Cover Print Gem Kel
Cover Print Gem Kel
OLEH :
FRANSISKA ATIKA I
10/300798/PA/13367
YOGYAKARTA
OKTOBER
2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAB I. GUNUNG MERAPI SECARA GLOBAL
I.1. Pengantar Singkat dan Lokasi
I.2. Identitas umum
I.3. Vegetasi
BAB II. GUNUNG MERAPI DARI SEGI KEILMUAN
II.1. Geologi Gunung Merapi
II.2. Tektonisme Gunung Merapi
II.3. Morfologi Gunung Merapi
BAB III. KARAKTERISTIK GUNUNG MERAPI
III.1. Sistem Vulkanis
III.2. Kubah Lava
III.3. AwanPanas
BAB IV. AKTIVITAS GUNUNG MERAPI
IV.1. Sejarah Erupsi
IV.2. Tipe Erupsi
IV.3. Evolusi Erupsi
IV.4. Pengamatan
IV.5. Rekaman Erupsi/Prekursor
BAB V. APLIKASI GEOFISIKA DALAM PENGAMATAN GUNUNG MERAPI
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
I.1. Pengantar
Letak Indonesia yang berada pada jalur Ring of Fire membuat Indonesia
kaya akan gunung api yang aktif, salah satunya Gunung Merapi. Gunung Merapi
merupakan Gunung Api paling aktif di Indonesia yang sekitarnya dikelilingi
pemukiman yang cukup padat. Gunung yang berada di provinsi DIY, Indonesia,
ini telah beberapa kali melakukan erupsi dahsyat yang menelan korban jiwa dan
harta benda yang tidak sedikit. Kejadian erupsi Gunung Merapi juga menjadi
perhatian dunia.
Diantara 127 gunungapi aktif yang terletak di Indonesia mungkin Merapi
termasuk yang paling terkenal. Banyak aspek yang membuat gunungapi ini
menarik selain yang pertama tentu saja aktivitas vulkaniknya. Selain itu Merapi
terletak di bagian tengah pulau Jawa tepat berada di jantung budaya Jawa yang
kental sehingga aspek kultural, mitologi dan aspek sosial politiknya juga menarik.
Merapi termasuk sering erupsi (meletus) sehingga secara vulkanologis
menguntungkan untuk menjadi laboratorium alam dalam rangka melakukan
ujicoba berbagai peralatan dan metodologi penelitian. Penduduk yang bermukim
di lereng cukup padat menyebabkan tingkat ancaman bahaya Merapi menjadi
tinggi. Merapi adalah fenomena alam yang mampu memberikan sumber
kehidupan yang baik dari kesuburan tanahnya dan kenyamanan untuk bertempat
tinggal di sana. Lingkungan gunungapi akan membentuk pola masyarakat yang
khas. Masyarakat di lereng Merapi berdasarkan tinjauan sosiologis relatif
homogen dari segi etnisitas dan agama, sebagian besar masih menjalankan tradisi
Jawa, berbahasa jawa, hidup komunal dan mempunyai sifat kekeluargaan gotong
royong, mayoritas mata pencaharian agraris, sebagian kecil bergerak di bidang
pertambangan, kepariwisataan dan pegawai negeri.
Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah,
yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan
timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara.
Gb. I.1.1 : Peta Administratif Gunung Merapi (sumber:
http://merapi.bgl.esdm.go.id/informasi_merapi.php?page=informasi-merapi&subpage=sekilas-
merapi)
I.3. Vegetasi
Gunung Merapi di bagian puncak tidak pernah ditumbuhi vegetasi karena
aktivitas yang tinggi. Jenis tumbuhan di bagian teratas bertipe alpina khas
pegunungan Jawa, seperti Rhododendron danedeweis jawa. Agak ke bawah
terdapat hutan bambu dan tetumbuhan pegunungan tropika.
Lereng Merapi, khususnya di bawah 1.000 m, merupakan tempat asal dua
kultivar salak unggul nasional, yaitu salak 'Pondoh' dan 'Nglumut'.
BAB II
GUNUNG MERAPI DARI SEGI KEILMUAN
Fakta mengenai adanya kaitan antara aktivitas gunungapi dengan aktivitas gempabumi
tektonik telah dilaporkan terjadi di berbagai kawasan seismik aktif. Gempabumi Liwa
1932 dan 1994 dilaporkan telah meningkatkan kegiatan vulkanik di Suoh, Lampung
Barat, sementara Gempabumi Nias 2005 juga telah memicu aktifnya Gunung Talang.
Selain tingginya frekuensi aktivitas seismik, secara tektonik regional tingginya aktivitas
Merapi juga disebabkan oleh karena lokasinya yang berdekatan dengan zona sesar. Jika
kita perhatikan peta tektonik, ternyata jalur tunjaman lempeng Indo-Australia menyusup
ke bawah Yogyakarta, sehingga sebaran episentrum gempabumi banyak terdapat di
daerah ini.
Di zona ini dalam kerangka tektonik, selain terdapat jalur tunjaman lempeng juga
terdapat sebaran sesar seperti Sesar Opak, Sesar Progo, Sesar Dengkeng, Sesar Oya dan
masih banyak lagi sistem sesar yang belum dikenali. Di “kompleks Sesar Opak” inilah
pada akhir-akhir ini terjadi peningkatan kegiatan seismik yang terus menerus berupa
gempabumi yang mengguncang Daerah Yogyakarta dan sekitarnya.
Tingginya aktivitas Merapi tampaknya juga dipengaruhi lokasinya yang terletak pada
perpotongan dua sistem sesar lokal. Kedua sesar yang saling berpotongan menurut
Bemmelen (1970) ini adalah sistem sesar yang membujur dalam arah utara-
selatan(transverse fault) yang membentuk kompleks jalur Gunung Merapi, Gunung
Merbabu, dan Gunung Ungaran, dengan sistem sesar berarah barat-timur yang sebut
sebagai ”Sesar Simo”. Karena lokasi Merapi yang terletak di zona perpotongan sesar
inilah diduga jalan keluar bagi magma menjadi lebih mudah.
BAB III
KARAKTERISTIK GUNUNG MERAPI
III.1. Sistem Vulkanis
Ada beberapa factor yang mempengaruhi karakteristik atau perilaku erupsi diantaranya :
(1) sifat magma termasuk komposisi kimia, kekentalan, kandungan gas dan air, (2)
struktur dan dimensi pipa saluran magma dan (3) posisi serta volume kantong magma
yang menentukan besarnya pasokan. Besarnya suplai magma dari zona yang lebih
dalam adalah motor utama dari aktivitas vulkanis dan yang membuat sistim vulkanis
berjalan. Suplai magma Merapi dari kedalaman terkait dengan sistim tektonik yaitu
subduksi oleh tumbukan antara lempeng samudera Indo-australia dan lempeng benua
Asia. Dalam zona subduksi, pada kedalaman antara 60-150 km, terjadi pelelehan karena
tekanan dan suhu tinggi. Pelelehan tersebut memproduksi magma asal, disebut juga
magma primitif. Kedalaman zona pelelehan, tingginya tekanan dan suhu mempengaruhi
jenis atau komposisi kimia magma primitif. Tiga parameter ini menyebabkan
gunungapi-gunungapi di Indonesia mempunyai magma yang komposisinya berbeda satu
sama lain. Magma primitif akan bermigrasi menuju permukaan yang digerakan oleh
energi permukaan dari cairan hasil lelehan, faktor gravitasi dan efek tektonik. Dalam
proses migrasi magma sistim tektonik termasuk evolusinya merupakan faktor penting.
Aktivitas tektonik menghasilkan zona lemah yang memberi kemudahan bagi magma
untuk menerobos mencapai permukaan menjamin kontinuitas suplai magma. Konstelasi
tektonik ini juga yang memungkinkan, dua gunung yang berdekatan bisa berbeda
keadaannya, misalnya yang satu "mati", yang lain sangat aktif.
Erupsi Merapi terjadi relatif sering hal ini ditengarai karena faktor geometri internal
system vulkanis. Dari data kegempaan Merapi, tahun 1991 yang kaya gempa vulkanik
dari berbagai jenis terlihat bahwa distribusi gempa Merapi lateral tidak jauh dari garis
vertikal puncak Merapi ke bawah dan tidak tersebar luas. Pada kedalaman 1.5 - 2 km di
bawah puncak tidak dijumpai adanya hiposenter gempa, demikian pula pada kedalaman
>5 km. Gempa volkano-tektonik (VT) memerlukan medium yang solid dan bisa patah
(brittle) sehingga zona-zona tidak terdapat hiposenter dianggap zona yang lembek
(duktil) karena pengaruh suhu tinggi magma.
Dalam proses perjalanan menuju ke permukaan magma memasuki zona tampungan
magma, dapat disebut sebagai kantong magma atau dapur magma bila ukurannya lebih
besar. Di Merapi terdapat dua zona tampungan magma yang menentukan sifat khas
Merapi. Karena letaknya relatif tidak jauh maka kenaikan tekanan di dapur magma akan
menyebabkan aliran magma menuju kantong magma di atasnya menyebabkan naiknya
tekanan di sana. Dalam hal ini kantong magma berfungsi sebagai katup bagi magma
yang naik ke permukaan. Waktu tenang antar erupsi di Merapi merupakan fase dimana
terjadi proses peningkatan tekanan magma di dalam kantong magma. Apabila tekanan
melebihi batas ambang tertentu magma akan keluar dalam bentuk erupsi explosive atau
efusif berupa pembentukan kubah lava. Volume produk yang dikeluarkan kira-kira
sebesar 0.1% dari volume kantong/dapur magma. Produk erupsi Merapi rata-rata 10 juta
m3 dalam suatu erupsi, bahkan sering di bawah 4 juta m3 yang artinya volume kantong
magma relative kecil. Sangat kecil bila dibandingkan dengan Kilauea dan Reunion yang
dalam sekali fase erupsi mengeluarkan masing–masing >40 juta m3 dan 100 juta m3
lava. Kantong magma dangkal di Merapi menyebabkan hanya dengan peningkatan
tekanan yang tidak terlalu besar sudah dapat mengalirkan magma cukup lancar sampai
permukaan tanpa perlu waktu panjang.
Gambar di atas menunjukkan penampang skematik dari struktur geometri internal
Merapi. Dimensi kantong magma (atas) dan dapur magma (bawah) adalah perkiraan.
Istilah awanpanas dipakai untuk menyebut aliran suspensi dari batu, kerikil,
abu, pasir dalam suatu masa gas vulkanik panas yang keluar dari gunungapi
dan mengalir turun mengikuti lerengnya dengan kecepatan bisa lebih dari 100
km per jam sejauh puluhan km. Aliran turbulen tersebut dari jauh tampak
seperti awan bergulung-gulung menuruni lereng gunungapi dan bila terjadi
malam hari terlihat membara. Awanpanas biasanya tidak segemuruh longsoran
biasa karena tingginya tekanan gas pada material menyebabkan benturan antar
batu-batu atau material di dalam awanpanas tidak terjadi dengan kata lain
benturan teredam oleh gas. Penduduk sekitar Merapi menyebut awanpanas
sebagai wedhus gembel dalam bahasa Jawa berarti domba karena secara visual
kenampakan awanpanas seperti domba-domba menyusuri lereng. Istilah ini
diperkirakan telah dipakai sejak berabad-abad oleh penduduk setempat (lebih
tua dari pada istilah nuee-ardente).
2. Longsoran dipicu oleh suatu letusan kecil (lokal) yang terjadi di kubah lava.
Gas bertekanan tinggi dalam kubah lava dapat memicu terjadinya letusan kecil
setempat yang terjadi di permukaan kubah lava. Tekanan yang dilepaskan
secara mendadak dapat mengganggu kestabilan kubah secara keseluruhan
sehingga kubah dapat mengalami longsoran besar.
3. Longsornya kubah dapat pula karena adanya dorongan dari bawah yaitu dari
pipa magma gunungapi sehingga kubah lava bergeser dan akhirnya longsor.
Karena adanya faktor gravitasi, tekanan dari bawah yang tidak terlalu besar
sudah cukup untuk mengganggu kestabilan kubah.
Suhu awan panas dipelajari dengan menganalisa arang kayu dari pepohonan
yang terlanda awanpanas dan kemudian terbenam dalam endapan awanpanas.
Pengambilan contoh arang dilakukan dari endapan awanpanas yang ada,
terutama pada endapan tua. Suhu awanpanas Gunung Merapi, dibandingkan
dengan awanpanas dari gunung lain dengan letusan yang lebih besar, tidak
begitu tinggi. Dari analisa diperoleh data bahwa suhu awanpanas Merapi hanya
sekitar 250°C. Walaupun data ini baru dari contoh yang terbatas, hasil ini
menunjukkan bahwa suhu awanpanas Merapi minimal 250°C.
BAB IV
AKTIVITAS GUNUNG MERAPI
IV.1. Sejarah Erupsi
Aktivitas Merapi telah bersifat letusan efusif (lelehan) dan eksplosif.
Diperkirakan juga terjadi letusan eksplosif dengan runtuhan material
ke arah barat yang meninggalkan morfologi tapal kuda dengan panjang
7 km, lebar 1-2 km dengan beberapa bukit di lereng barat. Kawah
Pasarbubar (atau Pasarbubrah) diperkirakan terbentuk pada masa ini.
Puncak Merapi yang sekarang, Puncak Anyar, baru mulai terbentuk
sekitar 2000 tahun yang lalu. Dalam perkembangannya, diketahui
terjadi beberapa kali letusan eksplosif dengan VEI 4 berdasarkan
pengamatan lapisan tefra.
Karakteristik letusan sejak 1953 adalah desakan lava ke
puncak kawah disertai dengan keruntuhan kubah lava secara periodik
dan pembentukan awan panas (nuée ardente) yang dapat meluncur di
lereng gunung atau vertikal ke atas. Letusan tipe Merapi ini secara
umum tidak mengeluarkan suara ledakan tetapi desisan. Kubah puncak
yang ada sampai 2010 adalah hasil proses yang berlangsung sejak
letusan gas 1969.
Pakar geologi pada tahun 2006 mendeteksi adanya ruang raksasa di
bawah Merapi berisi material seperti lumpur yang secara "signifikan
menghambat gelombang getaran gempa bumi". Para ilmuwan
memperkirakan material itu adalah magma. Kantung magma ini
merupakan bagian dari formasi yang terbentuk akibat
menghunjamnya Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia.
Merapi termasuk gunungapi yang sering meletus. Sampai Juni 2006, erupsi yang
tercatat sudah mencapai 83 kali kejadian. Secara rata-rata selang waktu erupsi
Merapi terjadi antara 2 – 5 tahun (periode pendek), sedangkan selang waktu
periode menengah setiap 5 – 7 tahun. Merapi pernah mengalami masa istirahat
terpanjang selama >30 tahun, terutama pada masa awal keberadaannya sebagai
gunungapi. Memasuki abad 16 kegiatan Merapi mulai tercatat cukup baik. Pada
masa ini terlihat bahwa waktu istirahat terpanjang pernah dicapai selama 71
tahun ketika jeda antara tahun 1587 sampai dengan tahun 1658.
http://www.merapi.bgl.esdm.go.id/images_stock/Sejarah%20letusan%20M
erapi%20a_e87761.jpg
Sejarah letusan gunung Merapi mulai dicatat (tertulis) sejak tahun 1768.
Namun demikian sejarah kronologi letusan yang lebih rinci baru ada pada akhir
abad 19. Ada kecenderungan bahwa pada abad 20 letusan lebih sering
dibanding pada abad 19. Hal ini dapat terjadi karenapencatatan suatu peristiwa
pada abad 20 relatif lebih rinci. Pemantauan gunungapi juga baru mulai aktif
dilakukan sejak awal abad 20. Selama abad 19 terjadi sekitar 20 letusan, yang
berarti interval letusan Merapi secara rata-rata lima tahun sekali. Letusan
tahun 1872 yang dianggap sebagai letusan terakhir dan terbesar pada abad 19
dan 20 telah menghasilkan Kawah Mesjidanlama dengan diameter antara 480-
600m. Letusan berlangsung selama lima hari dan digolongkan dalam kelas D.
Suara letusan terdengar sampai Kerawang, Madura dan Bawean. Awanpanas
mengalir melalui hampir semua hulu sungai yang ada di puncak Merapi yaitu
Apu, Trising, Senowo, Blongkeng, Batang, Woro, dan Gendol. Awanpanas dan
material produk letusan menghancurkan seluruh desa-desa yang berada di atas
elevasi 1000m. Pada saat itu bibir kawah yang terjadi mempunyai elevasi
2814m (;bandingkan dengan saat ini puncak Merapi terletak pada elevasi
2968m). Dari peristiwa-peristiwa letusan yang telah lampau, perubahan
morfologi di tubuh Gunung dibentuk oleh lidah lava dan letusan yang relatif
lebih besar. Gunung Merapi merupakan gunungapi muda. Beberapa tulisan
sebelumnya menyebutkan bahwa sebelum ada Merapi, telah lebih dahuiu ada
yaitu Gunung Bibi (2025m), lereng timurlaut gunung Merapi. Namun demikian
tidak diketahui apakah saat itu aktivitas vulkanik berlangsung di gunung Bibi.
Dari pengujian yang dilakukan, G. Bibi mempunyai umur sekitar 400.000 tahun
artinya umur Merapi lebih muda dari 400.000 tahun. Setelah terbentuknya
gunung Merapi, G. Bibi tertimbun sebagian sehingga saat ini hanya kelihatan
sebagian puncaknya. Periode berikutnya yaitu pembentukan bukit Turgo dan
Plawangan sebagai awal lahirnya gunung Merapi. Pengujian menunjukkan
bahwa kedua bukit tersebut berumur sekitar maksimal 60.000 tahun
(Berthomrnier, 1990). Kedua bukit mendominasi morfologi lereng selatan
gunung Merapi.
Pada elevasi yang lebih tinggi lagi terdapat satuan-satuan lava yaitu bukit
Gajahmungkur, Pusunglondon dan Batulawang yang terdapat di lereng bagian
atas dari tubuh Merapi. Susunan bukit-bukit tersebut terbentuk paling lama
pada, 6700 tahun yang lalu (Berthommier,1990). Data ini menunjukkan bahwa
struktur tubuh gunung Merapi bagian atas baru terbentuk dalam orde ribuan
tahun yang lalu. Kawah Pasarbubar adalah kawah aktif yang menjadi pusat
aktivitas Merapi sebelum terbentuknya puncak.
Diperkirakan bahwa bagian puncak Merapi yang ada di atas Pasarbubar baru
terbentuk mulai sekitar 2000 tahun lalu. Dengan demikian jelas bahwa tubuh
gunung Merapi semakin lama semakin tinggi dan proses bertambahnya tinggi
dengan cepat nampak baru beberapa ribu tahun lalu. Tubuh puncak gunung
Merapi sebagai lokasi kawah aktif saat ini merupakan bagian yang paling muda
dari gunung Merapi. Bukaan kawah yang terjadi pernah mengambil arah
berbeda-beda dengan arah letusan yang bervariasi. Namun demikian sebagian
letusan mengarah ke selatan, barat sampai utara. Pada puncak aktif ini kubah
lava terbentuk dan kadangkala terhancurkan oleh letusan. Kawah aktif Merapi
berubah-ubah dari waktu ke waktu sesuai dengan letusan yang terjadi.
Pertumbuhan kubah lava selalu mengisi zona-zona lemah yang dapat berupa
celah antara lava lama dan lava sebelumnya dalam kawah aktif Tumbuhnya
kubah ini ciapat diawali dengan letusan ataupun juga sesudah letusan. Bila
kasus ini yang terjadi, maka pembongkaran kubah lava lama dapat terjadi
dengan membentuk kawah baru dan kubah lava baru tumbuh dalam kawah hasil
letusan. Selain itu pengisian atau tumbuhnya kubah dapat terjadi pada tubuh
kubah lava sebelumnya atau pada perbatasan antara dinding kawah lama
dengan lava sebelumnya. Sehingga tidak mengherankan kawahkawah letusan di
puncak Merapi bervariasi ukuran maupun lokasinya. Sebaran hasil letusan juga
berpengaruh pada perubahan bentuk morfologi, terutama pada bibir kawah dan
lereng bagian atas. Pusat longsoran yang terjadi di puncak Merapi, pada tubuh
kubah lava biasanya pada bagian bawah yang merupakan akibat dari
terdistribusikannya tekanan di bagian bawah karena bagian atas masih cukup
kuat karena beban material.
Lain halnya dengan bagian bawah yang akibat dari desakan menimbulkan zona-
zona lemah yang kemudian merupakan pusat-pusat guguran. Apabila pengisian
celah baik oleh tumbuhnya kubah masih terbatas jumlahnya, maka arah
guguran lava masih dapat terkendali dalam celah yang ada di sekitarnya.
Namun apabila celah-celah sudah mulai penuh maka akan terjadi
penyimpangan-penyimpangan tumbuhnya kubah. Sehingga pertumbuhan kubah
lava yang sifat menyamping (misal, periode 1994 - 1998) akan mengakibatkan
perubahan arah letusan. Perubahan ini juga dapat terjadi pada jangka waktu
relatif pendek dan dari kubah lava yang sama. Pertumbuhan kubah lava ini
berkembang dari simetris menjadi asimetris yang berbentuk lidah lava. Apabila
pertumbuhan menerus dan kecepatannya tidak sama, maka lidah lava tersebut
akan mulai membentuk morfologi bergelombang yang akhirnya menjadi sejajar
satu sama lain namun masih dalam satu tubuh. Alur pertumbuhannya pada
suatu saat akan mencapai titik kritis dan menyimpang menimbulkan guguran
atau longsoran kubah. Kronologi semacam ini teramati pada th 1943 (April
sampai Mei 1943).
Sketsa penampang skematik evolusi Merapi sejak jaman Pra-Merapi sampai saat ini
menurut Berthommier (1990). (Sumber:
http://merapi.bgl.esdm.go.id/informasi_merapi.php?page=informasi-
merapi&subpage=sejarah)
Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar
10-15 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar tercatat pada
tahun 1006 (dugaan), 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan pada
tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu,
berdasarkan pengamatan timbunan debu vulkanik.[7] Ahli geologi Belanda, van
Bemmelen, berteori bahwa letusan tersebut menyebabkan pusatKerajaan
Medang (Mataram Kuno) harus berpindah ke Jawa Timur. Letusan pada tahun
1872 dianggap sebagai letusan terkuat dalam catatan geologi modern dengan
skala VEI mencapai 3 sampai 4. Letusan terbaru, 2010, diperkirakan juga
memiliki kekuatan yang mendekati atau sama. Letusan tahun 1930, yang
menghancurkan tiga belas desa dan menewaskan 1400 orang, merupakan letusan
dengan catatan korban terbesar hingga sekarang.[rujukan?]
Letusan bulan November 1994 menyebabkan luncuran awan panas ke
bawah hingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban 60 jiwa
manusia. Letusan 19 Juli 1998 cukup besar namun mengarah ke atas sehingga
tidak memakan korban jiwa. Catatan letusan terakhir gunung ini adalah pada
tahun 2001-2003 berupa aktivitas tinggi yang berlangsung terus-menerus. Pada
tahun 2006 Gunung Merapi kembali beraktivitas tinggi dan sempat menelan dua
nyawa sukarelawan di kawasan Kaliadem karena terkena terjangan awan panas.
Rangkaian letusan pada bulan Oktober dan November 2010 dievaluasi sebagai
yang terbesar sejak letusan 1872[8] dan memakan korban nyawa 273 orang (per
17 November 2010)[9], meskipun telah diberlakukan pengamatan yang intensif
dan persiapan manajemen pengungsian. Letusan 2010 juga teramati sebagai
penyimpangan dari letusan "tipe Merapi" karena bersifat eksplosif disertai suara
ledakan dan gemuruh yang terdengar hingga jarak 20-30 km.
Gunung ini dimonitor non-stop oleh Pusat Pengamatan Gunung Merapi di
Kota Yogyakarta, dibantu dengan berbagai instrumen geofisika telemetri di
sekitar puncak gunung serta sejumlah pos pengamatan visual dan pencatat
kegempaan di Ngepos (Srumbung), Babadan, dan Kaliurang.
Erupsi 2006[sunting | sunting sumber]
Di bulan April dan Mei 2006, mulai muncul tanda-tanda bahwa Merapi
akan meletus kembali, ditandai dengan gempa-gempa dan deformasi. Pemerintah
daerah Jawa Tengah dan DI Yogyakartasudah mempersiapkan upaya-upaya
evakuasi. Instruksi juga sudah dikeluarkan oleh kedua pemda tersebut agar
penduduk yang tinggal di dekat Merapi segera mengungsi ke tempat-tempat
yang telah disediakan.
Pada tanggal 15 Mei 2006 akhirnya Merapi meletus. Lalu pada 4 Juni,
dilaporkan bahwa aktivitas Gunung Merapi telah melampaui status awas.
Kepala BPPTK Daerah Istimewa Yogyakarta, Ratdomo Purbo menjelaskan
bahwa sekitar 2-4 Juni volume lava di kubah Merapi sudah mencapai 4 juta
meter kubik - artinya lava telah memenuhi seluruh kapasitas kubah Merapi
sehingga tambahan semburan lava terbaru akan langsung keluar dari kubah
Merapi.
1 Juni, Hujan abu vulkanik dari luncuran awan panas Gunung Merapi yang
lebat, tiga hari belakangan ini terjadi di Kota Magelang dan Kabupaten
Magelang, Jawa Tengah. Muntilan sekitar 14 kilometer dari Puncak Merapi,
paling merasakan hujan abu ini. [10]
8 Juni, Gunung Merapi pada pukul 09:03 WIB meletus dengan
semburan awan panas yang membuat ribuan warga di wilayah lereng Gunung
Merapi panik dan berusaha melarikan diri ke tempat aman. Hari ini tercatat dua
letusan Merapi, letusan kedua terjadi sekitar pukul 09:40 WIB. Semburan awan
panas sejauh 5 km lebih mengarah ke hulu Kali Gendol (lereng selatan) dan
menghanguskan sebagian kawasan hutan di utara Kaliadem di
wilayah Kabupaten Sleman. [11]
Erupsi 2010[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Letusan Gunung Merapi 2010
Peningkatan status dari "normal aktif" menjadi "waspada" pada tanggal 20
September 2010 direkomendasi oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan
Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta. Setelah sekitar satu bulan,
pada tanggal 21 Oktober status berubah menjadi "siaga" sejak pukul 18.00 WIB.
Pada tingkat ini kegiatan pengungsian sudah harus dipersiapkan. Karena
aktivitas yang semakin meningkat, ditunjukkan dengan tingginya frekuensi
gempa multifase dan gempa vulkanik, sejak pukul 06.00 WIB tangggal 25
Oktober BPPTK Yogyakarta merekomendasi peningkatan status Gunung Merapi
menjadi "awas" dan semua penghuni wilayah dalam radius 10 km dari puncak
harus dievakuasi dan diungsikan ke wilayah aman.
Erupsi pertama terjadi sekitar pukul 17.02 WIB tanggal 26 Oktober.
Sedikitnya terjadi hingga tiga kali letusan. Letusan menyemburkan material
vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km dan disertai keluarnya awan panas yang
menerjang Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan,
Sleman.[12] dan menelan korban 43 orang, ditambah seorang bayi dari
Magelang yang tewas karena gangguan pernapasan.
Sejak saat itu mulai terjadi muntahan awan panas secara tidak teratur.
Mulai 28 Oktober, Gunung Merapi memuntahkan lava pijar yang muncul hampir
bersamaan dengan keluarnya awan panas pada pukul 19.54
WIB.[13] Selanjutnya mulai teramati titik api diam di puncak pada tanggal 1
November, menandai fase baru bahwa magma telah mencapai lubang kawah.
Namun demikian, berbeda dari karakter Merapi biasanya, bukannya terjadi
pembentukan kubah lava baru, malah yang terjadi adalah peningkatan aktivitas
semburan lava dan awan panas sejak 3 November. Erupsi eksplosif berupa
letusan besar diawali pada pagi hari Kamis, 4 November 2010, menghasilkan
kolom awan setinggi 4 km dan semburan awan panas ke berbagai arah di kaki
Merapi. Selanjutnya, sejak sekitar pukul tiga siang hari terjadi letusan yang tidak
henti-hentinya hingga malam hari dan mencapai puncaknya pada dini hari Jumat
5 November 2010. Menjelang tengah malam, radius bahaya untuk semua tempat
diperbesar menjadi 20 km dari puncak. Rangkaian letusan ini serta suara
gemuruh terdengar hingga Kota Yogyakarta (jarak sekitar 27 km dari
puncak), Kota Magelang, dan pusat Kabupaten Wonosobo (jarak 50 km). Hujan
kerikil dan pasir mencapai Kota Yogyakarta bagian utara, sedangkan hujan abu
vulkanik pekat melanda hingga Purwokerto dan Cilacap. Pada siang harinya,
debu vulkanik diketahui telah
mencapai Tasikmalaya, Bandung,[14] dan Bogor.[15]
Bahaya sekunder berupa aliran lahar dingin juga mengancam kawasan
lebih rendah setelah pada tanggal 4 November terjadi hujan deras di sekitar
puncak Merapi. Pada tanggal 5 November Kali Code di kawasan Kota
Yogyakarta dinyatakan berstatus "awas" (red alert). [16][rujukan?]
Letusan kuat 5 November diikuti oleh aktivitas tinggi selama sekitar
seminggu, sebelum kemudian terjadi sedikit penurunan aktivitas, namun status
keamanan tetap "Awas". Pada tanggal 15 November 2010 batas radius bahaya
untuk Kabupaten Magelang dikurangi menjadi 15 km dan untuk dua kabupaten
Jawa Tengah lainnya menjadi 10 km. Hanya bagi Kab. Sleman yang masih tetap
diberlakukan radius bahaya 20 km.
Kronologi Hartman
Kronologi A : Siklus diawali dengan satu letusan kecil yang mengawali ekstrusi
lava. Fase utama berupa pembentukan kubah lava sampai kubah mencapai
volume besar dan kemudian perkumbuhan kubah berhenti. Siklus diakhiri
dengan proses guguran lava pijar yang berasal dari kubah. Kejadian guguran
lava pijar, kadang dengan awanpanas kecil, dapat berlangsung lama (bulanan).
Kronologi B: Dalam kronologi B ini, pada awalnya telah ada kubah lava di
puncak Merapi. Fase utama berupa letusan vulkanian bersumber di kubah lava
dan menghancurkan kubah lava yang ada. Letusan menghasilkan asap letusan
vulkanian (contoh: asap cendawan letusan 1997). Material kubah yang hancur
sebagian menjadi awanpanas yang menyertai letusan vulkanian tersebut. Fase
akhir diisi dengan pertumbuhan lava baru pada bagian kubah yang hancur atau
disamping kubah.
Kronologi C: mirip dengan kronologi B, hanya saja pada awalnya tidak terdapat
kubah lava tetapi sumbat lava yang menutup kawah Merapi. Oleh adanya
sumbat lava tersebut, fase utama berupa letusan vulkanian dengan awanpanas
lebih besar (type St. Vincent ?). Fase akhir dari kronologi letusan yaitu berupa
pembentukan kubah lava baru.
Kronologi D:Fase awal berupa letusan vertikal kecil. Fase utama berupa
pembentukan sumbat lava yang kemudian diikuti dengan fase akhir berupa
letusan vertikal yang cukup signifikan. Pada letusan "D" ini, karena sumbat lava
cukup besar, letusan cukup dahsyat, relatif untuk Merapi, yang menghasilkan
awanpanas besar dan asap letusan tinggi.
Kronologi erupsi menurut Hartmann (1935) dibedakan atas empat macam dari
yang dianggap paling lemah D sampai kuat A. Kolom kiri menunjukkan saat
awal sebelum kejadian utama. Kolom tengah adalah kejadian utama dan kolom
kanan adalah kejadian yang mengkhiri siklus aktivitas erupsi.
Endapan hasil letusan yang sekarang meskipun cukup tebal (mencapai 8m),
namun karena merupakan endapan awanpanas yang sebarannya di lembah-
lembah, maka letusanya relatif kecil. Sedangkan letusan pra-1800, karena
hasilnya berupa endapan jatuhan yang ketebalannya dan merata di sekitar
gunung, maka letusannya lebih besar. Letusan yang menghasilkan awanpanas
tekanan internal dari magma lebih kecil daripada letusan yang menghasilkan
endapan jatuhan.
a. Lokasi web kamera di Plawangan, berjarak 5 km dari puncak Merapi di sisi selatan.
Interfal image yang diambil setiap 15 detik.
b. Lokasi web kamera di Kaliurang, berjarak 8.5 km dari puncak Merapi di sisi selatan.
Interfal image yang diambil setiap 15 detik.
c. Lokasi web kamera di Deles, berjarak 6.75 km dari puncak Merapi di sisi timur.
Interfal image yang diambil setiap 15 detik.
BAB V
APLIKASI GEOFISIKA DALAM PENGAMATAN GUNUNG
MERAPI
http://www.merapi.bgl.esdm.go.id/seismisitas_graph.php?id=57
http://www.merapi.bgl.esdm.go.id/seismisitas_graph.php?id=59
http://www.merapi.bgl.esdm.go.id/seismisitas_graph.php?id=60
http://www.merapi.bgl.esdm.go.id/seismisitas_graph.php?id=61
http://www.merapi.bgl.esdm.go.id/seismisitas_graph.php?id=62
http://www.merapi.bgl.esdm.go.id/seismisitas_graph.php?id=63
http://www.merapi.bgl.esdm.go.id/seismisitas_graph.php?id=64
DAFTAR PUSTAKA
http://merapi.bgl.esdm.go.id/aktivitas_merapi.php?page=aktivitas-merapi&subpage
=web-kamera
http://merapi.bgl.esdm.go.id/informasi_merapi.php?page=informasi-
merapi&subpage=sekilas-merapi
http://vulcan.wr.usgs.gov/Volcanoes/DecadeVolcanoes/
http://vulcan.wr.usgs.gov/Volcanoes/Indonesia/description_indonesia_volcanics.htm
l. laman USGeological Survey
http://www.merapi.bgl.esdm.go.id/informasi_merapi.php?page=informasi-
merapi&subpage=sejarah
Berthommier, P., 1990. Etude volcanologique du Merapi (Centre-Java): Te´phrostratigraphic et
Chronologie—produits eruptifs. PhD thesis, Universite´ Blaise Pascal, 216 pp
Axel Bojanowski. Riesige Magmamenge. Geologen warnen vor Mega-Eruption des Merapi. Spiegel Online
edisi 05 November 2010
http://www.spiegel.de/fotostrecke/fotostrecke-61341.html
-.A history of Merapi. Diakses pada 2007-02-20 [internet]. Dapat diunduh
di:http://volcano.und.edu/vwdocs/current_volcs/merapi/
All. Gunung Merapi. Perubahan terakhir: 15.26, 16 September 2013. Diunduh pada: 20
Oktober 2013 [internet]. Dapat diunduh di:
http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Merapi#cite_ref-5
http://merapi.bgl.esdm.go.id/informasi_merapi.php?page=informasi-
merapi&subpage=sejarah
http://merapi.bgl.esdm.go.id/aktivitas_merapi.php?page=aktivitas-
merapi&subpage=seismisitas
N = N -h
di mana H adalah tinggi ellipsoidal titik di atas ellipsoid referensi seperti yang
diberikan oleh GPS - pengamatan . Dalam geoid global fe geoid EGM96 kita dapat
dengan jelas mengidentifikasi zona subduksi kapal selam dari lempeng Hindia di bawah
lempeng Eurasia . Kegiatan vulkanik di Jawa terhubung dengan ketinggian geoid
sepanjang pantai selatan dari lava .
Model geoid global merupakan undulasi geoid dengan periode panjang gelombang
110 kerabat . Waktu singkat undulasi geoid yang rata-rata keluar kecuali jaring padat
poin gravitasi tersedia . Banyak informasi yang hilang , jika kita hanya berkonsentrasi
pada geoids global. Oleh karena itu kami sudah mulai penentuan geoid lokal Merapi dan
Merbabu menggunakan gravitasi dan data topografi yang dikumpulkan dalam 3 tahun
terakhir sekitar Merapi dan Merbabu .
Perhitungan akan dilakukan dengan menggunakan terkenal hapus -restore teknik ,
yang dapat ia dibagi menjadi langkah-langkah berikut :
- Perhitungan gravitasi lapangan g dari model geopotensial global yang EGM96
- Penentuan udara bebas ? G anomali sesuai
?G=g-γ
dengan g = gravitasi diamati .
- Interpolasi berarti blok anomali gravitasi pada 1 " * 1 " grid dengan
mempertimbangkan daya tarik gravitasi topografi . Sebagai Model Elevasi Digital (
DEM ) kita menggunakan model oleh Sandwell ( 2 ' * 2 ' ) , GTOP030 ( 30 " * 30 " )
dan model lokal ( 1 " * 1 " ) sebagaimana ditentukan dari gambar fotogrametri .
Rumus penentuan (relatif ) tinggi geoid N ' menggunakan Stoke -
- Transformasi relatif geoid N ' ke ketinggian geoid mutlak N menggunakan hasil
pengamatan GPS -
Sebagai perangkat lunak paket " gravsoft " Dinas geoid International akan digunakan
dalam kaitannya dengan perangkat lunak visualisasi " IDL " .
Digital Elevation Models and Orthophotos of Merapi and Merbabu from Aerial Images
and Dinsarhttp://www.merapi.bgl.esdm.go.id/pages.php?page=pustaka-
artikel&id=58
Orthophotos dan Model Elevasi Digital (Dems) dari gunung berapi Merapi dan
Merbabu (Indonesia) adalah alat yang diperlukan untuk tugas yang berbeda dari
proyek penelitian Indonesia-Jerman "MERAPI". Atas dasar DEM dikembangkan oleh
Jousset (1996) dari SPOT-gambar kami telah menghasilkan awal DEM pertama
Merapi dan Merbabu dengan ukuran grid 20m * 20rn. Untuk meningkatkan generasi
DEM berikutnya kami telah menggunakan foto udara gunung berapi yang diambil
pada tahun 1981, 1981, 1982 dan 1994. Banyak masalah disebabkan oleh fakta bahwa
bagian-bagian besar dari permukaan terutama di sekitar puncak Merapi dan Merbabu
selalu tertutup oleh awan dan asap yang dipancarkan oleh gunung berapi.
Interferometric Synthetic Aperture Radar gambar (INSAR) diambil selama misi
tandem ERS1 dan ERS2 pada tahun 1996 dapat mengisi kesenjangan. Dengan
menggabungkan kedua teknik kami mampu menghasilkan DEM lengkap dan ortofoto
wilayah dengan akurasi tinggi <± 10 m.
The 3D Seismic Velocity Field of The Crust South of Gunung Merapi, Central Java
http://www.merapi.bgl.esdm.go.id/pages.php?page=pustaka-artikel&id=46
Aktivitas seismik dan gunung berapi di Jawa Tengah terkait dengan subduksi lempeng
Indo-Australia di bawah pulau Jawa dan Sumatera . Dalam rangka MERAMEX (
MERAPI AMphibiuos Percobaan ) - Proyek jaringan seismologi sementara yang terdiri
dari lebih dari 100 stasiun dipasang di lepas pantai dan pada 110 ° E untuk merekam
kegempaan lokal. Selain itu, eksperimen seismik laut aktif yang dilakukan lepas pantai .
Kumpulan data terdiri dari satu paralel profil seismik untuk parit dan dua baris dip
melintasi parit . Airgun tembakan dicatat juga darat dalam jaringan sementara. Sebuah
inversi tomografi bersama termasuk aktif dan pasif data seismik dilakukan . Gambar
yang dihasilkan menunjukkan anomali kecepatan rendah kuat di kerak busur tepat di
belakang gunung berapi aktif . Sebuah anomali rendah kecepatan cenderung ke arah
slab dapat diamati di mantel atas di bawah gunung berapi , yang mungkin
mencerminkan jalur cairan dan bahan sebagian meleleh di wedge mantel makan gunung
berapi . Onshore kerak busur tampaknya terdiri dari blok kecepatan tinggi. Kami akan
menyajikan bidang kecepatan seismik 3D dari kerak selatan Gunung Merapi dan
interpretasinya .
Seismik Tomografi
Seismik tomografi merupakan sebuah metode geofisika untuk mengetahui kondisi bawah
permukaan bumi berdasarkan data waktu tiba gelombang gempabumi (P dan S) yang terekam
oleh peralatan seismik (seismometer) yang tersebar di atas permukaan bumi. Hasil pengolahan
dan analisa gelombang tersebut akan memberikan gambaran struktur 3D interior bumi secara
rinci. Seperti yang pernah penulis jelaskan sebelumnya bahwa metode seismik tomografi ini
seperti sistem kerja CT Scan atau USG yang digunakan oleh dokter untuk melihat kondisi organ
dalam dan tulang manusia tanpa melakukan operasi. Apabila gambar CT Scan dibuat dalam
jumlah banyak dari berbagai arah maka akan didapatkan pencitraan/images dalam bentuk 3
Dimensi. Hal yang sama dilakukan oleh orang-orang Geofisika namun bukan untuk melihat isi
dalam tubuh manusia melainkan melihat isi dalam bumi tanpa harus melakukan pengeboran.
Sumber getaran yang digunakan bisa dari sumber buatan maupun sumber alami berupa
gempabumi yang sering terjadi di seluruh dunia.
http://www.ibnurusydy.com/peran-geofisika-fisika-bumi-dalam-mitigasi-dan-
monitoring-bencana-iii/
Ada beberapa metode pemantauan aktivitas gunungapi yang telah diaplikasikan sekarang ini
[McGuire et al., 1995; Scarpa and Tilling, 1996], yaitu antara lain metode seismik, metode
deformasi, metode kimia gas, metode termal, dan metode penginderaan jauh (menggunakan
sistem video, citra satelit, dan sebagainya). Metode-metode ini akan melibatkan sistem
peralatan/sensor tersendiri, dan disamping itu dapat diimplementasikan secara episodik atau
berkala maupun kontinyu atau secara terus menerus.
http://geodesy.gd.itb.ac.id/kkgd/wp-content/uploads/2007/01/edm-for-volcano.thumbnail.jpg
Metode yang paling banyak digunakan untuk pemantauan gunung api di Indonesia saat ini adalah
metode seismik. Metode seismik yang menggunakan sensor seismometer ini pada dasarnya
digunakan untuk mengevaluasi aktivitas yang terjadi di dalam tubuh gunung api. Disamping
metode seismik, metode deformasi pun cukup banyak diaplikasikan dalam pemantauan gunung
api dengan menggunakan berbagai macam sensor atau sistem, dan metode ini dianggap punya
potensi yang sangat besar untuk berkontribusi dalam pemantauan aktivitas gunung api. Metode ini
pada dasarnya ingin mendapatkan pola dan kecepatan dari deformasi permukaan gunung api, baik
dalam arah horisontal maupun vertikal. Salah satu teknik pemantauan deformasi yang kini banyak
dikembangkan yaitu dengan penggunaan survei GPS (Global Positioning System).
—————————————————————————————————————————————————
GPS adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang berbasiskan pada pengamatan
satelit-satelit Global Positioning System [Abidin, 2000; Hofmann-Wellenhof et al., 1997]. Prinsip
pemantauan ground deformation pada tubuh gunungapi dengan survei GPS yaitu dengan cara
menempatkan beberapa titik di beberapa lokasi yang dipilih, ditentukan koordinatnya secara teliti
dengan menggunakan metode survei GPS. Dengan mempelajari pola dan kecepatan perubahan
koordinat dari titik-titik tersebut dari survei yang satu ke survei berikutnya, maka karakteristik
ground deformation pada tubuh gunungapi akan dapat dihitung dan dipelajari lebih lanjut.
Pemantauan ground deformation gunung api dengan menggunakan GPS pada prinsipnya dapat
dilakukan secara episodik atau kontinyu. Dalam pengamatan secara episodik, koordinat dari
beberapa titik GPS yang dipasang pada gunung api, ditentukan secara teliti menggunakan metode
survey GPS. Koordinat titik-titik ini ditentukan dalam selang periode tertentu secara berkala dalam
selang waktu tertentu, dan dengan menganalisa perbedaan koordinat yang dihasilkan untuk setiap
periode, maka karakteristik deformasi dari gunung api dapat ditentukan dan dianalisa
Pemantauan deformasi secara kontinyu secara prinsip sama dengan pemantauan deformasi secara
episodik, yang membedakannya hanya aspek operasional dari pemantauan. Dalam pemantauan
deformasi secara kontinyu koordinat dari titik-titik GPS pada gunungapi ditentukan secara real–
time dan terus menerus dengan sistem yang disusun secara otomatis. Agar metode ini dapat
dilakukan maka diperlukan komunikasi data antara titik-titik GPS pada gunungapi dan stasiun
pengamat.
http://geodesy.gd.itb.ac.id/?page_id=286
eknologi/metode geo-magnet adalah metode geofisika yang paling tua. Prinsip dasar dalam
metode ini adalah mempelari kondisi bawah permukaan bumi berdasar sifat kemagnetan
batuan. Batu magnet sudah lama digunakan oleh orang Cina sebagai petunjuk dalam pelayaran
namun gagasan bahwa bumi ini bersifat magnet timbul beberapa tahun kemudian. William
Gilbert (1540–1603), seorang doktor Ratu Elizabeth I telah menuliskan sebuah buku yang
berjudul “De Magnete” pada tahun 1600. Pada masa inilah timbul pemikiran bahwa semua titik
di atas permukaan bumi memiliki nilai dan arah medan magnet yang berbeda-beda. Pada tahun
1830 sampai 1842, Karl Frederick Gauss melakukan pengamatan secara detail terhadap
medan magnet bumi. Dia menyimpulkan bahawa sumber medan magnet bumi berasal dari
dalam bumi. Dia juga menyatakan bahwa medan magnet bumi juga memiliki hubungan erat
dengan perputaran bumi karena kutub magnet bumi dekat dengan sumbu putaran bumi
(Telford, 1990).
Metode
magnetik ini mengasumsikan bahwa setiap batuan yang ada di bawah permukaan bumi
memiliki sifat magneti yang berbeda-beda. Jadi ketika medan magnet bumi menginduksi batuan
yang ada di bawah permukaan bumi maka akan timbul medan magnet sekunder akibat induksi
tadi. Nilai intensitas medan magnet sekunder ini akan berbeda-beda pada setiap batuan dan
sangat bergantung pada sifat kemagnetan batuan (diamagnetik, paramagnetik, dan
feromagnetik) serta remanen magnet yang sudah ada sejak zaman dulu pada batuan tersebut.
Fenomena ini bisa disamakan dengan praktikum waktu kita di Sekolah Dasar dulu. Kita pasti
ingat ketika guru kita mengajarkan bahwa salah cara untuk menghilangkan sifat magnet batang
magnet adalah dengan cara membakarnya atau meningkatkan suhunya. Demikian juga dalam
fenomena gunungapi ini, ketika magma naik dan memanas suhu batuan sekitarnya sehingga
menjadikan sifat kemagnetan batuan sekitar menjadi berkurang. Beberapa penelitian juga
menggunakan teknologi/metode geo-magnet untuk memodelkan volume magma yang ada di
dalam tubuh gunungapi sehingga bisa diperkirakan besar-kecilnya erupsi gunungapi tersebut di
masa yang akan datang. Dengan mengetahui besar-kecilnya potensi erupsi maka kita dan
pemerintah bisa lebih siaga dan tahu kesiapsiagaan apa yang mesti dilakukan ke depan.
http://www.ibnurusydy.com/peran-geofisika-fisika-bumi-dalam-mitigasi-dan-
monitoring-bencana-v/