plot = 56/4 = 14
Kepadatan Jenis P3 = Jenis individu/total luas plot = 89/4 = 21,5

Kepadatan semua jenis = 2 + 5,25 + 14 + 21,5 = 42,75

Kepadatan Relatif = Kepadatan 1 jenis/kepadatan seluruh jenis ×


100%
Kepadatan Relatif P0 = Kepadatan 1 jenis/kepadatan seluruh jenis × 100%
= 2/42,75 × 100%
= 4,67%
Kepadatan Relatif P1 = Kepadatan 1 jenis/kepadatan seluruh jenis × 100%
= 5,25/42,75 × 100%
= 12,28%
Kepadatan Relatif P2 = Kepadatan 1 jenis/kepadatan semua jenis × 100%
= 14/42,75 × 100%
= 32,74%
Kepadatan Relatif P3 = Kepadatan 1 jenis/kepadatan semua jenis × 100%
= 21,5/42,75 × 100%
= 50,29%

Frekuensi Jenis = Jumlah plotterdapat individu/jumlah total plot


Frekuensi Jenis
Frekuensi Jenis Daun sempit = Jumlah plot terdapat individu/jumlah total plot
= 4/4
=1
Frekuensi Jenis Daun Lebar = Jumlah plot terdapat individu/jumlah total plot
= 4/4
=1

Frekuensi semua jenis = 1+1 = 2


Frekuensi Relatif = Frekuensi satu jenis/ frekuensi semua jenis ×
100%
Frekuensi Relatif = Frekuensi satu jenis/frekuensi semua jenis × 100%
= ½ × 100%
= 50%

B. Pembahasan

Dalam percobaan ini disediakan 4 plot, luas masing-masing plot 1m x 1m.


Pada plot pertama tidak dilakukan pengrusakan, plot kedua dilakukan
penumpukan dengan pasir, plot ketiga pengrusakan dengan menggemburkan
tanah, plot keempat dilakukan pembakaran. Setelah 7 hari kita melakukan
pengamatan pada plot dengan mengamati jenis vegetasi dan jumlah vegetasi pada
setiap plot. Vegetasi pada seriap plot debedakan menjadi 2 jenis vegetasi, yaitu
vegetasi daun sempit dan vegetasi daun lebar. Setelah mengamati vegetasi dari
setiap plot, maka dibuatlah conculation untuk percobaan ini.

Anda mungkin juga menyukai